Anda di halaman 1dari 12

Pengarah: Jurnal Teologi Kristen ISSN 2655­2019 (online)

Volume 2, Nomor 2, Juli 2020 ISSN 2654­931X (cetak)

MENDAMAIKAN MANUSIA DENGAN ALAM: KAJIAN EKOTEOLOGI


KEJADIAN 1:26-28
Silva S. Thesalonika Ngahu

Institut Agama Kristen Negeri Manado


Jalan Bougenville, Mandolang, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara 95661
Email: silvangahu@gmail.com

ABSTRAK: Krisis ekologis dan bencana lingkungan hidup telah menjadi masalah global
yang membutuhkan tindakan nyata demi menyelamatkan bumi. Masifnya pembangunan
yang menekankan pertumbuhan ekonomi dan industri telah mengabaikan pemeliharaan
lingkungan bahkan merusak ekosistem. Sumber daya alam dikeruk bahkan dieksploitasi
untuk memenuhi kebutuhan manusia. Secara sepihak, manusia menganggap dirinya
adalah mahkota ciptaan sebagai pemilik gambar Allah atau imago Dei. Paradigma
antroposentris inilah yang menjadi titik tolak terjadinya tindakan destruktif-eksploitatif
terhadap alam yang berujung pada krisis ekologis. Penelitian ini menggunakan metode
penelitian literatur dengan pendekatan hermeneutik kritik historis dalam mengkaji teks
Kejadian 1:26-28 sebagai upaya untuk mengusulkan penafsiran yang dapat memi-
nimalisir kerusakan ekologi. Hasil dari penelitian ini akan menyimpulkan pemahaman
yang lebih utuh mengenai citra Allah dalam diri manusia, yakni sebagai penjaga, dan
mengusulkan adanya suatu paradigma baru yang mengedepankan keadilan ekologis.

Kata Kunci: ekoteologi, imago dei, krisis ekologi, manusia sebagai mahkota ciptaan,
penciptaan

THE RECONCILIATION BETWEEN HUMAN AND NATURE: A STUDY


ON ECOTHEOLOGY IN GENESIS 1:26-28
Abstract: Ecological crises and environmental disasters have become global problems
that require concrete action to save the earth. The massive development that
emphasizes economic and industrial growth has ignored environmental preservation and
even damaged the ecosystem. Natural resources are dredged and exploited to fulfill
human needs. Humans unilaterally consider themselves to be the crown of creation as
the owner of God’s image as known as imago Dei. This anthropocentric paradigm is the
starting point for destructive-exploitative actions towards nature that lead to an ecological
crisis. This research uses the literature research method with a historical-critical
hermeneutic approach in studying and analyzing the text of Genesis 1:26-28 as an effort
to propose an interpretation that can minimize ecological damage. The result of this
study will conclude a more complete understanding of the image of God in human beings
as a caretaker, and propose a new paradigm that promotes ecological justice.

Keywords: ecoteology, imago dei, ecological crises, human as the crown of creation,
creation

PENDAHULUAN layah keadilan ekologis menjadi semakin


Krisis ekologis telah menjadi per- berat sejak pembangunan mulai dipompa
gumulan panjang seluruh masyarakat dunia, secara masif dengan model pembangunan
termasuk Indonesia. Dalam konteks pem- yang menekankan pertumbuhan (growth-
bangunan Indonesia, tantangan pada wi- centered). Pada rezim Orde Baru, terjadi

DOI: https://10.36270/pengarah.v2i2.28
Pengarah: Jurnal Teologi Kristen

eksploitasi hutan secara masif di Kaliman- oleh maraknya pembangunan yang mengu-
tan, disebabkan oleh adanya pembalakan tamakan keuntungan ekonomi. Dalam kon-
kayu dengan tujuan ekspor kayu gelon- teks ini, dijumpai adanya cara berpikir
dongan dengan izin pemerintah (Amalia, pragmatis yang memandang bahwa eks-
Dharmawan, Prasetyo, et al., 2019, p. 136). ploitasi sumber daya alam dengan berbagai
Kondisi ini berdampak pada pengu- implikasinya merupakan hal yang biasa
asaan tanah di Indonesia yang berlangsung dalam pembangunan ekonomi. Alam tempat
secara masif untuk kepentingan industri. manusia berpijak berubah menjadi tempat
Pengelolaan hutan juga belum menerapkan eksploitasi. Manusia menganggap dirinya
prinsip good forest governance, yakni pe- sebagai pusat semesta. Konsep hidup
nataan dan pengelolaan hutan yang baik seperti ini disebut antroposentris (berpusat
sehingga berdampak pada terjadinya ilegal pada manusia). Cara berpikir antroposentris
logging, degradasi dan deforestasi hutan memberikan kontribusi yang sangat besar
yang signifikan. Berdasarkan data dari terhadap kerusakan ekologis yang terjadi.
Badan Pusat Statistik, angka deforestasi Hal ini disebabkan oleh cakrawala para-
Indonesia tahun 2016-2017 seluas 0,48 juta digma manusia yang memanfaatkan alam
(Ha/Th) dan pada tahun 2017-2018 turun demi kepentingan ekonomi. Padahal ma-
menjadi 0,43 juta (Ha/Th) (Badan Pusat nusia adalah sesama ciptaan yang bertugas
Statistik, 2020). Namun, menurut data untuk menjaga dan mempertanggung-
GPPR 2019 berdasarkan Organisation for jawabkan tugas ini terhadap Allah Pemilik
Economic and Cooperation Development bumi (Nuban Timo, 2015, p. 106).
(OECD), Indonesia kehilangan 7% hutan Gereja seharusnya mampu mener-
atau 1,4 juta Ha sepanjang tahun 2005- jemahkan keyakinan imannya melalui aksi
2015. Berdasarkan data ini, Indonesia pemeliharaan lingkungan, termasuk me-
menjadi negara dengan laju deforestasi ngembangkan interpretasi teologis yang
terpesat kedua di dunia (Nailufar, 2019). berkontribusi terhadap terjalinnya relasi ma-
Tidak hanya masalah deforestasi, nusia dengan alam. Dalam penelitian ini,
sampah plastik juga menjadi salah satu isu penulis melihat adanya kecenderungan me-
global yang paling banyak disoroti. Aku- mahami eksistensi manusia dengan citra
mulasi sampah yang semakin tinggi dan imago Dei sebagai mahkota ciptaan yang
kurangnya pengelolaan sampah berpontensi akhirnya melegitimasi tindakan destruktif-
menjadi bencana yang mencemari dan eksploitatif terhadap alam yang berujung
mencelakai seluruh ekosistem. Tahun 2016, pada krisis ekologis. Sehingga, tujuan dari
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehu- penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi
tanan menyatakan bahwa setiap tahunnya definisi dan berbagai paham mengenai
Indonesia menghasilkan sekitar 64 juta ton imago Dei untuk menghindari paham ma-
sampah per tahun dan 9,85 miliar di an- nusia sebagai mahkota ciptaan. Untuk
taranya merupakan lembar sampah kantong mencapai tujuan tersebut, penulis akan
plastik (Kementerian Lingkungan Hidup & mengkaji teks Kejadian 1:26-28 serta me-
Kehutanan Republik Indonesia, 2019). Indo- ngusulkan penafsiran yang dapat memi-
nesia menjadi negara penghasil sampah nimalisir bahkan mengatasi krisis ekologis.
plastik terbesar kedua yang mencemari laut.
Masifnya penggunaan kantong plastik men- METODE
dominasi populasi sampah plastik yang Pada penelitian ini, peneliti menggu-
membutuhkan waktu antara 20 hingga 500 nakan pendekatan hermeneutik dalam pers-
tahun agar bisa terurai. pektif ekoteologi. Beberapa prinsip dasar
Perilaku eksploitatif yang menyebab- dalam hermeneutik adalah menyampaikan
kan kerusakan terhadap alam disebabkan pikiran, menjelaskan ucapan dan mener-

