Anda di halaman 1dari 11

MATA KULIAH AGAMA ISLAM

1. MANUSIA DAN
AGAMA
Abdul Syukur, MA
A. Manusia dan Alam Semesta
 Yang ada: Allah swt (Khaliq) dan alam (makhluq).
 Alam: segala sesuatu yang dapat ditangkap panca indera, perasaan,

dan pikiran, yang diaturNya melalui sunnatullah yang muncul dari


dua hal: keteraturan alamiah dan penugasan Allah thd malaikat.
Inilah yang membuat alam semesta dapat bekerja secara sistemik.
 3 sifat utama sunnatullah: pasti (QS.25:2, 65:3), tetap (QS.6:115,

17:77), dan objektif (QS.21:105).


 Karena ketiga sifanya itu, alam dapat dimanfaatkan oleh manusia

utk sepenuh-penuh kepentingannya (QS.31:20) dalam kapasitasnya


sebagai khalifah.
 Sebagai khalifah, manusia dibekali dua potensi: akal dan ilmu utk

dpt mengelola, memanfaatkan dan “mengurus” alam.


B. Manusia Menurut Agama Islam
 Dalam berbagai sudut pandang, para ilmuan menyebut manusia dengan: homo
sapien, homo economicus, bahkan economic animal.
 Al-Qur’an tidak menyamakan mnusia dengan binatang. Dapat saja seperti
binatang dengan beberapa syarat (QS.7: 179)
 Kemanusiaan manusia dijaga oleh Allah dalam sebutan2 manusia dalam Al-
Qur’an:
- bani Adam (QS.17:70)
- Basyar (QS. 18:110)
- al-insan (QS.76:1)
- an-Nas di banyak ayat
 Manusia adalah makhluk yang memiliki potensi utk beriman, dengan akalnya
mampu memahami dan mengamalkan wahyu serta mengamati gejala alam,
bertanggungjawab atas perbuatannya dan berakhlak (N.A Rasyid, 1983: 19)
Ciri utama manusia:

1. Makhluk paling unik, paling sempurna


2. Memiliki potensi beriman kepada Allah

3. Diciptakan utk mengabdi kpd Allah

4. Dipilih sebagai khalifah

5. Memiliki akal dan kehendak

6. Bertanggungjawab secara individu terhadap seluruh perbuatannya

7. Berakhlak

Juga meiliki kelemahan:


8. Melampaui batas (QS.10:12)

9. Zalim (kejam, bengis, tidak adil, aniaya), dan ingkar thd karunia Allah (QS.14:34)

10. Tergesa-gesa (QS.17:11)

11. Suka membantah (QS.18:54)

12. Keluh-kesah dan kikir (QS.70:19-21)

13. Ingkar dan tdk berterima kasih (QS.100: 6)


Asal-usul Manusia
 Pada beberapa tempat Al-Qur’an menyebut manusia berasal dari tanah. Lihat
misalnya:
 QS.6:2 dari tanah
 QS.15:26 lumpur hitam yang diberi bentuk
 QS.55:14 tanah kering seperti tembikar
 Di tempat lain, dinyatakan manusia berasal dari air.
 QS.25:54 dari air
 QS.86:6-7 dari air yang terpancar
 QS.21:30 dari air
 Jadi manusia tercipta dari tanah dan air, maksudnya adalah air mani yang berasal
dari saripati makanan yang tumbuh di atas tanah.
 Unsur lain dari penciptaan manusia adalah ruh, sesuatu yang sangat sedikit Allah
berikan informasinya. (QS.15:29., 17:85)
 Dari uraian di atas diketahui bahwa manusia, menurut agama islam, memiliki dua
unsur utama: materi dan immateri.
Asal-usul Manusia
 Mengenai prosesnya, dijelaskan dalam hadits
Rasulullah saw tentang penciptaan manusia (lihat
al-arba’in an nawawiyah hadits ke-4)
 Ali Syariati memandang bahwa penjelasan spt di
atas adalah simbolisme. Maknanya adalah manusia
merupakan makhluk bidimensional: dimensi
ketuhanan dan dimensi kerendahan atau kehinaan.
C. Agama: Arti dan Ruang Lingkupnya

