Anda di halaman 1dari 7

Sekolah Kerasulan Umum 6 Juni 2018

DIALOG DAN MISI GEREJA


(HAK dalam Aras Ansos Tiga Poros)
Ag. Tri Budi Utomo

Gereja telah menerima dan mengemban misi keselamatan dari Allah untuk disampaikan kepada
dunia manusia, yakni dunia yang mementaskan sejarah manusia dengan segala kegembiraan dan
harapannya (bdk. GS 1-2). Roh Kudus berkarya di mana saja dalam diri siapapun yang
berkehendak baik. Gereja menyadari tidak sendirian dalam mewujudkan misinya. Gereja
terpanggil menjadi lambang persaudaraan, yang menyediakan ruang ketulusan hati untuk dialog
demi dunia yang lebih baik (bdk. GS 92).
DUNIA yang harus
Ketegangan antara Evangelisasi dan Karya Universal Roh dipertobatkan

GEREJA sbg Societas Perfecta MISI = EVANGELISASI

Relasi Gereja dan Dunia bersifat MONOLOG

Karya misi Gereja berabad-abad mengasumsikan superioritas dirinya sebagai ‘societas perfecta/
divina’. Superioritas yang telah tercukupi dengan pewahyuan keselamatan paripurna melalui
dirinya. Sehingga agenda yang tersisa adalah membagikan keselamatan dan menarik segala
bangsa kepada kesempurnaan (mempertobatkan). Relasi Gereja dengan dunia luar bersifat linier,
subordinatif dan satu arah (monolog). Dengan kata lain dialog seakan-akan tidak perlu. Yang
perlu dan harus dilakukan sebagai tugas mulia adalah evangelisasi. Para misionaris diutus ke
segala penjuru dunia sebagai representasi panggilan gereja yang superior tersebut. Apapun yang
beda (plural) di luar dirinya, bagi gereja adalah objek yang mesti di arahkan kepada persekutuan
dengan dirinya. Evangelisasi berarti “membawa Kabar Baik kepada segala tingkat bidang
kemanusiaan, dan melalui pengaruh Injil mengubah umat manusia dari dalam dan membuatnya
menjadi baru” (EN 18).

Konsili Vatikan II adalah ‘revolusi’


Misi Ilahi, rencana kesadaran Gereja. Ad Gentes dengan tegas
Keselamatan memproklamasikan sikap konsili bahwa Roh
Kudus dulupun sudah berkarya di dunia
sebelum Kristus dimuliakan (AG 4) dan
mengakui hadirnya ‘benih-benih Sabda’ atau
‘harta kekayaan’ yang telah dibagikan oleh
Allah kepada para bangsa (AG 11). Demikian
Panggung
GEREJA DUNIA dan
pula, bahkan dalam Lumen Gentium diakui
secara lebih radikal bahwa ada kebaikan
drama manusia
yang telah ditaburkan oleh Allah bukan hanya
dalam hati dan budi tetapi juga upacara-
upacara buah kebudayaan aneka bangsa (bdk
Gereja Ad Gentes dan Gaudium et Spes LG 17).
1
Sekolah Kerasulan Umum 6 Juni 2018

Jadi ada semacam ketegangan antara tugas mewartakan kebaikan kepada dunia manusia namun
di lain sisi sudah ada ‘yang baik’ pada dunia manusia. Ketegangan ini terus mengganjal dan
masih menjadi pusat perhatian berpuluh-puluh tahun sesudah KV II.

Pada peringatan 25 tahun dekret Ad Gentes (Januari 1990), Paus Yohanes Paulus II
mengeluarkan ensiklik Redemptoris Missio tentang ‘tugas missioner Gereja’. Dalam waktu yang
hampir bersamaan (19 Mei 1991), pada peringatan 25 tahun Nostra Aetate, Kardinal Francis
Arinze sebagai Presiden Dewan Kepausan untuk Dialog Antaragama dan Kardinal Josef Tomko
seebagai Prefek Konggregasi Evangelisasi Bangsa-Bangsa secara bersama menerbitkan
dokumen yang berjudul “Dialog dan Pewartaan: Refleksi dan Orientasi mengenai Dialog
Antaragama dan Pewartaan Injil Yesus Kristus”(DP). Paus menekankan pentingnya Misi
Penginjilan kepada bangsa-bangsa dunia dewasa ini sedangkan dokumen yang ke dua
menandaskan bahwa dialog dan pewartaan Injil merupakan dua unsur yang berbeda dari satu
perutusan evangelisasi Gereja. Pada DP artikel nomor 17, Gaudium et Spes ( GS 92-93) dikutip
dan ditempatkan dalam rangka mendamaikan ketegangan tersebut di atas. Gereja mengakui
bahwa benih Sabda dan kebaikan dalam bangsa-bangsa merupakan bagian dari fungsi
penyelenggaraan ilahi dalam tata keselamatan yang oleh karenanya Gereja terpanggil secara
proaktif untuk mengadakan ‘dialog dan kerjasama’.1

