Anda di halaman 1dari 7

MANUSIA

I. Hakekat Manusia

1. Manusia menurut kesaksian Alkitab


1.1 Manusia sebagai ciptaan dari debu yang diberi napas oleh Allah.
Kejadian 1:1 mengatakan “Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi”, ini
merupakan ungkapan iman yang tak terpisahkan dari pengakuan iman umat Allah
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru bahwa langit dan bumi dengan segala isinya
termasuk manusia adalah hasil karya Allah dan bukan ciptaan dewa-dewa seperti
yang lazim diyakini oleh bangsa-bangsa lain yang tidak mengenal Allah. Yohanes
1:1-3 mengatakan Allah menciptakan segala sesuatu dari yang tidak ada menjadi ada
hanya dengan firman. Selanjutnya dalam Kejadian 2:7 mengatakan Allah membentuk
manusia dari debu tanah mengehembuskan napas hidup ke dalam hidungnya
demikian manusia itu menjadi makhluk hidup. Manusia sebagai makhluk rendah
karena asalnya dari debu tanah, namun sekaligus ia dijadikan makhluk yang istimewa
dari ciptaan lainnya karena ia diberi napas hidup oleh Allah.
Manusia dari debu tanah dan sebagai makhluk rendah dan karena itu ia tidak boleh
menyombongkan diri. Manusia menjadi makhluk hidup setelah dihembuskan napas
hidup oleh Allah yang artinya manusia tidak memiliki hidup dari dirinya sendiri
tetapi diberikan oleh Allah dan hanya bergantung kepada Allah. Karena itu jika Allah
mengambil hidup yang diberikannya maka manusia itu tidak akan hidup lagi, itu
sebabnya manusia harus selalu senantiasa bersyukur atas hidupnya.
1.2 Manusia sebagai gambar dan rupa Allah
Kejadian 1:26-27 mengatakan bahwa manusia baik laki-laki maupun perempuan
diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Artinya manusia menjadi makhluk
tertinggi dan mulia dari segala makhluk lainnya. Persesuaian Ilahi pada manusia dan
Allah tidak terletak pada wujudnya sebab wujud Allah tidak sama dengan wujud
manusia. Tetapi terletak dalam perbuatan dan cara hidup. Oleh karena itu semua
perbuatan dan cara hidup manusia harus sesuai dengan Allah, misalnya manusia
haruslah kudus, mengasihi, mengampuni, dll. Kesegambaran manusia dengan Allah
hanya dapat diwujudkan jika Allah satu-satunya yang dijadikan norma.
1.3 Manusia sebagai mandataris Allah
Pada saat Allah menciptakan manusia, Ia memberi tugas dan tanggung jawab
kepada manusia untuk memperbanyak keturunan, memenuhi bumi dan menaklukan
bumi, berkuasa atas ikan-ikan, burung-burung, dan atas segala binatang yang
merayap (Kej 21:28). Manusia sebagai mandataris Allah berarti diberi mandate
mewakili Allah untuk berkuasa dan mengolah segala ciptaan lainnya. Berkuasa
bukan berarti semena-mena tetapi manusia harus manjalankan tugasnya dengan baik
dan bertanggung jawab.
1.4 Kebebasan dan keterbatasan manusia
Kebebasan yang diberikan Allah pada manusia adalah dengan memberi mandat. Ini
artinya manusia bebas untuk memperbanyak keturunan, bebas beranak cucu,
bertambah banyak, memenuhi bumi dan menaklukkannya tetapi tetap terikat pada
kehendak Allah. Pada Kejadian 2:15-17 dan 21-22 mengatakan Allah membentuk
perempuan dari salah satu tulang rusuk Adam lalu Allah menyerahkan perempuan itu
secara resmi kepada Adam dan diterima Adam dari tangan Allah menjadi istrinya.
Lalu manusia ditempatkan di Taman Eden untuk diolah dan dipelihara. Allah
membebaskan manusia dengan memperbolehkan memakan semua yang ada di
Taman Eden terkecuali buah pohon perbuatan yang baik dan yang jahat dengan
peringatan yang keras. Buah pohon yang dimaksud adalah simbol yang
menggambarkan apakah manusia taat atau tidak kepada Allah. Namun ternyata
manusia lebih taat pada perkataan iblis daripada pernyataan Allah, karena itu
manusia jatuh ke dalam dosa. Adam dan Hawa diusir dari Taman Eden, tidak lagi
hidup dengan persekutuan yang harmonis dengan Allah (Kej 3:22). Dalam Perjanjian
Baru ketidaktaatan manusia pada Allah adalah dosa dan upah dosa adalah maut.
Kebebasan manusia yang sebenarnya diberikan Allah, dalam Yohanes 8:36 dikatakan
apabila anak itu memerdekakan kamu, kamu pun benar benar merdeka.
Kemerdekaan atau kebebasan yang diberikan kepada manusia adalah kebebasan dari
dosa, orang yang percaya kepada Yesus diciptakan menjadi manusia baru,
didamaikan dengan Allah dalam persekutuan yang baru dalam Kristus. Jadi
kebebasan yang sejati hanya dapat diperoleh manusia di dalam Yesus Kristus.
Manusia bebas dalam keterbatasannya dan terbatas dalam kebebasannya.