78 Mendamaikan Manusia dengan Alam ...


Volume 2, Nomor 2, Juli 2020

jemahkan teks (Sutanto, 2012, p. 3). Dalam mudian diolah. Penulis menafsir teks
perspektif ekoteologi, teks dibaca dalam Kejadian 1:26-28 dan menganalisis buku-
perspektif alam sebagai korban dominasi buku referensi, kemudian mengusulkan pe-
superioritas manusia. Relasi antara Allah nafsiran berdasarkan hasil kajian.
dengan semua ciptaan dilukiskan kembali
dengan lebih utuh. Manusia tidak dipandang HASIL DAN PEMBAHASAN
sebagai tuhan atas ciptaan lainnya, se-
hingga relasi yang baik antara manusia dan Manusia Sang Imago Dei
alam adalah penggambaran relasi manusia Doktrin manusia sebagai mahkota
dengan Allah Sang Pencipta. ciptaan menjadi salah satu acuan untuk me-
Ekoteologi menekankan bahwa Allah legitimasi tindakan eksploitatif manusia ter-
tidak hanya berpihak pada manusia, me- hadap alam. Doktrin ini didasarkan atas ke-
lainkan kepada seluruh ciptaan. Menurut saksian Alkitab yang mengungkapkan bah-
Sallie McFague, faktor yang memicu eks- wa manusia diciptakan menurut gambar dan
ploitasi terhadap alam adalah gambaran rupa Allah, dalam terminologi teologi disebut
manusia tentang Allah dalam model monar- imago Dei. Manusia sebagai imago Dei
kis–Allah jauh dari dunia. Dalam perspektif sering menyalahgunakan keunggulan diri-
ekoteologi, alam semesta dipahami sebagai nya terhadap ciptaan lain. Penyalahgunaan
tubuh Allah. Allah digambarkan sebagai ibu keunggulan yang berhubungan dengan
yang memiliki sifat penuh cinta dan ber- tugas manusia dalam kisah penciptaan
sahabat. Demikianlah manusia ditempatkan inilah yang mendasari perlakuan destruktif-
di bumi bukan untuk memanipulasi, me- eksploitatif terhadap alam.
nguasai dan memerintah, melainkan untuk Dalam cerita penciptaan dikemukakan
mengasihi dan bersahabat dengannya mengenai beberapa keunikan penciptaan
(McFague, 1988, p. 187). Sehingga, pem- manusia yang menimbulkan kontroversi.
bacaan teks dalam perspektif ekoteologi Kontroversi itu timbul karena keunikan
mampu memberikan gambaran yang seim- dipahami hanya dalam arti kedudukan dan
bang dan utuh mengenai relasi manusia dan fungsi manusia yang sangat khusus dalam
alam, serta menjadi refleksi manusia untuk tatanan ciptaan. Manusia diciptakan secara
menjamin terciptanya keutuhan ciptaan. berbeda bila dibandingkan dengan ciptaan
Selanjutnya, penulis melakukan kerja lainnya. Dalam Alkitab dikisahkan bahwa
hermeneutik melalui studi literatur. Dalam Allah membentuk manusia dari tanah
studi literatur, peneliti menelaah secara kritis menurut gambar dan rupa-Nya, lalu meng-
berbagai teori dan referensi yang terkait hembuskan nafas ke dalamnya (Kej. 2:7).
dengan topik yang diteliti melalui buku dan Kemuliaan, kehormatan, serta kuasa untuk
berbagai dokumen (Sugiyono, 2005, p. 291). menaklukkan bumi dan semua ciptaan
Buku-buku yang menjadi referensi utama lainnya diberikan kepada manusia (Kej.
dalam penelitian ini adalah Etika Bumi Baru 1:26-28; 5:1; 9:6). Kisah penciptaan ini
karya Robert Borrong, Teologi dan Ekologi sebenarnya memberi gambaran yang
karya Celia Deane-Drummond, dan Filsafat sangat jelas tentang posisi manusia sebagai
Lingkungan Hidup karya Sonny Keraf. ciptaan. Relasi yang tercipta antara Allah
Dengan memperhatikan bahwa pendekatan dan manusia bersifat dialogis dan tidak
studi literatur yang digunakan adalah her- memberikan nilai khusus pada manusia.
meneutik sebagai ilmu tafsir yang menunjuk Namun, manusia memahami relasi ini
pada proses teoritis dan metodologis, untuk sebagai pembenaran tindakan penguasaan
menemukan makna kata atau ungkapan dan perlakuan destruktif-eksploitatif terha-
yang ditulis dalam teks, maka data-data dap alam dan seluruh ciptaan. Manusia
yang diperoleh dari bahan pustaka ini ke- menganggap bahwa alam diciptakan hanya

