PENDAHULUAN
Pada dasarnya manusia dan bumi adalah satu kesatuan ciptaan Allah (teologi
relasional). Di dalam kitab Kejadian 1:28 disebutkan bahwa manusia diciptakan oleh
Allah untuk “beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah
itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala
binatang yang merayap di bumi.” Istilah berkuasa dan menaklukan di dalam Kejadian 1:
ciptaan Allah yang utama dibandingkan dengan ciptaan Allah yang lain. Alasannya jelas,
manusia yang diberi kuasa untuk menaklukan bumi, ini berarti manusia memiliki hak
bebas untuk melakukan apapun yang ia kehendaki terhadap bumi dan isinya. Keyakinan
bahwa manusia adalah pusat dari ciptaan Allah dikenal dengan istilah
antroposentrisme1.
Istilah ini berasal dari bahasa Latin, antropos berarti manusia dan centrum
berarti pusat. Sikap dan keyakinan antroposentrisme juga diperkuat oleh tafsiran
terhadap tulisan dalam Alkitab yang menyatakan bahwa manusia adalah imago dei,
yang berarti manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Diantara semua
ciptaan Allah di bumi, menurut kitab Kejadian, hanya manusia yang diciptakan dalam
imago dei. Pernyataan ini menguatkan keyakinan dan sikap antroposentris yang
dimiliki oleh manusia. Selain itu teks ini juga berbiacara mengenai pernikahan untuk
pertumbuhan penduduk dikalangan umat Kristen. Dalam bahasa Ibrani Kitab Kejadian
1
G. von Rad, Genesis. A Commentary, (London: SCM Press, 1987), 60.
1
disebut beresyit yaitu kata pembukaan kitab tersebut. Nama ini sesuai, karena Kitab
Kejadian menceritakan awal dari segala sesuatu yang berhubungan dengan iman umat
Allah dalam Alkitab.2 Kitab Kejadian terdiri atas dua bagian yaitu: bagian pertama
terdiri dari fasal 1-11 yang berbicara tentang “sejarah purbakala” ( Urgeschichte).
Menurut redaktor sejarah purbakala ini, mula-mula manusia hidup dalam suatu
hubungan persekutuan yang sempurna dengan Allah di dalam Firdaus. Akan tetapi pada
suatu ketika, manusia tidak taat lagi kepada Allah; manusia ingin menyamakan diri
dengan Allah; mereka ingin memiliki pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat.
Kesombongan mereka terhadap Allah membuat Allah murka dan menghukum mereka.
Jika melihat konteks Kejadian 1:26-28, maka teks tersebut tidak terlepas dari teks
sebelum dan sesudahnya, yakni: Kejadian 1:1-25 dan 1:29-2:1-25, yaitu asal mula alam
semesta dan kehidupan. Asal mula alam semesta dan kehidupan terangkum dalam kisah
penciptaan. Catatan kitab Kejadian tentang permulaan alam semesta untuk memberi
makna teologis, yakni Allah mengendalikan setiap keberadaan dan asal mula setiap hal
serta perkembangan yang ada di dalamnya, dari yang tidak teratur menjadi teratur. 4
Dalam Kejadian 1:28 ini Allah dengan segera memberkati keluarga Adam dengan anak
karena Allah percaya bahwa keluarga ini akan mempunyai anak-anak yang takut akan
Dia. Allah menciptakan mereka menurut gambar dan rupa Allah, supaya mereka
berkuasa (Kej.1:26).5
dan serupa dengan Allah, dan manusia merupakan ciptaan-Nya yang tertinggi. Manusia
2
W.S. Lasor, Pengantar Perjajian Lama I, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008), 111.
3
J. Blommendaal, Pengantar Kepada Perjanjian Lama, (Jakarta: BPK Gunung mulia, 2008), 24.
4
Vern S Poythress, Menebus Sains: Pendekatan Yang Berpusat Kepada Allah, (Surabaya: Momentuma,
2013), 72.
5
Daniel Alexander, Pemulihan Keluarga Masa Kini, (Yogyakarta: Yayasan Andi, 2001), 55.
