1. Menjelaskan dengan kata-kata sendiri tentang kisah penciptaan atas alam semesta
dalam Kej. 1 s/d 3 sebagai suatu kesaksian.
Kisah ini berisi kesaksian iman bangsa Israel tentang penciptaan alam semesta
yang disusun berdasarkan apa yang mampu mereka ketahui pada zaman mereka hidup
yaitu sekitar 3000 tahun yang lalu. Kesaksian iman ini dipakai Allah untuk
menyampaikan penyataan tentang penciptaan kepada bangsa Israel dulu dan kepada kita
sekarang.
Hakikat manusia sejak awal adalah makhluk ciptaan yang segambar dan serupa
dengan Allah. Gambar (tselem) dan rupa (demuth) adalah dua istilah berbeda, tetapi pada
dasarnya memiliki arti yang sama. Kedua istilah ini bermakna gambar, yang artinya
adalah presentasi yang kelihatan dari Allah yang tak kelihatan. Lewat karakteristik atau
sifatnya seperti nafas kehidupan yang kekal, kebaikan, kebenaran, kekudusan,
pengetahuan, dll, manusia menggambarkan atau memperlihatkan Allah yang tidak dapat
kelihatan. Manusia adalah makhluk ciptaan yang tidak sederajat dengan Sang Pencipta.
Dengan demikian, Allah berdaulat secara mutlak atas hidup dan tujuan hidup manusia
serta manusia bergantung kepada-Nya.
Jika dikatakan manusia segambar dan serupa dengan Allah, maksudnya manusia
memiliki kesamaan karakteristik ilahi dengan Allah dan manusia memiliki hubungan
yang sangat erat dengan-Nya. Allah bisa berbicara dan memberi perintah kepada manusia
dan manusia bisa meresponi perintah Allah. Karakteristik ilahi yang ada pada manusia
dan hubungannya yang erat dengan Allah membuat manusia berbeda dari ciptaan lainnya.
Manusialah satu-satunya makhluk ciptaan Allah yang berkarakter jasmani dan rohani.
Akan tetapi, kesegambaran dengan Allah menjadi rusak setelah kejatuhan manusia
kedalam dosa. Kesegambaran manusia yang tidak rusak dengan Allah adalah dalam nafas
kehidupannya yang kekal. Manusia tetap memiliki nafas kehidupan yang kekal sehingga
dia tak habis sesudah kematian jasmani.
Implikasi yang pertama adalah kita harus menerima kedaulatan Allah atas hidup dan
tujuan hidup kita. Dialah penentu kapan hidup kita berakhir dan bagaimana kehidupan
kita seharusnya berlangsung. Implikasi kedua adalah kesadaran akan adanya
keistimewaan eksitensi manusia dan relasinya dengan Allah, seharusnya mendorong kita
untuk beribadah dan menaati-Nya dalam kehidupan di dunia ini.
Implikasi untuk hal ini adalah kita boleh memanfaatkan sebisanya hasil dari
kesempatan dan kemampuan manusia sebagai makhluk rasional, tetapi kita juga harus
bersikap kritis terhadap kesempatan dan kemampuan tersebut. Karena kesempatan dan
kemampuan rasional ini, hidup dan kehidupan seluruh umat manusia dapat dibinasakan.
Penggunaan kesempatan dan kemampuan harus diukur dari sudut kasih kepada Tuhan
Allah dan sesame manusia serta terhadap diri sendiri.