2. Manusia menurut agama dan ajaran lain


2.1 Manusia menurut agama Islam
Hakikat manusia menurut Islam merupakan jasad, tubuh, atau raga, yang
mengalami proses reproduksi seksual dan berusaha memenuhi kebutuhan
biologisnya. Manusia membutuhkan ruang, waktu, dan tunduk pada hukum alam
(sunnatullah). Semua ini adalah konsekuensi logis dari pemenuhan kebutuhan
tersebut.
2.2 Manusia menurut agama Hindu
Dalam ajaran Hindu, manusia adalah kesatuan antara badan jasmani dan jiwa
(atman) yang menjadikan ia selalu terus berkembang. Menjadi manusia merupakan
suatu hal yang paling utama karena manusia memiliki kemampuan untuk berfikir,
berkata dan bertindak. Agama Hindu mengajarkan manusia adalah makhluk ciptaan
Tuhan/Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Segala sesautu yang ada atau yang mungkin
akan ada adalah merupakan manifestasi Tuhan. Manusia dalam ajaran agama Hindu
terbentuk atas badan kasar (stula sarira) dan badan halus (suksma sarira).
Manusia dianggap sebagai makhluk yang paling sempurna dibandingkan makhluk
yang lain karena memiliki manah (pikiran) yang dapat digunakan sebagai upaya
memilah perbuatan yang baik maupun perbuatan yang tidak baik.
2.3 Manusia menurut agama Buddha
Dalam pandangan Agama Buddha, manusia merupakan perpaduan dari jasmani dan
batin. Jasmani dan batin keberadaannya adalah sebagai suatu kesatuan yang tidak
terpisahkan selama manusia hidup. Jasmani dan batin sebagai perpaduan yang terus
menerus mengalami proses perubahan. Bagi agama Buddha, tujuan akhir hidup
manusia adalah mencapai kebuddhaan (annutara samyak sambodhi) atau pencerahan
sejati dimana batin manusia tidak perlu lagi mengalami proses tumimbal lahir.
Manusia tidak memerlukan bantuan atau pertolongan pihak lain, termasuk Dewa-
Dewi.
2.4 Manusia menurut pandangan kebatinan
Konsep penciptaan manusia menurut paguyuban kebatinan sumarah yaitu terdiri
dari tiga unsur pokok yaitu: Pertama, badan jasmani terdiri dari empat anasir: api, air,
tanah, udara karena setiap hari manusia senantiasa memperoleh dan mempergunakan
sari-sari dari pada keempat anasir tersebut. sarinya api diperoleh dari sinar matahari,
sarinya udara diperoleh dari udara melalui pernapasan, sarinya air diperoleh dari
minuman dan sarinya bumi didapatkan dari makanan dan hasil bumi. Kedua, badan
nafsu terdiri dari lawwamah (mementingkan diri sendiri), sufiah (sumber keinginan),
amarah (sumber kemarahan) dan mutmainnah (sumber segala yang baik dan sumber
semangat mencari allah). Ketiga, ruh yang berasal dari peletikan (percikan cahaya
yang terpancar) dari pada Allah sendiri yang kemudian ditiupkan pada setiap
manusia. konsep ruh dan jiwa menurut paguyuban kebatinan sumarah tidak
dibedakan (disamakan) yang memiliki dzat suci.
2.5 Manusia menurut pandangan Komunisme
Materialism dialektis menolak kepercayaan kepada Allah sebagai Pencipta dank
arena itu menolak juga kepercayaan akan penciptaan manusia menurut gambar Allah.
Menurut Lenin, kerja dan produksi kerjalah yang merupakan hakikat manusia. Atas
dasar pandangan tentang manusia ini, materialisme dialektis menyusun suatu etika
tertentu. Dengan diktator proletariat, kaum buruh harus membebaskan diri dari segala
rintangan yang dialaminya di dalam usahanya untuk dapat mengatur sendiri seluruh
hasil-hasil kerjanya. Dalam materialism dialektis, teori revolusi menggantikan susila.
Pertanyaan tentang apa yang baik dan apa yang jahat, mneurut komunisme, dapat
dijawab dengan pertanyaan: taktik atau siasat apakah yang dapat dipakai sekarang
untuk membantu kaum proletar memperoleh kekuasaan.
II. Manusia dan Tanggung Jawabnya