Silva S. Thesalonika Ngahu 79


Pengarah: Jurnal Teologi Kristen

untuk memenuhi kepentingan manusia. yaitu kecerdasan akal budi dan ketulusan
Ungkapan imago Dei yang tidak hati. Tetapi, tidak ada bagian dari manusia,
dijelaskan secara rinci dalam Alkitab me- bahkan tubuhnya, yang tidak dihiasi dengan
nyebabkan munculnya dua golongan inter- pancaran sinar kemuliaan, yaitu kemuliaan
pretasi terhadap ungkapan ini, yakni pan- gambar Allah (Calvin, 2009, pp. 44-48).
dangan dualistis dan holistik. Pandangan Martin Luther mengemukakan pan-
dualistis tampak pada para teolog klasik dangan yang sama. Menurut Luther, gam-
yang hidup pada abad permulaan gereja, bar Allah menunjukkan bahwa Adam dite-
seperti Yustinus Martyr, Irenaeus, dan rangi dengan pengetahuan yang benar
Origenes. Mereka membedakan ungkapan tentang Allah dan ketulusan yang tinggi
imago Dei yang dalam bahasa Ibrani disebut untuk mengasihi sesamanya dan Allah.
yang berarti gambar dan yang Luther membedakan kesegambaran khusus
berarti rupa, sebagaimana yang disebutkan dengan kesegambaran umum. Kesegam-
dalam Alkitab. Kata diartikan sebagai baran khusus diartikannya sebagai kebe-
aspek natural (bentuk jasmaniah) sedang- naran asli yang melekat pada manusia,
kan diartikan sebagai aspek super- yang misalnya tampak dalam penghar-
natural (bentuk rohaniah) dari manusia. gaannya terhadap kebenaran dan kebaikan.
Pandangan lain yang dapat juga dikate- Sedangkan kesegambaran umum adalah
gorikan sebagai paham dualistis adalah relasi manusia kepada dunia yang dinam-
pendapat yang menganggap imago Dei pakkan dalam kedudukannya yang meme-
sebagai yang tercermin hanya dalam salah rintah ciptaan lainnya (Thielicke, 1984, p.
satu aspek manusia, walaupun tidak lagi 154). Dalam pandangan Calvin dan Luther,
dalam polarisasi . Sisi pertama imago Dei dipahami dalam arti hakikat atau
pandangan ini menekankan imago Dei sifat manusia. Pandangan holistik tidaklah
sebagai ungkapan kesegambaran badaniah diartikan sebagai pandangan yang menya-
(corporeal form) antara manusia dengan tukan aspek badaniah dan rohaniah dalam
Allah. Sisi kedua, menekankan imago Dei interpretasi tentang imago Dei, tetapi
sebagai ungkapan kesegambaran rohani. merupakan pandangan yang tidak memper-
Menurut pandangan ini, imago Dei terletak soalkan salah satu aspek saja dari manusia
dalam aspek non-material manusia dalam keutuhannya, misalnya tidak mem-
(Borrong, 2009, p. 221). persoalkan pemisahan dan
Nyatalah bahwa dalam pandangan atau tubuh dari jiwa, walaupun mereka
dualistis tersebut gambar Allah dilihat membedakan atau menekankan aspek
sebagai hakikat dan bakat atau sifat yang tertentu.
melekat dalam diri manusia. Para reformator Teolog-teolog modern, khususnya
menolak gagasan dualistis dan membangun para pewaris teologi Reformasi, mengem-
pandangan yang bersifat holistik. Yohanes bangkan pandangan tentang imago Dei
Calvin menekankan aspek rohani, tetapi dalam alur pemikiran yang holistik. G.C.
tidak memisahkannya dari aspek jasmani. Berkouwer menyebut imago Dei sebagai on
Menurut Calvin, gambar Allah adalah ke- the whole man atau dalam manusia yang
cakapan untuk membedakan yang baik dan utuh.
yang jahat atau kemampuan etis. Gambar Ungkapan imago Dei tidak berhu-
Allah adalah sifat Adam ketika ia masih bungan dengan sifat-sifat manusia, tetapi
memiliki pengertian yang benar, berpe- mengungkapkan relasi antara sesama cip-
doman pada akal, nafsunya berimbang, dan taan dan relasi antara ciptaan dengan Sang
bakat-bakatnya memancarkan keagungan Pencipta; antara manusia dengan semua
Penciptanya. Calvin mengakui bahwa gam- makhluk ciptaan lain dan manusia dengan
bar Allah tampak dalam dua unsur pokok, Allah (Berkouwer, 1975, p. 77). Menurut

