Anda di halaman 1dari 4

Nama : Bintan Chamila

NIM : 1701425
Prodi : Pend. Kimia 2017 A
MANUSIA DAN AGAMA
1. Manusia dan Alam Semesta
“Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan
meninggikan sebagian dari kamu atas sebagian yang lain beberapa tingkat, untuk
mengujimu atas apa yang telah diberikanNya kepadamu” (QS.6:165)
Kekhalifahan manusia berhubungan dengan kemampuan manusia menggunakan
potensi akal yang dimilikinya dihubungkan dengan fenomena alam yang muncul di
sekelilingnya. Inilah sebenarnya yang menjadi latar belakang mengapa pencarian ilmu
pengetahuan di salam konsep lslam merupakan perbuatan yang diwajibkan Allah.
Orang berilmu akan memiliki kesempatan yang lebih besar untuk dapat memerankan
dirinya sebagai khalifah yang mampu mengelola dan mengambil manfaat yang besar
bagi perwujudan sistem Islam di muka bumi ini.
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinga malam
dan siang terdapat bagi orang-orang yang berakal. (yaitu) orang-orang yang
mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan terbaring dan mereka
memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): Ya Tuhanku
tidaklah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka
peliharalah kami dari siksa neraka” (QS. 3:190-191)
Ayat ini memberi penekanan kepada manusia untuk menyelidiki sifat kelakuan
alam sekelilingnya yang menjadi tempat tinggal dan kehidupannya. Do'a yang
mengakhiri ayat di atas dapat dipahami secara kontekstual, betapa orang yang tidak
melihat hikmah alam raya ini, yang menganggap bahwa ciptaan Tuhan ini tidak
berarti, mendapat sengasara di akhirat kelak, karena pandangan itu merupakan sikap
pesimisme terhadap alam raya, yang juga merupakan bentuk menolak (Kufr) nikmat.
Fenomena alam atau ayat-ayat kauniah merupakan lapangan yang terbuka luas
bagi penyelidikan, penelitian, pengamatan atau observasi manusia dalam rangka
memahami dan membuka tabir keajaiban alam semesta ini. Pemahaman manusia ini
adalah kunci yang dapat membuka pintu keyakinan akan kemahakuasaan Allah
sebagai Pencipta seluruh alam semesta.
Ayat-ayat kauniah ini mencakup bentuk-bentuk perilaku manusia yang dapat
diamati, diperhatikan, dipahami dan dihayati yang dapat melahirkan kesadaran dan
keyakinan kebenaran Allah dalam kaitannya dengan nilai-nilai normatif (hukum),
misalnya mengapa zina diharamkan Allah dan bahkan dikatagorikan kedalam dosa
besar. Dalam pengamatan sosiologis dapat ditemukan jawabannya bahwa zina menjadi
penyebab malapetaka yang sangat mengerikan bagi masyarakat, seperti mempertinggi
angka perceraian,kriminalitas, penyebab penyakit kelamin atau AIDS, rusaknya
tatanan hukum perkawinan dan pewarisan serta implikasi lainnya yang saling terkait.
Keadaan seperti ini dapat dikatagorikan sebagai ayat-ayat Allah dalam bentuk
fenomena sosial, yang dapat membawa manusia pada kesadaran akan kebenaran
hukum-hukum Allah yang bukan saja harus ditaatinya sebagai suatu kewajiban dari
Allah, tetapi juga lahirnya kesadaran dan keyakinan akan kemaharahmanan Allah
yang selalu mengarahkan manusia kearah keselamatan dan kesejahteraan manusia
sendiri.
“Tuhan telah menundukkan bagimu saja yang ada di langit dan di bumi secara
keseluruhannya" (QS. 45: 13)
Ilmu pengetahuan yang dikuasai manusia dijadikan sebagai alat untuk mencapai
kesejahteraannya dalam mendayagunakan dan memanfaatkan lingkungan dengan baik.
Keyakinan terhadap Allah merupakan titik berangkat dan titik tuju yang
direalisasikan dalam bentuk kehidupan nyata dalam alam sebagai tempat menunaikan
tugas kemanusiaan, sebagai khalifatu fil ardl(wakil Allah di muka bumi) yang tunduk
dan taat kepadaNya.
2. Manusia Menurut Ajaran Islam
Manusia sebagai khalifah dan hamba Allah merupakan kesatuan yang
menyempurnakan nilai kemanusiaannya sebagai makhluk Allah yang memiliki
kebebasan berkreasi dan sekaligus menghadapkannya kepada tuntutan kodrat yang
menempatkan posisinya kepada keterbatasan.
Konsep basyar dan insan yang telah dijelaskan merupakan konsep Islam tentang
manusia sebagai individu. Sedangkan dalam hubungan sosial, Al- Quran memberi
istilah ‘annas’ yang merupakan jamak dari kata ‘insan’.
Perwujudan kualitas keinsanian manusia ini tidak terlepas dari konteks sosial, atau
dengan lain kekhalifahan manusia pada dasarnya diterapkan pada kontek individu dan
sosial yang berporos Allah, seperti firman Allah: “Mereka diliputi kehinaan di mana