Dialog sebagai Agenda Strategis dan Mendesak

Gaudium et Spes pertama-tama bukanlah dokumen tentang dialog2 namun tidak dipungkiri
bahwa tema dialog adalah bagian integral dari metodologinya3. Bahkan bahasan tentang dialog
diletakkan di penghujung dokumen bukan karena kurang penting dibandingkan tema-tema lain
melainkan justru sebagai simpul, kunci jalan keluar dan puncak ‘kesempurnaan’ dari maksud
keterlibatan Gereja.4

Dokumen ini menegaskan keterbukaan, kepedulian dan hubungan timbal balik antara Gereja dan
dunia manusia. GS menggambarkan dunia sebagai ‘panggung sejarah’ pejiarahan manusia.
Dokumen GS dibagi menjadi dua bagian besar. Pertama, adalah kodrat panggilan Gereja dan
manusia. Bagian ke dua memaparkan tragedy manusia kontemporer yang menuntut segera di
hadapi: Martabat Perkawinan, tugas pengembangan kebudayaan, Sosial-Ekonomi, Hidup
Bernegara dan Perdamaian Dunia. Dan dialog dipahami sebagai langkah strategis dalam
membangun kerjasama demi dunia yang lebih baik, mengatasi masalah masalah urgen tersebut
serta mengarahkan kepada tujuan kodratinya. Bagi GS, dialog adalah tugas urgen dan strategis
dalam rencana keselamatan Allah bagi dunia. Lebih lagi, di kesalkan oleh Konsili bahwa
kemajuan dan berlipatgandanya hubungan timbal balik antar manusia karena kemajuan teknologi
ternyata belum membawa kemajuan dalam dialog dan kerjasama yang sinergis bagi keselamatan
dunia(bdk. GS 23).

2
Sekolah Kerasulan Umum 6 Juni 2018

Dialog merupakan Konsekuensi Logis Misi

Satu kalimat penting dalam GS 40 membantu kita menangkap kerangka epistemologis tentang
dialog dalam konteks misi Gereja, “Gereja hadir di dunia, hidup bersamanya dan bertindak di
dalamnya”. Gereja mempunyai hakekat / jati diri dan misi di dunia ini ( gerak dari atas ke
bawah). Namun Gereja hidup – bersama sejajar dan menjadi bagian dari dunia ini (gerak
menyamping – setara), bertindak dalam kebersamaan tersebut mengangkat kembali ke tujuan
kodratinya (gerak ke atas). Tindakan gereja tersebut adalah DIALOG dan KERJASAMA. Maka
seakan-akan seluruh dokumen GS ini mengikuti logika tersebut. Bagian awal (terpanjang)
mengupas hakekat diri dan misinya lalu dilanjutkan dengan menjabarkan realitas dunia serta
hakekat hidup bersama yang mana di dalamnya terjadi ‘take and give’ antara Gereja dan dunia
(GS 40-44). Di penghujungnya adalah Gereja yang bertindak sebagai muara dari Allah yang
peduli.

Dasar Teologis dan Filosofis pentingnya Dialog

Bab II bagian pertama, yang membahas tentang masyarakat manusia, sebenarnya juga
menjelaskan tentang alasan-alasan kodrati perlunya dialog dan kerjasama membangun dunia.
Ada enam kebenaran (aksioma) yang hendaknya di sadari :
a. Allah adalah Bapa semua orang dan menghendaki semua manusia sebagai satu keluarga
yang saling berhadapan dalam persaudaraan (GS 24)
b. Hukum Cinta Kasih; cinta kasih kepada Allah tidak dapat dipisahkan dengan cinta kasih
kepada sesama. Karena hokum itulah manusia saling bersatu dan bergantung.
c. Sifat social manusia; bahwa pertumbuhan pribadi dan perkembangan masyarakat adalah
saling bergantung. Hidup bermasyarakat bukanlah tambahan atas hidup pribadi, Allah
menciptakan manusia untuk membentuk persekutuan social. Pertumbuhan dan
perkembangan tersebut diperoleh karena berdialog. (bdk GS 25 dan 32)
d. Sebagaimana di awal dokumen, bahwa amat luhurlah panggilan setiap manusia dan suatu
benih ilahi telah ditanamkan pada diri setiap manusia (GS 3), demikian adalah bersifat
kodrati pula sikap hormat terhadap pribadi manusia yang lain. Bahkan meskipun lawan
tetaplah layak untuk dicintai. Tentu saja tetap mengutamakan kebenaran dan kebaikan.
(GS 27-28)
e. Adanya kesamaan hakiki antara semua orang dan terciptanya keadilan social. Setiap
bentuk diskriminasi adalah penodaan terhadap maksud Allah (GS 21 dan 29).
f. Setiap dan semua manusia , beriman ataupun tidak, mendapat amanat untuk menjawabi
dambaan hati manusia yang paling rahasia untuk membangun dunia menjadi kondisi
hidup yang baik dan kediaman bersama.