80 Mendamaikan Manusia dengan Alam ...


Volume 2, Nomor 2, Juli 2020

Emil Brunner, dalam imago Dei manusia kan kekuasaan dan pemerintahan atas alam
diberikan kebebasan supaya dapat mem- ciptaan Allah. Namun, pemerintahan dan
berikan tanggapannya kepada Allah secara kekuasaan itu bukan atribut kecakapan
aktif dan spontan. Kebebasan itu adalah melainkan atribut operasional dan fung-
kebebasan yang terbatas, yaitu supaya sional dari relasi manusia yang dua arah.
manusia dapat menjawab Allah secara Manusia tidak mempunyai kualitas yang
benar. Maka, kebebasan yang mengung- sama dengan Allah, sehingga tugas yang
kapkan imago Dei adalah kebebasan yang diberikan kepadanya untuk menguasai dan
bertanggung jawab. Sebab itu, imago Dei memerintah ciptaan lainnya adalah tugas
bukan substansi melainkan relasi (Brunner, kekuasaan yang terbatas (Thielicke, 1984,
1952, p. 184). p. 154).
Sedangkan menurut Karl Barth, ung- Dari uraian-uraian tersebut maka
kapan imago Dei tidak menunjukkan aspek dapat dikatakan bahwa doktrin imago Dei
apapun mengenai manusia kecuali kema- tidak memberikan suatu makna yang jelas
nusiaannya. Manusia diciptakan dalam tentang kedudukan khusus manusia di
gambar Allah menjadi fakta bahwa ia adalah antara ciptaan lainnya. Oleh karena itu,
manusia. Sebab itu, imago Dei hanya me- harus dipahami dalam beberapa makna
ngungkapkan dwi-relasi, yakni manusia ter- yang saling berkaitan, sebagaimana dikata-
hadap Allah dan terhadap sesama manusia kan oleh Daniel Migliore (1991, p. 123-124),
(Borrong, 2009, p. 223). Imago Dei tidak
menunjukkan adanya sifat yang melekat Umat manusia telah diciptakan segambar
pada manusia, tetapi menunjukkan adanya dengan Allah berarti manusia diberikan
relasi. Oleh karena itu, imago Dei tidak kebebasan, dan kebebasan itu untuk
dipahami dalam arti formal, tetapi dalam arti menanggapi Allah. Diciptakan segambar
dengan Allah berarti bahwa manusia
struktural dan fungsional dan mencakup
menemukan jati dirinya secara benar
seluruh aspek kemanusiaan. Manusia sejak
dalam hidup berdampingan satu dengan
semula adalah makhluk ciptaan yang men-
yang lain dan dengan semua ciptaan lain.
jawab kasih Allah. Diciptakan sebagai gambar Allah bukan
Doktrin imago Dei juga sering dipa- suatu status atau kondisi, tetapi suatu
hami dalam makna struktural tatanan gerakan dengan satu tujuan. Umat manu-
ciptaan, tetapi bukan struktur hierarkis me- sia tidak berhenti untuk memenuhi kehi-
lainkan struktur relasional-fungsional. Dalam dupan yang belum terwujudkan.
pemahaman struktur relasional-fungsional
tersebut, imago Dei dipahami dalam konteks Di sini terlihat hal penting dari inter-
panggilan manusia untuk menguasai dan pretasi tentang imago Dei, yakni kebebasan,
menaklukkan bumi. Salah seorang penganut kapasitas berpikir atau intelektualitas, dan
pandangan ini adalah Helmut Thielickhe. Ia relasi manusia dengan Allah dan dengan
memahami bahwa imago Dei mengun- semua ciptaan. Dalam imago Dei nyata
gkapkan manusia diciptakan dengan tempat bahwa manusia tidak diciptakan dengan ke-
yang khusus, yaitu dalam relasi dengan dudukan dan kekuasaan khusus, kecuali
Allah dan dengan sesama ciptaan. Ber- kedudukan perantara untuk melaksanakan
dasarkan imago Dei inilah manusia di- tugas yang dikaruniakan sendiri oleh Sang
ciptakan dengan kemampuan berelasi yang Pencipta, yakni menguasai dan mena-
berisi kebebasan sekaligus tanggung jawab. klukkan bumi. Fungsi ini harus dijalankan
Oleh karena itu, imago Dei tidak me- oleh manusia sesuai dengan maksud dan
ngungkapkan struktur hierarkis tetapi struk- tujuan Sang Pencipta, bukan untuk meng-
tur relasional-fungsional. Manusia mempu- eksploitasi tetapi untuk memelihara. Untuk
nyai kedudukan perantara untuk menjalan- itu, imago Dei tidak dapat dipahami lepas

81
Pengarah: Jurnal Teologi Kristen

dari pemahaman tentang fungsi manusia manusia (Borrong, 2009, p. 227). Sean-
tersebut, yang sekaligus menjadi panggilan- dainya kritik White benar, haruslah dika-
nya. takan bahwa kecenderungan eksploita-
si-destruktif manusia atas alam bukan
“Taklukkanlah dan Berkuasalah!” karena manusia atau orang Kristen telah
Doktrin imago Dei tidak dapat dipa- mematuhi mandat menaklukkan dan me-
hami lepas dari tugas panggilan manusia nguasai alam secara benar, melainkan telah
untuk menguasai dan menaklukkan alam. salah mengartikan teks dan memanipulasi
Dalam kisah penciptaan, manusia yang penafsiran mandat tersebut.
diciptakan menurut gambar Allah diberikan World Council of Churches (WCC)
tugas untuk memenuhi, menguasai dan dalam berbagai pertemuan ekumenis se-
menaklukkan bumi, cara khusus sering membahas hubungan
antara teologi Kristen dengan krisis ling-
Allah memberkati mereka, lalu Allah ber- kungan. Contoh yang dapat disebutkan
firman kepada mereka: “Beranakcuculah adalah salah satu pernyataan dari Konsul-
dan bertambah banyak; penuhilah bumi tasi Teologi tentang Ekologi yang diseleng-
dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas garakan oleh WCC di Annecy, Perancis
ikan-ikan di laut dan burung-burung di
tahun 1988, sebagai berikut,
udara dan atas segala binatang yang
merayap di bumi (Kej. 1:28).
Bagi banyak generasi di Barat, cerita
penciptaan dipahami terutama dalam arti
Pemahaman yang keliru mengenai antroposentris, yakni berpusat pada ma-
perikop ini secara tidak langsung melegi- nusia. Umat manusia diciptakan sebagai
timasi tindakan manusia yang secara gambar Allah, diperintahkan untuk ber-
destruktif mengeksploitasi alam bahkan buah dan berlipat ganda, berkuasa atas
seluruh makhluk di dalamnya. Dua perintah ciptaan lain; akan tetapi manusia tidak
yang berkaitan erat dengan krisis ekologi menaati Allah dan jatuh ke dalam dosa.
adalah perintah untuk memenuhi dan Penafsiran sepihak ini menyebabkan ba-
menaklukkan bumi. Seperti yang telah gian Alkitab lainnya dibaca semata-mata
dijelaskan sebelumnya, teks Kejadian 1:28 sebagai sejarah keselamatan manusia
ini sering disalahtafsirkan untuk membe- saja. Cara penafsiran ini juga mendukung
narkan perlakuan sewenang-wenang dari sikap dan praktik yang bersifat meng-
eksploitasi dalam hubungan dengan cip-
manusia atas alam. Oleh karena itu, telah
taan lain dan merusak lingkungan banyak
timbul banyak perdebatan tentang mandat
spesies (WCC, 1992).
ini, karena dianggap sebagai salah satu teks
yang paling kuat melegitimasi sikap dan
Dalam banyak kajian teologi, perde-
perlakuan eksploitatif-destruktif yang ditun-
batan tentang manusia sebagai gambar
jukkan manusia atas alam. Cara orang
Allah tidak dipusatkan pada hubungan eko-
percaya memahami imannya juga turut
logis, tetapi pada teologi antropologi, per-
menunjang terjadinya krisis ekologis
soalan keadilan sosial, hak-hak asasi ma-
(Pinem, 2016, p. 155).
nusia, rasialisme, dan sebagainya. Perha-
Lynn White berpendapat bahwa mun-
tian pada pokok tentang gambar Allah dan
culnya kecenderungan melihat alam sebagai
penguasaan manusia atas alam, sekaligus
pemenuh kebutuhan manusia dipelopori
kecenderungan menafsirkannya sebagai
oleh kekristenan Barat. Kekristenan meng-
eksploitasi atas alam, baru mulai diperhati-
hancurkan keutuhan ciptaan dengan memi-
kan selama dan sesudah zaman pence-
sahkan manusia dan alam bahkan mema-
rahan sekitar abad ke-18, sebagai bentuk
hami bahwa eksploitasi alam dikehendaki
rasionalisasi sekuler bagi pendudukan te-
Allah jika bertujuan untuk kesejahteraan