saja mereka berada kecuali jika mereka berpegang kepada tali Allah dan manusia,
dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka demikian itu karena
mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh paraNabi tanpa alasan yang
benar. Yang demikian itu mereka durhaka dan melampaui batas” (QS. 3: 112)
Dalam ayat di atas dapat dipahami, bahwa kualitas kemanusiaan sangat tergantung
padakualitas berkomunikasi dengan Allah, melalui ibadah dan kualitas berinteraksi
sosial melalui muamalah.
Manusia sebagai khalifah dan hamba Allah merupakan kesatuan yang kebebasan
nilai kemanusiaannya sebagai makhluk Allah yang memiliki kodratnya memilih dan
berkreasi, sekaligus menghadapkan kepada tuntutan kodratnya yang menempatkan
posisinya kepada keterbatasan yang menuntut peran dan ketundukkan kepada Allah.
Perpaduan antara tugas ibadah dan khalifah ini mewujudkan manusia yang dicita-
citakan, yakni insan kamil (manusia yang sempurna).
3. Agama dan Ruang Lingkupnya
Agama adalah suatu sistem nilai yang diakui dan diyakini kebenarannya dan
merupakan jalan ke arah keselamatan hidup. Sebagai suatu sistem nilai, agama
meliputi tiga persoalan pokok, yaitu: 1. Tata keyakinan atau credial, yaitu bagian dari
agama yang paling mendasar berupa keyakinan akan adanya sesuatu kekuatan yang
supranatural, Dzat Yang Maha Mutlak di luar kehidupan manusia 2. Tata peribadatan
atau ritual, yaitu tingkah laku dan perbuatan-perbuatan, manusia dalam berhubungan
dengan dzat yang diyakini sebagai konsekuensi dari keyakinan akan keberadaan 3.
Tata aturan, kaidah-kaidah atau norma-norma yang mengatur hubungan manusia
dengan manusia, atau manusia dengan alam lainnya sesuai dengan kenyakinan dan
peribadatan tersebut.
Dilihat dari sifat, dan sumbernya agama dapat diklasifikasikan kepada tiga
kategori, yaitu 1) Agama wahyu dan bukan wahyu, 2) agama misionari dan bukan
misionari, dan 3) agama ras geografis dan agama universal. gama wahyu adalah
agama yang menghendaki iman kepada Tuhan Pemberi wahyu, kepada rasul-rasul
penerima wahyu dan kepada kitab-kitab kumpulan wahyu serta pesannya disebarkan
kepada seluruh umat manusia Sedangkan agama bukan wahyu tidak memandang
penyerahan kepada Tuhan dan menaati aturan-aturanNya sebagai suatu hal yang
esensial. Perbedaan kedua jenis agama dikemukakan ini
Dari segi ras geografis agama dibagi menjadi agama semitik, Arya, dan
Mongolian. AgamaSemitik pada umumnya seperti Islam Nasrani dan Yahudi,
sedangkan agama non semitik, yaitu Arya dan Mongolia bukanlah agama wahyu,
seperti Hindu, Budha dan Zoroaster di Mongolia, atau Confusianisme, Taoisme, dan
Sintoismedi Mongolia
Agama non semitik menurut ajarannya termasuk agama ras geografis atau zama
lokal dan agama semitik lebih bersifat universal. Tetapi jika dilihat dari sensi
ajarannya hanya Agama Islam yang bersifat Universal. Walaupun pada perkembangan
selanjutnya semua agama menyatakan ke universalitasannya. Dilihat dari segi
sumbernya agama dibagi dalam kategori samawi (agama ngit) dan agama budaya
(ardli), Sedangkan yang termasuk dalam kategori dalam kategori agama samawi
hanyalah Agama Islam (lihat pasal Agama Islam).
4. Hubungan Manusia dengan Agama
Agama sebagai fitrah manusia melahirkan keyakinan bahwa agama adalah satu-
satunya cara pemenuhan semua kebutuhan manusia. Posisi ini semakin tampak dan
tidak mungkin dapat digantikan dengan yang lain. Semula orang mempercayai dengan
kebutuhan akan agama akan semakin mengecil bahkan hilang sama sekali tetapi
kenyataan yang ditampilkan sekarang ini menampakkan dengan ilmu pengetahuan dan
teknologi dicapai manusia, kebutuhan akan agama semakin mendesak berkenaan
dengan kebahagian sebagai sesuatu yang abstrak yang ingin manusia. Ilmu dan
teknologi serta kemajuan peradaban manusia melahirkan jiwa yang kering dan haus
akan sesuatu yang bersifat rohaniah. Kekecewaan dan kegelisahan perkembangan
kesejahteraan manusia. Satu-satunya cara untuk memenuhi perasaan-perasaan dan
keinginan-keinginan itu dalam bentuknya yang sempurna dan memuaskan adalah
perasaan dan keyakinan agama.
Dari segi lain hubungan manusia dan Agama dapat ditelusuri melalui pemenuhan
kebutuhan intelektual manusia sebagai makhluk yang pikiran atau rasio. Akal
mendorong manusia selalu ingin tahu tentang berbagai hal yang dilihat, diraba dan
dirasakannya, karena itu manusia seringkali disebut sebagai makhluk atau makhluk
yang berpikir.

Anda mungkin juga menyukai