Anda di halaman 1dari 5

MATERI XII

PENJAGA CIPTAAN ALLAH

Teknologi canggih yang diterapkan dalam dunia bisnis tidak semuanya bersahabat dengan lingkungan alam. Sejak
tahun 1960-an sudah sering mendengar teriakan tentang menipisnya sumber alam, pengotoran udara, air dan tanah,
pemanasan bumi, musim yang berubah tanpa aturan lagi, hutan-hutan yang gundul, efek rumah kaca dan lain-lain
semuanya itu membuat kita berpikir untuk menemukan suatu relasi yang benar dalam perspektif hubungan yang tidak
saling mematikan antara dua bisnis, manusia dan alam lingkungan.

Dewan gereja-gereja se Dunia (World Church Organization) yang pada bulan februari 1992
menyelenggarakan Sidang Raya yang ke-8 di Canberra-Australia, menyerukan agar supaya kita tidak berorientasi
lagi kepada manusia tetapi seharusnya kepada kehidupan.
Upaya-upaya untuk mengeksploitasi bumi bagi kepentingannya sendiri harus diganti oleh sikap
dasar bahwa manusia pada hakikatnya tidak mempunyai arti apa-apa bila dilepaskan dari makhluk-makhluk lainnya
dalam suatu lingkaran ekologis yang tidak putus-putusnya.

Kekristenan kbukan saja menthabiskan dualisme manusia dan alam, tetapi juga menggarisbawahi kehendak Allah
bahwa manusia mengekploitasi alam demi kepentingan pribadinya.
Hubungan antara ekonomi dan ekologi menjadi pusat perhatian, sebab pada dasarnya masalah ekologi timbul sebagai
akibat serta menjadi korban dari kegiatan ekonomi.
Kegiatan ekonomi yang menjadi tulang punggung pembangunan, sering dianakemaskan sebegitu rupa sehingga ia
menjadi terlalu manja dan kurang diawasi, kenakalan mereka dibiarkan, sehingga hubungan antara ekonomi dan
ekologi kemudian menampakkan wajah
yang buruk.

Hubungan antara ekonomi dan ekologi dalam praktik dipertentangkan satu terhadap yang
lain, padahal sebenarnya hubungan antara ekonomi dan ekologi bisa dijabarkan dari pengertian etimologis yang justru
bisa saling membantu dan membina.
Mengubahkan sesuatu hanya sah apabila kita melakukannya demi tujuan yang lebih luhur dan kita yakin bahwa
manfaatnya lebih besar daripada yang kita korbankan.
Tampak jelas bahwa dibalik isu ekonomi dan ekologi, sesungguhnya ada konflik-konflik kekuasaan, dan konflik-
konflik nilai-nilai yang pelik. Betapa sulitnya menentukan kebijakan yang secara seimbang sekalipun menjamin baik
lingkungan hidup, pertumbuhan ekonomi, tersedianya lapangan kerja, maupun kesehatan manusia.

Dalam banyak kasus lain, terutama apabila polusi itu melibatkan kerugian bagi kesehatan
manusia atau kematian, kerugian itu tidak pernah dapat diukur dengan angka.
Masalah pokoknya adalah bagaimana memperkirakan dan menghitung resiko.
Penghitungan resiko merupakan masalah karena ada begitu banyak teknologi mutakhir yang tidak dapat kita
perkirakan resikonya dengan tepat, baik bagi generasi sekarang maupun bagi generasi yang akan datang. Contohnya
penggunaan teknologi nuklir.
Persoalan etis mendasar yang harus kita kemukakan sehubungan dengan analisis, biaya manfaat adalah misalnya
diasumsikan bahwa kita dapat membuktikan manfaat dari teknologi tertentu memang jauh lebih besar dari
kerugiannya.

Ketika analisis biaya dan manfaat tidak mampu memberikan petunjuk yang pasti mengenai bagaimana harus
bertindak, keputusan mengenai hal itu haruslah diserahkan kepada masyarakat. Namun demikian, didalam kenyataan
prinsip ini amat sulit diterapkan.
Orang akan memberikan persetujuannya hanya apabila sebelumnya benar apa yang harus disetujuinya dan apa saja
resiko dari persetujuannya itu.
Harus diingat bahwa teknologi mutakhir itu sering begitu kompleksnya sehingga masyarakat awam tidak mungkin
menguasai seluk beluk persoalannya, apalagi resiko-resiko yang mungkin dapat ditimbulkannya, bahkan dikalangan
para ahli pun, ketidaksepakatan mengenai ini adalah sesuatu yang lazim, bila kita tidak mengetahui bagaimana kita
harus mengambilnya.