82 Mendamaikan Manusia dengan Alam ...


Volume 2, Nomor 2, Juli 2020

ritorial baru dan sebagai implementasi atau langsungan hidup alam bahkan bina-
penerapan pertumbuhan teknologi. Dalam tang-binatang (Deane-Drummond, 2016, p.
periode itu, sering terjadi penafsiran yang 19). Dalam dua pandangan inilah mandat
salah terhadap pokok tentang gambar Allah menguasai dan menaklukkan alam dapat
dan penguasaan atas alam sebagai status dipahami. Kesegambaran manusia dengan
khusus dan satu-satunya di antara ciptaan Allah dipahami dalam arti khusus sebagai
atau sebagai mandat ilahi yang khusus panggilan, fungsi dan peran manusia dalam
untuk merampas, mengotori dan memangsa alam. Sebagai representasi Allah, manusia
ciptaan (Borrong, 2009, p. 228). terpanggil menjalankan fungsi perwalian.
Ada berbagai teks dalam Alkitab yang Dalam bahasa Ibrani, kata yang digu-
menggambarkan posisi manusia dengan nakan untuk menjelaskan tugas manusia
seluruh ciptaan. Salah satunya adalah teks guna menguasai dan menaklukkan alam
Kejadian 1:26-28. Konsep antropologis yang dapat dipahami dengan konotasi negatif jika
sangat kuat dalam paradigma umat Kristen diterjemahkan harafiah. Kata dan
dapat terlihat jelas dalam teks ini (Sunarko & secara harafiah berarti menginjak-
Kristiyanto, 2008, p. 144). Dalam paradigma injak atau memeras. Penggunaan kata itu
ini, manusia merupakan mahkota ciptaan adalah dalam rangka meyakinkan manusia
karena menduduki puncak sekaligus tujuan bahwa ia akan berhadapan dengan tanta-
utama karya penciptaan. Konsep imago Dei ngan alam untuk mempertahankan hidup-
akhirnya dipahami sebagai nilai khusus nya. Berdasarkan alasan tersebut, maka
yang membuat manusia lebih mulia dan kata dan haruslah dimengerti
tidak bisa disejajarkan dengan ciptaan lain dalam konteks pengusahaan dan peme-
(Widjaja, 2018, p. 170). liharaan alam. Sebagai gambar Allah,
Gerhard von Rad dan Claus manusia dipercayakan untuk menjalankan
Westermann menjelaskan bahwa penggu- kuasa Allah di bumi. Manusia hanya men-
naan istilah gambar Allah berakar dalam jalankan tugas sebagai wakil Allah di bumi,
ideologi tentang raja dalam dunia Timur sehingga alam boleh dimanfaatkan tetapi
Dekat Kuno. Raja yang berkuasa mem- tidak bisa diperlakukan sebagai miliknya.
punyai kebiasaan membuat patungnya atau Alam adalah milik Allah. Oleh sebab itu,
mengangkat seorang wakilnya yang ber- manusia tidak mempunyai kompetensi yang
fungsi sebagai gambaran simbolis atau sama dengan Allah. Ia adalah ciptaan dan
representasi kekuasaannya atas suatu bagian integral dari ciptaan. Hubungannya
wilayah dan rakyat di mana ia tidak ber- dengan alam bukan hubungan penguasaan,
kedudukan. Berdasarkan hal inilah ada melainkan hubungan solidaritas.
kemungkinan bahwa orang Israel memikir- Kekuasaan atas alam bukan kekuasa-
kan manusia sebagai representasi Allah di an sewenang-wenang melainkan kekuasaan
dunia. Allah menempatkan manusia di dunia kooperatif, sebab manusia hanyalah penja-
sebagai emblem kemahakuasaan-Nya (von ga. Jelaslah kiranya bahwa manusia, menu-
Rad, 1967, p. 146). rut teks Alkitab, khususnya Kejadian
Celia Deane-Drummond juga memiliki 1:26-28, tidak diciptakan untuk menjadi pe-
pendapat serupa, menurutnya perintah nguasa mutlak atas ciptaan yang lain,
untuk menguasai dapat diibaratkan dengan melainkan sebagai mandataris Allah yang
kuasa raja layaknya gembala yang melaku- menjalankan pemerintahan Allah atas cip-
kan tugasnya demi kepentingan gemba- taan-Nya dengan memanfaatkan dan me-
laanya. Serta perintah untuk menaklukkan meliharanya. Tujuan Allah memberikan tu-
ada dalam konteks mengusahakan dan gas pengusahaan dan pemeliharaan alam
mengelola alam, tidak hanya untuk ke- kepada manusia adalah supaya relasi an-
pentingan manusia tetapi juga untuk keber- tara manusia dengan alam dapat terjaga,