 Agama (sansekerta): berasal dari kata “gam” yang berarti “pergi” lalu
mendapat awalan “a/i/u” dan akhiran “a”. Sehingga menjadi “agama”,
“igama”, atau “ugama” yang berarti “jalan”.
 Yang menyebar-luaskan kata agama di Indonesia adalah hindu dan budha.
 Dalam paham mereka, agama juga memiliki arti lain, yaitu tradisi atau
kebiasaan, yang maksudnya adalah tradisi atau kebiasaan dalam agama Hindu
dan Budha.
 Demikian halnya dengan kristen, baik katolik maupun protestan. Kata
“religion” atau religi, merujuk kepada makna hubungan tetap antara manusia
dengan tuhannya saja.
 Bertambahlah mata rantai kesalahpahaman ataupun kerancuan manusia dalam
memahami agama.
 Begitu Islam datang ke nusantara, maka ajarannya dipersepsi sama dg Hindu/
Budha. Pada tataran global, dipandang harus sama dengan kristen/ katolik.
 Kata agama di depan kata Hindu atau Budha dengan kata agama di depan kata Islam
sma sekali berbeda
 Sebagaimana halnya kata religion yang disepadankan dengan kata “al-Din”. Tdk
sama.
 Kata religion mengandung makna: mengatur hubungan tetap antara manusia dengan
tuhannya (vertikal) saja, sedangkan kata “al-Din” memiliki makna: pengaturan
hubungan manusia dengan Tuhannya (vertikal), dan hubungan dengan manusia dlm
masyarakat, termasuk dirinya sendiri, dan alam lingkungannya (horizontal).
 Dari uraian ini jelas ada masalah dalam pemahaman manusia terhadap kata agama.
Kerancuan yang muncul disebabkan penggunaan kata yang sama bagi agama-agama
yang berbeda sistem dan ruang lingkupnya.
 Belum lagi ditambah dengan fakta orang beragama merasa terlibat dengan agamanya
sehingga mereka cenderung memahami agama menurut ajaran agamanya sendiri.
Upaya membuat sebuah definisi yang mencakup semua agama pun semakin mustahil
D. Hubungan Manusia dan Agama
 August Comte dalam Course de la Philosophie positive (1842) menjelaskan tiga tahap
perkembangan pemikiran manusia: teologik, metafisik, dan positif (versi M. daud
Ali) atau metafisik, teologik, dan positif (versi soewito)
 Fase metafisik: di mana manusia mulai memercayai kekuatan2 yang tidak tampak dan
bahwa banyak benda/ alam memiliki kekuatan (animisme dan dinamisme) seperti
gunung meletus, tsunami, dsb. Mereka lalu, demi keselamatan dirinya, melakukan
pendekatan2 thd kekuatan2 itu melalui sesajen dan ritual atau sejenisnya.
 Fase teologik: di mana akal manusia mulai sampai kpd pemahaman bahwa kekuatan
alam itu tdk berdiri sendiri melinkan ada yang mengendalikan dan menguasai
kekuatan itu. Maka merekapun meminta perlindungan kepada yang menguasai
kekuatan2 itu: Tuhan.
 Fase positif: ini tingkatan yg tertinggi di mana manusia telah memiliki pengetahuan
dan pemahaman yang cukup baik tentang dirinya maupun alam semesta. Manusia
telah mengerti hukum alam dan dapat memanfaatkan alam bahkan menundukkannya
untuk kepentingan dirinya. Berlindung kepada tuhan diyakini tidak lagi diperlukan.
 Akan tetapi pandangan Comte itu tidak sepenuhnya
benar. Banyak fakta yang mendukung kebalikannya.
Bahwa masyarakat di era positif dg akal yang maju
dan teknologi canggih spt sekarang ini masih percaya
dan berpegang pada aspek teologik.
 Bahwa ilmu dan teknologi akan hampa dan cenderung
self destructive jika tanpa, atau, dipisahkan dari
agama.
 Dengan ilmu hidup manusia akan lebih bermutu,
dengan agama hidup akan lebih bermakna.
Wallaahu A’laa wa A’lam… .

Anda mungkin juga menyukai