Anda di halaman 1dari 29

BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak dunia diciptakan Allah telah memberi tugas
kepada manusia untuk menjaga alam ciptaan yang lain sebagai
bentuk dari tanggung jawab manusia untuk menjaga dan
melestarikan ciptaan Tuhan. Sabda Allah “berkuasalah atas
ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara, (Kej 1:26)”
sering disalahartikan sebagai sesuatu yang benar-benar
menunjukkan bahwa manusia diberikan hak secara penuh untuk
bertindak semaunya tanpa memandang efek yang akan terjadi.
Banyak kejadian yang kita temukan dalam kehidupan
kita setiap hari yang berkaitan dengan pengrusakan alam. Di
mana-mana orang mulai menebang hutan sembarangan,
membakar hutan sembarangan, membuang sampah tidak pada
tempatnya, menggunakan bahan-bahan kimia untuk
menghancurkan kesuburan tanah, membunuh ekosistem yang
ada, seperti menembak dan membunuh segala macam hewan di
darat maupun di laut. Semuanya dilakukan atas dasar keinginan
manusia yang tidak bertanggungjawab. Akibat dari kesalahan
itu sendiri, akhirnya terjadi kekeringan dimana-mana, hutan
semakin menipis, bahkan hewan-hewan liar semakin berkurang
dan akibat dari penebangan hutan secara liar akhirnya
menyebabkan banjir, tanah longsong, dan juga erosi yang
berkepanjangan.
Oleh karena itu melihat situasi yang saat ini terjadi, kita
perlu mengetahui lebih dalam lagi bagaimana sebagai manusia
kita mempunyai tanggung jawab moral yang tinggi untuk sadar
akan kelestarian alam sehingga ketika kita menjaga alam ini
dengan baik, maka kita dengan sendirinya mempunyai tanggung
jawab moral kepada sesama kita manusia dan juga alam ciptaan
yang lain, terlebih khusus kita bertanggungjawab atas Tuhan
yang sudah menciptakan alam semesta dengan baik adanya.
(Nikolaus L. Uran, CSSR, 2016)
Manusia diserukan supaya sadar bahwa dia bukanlah
tujuan penciptaan. Upaya-upaya untuk mengeksploitasi bumi
bagi kepentingannya sendiri harus diganti oleh sikap dasar
bahwa manusia pada hakikatnya tidak mempunyai arti apa-apa
bila dilepaskan dari makhluk-makhluk lainnya dalam suatu
lingkaran ekologis yang tidak putus-putusnya.

MAKALAH |Agama Kristen Protestan 1


B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini, adalah :
1. Bagaimana hubungan manusia dengan alam?
2. Bagaimana pandangan alkitab mengenai keutuhan ciptaan?
3. Bagaimana seharusnya sikap manusia terhadap alam menurut
pandangan Alkitab?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan makalah ini adalah :
1. Memenuhi mata kuliah Agama Kristen Protestan
2. Untuk mengetahui hubungan ekonomi manusia dan ekologi.
3. Untuk mengetahui hubungan manusia dengan alam.
4. Untuk mengetahui pandangan Alkitab mengenai keutuhan
ciptaan.
5. Untuk mengetahui sikap manusia yang seharusnya pada alam

D. Manfaat Penulisan
1. Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai sikap manusia
terhadap alam berdasarkan pandangan Allah.
2. Agar manusia mengelola Alam dengan sebaik-baiknya.
3. Mengetahui bagaimana seharusnya sikap dan tanggung jawab
manusia terhadap alam menurut pandangan alkitab.
4. Agar manusia saling menghargai terhadap sesama ciptaan-Nya.