Silva S. Thesalonika Ngahu 83


Pengarah: Jurnal Teologi Kristen

sekaligus untuk menyejahterakan kehidupan taan manusia untuk memuliakan Allah me-
manusia demi memuliakan Allah. Tujuan itu lalui tugas menatalayani, yaitu memerintah
dapat tercapai bila manusia menjalankan dan memelihara alam secara bebas dan
mandat Allah dalam bentuk panggilan, se- bertanggungjawab. Namun, manusia me-
hingga tugas untuk mengelola dan memeli- nyalahgunakan kebebasan dan tanggung-
hara alam dapat dilaksanakan dengan pe- jawabnya untuk kepentingan diri sendiri.
nuh tanggung jawab. Alkitab mengungkapkan “manusia
Dalam sejarahnya manusia tidak ingin menjadi sama seperti Allah” (Kej. 3:5).
pernah dapat melaksanakan tugas pang- Itulah sebabnya, menurut Brunner, dosa
gilan tersebut sesuai dengan maksud Allah pertama-tama digambarkan sebagai pen-
secara sempurna. Manusia cenderung me- durhakaan dan pemberontakan manusia
rusak dan mengeksploitasi alam dan terhadap Allah (Brunner, 1952, p. 90). Dosa
sumber-sumber di dalamnya untuk kepen- adalah suatu tindakan membelok dan mem-
tingan dirinya. Inilah pandangan, sikap dan belot dari tujuan yang telah ditetapkan Allah
kelakuan materialistis yang memandang pada mulanya. Sejalan dengan pandangan
alam hanya sebagai sumber untuk dikuasai tentang manusia sebagai gambar Allah,
dan dipergunakan manusia. Manusia men- dalam sejarah, pemahaman tentang dosa
jadi subjek yang menjadikan alam sebagai berbeda-beda. Para teolog klasik seperti
objek untuk diteliti, dieksplorasi dan dieks- Irenaeus, Origenes dan Yustinus Martyr
ploitasi, diboroskan dan dikotori untuk menganut pandangan bahwa dosa adalah
kepentingan manusia belaka. Manusia tidak hilangnya sifat-sifat kebaikan manusia atau
menjadi lebih baik dengan tindakannya itu, hilangnya kesegambaran dengan Allah
juga tidak menjadi makin berkuasa. Se- dalam arti . Tetapi, kesegambaran
baliknya, kerusakan lingkungan hidup akibat dengan Allah dalam arti masih mele-
perlakuan sewenang-wenang manusia jus- kat pada manusia. Itu sebabnya manusia
tru telah menciptakan sikap penuh pesi- masih bisa berpikir dengan akalnya
misme pada diri manusia. Di tengah pesi- (Brunner, 1952, p. 77, 113). Thomas
misme itu, teologi Kristen memandang per- Aquinas berpendapat bahwa keserupaan
lakuan destruktif-eksploitatif terhadap alam dengan Allah yaitu , berarti kekudusan
dalam konteks dosa sehingga menghin- dan karunia ketulusan hilang bersama keja-
darkan salah kaprah terhadap optimisme tuhan manusia ke dalam dosa. Tetapi, ke-
manusia pada satu pihak dan pesimisme segambaran dengan Allah yaitu
pada pihak lain. berarti rasionalitas manusia tidak rusak
secara serius (Borrong, 2009, p. 243).
Peran Dosa terhadap Krisis Ekologis Luther mengatakan bahwa kesegambaran
Keindahan yang menyinari keharmo- manusia dengan Allah yang khusus telah
nisan hubungan manusia dengan Allah dan hilang tetapi kesegambaran yakni keku-
dengan semua ciptaan Allah sirna oleh asaan manusia atas ciptaan lain tidak
kejatuhan manusia ke dalam dosa. Keja- dihilangkan (Borrong, 2009, p. 243). Calvin
tuhan itu merusakkan keharmonisan yang mengatakan bahwa anugerah Allah berlaku
dialami seluruh makhluk dalam Firdaus. secara umum bagi semua manusia dalam
Kerusakan itu tampak jelas dalam keadaan mencari kebenaran. Seburuk apa pun sikap
manusia yang secara misterius dan radikal manusia tetaplah ia berakal oleh karena
melawan tujuan ia diciptakan. Allah mem- akal budi tidak dirusakkan (Borrong, 2009,
percayakan dunia ini kepada manusia seba- p. 243).
gai pelayan-Nya, tetapi karena dosa manu- Dengan mengakui bahwa dosa adalah
sia menyerobot dan merampas sum- rusaknya imago Dei, yaitu rusaknya fungsi
ber-sumber alam di bumi. Tujuan pencip- dan tujuan manusia di tengah dunia, maka

84 Mendamaikan Manusia dengan Alam ...


Volume 2, Nomor 2, Juli 2020

manusia tidak lagi sanggup hidup sesuai mengabaikan kelestariannya. Sikap seperti
dengan tujuannya, yakni melakukan apa ini berakar dalam sikap sombong dan sera-
yang dipercayakan Allah kepada manusia. kah, di mana manusia hanya mementingkan
Sebagaimana ditulis oleh Borrong, menurut keuntungan diri sendiri. Upaya untuk me-
Harold Nebelsick, akibat terganggunya ke- ngubah sikap dan perlakuan manusia ter-
harmonisan tersebut maka terjadilah keter- hadap alam haruslah bertolak dari pem-
asingan, kesakitan dan penderitaan pada baruan hati manusia yang bersifat destruktif.
manusia dan alam. Paul Tillich mengga- Sikap baru itu adalah sikap yang dipulihkan
risbawahi tiga ciri khas dosa, yaitu ketidak- dan dibebaskan dari nafsu berkuasa dan
percayaan (Barth), keinginan dan keang- serakah. Menurut iman Kristen, hal itu telah
kuhan (Niebuhr). Ketiga dosa itu tampak dilaksanakan oleh Yesus Kristus melalui
dalam sikap manusia modern yang selalu karya penebusan dan penyelamatan terha-
berusaha menjauhkan diri dari Allah dan dap ciptaan, secara khusus pembaruan
menjadikan dirinya menjadi pusat segala hidup manusia berdosa. Kristus dalam diri
sesuatu menggantikan Allah (Borrong, 2009, dan karya-Nya telah datang memulihkan
p. 245). Borrong juga menuliskan bahwa hubungan manusia dengan alam dan mem-
menurut John Stott, akar kerusakan ling- berikan sikap baru bagi manusia, sehingga
kungan terletak juga dalam kerakusan manusia tidak lagi bersifat sombong dan
manusia dan kesombongannya yang nyata serakah terhadap alam, tetapi sebaliknya
dari penyalagunaan kekuasaan itu. Manusia bersifat penuh hormat dan adil. Tujuan
hanya menjadi penguasa yang mengeks- penebusan Kristus adalah untuk memu-
ploitasi alam sehingga pengeksploitasian itu lihkan keharmonisan hubungan manusia
menjadi bagian dari sejarah manusia. Peng- dengan Allah, dengan sesamanya, serta
gunaan kekuasaan manusia secara tiran dengan alam.
dan rakus atas alam adalah kegagalan yang
bersumber dari dosa manusia bukan dari Peran Pendamaian Memulihkan Bumi
maksud Allah dalam ciptaan (Borrong, 2009, Dari perspektif teologi Kristen, peru-
p. 246). bahan sikap manusia harus dilandaskan
Perlakuan destruktif-eksploitatif manu- atas iman kepada Yesus Kristus, sebab Ia
sia terhadap lingkungan bersumber dari adalah gambar Allah yang tidak hanya nyata
kegagalan manusia memenuhi tugas pang- dalam pemulihan ciptaan tetapi yang men-
gilannya yang disebabkan karena manusia jadi dasar penciptaan segala sesuatu (Kol.
jatuh ke dalam dosa, yakni memberontak 1:5). Iman Kristen menggarisbawahi bahwa
melawan Allah yang didorong oleh ambisi kemanusiaan manusia bersumber hanya
dan kerakusannya akan kuasa dan keme- dari kasih Allah yang datang dalam Kristus.
wahan. Dengan demikian, dapat dipahami Dengan kata lain, dalam Kristus ada kriteria
bahwa pemberontakan terhadap Allah men- kemanusiaan. Pendamaian manusia de-
jadi sumber polusi terhadap alam. Ketika ngan Allah hanya dapat dialami dalam per-
manusia rusak, maka alam pun rusak. sekutuan dengan Yesus Kristus, seba-
Ketika hati manusia tercemar, maka ling- gaimana dituliskan Borrong bahwa menurut
kungan pun turut tercemar. Dosa ini yang Jürgen Moltmann, Yesus Kristus menda-
kemudian merusak citra Allah dalam diri maikan manusia dengan Allah dan dengan
manusia. Akibatnya, alam menjadi sasaran alam serta membebaskan manusia dari
ambisi dan keserakahan manusia. kesombongan dan keserakahannya, yaitu
Manusia kehilangan kepedulian terha- dari dosanya, dosa yang menjadi sumber
dap alam. Pencemaran lingkungan menjadi pemujaan dirinya (Borrong, 2009, p. 249).
salah satu contoh di mana manusia hanya Pemulihan ini bersifat total, termasuk di
mengambil keuntungan terhadap alam lalu dalamnya, manusia kembali merepresen-