2
mendapatkan mandat untuk mengusahakan dan memelihara alam. Allah menyerahkan
dikuasai dan ditaklukkan. Ajaran ini telah interpretasikah bahwa "Allah memberi
Manusia diberi hak oleh Tuhan sendiri untuk mengusai dan mengeksploitasi alam
semesta serta segala isinya demi kehidupannya. "Perintah ini dimengerti sebagai
pengesahan status manusia sebagai penguasa dunia yang acap kali dihubungkan dengan
ide bahwa manusia adalah wakil Tuhan di dunia". 6 Paham tentang manusia adalah
ciptaan yang paling berkuasa atas segala mahluk hidup sering menjadi landasan
Manusia di tetapkan sebagai kuasa usaha dan pelaksanaan dari Allah dan kepadanya
itu. Dalam frasa "penuhilah bumi dan taklukkanlah itu" (Kej. 1:28), kata "menaklukkan"
menaklukkan dan menginjakkan kakinya pada leher pihak yang telah dikalahkan. Kata
ini juga memiliki arti membawa ke dalam suatu perbudakan, mengontrol atau berkuasa
atas alam. Dengan merujuk kepada konteks Timur Tengah, makna dari kata
"taklukanlah" tersebut adalah seperti seorang raja atau gembala yang mengurus hewan
tanah.7 Manusia digambarkan oleh sumber P sebagai mahluk yang diciptakan menurut
6
Robert Setio, “Dari Paradigma ‘Memanfaatkan’ Ke ‘Merangkul’ Alam,” Gema Teologi 37, no.2, (31
Oktober 2013), 165.
7
Agustin Soewitomo Putri, Menilik Prinsip Penatalayanan Manusia Terhadap Alam Berdasarkan Kejadian
1:26-28, volume 6, Nomor 2, Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani, (April 2022), 757-758.
3
citra Allah. Manusia juga memiliki mandat dari Allah untuk menaklukkan bumi dan
berkuasa. Artinya manusia memiliki tugas dan juga tanggung jawab untuk mengelolah.
Doktrin Imago Dei tidak dapat dipahami lepas dari tugas panggilan manusia untuk
menguasai dan menaklukkan alam.8 Pemahaman yang keliru mengenai perikop ini
berkaitan erat dengan krisis ekologi adalah perintah untuk memenuhi dan
menaklukkan bumi. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, teks Kejadian 1:28 ini
atas alam. Oleh karena itu, telah timbul banyak perdebatan tentang mandat ini, karena
dianggap sebagai salah satu teks yang paling kuat melegitimasi sikap dan perlakuan
eksploitatif destruktif yang ditunjukkan manusia atas alam. Cara orang percaya
memahami imannya juga turut menunjang terjadinya krisis ekologis. 9 Pemahaman yang
salah tentang manusia memiliki hak sepenuhnya atas segala ciptaan di bumi ini
membuat dampak yang cukup besar bagi ciptaan lainnya. Manusia mempunyai tugas
untuk menjaga bukan untuk merusak dan mengskploitasi alam. Saya mengambil
pandangan kuno tidak ada rujukan kepada eksploitasi, tetapi sebaliknya raja
yang dipimpinnya. Dari sana, kata menguasai dan menaklukkan dapat dibaca sebagai
8
Emanuel Gerrit Singgih, Hidup di Bawah Bayang-bayang Maut: Sebuah Tafsiran Kitab Pengkhotbah ,
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001), 77-78.
9
Pinem, T, Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut: Kajian Teologi Ekofeminisme , volume 1, nomor 2, Gema
Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual & Filsafat Keilahian, (2016), 155.
10
Claus Westermann, Creation, (Philadelphian: Fortress Press, 1978), 29.
4
Perintah untuk memenuhi bumi pada teks Kejadian 1:26-28 secara eksplisit
memunculkan kata “beranakcucu dan bertambah banyak, frasa ini dianggap sebagai
sebuah rujukan terhadap anjuran pernikahan kudus yang dilakukan oleh manusia.
Menurut pemahaman Kristen secara umum bahwa keberadaan teks Kejadian 1:26-28
dipakai sebagai pedoman pada satu ayat hafalan (liturgi) yang menjadi pembenaran
ayat 28).