MAKALAH |Agama Kristen Protestan 2


BAB 2
MANUSIA SEBAGAI PENJAGA CIPTAAN ALLAH
A. Hubungan Ekonomi dengan Ekologi

Hubungan antara ekonomi dan ekologi menjadi pusat


perhatian, sebab pada dasarnya masalah ekologi timbul sebagai
akibat serta menjadi korban dari kegiatan ekonomi (Sumartana
1994, 110). Kegiatan ekonomi yang menjadi tulang punggung
pembangunan sering dianakemaskan sebegitu rupa sehingga ia
menjadi terlalu manja dan kurang diawasi, kenakalan mereka
dibiarkan. Hubungan antara ekonomi dan ekologi kemudian
menampakkan wajah yang buruk.
Sebenarnya hubungan antara ekonomi dan ekologi bisa
dijabarkan dari pengertian etimologis yang justru bisa saling
membantu dan membina. Ekonomi berasal dari kata oikos dan
nomos. Oikos berarti ’rumah tangga‘ dan nomos berarti
’aturan, hukum.’ Ekonomi bisa diartikan sebagai upaya untuk
mengatur atau penatalayanan rumah tangga (housekeeping).
Sedang ekologi gabungan dari kata oikos dan logos. Oikos
berarti ’rumah tangga‘, logos berarti ‘perkataan, pemahaman
dan pengertian.’ Hubungan antara ekonomi dan ekologi
tergabung dalam pemahaman bahwa kita tidak bisa menata
masyarakat dan alam ini tanpa mengerti dan memeliharanya.
Dengan kata lain, maka usaha untuk melakukan housekeeping
harus dibarengi naturekeeping.
Fokus pembangunan Indonesia adalah pertumbuhan
ekonomi. Baru kemudian kita terkejut menyadari betapa
tingginya harga yang harus dibayar untuk itu: kelestarian
ekologi yang telah kita kurbankan demi pertumbuhan ekonomi.
Didorong oleh kesadaran ini lahirlah konsep
“Pembangunan Berwawasan Lingkungan,” “Amdal” (Analisis
dampak atas lingkungan), dan sebagainya. Belakangan ini,
untuk lebih menarik para investor asing ke Indonesia, ada
kecenderungan untuk mengendurkan masalah ekologi lagi.
Alasan yang paling banyak dikemukakan untuk
mengendurkan aturan- aturan mengenai lingkungan hidup
adalah ekonomi: demi pertumbuhan ekonomi, penanaman
modal asing, industrialisasi, menciptakan lapangan kerja,
persaingan global dan sebagainya. Alasan-alasan itu ada
benarnya. Namun demikian, harus dipertanyakan alasannya
yang paling dasar: apakah memang dapat dibenarkan bila kita
mengurbankan ekologi demi ekonomi?
Mengurbankan sesuatu hanya sah apabila: kita harus
melakukannya demi tujuan yang lebih luhur dan kita yakin
bahwa manfaatnya lebih besar daripada yang kita kurbankan.

MAKALAH |Agama Kristen Protestan 3


Tampak jelas bahwa di balik isu ekonomi dan ekologi,
sesungguhnya ada konflik-konflik kepentingan, konflik-konflik
kekuasaan, dan konflik-konflik nilai- nilai yang pelik. Betapa
sulitnya menentukan kebijakan yang secara seimbang sekaligus
menjamin baik lingkungan hidup, pertumbuhan ekonomi,
tersedianya lapangan kerja, maupun kesehatan manusia.
Di satu sisi, tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia
membutuhkan pertumbuhan ekonomi dan industri untuk
menciptakan lapangan kerja. Indonesia juga membutuhkan
teknologi pertanian yang baru untuk memproduksi bahan
pangan yang lebih banyak, bahkan teknologi tinggi untuk
mampu bertahan dalam persaingan global. Pada sisi lain, kita
mengetahui bahwa semua itu juga akan menguras habis sumber
daya alam kita, menciptakan polusi terhadap lingkungan hidup
kita, serta membahayakan kesehatan manusia, dan sebagainya.
Analisis biaya dan manfaat mengasumsikan bahwa
semuanya dapat dihitung dengan pasti. Di dalam beberapa
kasus, kalkulasi seperti itu memang mungkin. Misalnya, kita
dapat menghitung dengan hampir pasti berapa biaya yang harus
dikeluarkan untuk membersihkan air laut dari tumpahan minyak
mentah dari sebuah kapal tanker yang tenggelam. Dalam
banyak kasus yang lain, terutama apabila polusi itu melibatkan
kerugian bagi kesehatan manusia atau kematian, kerugian itu
tidak pernah dapat diukur dengan angka. Berapakah harga
sebuah kehidupan?
Masalah pokoknya adalah bagaimana memperkirakan
dan menghitung risiko. Penghitungan risiko merupakan
masalah karena ada begitu banyak teknologi mutakhir yang
tidak pernah dapat kita perkirakan risikonya dengan tepat, baik
bagi generasi sekarang maupun bagi generasi yang akan datang.
Ketika analisis biaya dan manfaat tidak mampu memberikan
petunjuk yang pasti mengenai bagaimana harus bertindak,
keputusan mengenai hal itu haruslah diserahkan kepada
masyarakat yang bersangkutan. Ini tentu saja benar! Namun
demikian, di dalam kenyataan, prinsip ini amat sulit diterapkan.
Orang akan dapat memberikan persetujuannya hanya apabila ia
sebelumnya mengetahui benar apa yang harus disetujuinya dan
apa saja risiko dari persetujuannya itu. Harus diingat bahwa
teknologi mutakhir itu sering begitu kompleksnya sehingga
masyarakat awam tidak mungkin menguasai seluk-beluk
persoalannya, apalagi risiko-risiko yang mungkin dapat
ditimbulkannya. Bahkan di kalangan para ahli pun,
ketidaksepakatan mengenai ini adalah sesuatu yang lazim. Bila
kita tidak mampu mengetahui, bagaimana kita harus mengambil
keputusan?