1. Tanggung Jawab Manusia Kepada Sang Pencipta


Sebagai makhluk Tuhan manusia harus mempertanggungjawakan segala perkataan
dan perbuatannya kepada khaliknya. Tuhan telah memberikan hukum, perintah, dan
larangannya seperti yang tertulis dalam kitab suci agar kiranya dapat dipatuhi oleh
manusia. Tanggung jawab ini juga menuntut pengorbanan pada manusia yang
sungguh sungguh menyerahkan hidupnya kepada Tuhan. Manusia dipanggil untuk
bertanggungjawab kepada penciptanya dalam pengertian mengakui-Nya dalam
segala hal. Prinsip seperti ini menolak sikap dan perilaku egois yang mementingkan
diri sendiri, sebab itu jika ada orang yang tidak memperhatikan orang lain, tidak mau
ikut dalam persekutuan, atau tidak mau terlibat dalam aktivitas social maka hidupnya
akan terisolir dan terkucil dari hadapan Allah. Manusia yang jauh dan terasing dari
Allah akan merasakan hidupnya seperti sesuatu yang hampa karena ia tidak mau
memuji dan memuliakan Allah penciptanya. Pada Lukas 19:40 ketika ada orang-
orang farisi yang tidak senang jika murid-murid Yesus memuji Allah maka Yesus
berkata kepada mereka “Aku berkata kepada mu, jika mereka ini diam maka batu ini
akan berteriak” artinya jika manusia tidak mau melaksanakan tugas panggilan dan
tanggung jawabnya memuji Allah maka Allah sendiri mengucilkan orang itu yang
menggantikannya dengan yang lain yang siap melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya untuk memuji Allah penciptanya.
2. Tanggung Jawab Manusia Kepada Sesama
Sesama menurut Alkitab adalah penolong yang dijadikan Tuhan misalnya Allah
menjadikan Hawa sebagai penolong kepada Adam. Panggilan dan tanggung jawab
manusia terhadap sesama ialah saling memberi pertolongan saling membantu, sling
menghargai dan saling memperhatikan dengan kata lain saling mengasihi (Matius
22:39)
3. Tanggung Jawab Manusia Terhadap Keluarga
Di dalam keluarga ada suami, istri, dan anak-anak yang merupakan satu
persekutuan di dalam keluarga. Semuanya saling bertanggungjawab satu sama lain.
Dalam 1 Korintus 7:3-4 dengan jelas menyatakan bahwa suami mesti memenuhi
tugas dan kewajibannya terhadap istrinya, dan istri memenuhi tugas dan
kewajibannya terhadap suaminya. Sedangkan tanggung jawab anak kepada orang
tuanya seperti pada hukum taurat kelima yakni “Hormatilah ayah dan ibumu”
4. Tanggung Jawab Manusia Terhadap Negara
Sebagai umat Kristen di Indonesia kita mempunyai kewarganegaraan ganda,
maksudnya kita adalah warga Kerajaan Allah yang bertanggung jawab kepada Allah
terhadap apa yang telah dipercayakan kepada kita. Namun disamping itu kita juga
adalah warga negara Indonesia dengan tanggung jawab yang telah ditetapkan oleh
Negara kepada kita. Kita dapat bertanggung jawab kepada Negara jika kita
mempunyai kesadaran bernegara. Kita tidak bisa menyebut diri sebagai warga negara
jika kita tidak sadar bahwa kita merupakan anggota dari suatu Negara. Kita
ditempatkan di dunia ini dengan tugas untuk memelihara dan menghadirkan Kerajaan
Allah.
III. Manusia dan Keutuhan Ciptaan
Manusia dan keutuhan ciptaan adalah dua hal yang tidak dapat diabaikan dalam
memahami dan mewujudkan eksistensi kemanusiaan manusia sebagai ciptaan Allah
yang sejati.
 Kesaksian Alkitab Tentang Keutuhan Ciptaan
Dalam Kejadian 1:1-31 diberitakan bahwa Allah menciptakan bumi dan
segala isinya adalah baik. Yang dimaksud baik adalah seluruh ciptaan baik
makhluk hidup maupun ciptaan lainnya. Manusia diciptakan Tuhan sebagai
mahkota ciptaan-Nya bahkan manusia diberi mandat menguasai dan
