Anda di halaman 1dari 2

Keluargaku, Bahteraku

(Kejadian 5 ; 6 ; 7:13-24)
Memiliki keluarga yang ideal dan selaras dengan prinsip-prinsip alkitabiah merupakan impian dan harapan bagi semua
orang Kristen. Dan bukan suatu yang kebetulan jika Sinode GKMI menetapkan bulan Juli sebagai Bulan Keluarga,
karena di bulan ini kita kembali diajak untuk menghayati dan merenungkan serta memahami tentang peran dan
tanggung jawab yang Tuhan beri melalui Keluarga.

Sejalan dengan diciptakannya manusia, laki-laki dan perempuan, maka disitu jugalah Tuhan Allah membentuk sebuah
lembaga yang disebut Keluarga disertai dengan tugas dan tanggung jawabnya, yakni untuk memelihara kehidupan
yang sudah Tuhan ciptakan (Kejadian 1:26-28). Grand Design atau rancangan Allah atas keluarga sungguhlah
sempurna dan mulia. Namun sebuah kenyataan berbicara lain. Manusia pertama, Adam dan Hawa, justru merusak
apa yang sudah Tuhan rancang sungguh amat baik itu. Kejatuhan manusia dalam dosa membawa konsekuensi yang
sangat fatal. Bahkan berdampak kepada keturunannya hingga saat ini (Kejadian 3,4 dan 6). Dosa dan kejahatan yang
dibuat oleh manusia pertama menghasilkan sebuah natur yang tidak bisa lepas dalam diri manusia, yakni
kecenderungan untuk berbuat dosa. Itulah yang akhirnya memicu murka Allah yang sangat besar, dimana Allah
menyatakan diriNya menyesal dan berencana untuk memusnahkan manusia dan segala ciptaanNya yang lain
(Kejadian 6:7).

Lalu bagaimana dengan rancangan Allah yang mulia itu? Hari ini kita mau belajar bahwa rancangan yang sudah
ditetapkan oleh Allah tidak akan pernah menjadi gagal sekalipun sudah dirusak oleh manusia. Di tengah cerita
kejahatan manusia yang semakin bertambah, ada satu kisah menarik yang dapat kita jadikan teladan. Yakni
ditemukannya satu pribadi yang mendapatkan kasih karunia Allah, yakni Nuh. Nuh mendapatkan kasih karunia Allah
karena hanya dia yang dilihat benar dihadapan Allah di antara orang sezamannya (Kej 7:1).

Pertanyaan yang dapat kita pelajari dan renungkan adalah, “bagaimana Nuh bisa menjadi orang yang benar dihadapan
Allah dan mendapatkan kasih karunia-Nya?” Sebelum menjawab pertanyaan ini, Pertama mari kita kenal siapakah
Nuh? Nuh adalah generasi kesepuluh setelah Adam. Nuh lahir dari keturunan nenek moyangnya yang hidup bergaul
dengan Allah : “Adam, Set, Enos, Henokh, Lamekh, dll” (Kejadian 5). Kedua, apa yang Nuh lakukan hingga dikatakan ia
menjadi orang yang benar di hadapan Allah? Jawabanya, Nuh menjalani hidup benar dan tidak bercela (6:9) dan hal
itu dilakukan Nuh karena ia hidup bergaul dengan Allah. Nuh dikatakan benar, karena ia tahu apa saja yang disukai
Allah dan apa saja yang dibenci-Nya.

Tidak berhenti hanya di situ, tetapi ketika Nuh diberi kepercayaan oleh Allah untuk sebuah karya keselamatan, dengan
membuat bahtera, Nuh melakukannya tepat seperti apa yang Tuhan perintahkan atas ia dan keluarganya. (6:22)

Sehingga apa yang dikatan “benar”, bukan karena semata ia tidak melakukan apa yang orang sezamannya lakukan.
Tetapi karena Nuh sangat tahu apa yang menjadi kesukaan Allah dan apa yang mendukakan hati Allah, dan itu buah
dari relasi atau kedekatannya dengan Allah. Oleh karena itulah, maka Nuh mendapatkan kasih karunia Allah. Nuh dan
keluarganya bukan hanya diselamatkan dari murka Allah, tetapi mereka juga diberi kepercayaan untuk menggenapi
rancangan Allah bagi dunia, yakni untuk sebuah karya keselamatan dan kehidupan yang lebih baik. Bahkan dalam
Perjanjian Baru, kita akan menemukan bahwa garis keturunan Nuh dipakai Tuhan Allah untuk melahirkan Yesus Kristus
(Lukas 3:23-38).

Apa korelasinya dan bagaimana implikasinya bagi kehidupan kita saat ini?

Grand Design atau rancangan Allah yang mulia atas dunia tidak akan pernah gagal dan tetap berlaku hingga saat ini.
Jika Allah dapat memakai Nuh di zaman-Nya untuk sebuah karya keselamatan, maka Allah pun menghendaki setiap
kita dan keluarga kita menjadi rekan sekerja Allah dalam sebuah karya keselamatan. Allah mau berperkara melalui
keluarga kita. Allah mau menjadikan keluarga kita sebagai bahtera keselamatan bagi banyak orang. Allah mau
menghadirkan Kristus melalui kita dan keluarga kita, supaya setiap orang yang melihat kita dan keluarga kita akhirnya
juga mengalami Kristus.

Bagaimana caranya? Jadikanlah tiap pribadi di dalam keluarga (Ayah, Ibu dan anak-anak) sebagai orang-orang yang :

1. Hidup benar, kata benar disini menggunakan kata asli qyDIîc; ; (tsaddiq) yang artinya benar, tepat,
atau sesuai seperti aturan dan ukuran yang ada. Kata “benar” yang dimaksud bukan berdasarkan pandangan
manusia, tetapi berdasarkan penilaian Allah. Maka jika kita dan bahkan keluarga kita sudah dibenarkan oleh
Allah di dalam Yesus Kristus, maka teruslah berusaha untuk hidup dalam kebenaran Allah, sesuai dengan
Firman Allah.

2. Tidak bercela, dalam terjemahan Bahasa Inggris menggunakan kata “Perfect” yang artinya sempurna, penuh,
utuh, tidak ternoda, tidak ada lecet. Tuhan Allah menciptakan manusia dalam kondisi yang sungguh amat baik
/ sempurna (Kej 1:31). Jika tindakan dosa yang kita lakukan telah membuat hidup kita rusak, ingatlah selalu
akan pengorbanan Yesus di kayu salib yang telah menebus dan memulihkan hidup kita. Dan teruslah
berusaha untuk mengejar kekudusan, sebab tanpa kekudusan kita tidak akan pernah dapat berjumpa dengan
Allah.

3. Hidup bergaul dengan Allah, kedua poin di atas hanya bisa kita jalani ketika kita memiliki relasi yang dekat
dengan Tuhan. Relasi yang intim akan membuat kita peka terhadap isi hati Tuhan. Kita akan dengan otomatis
tahu apa yang menjadi kerinduan hati Tuhan dan apa yang mendukakan-Nya.

Kiranya Tuhan akan terus menjadikan kita sebagai pribadi-pribadi yang ada di dalam keluarga, gereja dan masyarakat
sebagai “bahtera” atau alat yang dipakai Tuhan untuk membawa banyak jiwa melihat Yesus Kristus, mengenal Yesus
Kristus dan akhirnya diselamatkan karena percaya kepada Dia yang adalah Tuhan dan Juruselamat. Amin.

Tuhan Yesus memberkati.


Oq_Ariestanto

Anda mungkin juga menyukai