Kemampuan berelasi, sebagai makhluk social, dalam dialog yang tulus dan bermartabat
membangun kerjasama dengan siapapapun yang berkehendak baik untuk memperbaiki panggung
sejarah manusia. Itulah konteks dialog dalam dokumen Gaudium et Spes.

3
Sekolah Kerasulan Umum 6 Juni 2018

HAK sebagai Bidang Pastoral Gereja (dapat dibaca juga dalam buku pedoman Kerasulan Umum)

Dinamika hidup menggereja ini berawal dari Tritugas Kristus yaitu Imam, Nabi dan Raja
(Gembala) yang diresapi dan diemban serta dilaksanakan oleh para rasul (Gereja Perdana).
Hidup Gereja Perdana sebagai warisan luhur para rasul yang dibimbing oleh Roh Kudus ini terus
bergerak dan berkembang (bdk. Kis.2:41-47) menjadi Pancatugas Gereja yaitu Liturgia
(liturgi), Kerygma (pewartaan), Diakonia (pelayanan), Martyria (kesaksian),
Koinonia(persekutuan).

Tritugas Kristus berkembang menjadi Pancatugas Gereja dalam Arah Dasar Keuskupan
Surabaya dirumpunkan menjadi bidang-bidang pastoral dan pelaksanaannya di paroki menjadi
seksi-seksi Dewan Pastoral Paroki (DPP). Alur perumpunannya sebagai berikut:

Tritugas Kristus Pancatugas Bid. Pastoral Seksi DPP


Gereja
Imam Liturgia Liturgi
Kerygma Bid. Sumber Katekese
KKS
KKM
Bid. Kerasulan Khusus Komsos
Nabi Martyria Pendidikan
Diakonia Kerawam
Bid. Kerasulan Umum PSE
HAK
Keluarga
Raja Koinonia Bid. Pembinaan BIAK
(Gembala) REKAT
OMK

Dalam Pola Pastoral Keuskupan Surabaya Kerasulan Hubungan antar Agama dan Kepercayaan
(HAK) masuk dalam ranah rumpun Kerasulan Umum (bersama Kerawam dan PSE). Dasar
penamaan dan perumpunan Kerasulan Umum adalah:

1. Sasaran kegiatan kerasulannya lebih mengarah pada hal umum atau ekstern Gereja,
berkenaan dengan urusan atau nilai yang relevan bagi tata-hidup kemasyarakatan (ekstern) dan
mengabdi demi kesejahteraan bersama. Kegiatannya dalam rangka diakonia dan martyria di
mana nilai-nilai injili dihadirkan dalam masyarakat luas (missio ad extra)

2. Ciri khas kerasulannya lebih pada urusan-urusan kemasyarakatan dan menyempurnakan


tata dunia dengan semangat Injil sebagai bentuk kesaksian akan Kristus, supaya warta
keselamatan ilahi diwujudkan dan diterima oleh semua orang di mana-mana (menjadi Garam dan
Terang dunia).

“Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia
diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang. Kamu

4
Sekolah Kerasulan Umum 6 Juni 2018

adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin
tersembunyi. Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di
bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di
dalam rumah itu. Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang,
supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang
di sorga.” (Mat 5:13-16)

Di tingkat Keuskupan, Bidang Pastoral Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan (HAK)
merupakan Komisi Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan (HAK). Di tingkat Paroki, Bidang
Pastoral Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan (HAK) merupakan Seksi Hubungan Antar
Agama dan Kepercayaan (HAK).