MAKALAH |Agama Kristen Protestan 4


Kita memerlukan pendekatan yang lain, yakni
pendekatan yang tidak sepenuhnya cuma bergantung pada
analisis biaya dan manfaat. Kehidupan, pada akhirnya, selalu
melampaui kalkulasi angka-angka. Dalam hal ini, yang kita
butuhkan adalah sebuah komitmen moral. Komitmen moral
yang menghormati kehidupan di atas segala-galanya, termasuk
melampaui keuntungan ekonomi.
Bukan bermaksud untuk mengatakan bahwa keuntungan
ekonomi itu tidak penting bagi kehidupan. Sebaliknya, ekonomi
adalah bagian kehidupan yang amat penting. Ekonomi
mempunyai fungsi yang amat vital bagi kehidupan, dan oleh
karena itu jangan kita meremehkannya. Yang hendak dikatakan
adalah ekonomi itu penting sepanjang menopang kehidupan.
Oleh sebab itu, persoalan kita bukanlah ekonomi atau
kehidupan, melainkan ekonomi untuk kehidupan
Walaupun bermanfaat, suatu tindakan tidak dapat
digantungkan sepenuhnya pada kalkulasi untung rugi. Ketika
biaya atau risiko tidak dapat dipastikan sebelumnya, kehidupan
harus ditempatkan di depan, menjadi pertimbangan kita satu-
satunya.Bagaimana menerjemahkan prinsip ini ke dalam
tindakan? Ada beberapa kemungkinan. Beberapa ahli
mengusulkan bahwa ketika risiko tidak mungkin diperkirakan
dengan pasti, jalan terbaik adalah memilih proyek-proyek yang
tidak mengandung risiko kerusakan yang tidak mungkin
diperbaiki. Sekalipun sebuah teknologi baru dapat diharapkan
memberikan manfaat yang maksimum, tetapi bila ia juga
mengandung risiko penghancuran yang fatal, proyek ini harus
mutlak kita tolak.
Bisnis memang bertujuan untuk mencari untung. Dan
harus diakui bahwa mencari untung tidak haram. Seorang
pengusaha bekerja untuk mencari untung. Tujuan hidup
(termasuk pengusaha) adalah mencari untung serupa dengan
analogi bahwa tujuan hidup adalah bernafas. Kita tidak bisa
hidup tanpa bernafas, tetapi agaknya sulit diterima kalau
dikatakan bahwa tujuan hidup “hanya” untuk bernafas. Di
samping itu, ada batasan moral mengenai keuntungan, sebab
jual beli manusia, jual beli obat terlarang, jual beli minuman
keras, jual beli pornografi, sekalipun mungkin amat
menguntungkan; jelasjelas bertentangan dengan moral
masyarakat. Termasuk di dalamnya menipu pajak,
memperkerjakan anak-anak, menindas buruh, memanipulasi
peraturan; semuanya bisa menguntungkan, akan tetapi bukan itu
bisnis yang bercorak etis.
Dalam kaitan dengan ekologi, ekonomi sering berjalan
sendiri. Ekonomi sering dikelola dengan naluri atau
dorongan ketamakan, ketidaksabaran, kerakusan, kebodohan