Allah pada kejadian 1 ayat 1, mengatakan “Pada mulanya Allah menciptakan langit
dan bumi” dan pada kejadian 1 ayat 31 “Maka Allah melihat segala yang dijadikanNya
itu sungguh amat baik”. Kita kembali membaca kejadian 1 ayat 28b yang berbunyi
taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan dilaut dan burung-burung di udara dan
segala binatang yang merayap di bumi”. Dalam keterangan tersebut diatas sangat wajar
jika Allah mengatakan hal tersebut kepada manusia yaitu Adam dan Hawa, dimana pada
waktu Allah berfiman keadaan bumi masih kosong dan Allah telah menyiapkan segala
keperluan manusia itu di dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara
menjadi bertambah banyak. Manusia hidup dalam berbagai macam persoalan dan
sampai pada zaman nabi Nuh, Allah murka dan mendatangkan air bah. Semua manusia
serta seluruh isi bumi musnah kecuali keluarga Nuh dan istrinya serta tiga orang
anaknya (Sem , Ham dan Yafet) dan seluruh binatang liar, binatang merayap burung
dan segala binatang yang terbang yang ikut bersama dengan Nuh (kejadian 7 ayat 13-
5
16). Lalu binasalah segala yang hidup dan segala yang ada nafas hidup dalam hidungnya
(kejadian 7 ayat 21-22). Demikianlah dihapuskan Allah segala yang ada, segala yang di
muka bumi, baik manusia maupun hewan dan binatang melata dan burung-burung di
udara, sehingga semuanya itu dihapuskan dari atas bumi; hanya Nuh yang tinggal hidup
dan semua yang bersama-sama dengan dia dalam bahtera itu. Air bah berkuasa diatas
bumi seratus lima puluh hari lamanya (kejadian 7 ayat 23-24 ). Allah memberkati Nuh
dan anak-anaknya serta berfirman kepada mereka (kejadian 9 ayat 1), dan kejadian 9
ayat 7, lalu Allah memberkati Nuh dan anak-anaknya serta berfirman “beranakcuculah
dan bertambah banyaklah serta penuhi bumi (ayat 1) dan kamu beranakcuculah dan
bertambah banyak sehingga tak terbilang jumlahnya di atas bumi dan bertambah
banyaklah di atasnya. Jika kita perhatikan uraian diatas maka dapat kita ambil
kesimpulan bahwa ketika Allah berfirman pada manusia yaitu Adam dan Nuh untuk
karena bumi ketika itu masih kosong (Adam) dan dikosongkan (Nuh).
Manusia diperkirakan hidup di dunia sudah sekitar dua juta tahun yang lalu. Pada
10.000 tahun sebelum masehi, penduduk dunia diperkirakan baru sekitar 5 juta jiwa.
Pada tahun-tahun pertama setelah masehi, jumlah penduduk dunia telah berkembang
hampir mencapai 250 juta jiwa. Dari tahun pertama setelah masehi sampai permulaan
revolusi industri sekitar tahun 1750 populasi dunia sudah meningkat dua kali lipat
menjadi 728 juta jiwa. Selama 200 tahun berikutnya (1750-1950) jumlah penduduk
dunia mencapai 1,7 miliar jiwa. Dalam 25 tahun berikutnya (1950-1975), ditambah
dengan 1,5 miliar jiwa, jika dijumlahkan seluruhnya pada akhir 1975 telah mencapai 4
miliar jiwa. Pada tahun 1986, populasi dunia sudah mendekati angka 5 miliar, yang
diperingati secara simbolis dengan kelahiran salah satu bayi di negara Yugoslafia tepat
6
11 Juli 1987. Pada tahun 2005 jumlah penduduk dunia sudah mencapai angka 6,45
Pertumbuhan penduduk yang tinggi menyebabkan ledakan penduduk, hal ini akan
wilayah. Oleh karena itu, masyarakat sebagai aspek kependudukan berperan penting
berdampak terhadap lingkungan. Lingkungan hidup adalah ruang yang ditempati oleh
makhluk hidup dan benda tidak hidup lainnya. Keberadaan lingkungan hidup sangatlah
hidup sangat terbatas baik secara kuantitas maupun kualitasnya. 12 Manusia diciptakan
dengan kemampuan berfikir dan juga kemampuan melakukan suatu tindakan. Dalam
peningkatan jumlah penduduk manusia harus mampu berfikir bagaimana cara yang
tepat dan juga tindakan apa yang harus dilakukan untuk menyeimbangkan antara
penduduk yang meningkat dengan lingkungan yang semakin lama semakin merosot
daya kualitasnya.
Peningkatan jumlah penduduk yang cukup besar dan berdampak buruk terhadap
alam ini ternyata juga sudah dibicarakan dan di gagaskan oleh Thomas Robert Malthus
11
Novira Esa Framujiastri, Dampak Dinamika Kependudukan Terhadap Lingkungan , volume 2, Jurnal
Kependudukan dan Pembangunan Lingkungan, (2020), 34.