PRIORITAS PROGRAM Bidang Pastoral ‘Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan


(HAK)

Seluruh program kegiatan Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan (HAK) diarahkan pada dua
hal:
1. Pengembangan pemahaman umat mengenai pluralitas (agama, budaya, ekonomi) & dialog
2. Pengembangan kesadaran dan partisipasi umat dalam keterlibatan hidup di tengah masyarakat

Seluruh program kegiatan Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan (HAK) diresapi dengan
peningkatan penghayatan akan sikap INTEGRITAS TERBUKA sebagai orang Katolik, yakni:
1. Keyakinan akan jati dirinya dan keterbukaan untuk menerima perbedaan
2. Ketulusan untuk menampilkan apa yang dihayati/ diyakini

UNSUR-UNSUR /KEGIATAN-KEGIATAN KONKRIT dari DPP dalam prioritas program:


‘Pengembangan pemahaman umat mengenai pluralitas (agama, budaya, ekonomi) & dialog’.

Ada tiga unsur pokok yang perlu diperhatikan dalam prioritas program ini :

1. Pengembangan pemahaman dan kesadaran umat tentang pluralitas serta relasi antar agama
dan budaya, untuk itu bias ditempuh melalui tiga aspek penting, yakni
Pertama, lewat pendidikan yang menerima, menghargai, menghormati keberagaman
agama dan budaya. Dalam hal ini betapa pentingnya data dan informasi.
Kedua, kesadaran tersebut harus dikembangkan dengan proses belajar melalui dialog-
dialog.
Ketiga, membangun kemampuan bersikap peka dan kritis terhadap situasi yang
berkembang disekitarnya.

2. Pluralitas (agama, budaya, ekonomi)


Memiliki wawasan tentang Pluralitas adalah menerima dan mengakui keberagaman,
keanekaragaman serta saling menghargai dan menghormati tanpa kehilangan identitas dirinya.

3. Dialog
Dialog yang baik bila terjadi komunikasi yang setara tanpa saling merendahkan sesamanya.
Untuk membangun hubungan yang baik dibutuhkan komunikasi karena dengan demikian kita
5
Sekolah Kerasulan Umum 6 Juni 2018

bisa bersama-sama memperkaya diri dengan pengetahuan dari agama-agama lain tanpa
kehilangan identitas dirinya.

Komunikasi yang baik membuat kita lebih terbuka, jujur dan berpikir positif terhadap agama
lain. Dialog yang sejati meliputi pemahaman diri ke dalam, pengenalan akan partner dialog,
dan ketekunan membaca tanda- tanda zaman untuk melakukan dialog.

Ada empat model dialog yang bias dikembangkan atau dipilih sesuai kebutuhan situasi: .
1. Dialog Hidup
melalui pendekatan dan hubungan-hubungan pribadi dengan saudara-saudara kita yang
berbeda agama.
2. Dialog Karya,
yang ditekankan adalah kerjasama demi kemajuan umat manusia untuk mewujudkan
kesejahteraan, terutama bagi kaum miskin, terpinggirkan dan yang menanggung
ketidakadilan.
3. Dialog Teologis
mencakup pertukaran–pertukaran pandangan teologis. Pendalaman narasumber yang
kompeten atas tema-tema teologis yang serupa.
4. Dialog Pengalaman Religius / dialog iman
adalah membagikan kekayaan rohani antar orang-orang beriman, yang berpegang kuat
kepada tradisi kepunyaan sendiri. Suatu sharing keunikan dan kekayaan rohani antar
keyakinan.

ANALISIS SOSIAL TIGA POROS dalam Implementasi HAK

Nota Pastoral 2004 memperkenalkan suatu kerangka AnSos yang disebut sebagai Tiga Poros :
Poros Negara, Poros Pasar dan Poros Masyarakat Warga. Kerasulan hubungan antar Agama dan
Kepercayaan hendaknya memahami dam mengoptimalkan peluang bagi umat katolik untuk
ambil bagian dalam pembangunan Bangsa ini secara tepat.

1. POROS NEGARA
Tiga kata kunci poros Negara adalah: badan public, kekuasaan sah dan hukum. Orang
Katolik yang ada di poros Negara, terutama mereka yang menjadi PNS serta yang
memiliki akses di ranah Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif mendorong dan menguatkan
produk kebijakan/ hukum yang pro kerukunan dan keadilan bagi setiap warga. Orang
Katolik mempengaruhi dan ambil bagian di dalamnya. Produk hukum dan peraturan
ataupun kebijakan yang diskriminatif akan merusak tata hubungan masyarakat dan
kelompok. Ketidaktegasan hukum membuka peluang tumbuhsuburnya ideology
intoleran dan anarki kelompok. Umat katolik mesti dibekali kesadaran politik dan etos
kerja yang baik yang memancar dari integritas moralnya yang mendalam.