MAKALAH |Agama Kristen Protestan 5


dan kecerobohan. Kalangan bisnis sering menganggap bahwa
alam ini adalah suatu aset modal yang didapat dengan gratis. Di
pihak lain, tenaga manusia yang melimpah menyebabkan
sumber daya manusia itu dihargai seminimal mungkin, ditekan
serendah mungkin sebagai “faktor produksi.” Bisnis dijalankan
seolah-olah “tidak ada hari esok,” mengeruk dan
mengeruk keuntungan, seolah-olah manusia tidak mempunyai
anakanak yang harus tetap hidup. Bisnis dilakukan seolah-olah
perusahaan sedang mengalami likuidasi. Cara kita
mengeksploitasi alam dan sesama manusia, bagaikan menjelang
mengalami proses kebangkrutan, sehingga dilakukan
pengurasan habis-habisan terhadap sumber daya alam dan
sumber daya manusia.
Kebebasan dalam berbisnis, ternyata ada batas-batasnya.
Kebebasan itu berakhir ketika ia mengancam kehidupan orang
lain, dan sekarang ini dengan amat nyata ditambahkan aspek
baru yang sangat menonjol yaitu kelestarian lingkungan.
Hubungan antara ekonomi dan ekologi berkenaan dengan batas-
batas ini. Kebebasan kita berakhir ketika kebebasan itu sudah
mulai mengancam hak hidup orang lain. Menyangkut soal
lingkungan, lebih fundamental lagi, karena yang dipertaruhkan
bukan hanya kehidupan orang lain belaka, akan tetapi seluruh
umat manusia dalam seluruh sejarahnya.
Kita harus menolak pandangan bahwa bila diperlukan
kita harus mengurbankan ekologi demi ekonomi, seolah-olah
ekonomi itu lebih luhur daripada ekologi. Sebaliknyalah, dalam
mempertimbangkan situasi ekologis secara global sekarang ini,
kita harus mengatakan ekonomilah yang harus melestarikan
ekologi! Apabila kita mesti mengurbankan ekologi,
pengurbanan ini hanya dapat dibenarkan apabila itu benar-benar
diperlukan demi kehidupan itu sendiri. Kehidupan adalah
sesuatu yang lebih luhur ketimbang ekonomi ataupun ekologi.
Kehidupan itu lebih dari sekadar “ada” secara fisik. Yang kita
maksudkan dengan “kehidupan” adalah apa yang dijanjikan
oleh Yesus “hidup dalam segala kepenuhannya.” Dengan
demikian, jelaslah bahwa baik ekonomi maupun ekologi adalah
bagian-bagian yang penting dari kehidupan.

B. Manusia Dalam Alam

Sebetulnya alam bisa bersahabat dengan kita, kalau kita


juga mau bersahabat. Lebih baik kita bersahabat dengan alam
supaya hidup kita di tengah alam bukan menjadi sengsara
melainkan sejahtera. Bukankah lebih baik kita berdamai dengan
alam?