Silva S. Thesalonika Ngahu 85


Pengarah: Jurnal Teologi Kristen

tasikan Allah dalam dunia (Guan, 2012, p. Membangun Masyarakat Peduli Ekologi
208). Krisis lingkungan hidup tidak hanya
Pemahaman yang utuh terhadap mak- menjadi masalah kekristenan melainkan
na dari kisah penciptaan dalam Alkitab se- semua agama, sehingga adalah merupakan
harusnya dapat menjadi titik tolak bagi tanggung jawab seluruh manusia untuk
teologi Kristen untuk menjawab tantangan menghentikan krisis ekologis dengan me-
krisis ekologi. Setyawan menegaskan bah- mastikan bahwa bumi sebagai sumber
wa terkait dengan masalah teologi, krisis kehidupan kita bersama tidak mengalami
ekologi haruslah dilihat dalam hubungannya kehancuran. Dibutuhkan konstruksi baru
dengan gereja dan umat, sehingga ekle- normativitas agama-agama yang berorien-
siologi baru yang relevan dibutuhkan untuk tasi pada keadilan ekologis, sehingga dapat
mengatasi krisis ekologi (Setyawan, 2015, p. tercipta relasi persahabatan antara alam
5). Di sinilah dapat gereja menjadi sarana dengan manusia. Paradigma yang selama
pembelajaran bagi umat untuk memahami ini merugikan alam harus diubah dengan
makna teks penciptaan dalam perspektif menerapkan perilaku dan gaya hidup yang
yang ekosentris. Kekristenan mendorong tidak mendatangkan krisis dan bencana
manusia untuk memperbaiki dunia sebagai bagi alam.
bentuk tanggung jawab atas mandat yang Masyarakat harus membangun kesa-
diberikan Tuhan. daran akan pentingnya merawat dan meme-
Kristus sebagai satu-satunya imago lihara alam. Kesadaran ini bersumber dari
Dei yang sempurna menjadi teladan bagi filsafat bioreligionalisme yang menekankan
manusia untuk terus bertumbuh. Selaku adanya kesadaran untuk menciptakan relasi
orang percaya, manusia diajak untuk yang baik dengan alam serta menjaga mata
memulihkan hubungannya dengan alam rantai kehidupan (Keraf, 2014, p. 125).
dengan jalan melaksanakan fungsinya se- Dalam membangun relasi dengan alam,
bagai imago Dei yang telah menerima pem- masyarakat pertama-tama harus memiliki
baruan menjadi imago Christi. Manusia kesadaran untuk bertanggung jawab bahkan
perlu menempuh orientasi baru, yaitu men- mengatasi krisis ekologi yang terjadi
jauhi dan meninggalkan kehendak untuk (Awang, Setyawan & Nuban Timo, 2019, p.
berkuasa menuju ke arah solidaritas, men- 150). Kesadaran inilah yang akhirnya men-
jauhi pertentangan menuju ke arah per- dorong munculnya perilaku ramah lingku-
saudaraan. ngan sebagai gaya hidup.
Peduli terhadap kelestarian lingkungan Untuk mencapai hasil yang signifikan,
merupakan salah satu bukti dari iman orang maka perubahan gaya hidup ini harus di-
yang percaya pada pembaruan dan pene- lakukan secara masif oleh seluruh masya-
busan yang telah dilakukan oleh Yesus rakat bahkan menjadi budaya untuk men-
Kristus. Itu berarti bahwa bagi orang Kristen, ciptakan tatanan masyarakat yang berke-
kepedulian terhadap lingkungan merupakan lanjutan (sustainable society). Dalam bu-
panggilan iman, ibadah dan hal itu tidak daya ini, masyarakat menyadari bahwa pe-
dapat ditawar-tawar lagi. Pembuktian iman nataan kehidupan haruslah mempertim-
itu antara lain dapat diwujudkan melalui bangkan perlindungan dan pemeliharaan
upaya-upaya memanfaatkan teknologi mau lingkungan, mulai dari kepentingan industri,
pun tata ciptaan atau hukum alam itu sendiri ekonomi, bahkan mata pencaharian, sampai
dan mencegah proses perusakan lebih lan- pada konsumsi kebutuhan pokok, teknologi,
jut dengan mempraktikkan hidup yang se- sarana transportasi, dan penataan tempat
laras dan harmonis dengan alam. tinggal (Keraf, 2013, p. 55).
Pada akhir tahun 2019, sustainable