12
Rusdiana. A, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, (Bandung: Pustaka Tresna Bhakti, 2012), 141.
7
pada abad 18. Thomas Robert Malthus, adalah seorang pakar demografi Inggris dan
ekonom politk yang paling terkenal karena pandangannya yang pesimistik namun
sebagai suatu komponen lingkungan alam tidak mampu menyediakan hasil pertanian
untuk mencukupi kebutuhan penduduk yang terus bertambah dan makin banyak. Daya
dukung tanah sebagai komponen lingkungan menurun, karena beban manusia yang
semakin banyak.14 Pemikiran Thomas Robert Malthus ini muncul karena pada saat itu
kondisi yang ada di Inggris jumlah penduduknya meningkat sangat pesat. Malthus
khawatir pertambahan penduduk ini akan berdampak buruk bagi alam jika tidak di
imbangi dengan ketersediaan bahan pangan dan lahan. Pertambahan penduduk yang
tinggi tidak terlepas dari pembukaan lahan baru untuk pemukiman dan peningkatan
teknologi. Hal ini berdampak tidak baik bagi mahluk hidup lainnya. Baik tumbuh-
Penyebab pokok dari krisis bumi/lingkungan hidup ini adalah pola pendekatan
manusia modern terhadap alam yang keliru. Manusia kurang memperlakukan alam
sebagai sahabat dan hanya melihat sebagai obyek semata-mata. Alam dipandang
sebagai sarana, tambang kekayaan, sumber energi, sumber kekayaan yang memang
lingkungan semakin parah. Etika lingkungan muncul sebagai reaksi terhadap penafsiran
13
Muhammad Hasan, ddk, Teori-teori Pembangunan Ekonomi, (Bandung: CV. Media Sains Indonesia,
2020), 48.
14
Edmund Conway, 50 Gagasan Ekonomi yang Perlu Anda Ketahui, (Jakarta: Ensei Erlangga Group,
2015), 15.
8
firman Allah yang membenarkan praktek ekspoitasi alam tanpa batas sehingga
menimbulkan krisis lingkungan. Manusia kurang sadar, dengan merusak alam ciptaan,
tindakan yang telah dibuat oleh manusia dari apa yang sudah ada di alam ini, maka kita
dapat kembali mengingat bahwa Alkitab telah mencatat bahwa apa yang sudah
diciptakan Allah baik adanya. Tetapi dalam mengelolah ciptaan Allah yang telah
disediakan itu, manusia perlu memahami dan menyadari bahwa selain mengelola isi
alam ini manusia dituntut juga untuk menata dan memelihara semua yang ada dalam
alam ini.
sumber daya alam di planet bumi dimulai dengan datanya Revolusi Industri kurang
lebih 200 tahun lalu. Sejak itu dapat dikatakan, bahwa perusakan global dimulai.16 Jika
teknologi maka kesadaran manusia atas tanggung jawab menata dan memelihara alam
Kemajuan pembangunan dan persaingan ekonomi yang sangat pesat. Demi memajukan
pembangunan dan perekonomian, hutan yang hijau dibakar, kayu-kayu yang ada
dibabat untuk lokasi pertambangan sehingga alam menjadi gersang dan rusak.
Dampak kerusakan alam bagi kelangsungan hidup manusia dapat dilihat dari
bencana- bencana alam yang menimpa makluk hidup. Alam yang tidak terjaga, serta
dieksploitasi tanpa batas akan menjadi rusak dan akan menimbulkan bencana bagi
manusia itu sendiri. Ada banyak bencana alam yang menelan korban di sekitar
15
Lukas Awi, Tristanto, Panggilan Melestarikan Alam Ciptaan, (Yogyakarta: Kanisius. 2015), 78
16
Robert P. Borrong, Etika Bumi Baru, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), 27.