2. POROS PASAR
Kata kunci: transaksi, fairness dan modal. Ketidakadilan ekonomik adalah kondisi yang
sangat menentukan bagi issue politik dan dinamika hubungan masyarakat. Kesenjangan
ekonomi dan penumpukan modal akan mudah memicu chaos dalam masyarakat. Fungsi
control agama sangat dibutuhkan bagi tata ekonomi yang adil dan fair. Keterlibatan para
6
Sekolah Kerasulan Umum 6 Juni 2018

pelaku ekonomi dalam penyejahteraan warga, kepedulian bagi kaum miskin dan
terpinggir serta keterlibatan dalam fasilitasi kerukunan antar kelompok dan keyakinan
merupakan tanggungjawab social pelaku ekonomi, yang pada akhirnya membangun
system yang mewujudkan bonum commune.

3. POROS MASYARAKAT WARGA


Katakunci : interaksi social, perilaku social dan rasa aman public. Fungsi garam dan
terang kekatolikan sangat berperanan dalam membangun tata relasi social. Umat katolik
dipanggil untuk menjadi pionir kerukunan. Mulai di tingkat RT hingga di ruang public
yang lebih luas setiap orang katolik ikut bertanggungjawab dalam membangun iklim
social yang damai, rukun, guyub, dan rasional melalui keteladanan dan jangkauan
pengaruhnya di masyarakat.

1
Terjemahan DP dan komentar atasnya oleh Jacques Dupuis SJ dalam Georg Kirchberger (ed), Dialog dan
Pewartaan, LPBAJ – Maumere 2002 , hal 18.
2
Prof. Dr.E. Armada Riyanto CM, DIALOG INTERRELIGIUS: Historisitas, Tesis, Pergumulan, Wajah, Kanisius 2010,
hal. 105
3
Dalam pencitradiriannya sebagai ‘Lumen Gentium’ Konsili Vatikan II telah berupaya merumuskan jatidirinya
(‘esse’, hakekat)sebagai apa. Namun para Bapa Konsili dengan mengikuti pepatah skolastik “operatic sequitur esse”
menyadari bahwa jati diri intensional tersebut menyisakan pertanyaan tentang apa yang mesti
dilakukan/dikatakan Gereja mengenai empat hal: hidup pribadi manusia, keadilan social, pewartaan kaum miskin
dan perdamaian internasional. Maka DIALOG merupakan jalan gereja baik secara umum (untuk menanggapi
kenyataan dunia modern) maupun secara khusus (dalam rangka membangun perdamaian dunia, pertanyaan
nomor empat). (Lihat Tom Jacob SJ, Latar Belakang Gaudium et Spes, penerbit Lumen Gentium Jakarta (tanpa
tahun), hal. 2-4). DIALOG dan KERJASAMA DENGAN DUNIA sungguh merupakan muara dari ‘sungai ‘ konsili
mengalir . Sebagaimana diingatkan dalam pidato pembukaan Konsili oleh Paus Yohanes XXIII alinea kedua, bahwa
Konsili diadakan dalam rangka menyimak errors, requirements, opportunities of our time (kesesatan, tuntutan dan
peluang-peluang bagi perbaikan peradaban dunia/ hidup manusia). Dialog merupakan bagian penting dari tugas
Gereja sebagai sakramen kehadiran Kerajaan Allah. (bdk. Prof. Dr.E. Armada Riyanto CM, op.cit, hal 34-36).
4
Prof. Dr.E. Armada Riyanto CM, op.cit, hal 108.

KEPUSTAKAAN :

Dialog dan Pewartaan, LPBAJ – Maumere 2002


Prof. Dr.E. Armada Riyanto CM, DIALOG INTERRELIGIUS: Historisitas, Tesis, Pergumulan, Wajah,
Kanisius 2010 ;
DIALOG AGAMA DALAM PANDANGAN GEREJA KATOLIK, KAnisius 1995
Dokpen KWI, PLURALISME (Seri Dokumen Gerejawi no 86), KWI 2008
Silvester Kanisius L., ALLAH dan PLURALISME RELIGIUS, Obor 2006
Komisi HAK Keuskupan Surabaya, KUMPULAN DASAR-DASAR DIALOG LINTAS AGAMA, 2010
CLC, NEGARA BERKETUHANAN DAN AGAMA AGAMA, Seri Bebas dan Tertib no 13-14, CLC
1970
Dewan Pastoral Keuskupan Surabaya, Arah Dasar Keuskupan Surabaya 2010-2019; BIDANG
KERASULAN UMUM, seri DPK 05.04.00

Anda mungkin juga menyukai