86 Mendamaikan Manusia dengan Alam ...


Volume 2, Nomor 2, Juli 2020

living life style menjadi salah satu tren gaya kekuasaan Allah di bumi, melalui penge-
hidup ramah lingkungan guna memerangi lolaan dan pemeliharaan alam. Kejatuhan
sampah. Perubahan gaya hidup yang ramah manusia ke dalam dosa mengarahkan ma-
lingkungan ini dapat dimulai dari hal-hal nusia untuk menguasai dan memanfaatkan
sederhana, misalnya mengganti tas belanja alam secara berlebihan untuk memenuhi
plastik dengan tote bag atau tas yang ambisi dan kerakusannya. Dengan demi-
terbuat dari kanvas atau kain yang dapat kian, kehidupan manusia yang tercemar
digunakan berkali-kali, menggunakan sedo- akibat pemberontakan terhadap Allah me-
tan stainless steel (tahan karat) atau se- ngakibatkan terjadinya kerusakan alam bah-
dotan dari bahan bambu, mengurangi kan krisis ekologi. Rekonsiliasi antara Allah
pembelian minuman dalam botol plastik dan dan manusia melalui pengorbanan Kristus
menggantinya dengan membawa botol mi- menjadi titik tolak bagi orang percaya
numan dari kaca atau plastik yang dapat sebagai ciptaan baru untuk bertanggung
digunakan secara berulang, mendaur ulang jawab atas krisis ekologi serta mengambil
wadah plastik sekali pakai menjadi hiasan bagian dalam proses pemulihan relasi de-
atau pot tanaman, serta tidak membuang ngan sesama ciptaan, yakni alam dan
sampah sembarangan, khususnya di su- binatang-binatang. Pemulihan ini dapat
ngai. Gereja dan masyarakat harus bersa- terjadi ketika gereja dan masyarakat terus-
ma-sama memberi pengajaran kepada se- menerus menekankan pentingnya gaya
mua orang untuk membentuk spiritualitas hidup yang ramah lingkungan dan spiri-
ugahari serta pola hidup ramah lingkungan. tualitas yang ugahari sebagai bagian dari
budaya baru.
KESIMPULAN
Sebagai penyandang citra Allah, ma-
nusia diberikan tugas untuk melaksanakan

DAFTAR RUJUKAN th-html


Amalia, R., Dharmawan, A. H., Prasetyo, L. Berkouwer, G. C. (1975). Man: The Image
B., & Pacheco, P. (2019). Perubahan of God. Grand Rapids: Eerdmans.
Tutupan Lahan Akibat Ekspansi Borrong, R. (2009). Etika Bumi Baru: Akses
Perkebunan Kelapa Sawit: Dampak Etika dalam Pengelolaan
Sosial, Ekonomi, dan Ekologi. Jurnal Lingkungan Hidup. Jakarta: BPK
Ilmu Lingkungan 17(1), 130-139. Gunung Mulia.
Awang, N. A., Setyawan, Y. B., & Nuban Brunner, E. (1952). The Christian Doctrine
Timo, E. I. (2019). Ekoteologi Fungsi of Creation and Redemption. (O.
Hutan Oenaek: Penyimpangan Wyon, Trans.). Philadelphia:
Paradigma Ekologis Menuju Perilaku Westminster.
Eksploitatif. Jurnal Gema Teologika Calvin, Y. (2013). Institutio: Pengajaran
4(2), 135-154. Agama Kristen. Jakarta: BPK
Badan Pusat Statistik. (2020). Angka Gunung Mulia.
Deforestasi Netto Indonesia di Deane-Drummond, C. (2016). Teologi dan
Dalam dan di Luar Kawasan Hutan Ekologi. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Tahun 2013-2018 (Ha/Th). Diakses
pada 22 Februari 2020, dari Guan, T. K. (2012). Kebenaran Doktrin
https://bps.go.id/statictable/2019/11/ Antropologi dan Soteriologi bagi
25/2081/angka-deforestasi-netto- Kepentingan Etika Lingkungan.
indonesia-di-dalam-dan-di-luar- Veritas: Jurnal Teologi dan
kawasan-hutan-tahun-2013-2018-ha- Pelayanan 13(2), 203-216.

Silva S. Thesalonika Ngahu 87


Pengarah: Jurnal Teologi Kristen

Kementerian Lingkungan Hidup & Respons Gereja atas Keadilan


Kehutanan Republik Indonesia. Ekologis. Jakarta: PGI.
(2019). Gerakan Nasional Pilah Pinem, T. (2016). Kebakaran Hutan dan
Sampah dari Rumah Resmi Lahan Gambut: Kajian Teologi
Diluncurkan. Retrieved from Ekofeminisme. Gema Teologika:
https://menlhk.go.id Jurnal Teologi Kontekstual & Filsafat
Keraf, S. (2014). Filsafat Lingkungan Hidup: Keilahian 1(2), 139-166.
Alam sebagai Sebuah Sistem Setyawan, Y. B. (2015). Menuju Eko-
Kehidupan Bersama Fritjof Capra. Eklesiologi: Gereja dalam Konteks
Jakarta: Buku Kompas. Persoalan Ekologis di Indonesia.
___________ . (2013). Fritjof Capra tentang Makalah Studi Institut PERSETIA
Melek Ekologi Menuju Masyarakat STT Jakarta, 2-14.
Berkelanjutan. Jakarta: STF Sugiyono. (2005). Memahami Penelitian
Driyakarya. Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
McFague, S. (1988). Models of God. Sunarko & Kristiyanto, E. (2008). Menyapa
Philadelphia: Fortress. Bumi Menyembang Hyang Ilahi.
Migliore, D. (1991). Faith Seeking Yogyakarta: Kanisius.
Understanding: An Introduction to Sutanto, H. (2012). Hermeneutik: Prinsip
Theology. Grand Rapids: Eerdmans. dan Metode Penafsiran Alkitab.
Nailufar, N. (2019). Laju Deforestasi Malang: Departemen Literatur SAAT.
Indonesia Turun, tapi Masih Kedua Thielicke, H. (1984). Theological Ethics I.
Terpesat di Dunia. Kompas. Diakses Grand Rapids: Eerdmans.
dari von Rad, G. (1967). A Commentary.
https://sains.kompas.com/read/2019/ Philadelphia: Westminster.
07 /10/180600223/laju-deforestasi- Widjaja, P. S. (2018). Apakah Aku Penjaga
indonesia-turun-tapi-masih-kedua- Saudaraku?: Mencari Etika Ekologis
terpesat-di-dunia Kristiani yang Panentheistik dan
Nuban Timo, E. (2015). Polifonik Bukan Berkeadilan. Jurnal Gema Teologika
Monofonik: Pengantar Ilmu Teologi. 3(2), 167-184.
Salatiga: Satya Wacana University World Council of Churches. (1992). The
Press. Ecumenical Review Volume 43
Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia. (266), April 1991. Geneva: World
(2018). Pergulatan dan Keterlibatan Council of Churches.
Gereja dalam Keadilan Ekologis:
Penelitian Mengenai Tantangan dan

88 Mendamaikan Manusia dengan Alam ...

Anda mungkin juga menyukai