MAKALAH |Agama Kristen Protestan 6


Skala pencemaran lingkungan pada abad ke-21 ini
menjadi semakin besar. Pada masa lampau masalah lingkungan
itu nyata di kota-kota besar saja, misalnya dalam hal
pencemaran udara dan air. Jumlah perusahaan dan industri
memang masih sangat terbatas. Sementara dalam abad ke-21 ini
pengaruh pencemaran lingkungan memang meningkat dengan
sangat pesat dan bukan hanya terjadi di kota-kota besar saja.
Di samping itu, laju perkembangan produksi sintetis-
organis dari bahan- bahan kimia tidak dapat dibendung, dan
merupakan suatu hal yang baru. Semakin meningkatnya jumlah
kebutuhan produksi kimia ikut mendorong agar penanganan
atas masalah lingkungan dilakukan pada tingkat
internasional. Masalah lingkungan juga semakin rumit:
bukankah rumah kaca untuk pembibitan tanaman juga
mengandung berbagai macam bahan kimia yang dapat merusak
kesehatan, belum lagi robeknya lapisan ozon, hujan asam,
peracunan udara, air dan dasar bumi dan sebagainya. Penyebab
utama krisis ekologi adalah keserakahan manusia yang pernah
diungkapan sebagai mendapat laba ekonomis melalui rugi
ekologis. Mahatma Gandhi menyatakan, “Bumi ini mempunyai
cukup untuk memenuhi kebutuhan semua orang, namun tidak
cukup untuk memenuhi keserakahan semua orang.” Sumber-
sumber alam secara global cukup untuk memenuhi kebutuhan
dasar semua orang, apabila dimanfaatkan secara bijak dan
didistribusikan secara adil. Kecukupan bagi semua orang harus
didahulukan ketimbang kelimpahan bagi segelintir orang
(Darmaputera 1996, 128).
Perusakan lingkungan hidup mempunyai banyak sebab.
Polusi dari industri dan kendaraaan bermotor merupakan salah
satu sebab yang ditemukan di mana-mana. Ada juga sebab yang
berlaku khusus untuk suatu wilayah tertentu. Sampai sekarang
kita mendapat kesan bahwa persoalan spesifik bagi Indonesia di
bidang lingkungan hidup adalah penebangan hutan tropis
(dengan izin maupun liar) dan kebakaran hutan yang hampir
setiap musim kemarau terjadi di beberapa tempat. Tanah air kita
sebagai negara kepulauan dulu dianggap diganggu oleh
penebangan hutan bakau yang secara alamiah melindungi
keutuhan pantai di belakangnya. Kini kita menyadari bahwa ada
sebab lebih dahsyat lagi, yaitu pengerukan pasir laut yang
menghilangkan ratusan hektar tanah dari tujuh pulau kecil di
Kalimantan Timur dan merusak seluruh ekosistem di sekitarnya
sehingga para nelayan pun banyak dirugikan, karena
menangkap ikan menjadi semakin sulit (Bertens 2004, 213-
214). Sekaligus kita dengar bahwa cara merusak ini sudah
berlangsung lama dan tidak sebatas Kalimantan Timur saja. Di
Kepulauan Riau rupanya sebelumnya sudah terjadi hal yang

MAKALAH |Agama Kristen Protestan 7


sejenis. Tenggelamnya Pulau Nipah disebut sebagai contohnya.
Di daerah perbatasan ini akibat perusakan jelas lebih parah lagi
sebab selain pengaruh destruktif atas lingkungan hidup,
hilangnya pulau, timbulnya persoalan territorial. Sebuah pulau
berperanan pula sebagai titik pangkal penentuan batas RI
dengan negara-negara tetangga.
Sesuatu yang dipercayakan kepada kita tentu kita jaga
baik-baik. Merawat kehidupan tidak cukup hanya dengan
pengendalian polusi. Kita juga harus berbicara mengenai
konservasi. Memelihara kelestarian sesuatu itulah yang disebut
konservasi. Ancaman terbesar terhadap umat manusia bisa saja
pada akhirnya bukan perang nuklir, melainkan risiko yang
datangnya dari suatu masa damai, yakni perusakan sumber daya
alami bumi oleh kebodohan, kerancuan berpikir dan
keserakahan manusia. Konservasi merupakan tindakan
penyelamatan atau penjatahan sumber-sumber alam untuk
penggunaan yang kemudian. Oleh karenanya, konservasi
melihat ke depan: kebutuhan untuk membatasi konsumsi
sekarang agar kita mempunyai persediaan bagi hari esok, bagi
generasi-generasi yang akan datang.
Tentu saja benar untuk mengatakan bahwa kita tidak
memiliki kepastian apaapa mengenai generasi-generasi yang
akan datang. Namun demikian, tidak berarti kita lalu tidak
mempunyai kewajiban moral untuk bersikap adil terhadap
mereka. Tentu saja tidak adil bila kita secara berlebihan
mengurbankan generasi sekarang demi kepentingan generasi-
generasi yang akan datang. Sama tidak adilnya apabila generasi
sekarang tidak meninggalkan apa pun bagi generasi- generasi
mendatang. Kita mempunyai kewajiban moral untuk
mewariskan kepada generasi yang akan datang suatu kondisi
kehidupan yang lebih baik daripada kondisi sewaktu kita
menerimanya dahulu dari generasi yang sebelum kita. Sudah
waktunya kita menyadari tanggung jawab kita terhadap
generasi-generasi yang akan datang. Setiap orang tua yang baik
berusaha untuk menjaga rumah, perabot, dan tanah yang
dimiliki sebagai warisan bagi anak cucu mereka. Sikap ini harus
menjadi sikap umum manusia terhadap generasi-generasi yang
akan datang. Kita dibebani kewajiban berat untuk mewariskan
ekosistem bumi ini dalam keadaan baik dan utuh kepada anak,
cucu, dan cicit kita.
Kita harus berusaha berpikir dan bertindak ekologis.
Kita bertobat dari segala tindakan yang bersifat menghambur-
hamburkan sumber daya alam, mencemarkan dan merusak
tanpa alasan. Kita sadar bahwa bagi manusia lebih mudah
menaklukkan bumi daripada menaklukkan dirinya sendiri. Allah
memberi alam kepada manusia dan memberi manusia kepada