Tetapi seiring berjalannya waktu, alam berubah wujud dari tampilan sebelumnya.
Pengembangan aspek kehidupan, tidak terlepas dari kemajuan pola pikir manusia yang dititikberatkan kepada keadaan
sekarang, usaha mempermudah kehidupan manusia karena kebutuhan hidup.
Penyebab dari lingkungan hidup yang kian menjadi rusak adalah dikarenakan cara pandang dan sikap manusia yang
salah terhadap alam. Karena memang benar pemahaman dan cara pandang orang terkait lingkungan hidup akan
mempengaruhi sikap mereka, dan bagaimana mereka akan memperlakukan alam.

Pemikiran bahwa manusia yang paling memilki kepentingan yang dianggap akan paling menentukan tatanan
ekosistem. Banyak yang berpandangan bahwa alam dapat dilihat sebagai objek, alat dan sarana untuk memenuhi
kebutuhan dan kepentingan manusia.
Adanya pemikiran seperti itu akan memicu munculnya sikap yang tidak bersahabat dengan alam, dan tidak
menghargai adanya lingkungan hidup untuk kepentingan banyak orang.

Krisis lingkungan hidup yang dialami manusia pada masa sekarang merupakan akibat langsung dari kurang pedulinya
manusia terhadap pengelolaan lingkungan hidup mereka sendiri.
Artinya, manusia umumnya melakukan pengelolaan sumber-sumber alam tidak peduli pada peran etika, dengan kata
lain krisis lingkungan hidup yang dialami manusia berakar pada krisis etika (moral). Manusia kurang peduli pada
norma-norma kehidupan atau lebih peduli pada
kepentingan diri sendiri. Kita melihat dan merasakan sendiri bagaimana perubahan lingkungan
telah terjadi dan berdampak langsung pada kehidupan kita.
Secara teologis, dapat dikatakan bahwa manusia dan alam adalah ciptaan, properti dan bait Allah.
Alam merupakan pemberian Allah untuk manusia. Oleh karena itu, etika lingkungan tidak berpusat pada manusia atau
alam, melainkan berpusat kepada Allah.
Sebagai Pencipta, Allah sesuai rencanaNYA yang Agung telah menciptakan segala sesuatu sesuai dengan maksud dan
fungsinya masing-masing dalam hubungan harmonis yang
terintegrasi dan saling mempengaruhi antara yang satu dengan yang lainnya. Sebab semua
Ciptaan berharga di mata Tuhan. Jadi, sikap eksploitatif terhadap alam merupakan bentuk
penodaan dan perusakan terhadap karya Allah yang Agung itu.
Berdasarkan pandangan umum maupun pandangan agama kristen tentang alam semesta lingkungan hidup, maka
setiap orang memiliki tanggung jawab terhadap kerusakan lingkungan hidup berdasarkan pemahamannya. Setiap
pandangan memiliki dasar tanggung jawab etis terhadap kerusakan lingkungan hidup.
Alam merupakan lingkungan kehidupan atau segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi juga tumbuhan-tumbuhan
dan binatang. Manusia dan alam mempunyai hubungan yang saling tergantung dan saling membutuhkan. Tuhan yang
empunya bumi serta segala sesuatu yang ada di dalamnya. Jika manusia ingin menciptakan sesuatu untuk dikelola
yang ada di alam ini harus berhikmat dan melakukannya sesuai aturan yang telah di tata dengan baik.
Keikutsertaan dalam melestarikan alam, bukan lagi harus dilakukan sebagai bentuk formalitas tata negara, atau ikut-
ikutan masyarakat sekitar, tetapi dilaksanakan sebagai bentuk kesadaran dan tanggung jawab umat kristen sebagai
umat Allah, yang bisa dimulai dari menyadarkan diri sendiri, berlanjut ke lingkungan sekitar kemudian ke masyarakat
luas.
Hal ini tentu saja dilakukan untuk memuliakan Sang Pencipta.

Anda mungkin juga menyukai