9
Indonesia. Namun tidak bisa disangkal bahwa diluar Indonesia pun ada banyak bencana
alam yang menimpah manusia.17 Allah memberi mandat kepada kepada manusia untuk
bertanggung jawab memelihara dan memberi manfaat yang baik untuk alam dan segala
isinya.18 Akan tetapi di sisi lain, ada banyak manusia yang tidak menyadari tanggung
pemicu rusaknya alam di bumi ini, juga di pertegas oleh Lynn White Jr, yang menuduh
bahwa agama Kristen bertanggung jawab atas kerusakan ekologi dunia ini, oleh karena
manusia sebagai wakil Allah di dunia. Saya melihat manusia seakan-akan yang
mempunyai alam dan bebas mengeskpoitasi sesuai kebutuhannya. Landasan yang salah
ini ternyata berdampak buruk bagi ciptaan lainnya. Kerusakan alam dan juga semakin
punahnya ciptaan lain membuat ekosistem memburuk. Banyak terjadi bencana alam,
Untuk meninjau kerusakan alam yang terjadi akibat ulah manusia di sini saya
teolog yang mengupayakan sebuah studi teologis tentang penciptaan dalam Perjanjian
Lama pada tahun 2005. Dimana manusia (human), alam (nonhuman), dan Allah berada
17
Enggar Objantoro, “Bencana Alam Ditinjau Dari Perspektif Teologi Alkitab, ” volume 1, ATT Simpson
Ungaran, (2014), 136.
18
Dedi Mahardi, Terbalik Jadikan Musuh Terburukmu Sebagai Guru Terbaikmu , (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2018), 2.
19
Yohanis Panggalo Indu‟ and Philips Tangdilintin, Toraya Ma’kombongan, (Jakarta: Gunung Sopai, 2012),
46.
20
Emanuel Gerrit Singgih, Dari Eden ke Babel, (Yogyakarta: Kanisius, 2011), 68-69.
10
dalam relasi keutuhan ciptaan. Fretheim mengembangkan teologi relasional penciptaan
yang dia yakini sebagai sebuah keyakinan akan pemahaman Israel tentang Allah yang
ciptaan harus dipertimbangkan bersama-sama dalam natural order walau tidak dapat
dipungkiri bahwa pendekatan teologis bukan satu-satunya cara yang sah untuk melihat
teks-teks Alkitab yang berbicara tentang penciptaan dimana studi dan sosio-historis
akan terus menjadi sangat penting, dan itu pulalah yang digunakan oleh Fretheim. 21
Allah, manusia (human) dan alam (nonhuman) berada dalam sebuah relasi mutualis
yang memungkinkan mereka untuk saling terkait satu sama lain dalam tatanan alam
semesta. Interdepensi ini menunjukkan hubungan timbal balik antara Allah dan
mahkluk hidup (human dan nonhuman) dan sesama mahkluk hidup. 22 Saya setuju
dengan landasan ini karena memang pada dasarnya Allah menciptakan mahluk hidup
berkembangbiak bukan hanya manusia saja. Artinya disini mahluk hidup lainnya juga
hidup lainnya untuk berkembangbiak begitu juga dengan ciptaan lainnya juga
membutuhkan manusia dalam setai prosesnya. Pemahaman yang timbal balik ini akan
mengacuh pada kesadaran untuk menjaga alam dan mengembangkannya. Bukan hanya
Fretheim menilai interdepensi itu sejalan dengan perkataan Michael Welker yang
mengatakan: Where the conventional guiding conceptions [of creation] focus upon
21
Tiffany Tamba, Relational Theology: A Critical Theological Review of Ecological Damage in the Lake
Toba Area According to the Fretheim’s Perspective, volume 4, nomor 1, Jurnal Teologi “Cultivation”,
(2020), 117.
22
Terence E. Fretheim, God and World in the Old Testament; A Relational Theology of Creation,
(Nashville: Abingdon Press, 2005). 39, 44.
11
division and hierarchical arrangement, the classical creation accounts [in Genesis]
emphasize the connectedness and cooperation of creator and that which is creaturely.
In no way do the creation accounts of Genesis offer only a gloomy picture of sheer
dependence. God's creative action does not confront that which is created with
completely finished facts. The creature's own activity as a constitutive element in the
Itu berarti keberadaan Allah, alam dan manusia bisa jadi digambarkan berada dalam
sebuah rangkaian yang tidak putus. Mereka memiliki hubungan timbal balik yang
mumpuni. Di satu sisi bersifat independen, di lain sisi bergantung dengan mahkluk lain
dan. saling tergantung di antara mereka sendiri. Setiap makhluk memiliki peran
independen tapi juga bergantung pada makhluk lainnya. 24 Kelihatan Allah memberi
kemerdekaan bagi ciptaan-Nya di samping Dia tetap bergerak dan memberi ruang bagi
yang lain. Sehingga masuk akal jika Fretheim mengaitkan penciptaaan yang
melalui ruang dan waktu yang memungkinkan munculnya realitas yang benar-benar
baru di dunia yang semakin kompleks. Karya kreatif Allah terus-menerus melestarikan
dan menginovasi.25 Sifat hubungan timbal balik di antara makhluk juga penting:
meskipun relatif mandiri, mereka bergantung pada makhluk lain dan saling bergantung
di antara mereka sendiri. Baik manusia maupun hewan diberikan peran yang mandiri
(1:22, 28; 2:24). Pada saat yang sama, manusia dan hewan sangat bergantung pada
tanah (bersama dengan pepohonan, 2:9, 16) tidak hanya untuk makanan dan mata
pencaharian mereka, tetapi juga untuk keberadaan mereka (1:29-30, 2:5). -7, 19). Pada
23
Terence E. Fretheim, God and, 301.