menaklukan bumi untuk kebahagiaannya. Namun, atas tuntunan Roh Allah
manusia diberi kesadaran untuk menerima pembaharuan, pemahaman makna
tentang mandat Illahi dari menaklukan dan menguasai (menurut Kejadian
1:28) ke dalam hal mengusahakan dan memelihara (menurut Kejadian 2:15)
Dengan pembaharuan dan pemahaman mandat itu alam semesta akan
terhindar dari kehancuran dan kebinasaan akibat eksploitasi manusia dalam
hal memenuhi kepuasan dan kerakusannya. Bila benar-benar manusia
menyadari dan melaksanakan mandat Illahi seturut yang dikehendaki Allah
maka pasti akan terjaga dan terpelihara keutuhan segala ciptaan tersebut.
 Hubungan Manusia dengan Ciptaan Lain
Sekalipun manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah dan diberi
kuasa atas ciptaan lain, rupanya hal tersebut tidak pernah sepenuhnya berarti
bahwa manusia itu berbeda dari ciptaan lain. Kejadian 2 mengatakan bahwa
manusia dibentuk dari debu tanah, ini menyadarkan bahwa manusia hanyalah
salah satu makhluk dari makhluk ciptaan lain yang sama-sama diciptakan
Tuhan. Maka seterusnya, seluruh kehidupan di bumi baik manusia maupun
ciptaan lain memiliki hubungan yang saling terakait dan saling
mempengaruhi. Tapi sayangnya realitas mengatakan yang sebaliknya, banyak
orang mengaggap dirinya sebagai pusat dari seluruh ciptaan Tuhan,
menganggap bahwa dunia yang diciptakan Allah adalah dunia yang diciptakan
hanya untuk kepentingan manusia. Akibatnya, manusia lebih sering
menganggap ciptaan lain yang lebih rendah, seharusnya kita yang
bertanggung jawab untuk memelihara dan menjaga ciptaan lain bukan malah
mendominasi. Padahal, Allah menciptakan setiap ciptaan dengan tugas dan
fungsinya masing-masing dan tidak harus selalu untuk kepentingan manusia.
Mazmur 24 mengatakan Tuhan yang mempunyai bumi dan segala isinya,
tetapi apa realisasinya, berapa banyak ciptaan Allah yang sudah terancam
langkah bahkan telah punah. Mazmur 19:2 mengatakan langit menceritakan
kemuliaan Allah dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya, tetapi
apa yang diceritakan langit jika kebanyakan kota langitnya tertutup oleh
polusi. Mazmur 98 mengatakan biarlah sungai sungai bertepuk tangan dan
gunung gunung bersorak sorai tetapi bagaimana mungkin gunung gunung
bersorak sorai dan sungai sungai bertepuk tangan jika banyak gunung yang
gundul dan sungai yang tercemar. Seperti inikah hubungan manusia
dengan ciptaan lain yang dikehendaki Tuhan?
AGAMA
I. Pengertian Agama
1. Pengertian Agama Secara Etimologi
Secara etimologi menurut Sidi Gazalba akar kata agama adalah gama artinya pergi
atau berjalan. Selanjutnya dikatakan bahwa hamper semua agama mempunyai kata
yang bermakna sama. Di dalam Agama Islam ditemukan kata syariah yang berarti
jalan lurus. Dalam Agama Buddha, agama adalah jalan delapan. Kata lain yang
sinonim dengan agama adalah religi, suatu kata yang diindonesiakan dari kata Latin
“religio” yang berarti menyangkutkan, mengembalikan ikatan, memperhatikan
dengan seksama. Dalam hubungan ini “religio” berarti aturan yang mengatur
hubungan manusia dengan Sang Illahi. Dalam bahasa Sansekerta kata agama terdiri
dari kata “a” berarti tidak, dan”gama” berarti kacau, Jadi agama berarti tidak kacau.
Berdasarkan pengertian dari beberapa istilah di atas, agama berarti upaya manusia
untuk mengikatkan dan menyesuaikan seluruh hidupnya dengan tata tertib hokum
dan peraturan Illahi. Dengan demikian diharapkan bahwa hubungan manusia
dengan Yang Illahi dengan sesama dan lingkungan tidak kacau melainkan dapat
berjalan dengan tertib, baik dan harmonis. Dalam Ensiklopedia Indonesia
dijelaskan bahwa dalam agama diakui adanya Yang Suci atau Yang Illahi, manusia
melalui agamanya menginsafi adanya kekuasaan Illahi yang dianggap asal atau
yang memungkinkan terciptanya segala sesuatu. Menyangkut kekuasaan ini
bermacam-macam bayangan yang terdapat dalam diri manusia demikian pula cara
membayangkannya. Dari keterangan secara etimologi di atas dapat disimpulkan
bahwa agama adalah kepercayaan dan keyakinan akan kuasa atau penguasa dan
kenyataan yang lebih tinggi dari dirinya sendiri yang dianggap sebagai Yang Illahi
dan yang biasanya dipersonifikasikan di dalam wujud Dewa, Illah, Allah dan
sebagainya. Yang kepada-Nya manusia merasa tergantung atau berusaha
mendekati-Nya.
2. Pengertian Agama Secara Teologi
Menurut Schleirmacher (Tahun 1768-1834) bahwa ada perasaan serba tergantung
manusia terhadap kekuatan dari Sang Penguasa Tertinggi. Menurutnya, dalam
semua agama ada inti yang sama dan inti itu berkembang. Perkembangan tertinggi
terdapat di dalam Agama Kristen. Calvin mengatakan dalam diri manusia selalu
ada kerinduan untuk menjadi semirip mungkin dengan Allah. Kerinduan itu
dinamakan semen religionis atau sensus devenitis atau dasar keagamaan yang ada
secara laten atau terpendam dan kemudian berkembang menjadi agama murni.
Semen religionis menyebabkan manusia mencari Tuhan. Manusiadiciptakan
segambar dan serupa dengan diri-Nya (imago Dei), artinya diciptakan dalam relasi
dengan Tuhan. Melalui relasi itu, Tuhan menghendaki supaya manusia berbakti dan
memuliakan nama- Nya. Jika demikian maka seharunya ada satu agama yang
dianut manusia di dunia ini. Namun kenyataannya terdapat banyak agama, bahkan
manusia telah jatuh ke dalam dosa, dosa menyebabkan manusia yang diciptakan
Tuhan dalam relasinya menjadi manusia yang mencari Allah karena mereka tidak
mengenalnya lagi. Manusia menyembah dewa-dewa ciptaan sendiri seperti yang
tertulis pada Roma 1:21-23. Manusia dalam hidupnya sengaja memilih
AGAMA KRISTEN
1. Agama Kristen Sebagai Agama Sejarah
Agama Kristen sebagai agama sejarah karena mempunyai keterikatan dengan peristiwa-
peristiwa yang sesungguhnya terjadi dalam sejarah. Misalnya, tentang peristiwa
penderitaan, kematian dan kebangkitan Kristus yang terjadi di bawah pemerintahan
Pontius Pillatus. Pontius Pillatus adalah gubernur ke-5 dari Provinsi Yudea Kekaisaran
Romawi yang memerintah pada tahun 26-36 Masehi. Dia lah yang mewakili
pemerintahan romawi di Yerusalem untuk mengadili Yesus yang ditangkap di Taman
Getsmani. Agama Kristen adalah agama yang menuju pada jalan kehidupan kekal. Jalan
kehidupan kekal itu sendiri adalah Yesus Kristus sesuai kesaksian Alkitab (Yohanes 3:16,
Yohanes 14:6, dan Yohanes 17:1-3). Kata Kristen lebih menuju kepada sikap penyerahan
diri secara aktif untuk mengikut Yesus pada jalannya yaitu jalan keselamatan abadi. Yang
dibutuhkan disini adalah sikap diri atau keputusan atas dasar tanggung jawab untuk
menjadi saksi Kristus. Hal utama yang ditekankan adalah bukan status keagamaan yang
dangkal dan sempit tetapi sebuah kecenderungan hidup yang aktual dalam mewujudkan
pengakuan kita dalam mengikut Tuhan Yesus ditengah-tengah berbagai situasi dan
kondisi atau realitas hidup. Agama Kristen tidak terpisahkan dari Yesus yang disebut
Kristus. Sebutan Kristen diambil dari bahasa Belanda

Anda mungkin juga menyukai