24
Terence E. Fretheim, God and, 302.
25
Terence E. Fretheim, God and, 38.
12
saat yang sama, tanah bergantung pada manusia untuk perkembangannya yang tepat
(25 15), juga bergantung pada hujan (2:5). 26 Saya memahami bahwasannya Fretheim
menekankan tentang pentingnnya melestarikan alam yang ada. Sebab pada dasarnya
mahluk hidup yang diciptakan oleh Allah hidup disatu lingkung yang sama. Artinya
setiap mahluk hidup saling membutuhkan dan semua mahluk hidup yang diciptakan
oleh Allah perlu diperhatikan untuk bisa sama-sama berkembang. Hal ini merupakan
cara baru untuk mempertimbangkan tindakan arogan manusia untuk merusak alam.
pangan dan lahan sangat berdampak buruk bagi alam dan ciptaan lainnya.
perkembangan ciptaan lainya. Manusia diciptakan Allah seturut gambar dan rupa-Nya
hal ini terdapat pada ayat 26. Bahkan Allah memberkati manusia untuk beranak cucu
dan bertambah banyak. Dalam beranak cucu manusia juga mendapat perintah dari
Allah untuk taklukkan dan berkuasa. Saya melihat melalui teks ini banyak yang salah
mengartikan perintah Allah. Banyak orang yang menjadi bebas mengeskploitasi alam
demi perkembangan dan juga kebutuhan manusia. Mereka tidak sadar bahwasannya
mahluk hidup ciptaan lainnya juga perlu berkembang biak. Mereka menganggap
perbuatan yang salah itu menjadi benar karena, Kejadian 1:26-28 terdapat perintah
untuk taklukkan dan berkuasa. Lewat permasalahan ini penulis tertarik untuk
Dalam penulisan karya ilmiah ini, penulis menggunakan pendekatan dari Terence E
pendekatan ini karena ada pemahaman teologi penciptaan terbaru yang bisa dipahami
26
Terence E. Fretheim, God and, 270.
13
lebih mudah. Konsep teologi penciptaan relasional ini sangat berhubungan dengan
ada baik tumbuh-tumbuhan, hewan, manusia dan juga alam saling terikat
(berhubungan). Artinya setiap ciptaan yang ada saling membutuhkan, sehingga perlu
Dalam tulisan ini, penulis membuat batasan masalah, penulis akan meneliti Kejadian
Fretheim.
1.4.1. Untuk mengetahui bagaimana sebenarnya maksud dari teks Kejadian 1:26-
14
1.5. Manfaat Penulisan
dari teks kejadian 1:26-28 dalam konteks penciptaan dan konteks sekarang.
situasi sekarang.
Dalam menulis karya ilmiah ini, penulis menggunakan metode tafsir historis kritis
untuk memperhatikan latar belakang historis dari teks yang ditafsirkan. Meneliti dan
menemukan makna teks sebagaimana yang dimaksud oleh penulis teks dalam konteks
untuk menuliskan teksnya. Selanjutnya yang digunakan dalam penulisan ini adalah
studi kepustakaan. Penulis mengumpulkan data dari berbagai sumber literatur dan dan
harus mencari pemahaman secara etimologis, baik dalam bahasa Ibrani dan
pemahaman tersebut.
• Bab I : Pendahuluan
15
Dalam bab I penulis akan menjelaskan tentang pendahuluan yaitu latar belakang
• Bab II : Pembahasan
Dalam bab ini penulis akan memaparkan teori-teori dari beberapa tokoh yang
Dalam bab ini penulis akan memaparkan hermeneutik Kejadian 1:26-28 yang
Dalam bab ini penulis akan memaparkan implementasi dari Kejadian 1:26-28 pada
konteks sekarang
16
17