MAKALAH |Agama Kristen Protestan 8


alam. Dari satu segi, hasil bumi diberikan kepada manusia
sebagai makanan dan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan yang
lain (Kej. 1:29). Dari segi yang lain, manusia diberi tugas untuk
berkuasa di bumi dan memelihara bumi (Kej. 2:15) sesuai
dengan kehendak Tuhan. Hubungan ini berfaedah bagi manusia
dan juga bagi alam.
Tugas pertama adalah manusia diberi tugas untuk
menggunakan alam dan berkuasa atas alam. Waktu Allah
menciptakan manusia, Ia berkata kepada mereka, “Penuhilah
bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut
dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang
merayap di bumi” (Kej.1:28). Manusia diberi tugas untuk
membimbing dan menjinakkan alam.
Pandangan Alkitab ini sering dikritik oleh orang-orang
yang merasa bahwa pandangan ini menyebabkan manusia
merusak dan kurang menghargai alam. Perlu diingat bahwa
perintah untuk menaklukkan dunia diberikan kepada manusia
sebagai wakil Allah. Manusia diletakkan dalam dunia sebagai
sarana pemerintahan Allah. Manusia dimaksudkan untuk
berkuasa sesuai dengan kehendak Allah, bukan dengan
sewenang-wenang. Dia bertanggung jawab untuk menggunakan
alam bukan dengan mengutamakan dirinya sendiri tetapi dalam
pelayanan kepada sesamanya dan penghargaan kepada alam.
Tugas kedua ialah memelihara alam. Manusia harus
menjaga alam sehingga tidak rusak. Menurut Alkitab alam
tanpa pemeliharaan manusia tidak lengkap. Manusia dibutuhkan
untuk mengatur alam bukan demi keuntungan manusia saja
tetapi juga demi kebaikan alam. Manusia bertanggung jawab
untuk memelihara alam sebagai karunia dari Allah, yang juga
mencintai alam itu.
Tugas manusia untuk menggunakan alam dan berkuasa
di atas alam perlu dipisahkan dari tugasnya untuk memelihara
alam. Di negara-negara industri tugas menaklukkan alam sering
diutamakan dengan mengabaikan tugas menjaga, merawat, dan
mengagumi alam. Sebagai akibat teknologi dan industri,
penaklukan alam sering disertai sikap yang terlalu keras dan
eksploitatif terhadap alam. Manusia modern sering kehilangan
sikap yang lembut dan ramah terhadap alam. Ia menggunakan
alam tetapi kurang menyayangi alam.
Tugas manusia dalam dunia diberikan oleh Allah, dan ia
bertanggung jawab kepada Allah atas pelaksanaan tugas itu.
Prinsip utama yang mendasari pandangan orang Kristen tentang
lingkungan ialah bahwa dunia adalah milik Tuhan. Ia yang
menciptakan dan memelihara dunia juga memiliki alam dan
mempunyai kewibawaan tertinggi atasnya. “Tuhanlah yang
empunya bumi serta segala isinya dan dunia serta yang diam di

MAKALAH |Agama Kristen Protestan 9


dalamnya. Sebab Dialah yang mendasarkannya di atas lautan
dan menegakkannya di atas sungai-sungai” (Mzm. 24:1-2).
Manusia tidak mempunyai hak milik yang mutlak atas bumi. Ia
hanya menjadi pengurus atau manajer. Bumi dipercayakan
kepada manusia untuk diolah dan diurusnya.
Pandangan agama Kristen tentang alam atau lingkungan adalah:

1. Dunia (alam) adalah ciptaan Allah. Allah menciptakan dunia ini


dari tidak ada (ex nihilo), tetapi alam semesta memiliki satu
permulaan (Kej. 1:1)

2. Dunia (alam) ini adalah milik Allah. Tuhanlah yang empunya


bumi dan segala isinya (Mzm. 24:1). Allah menjadikan bumi,
dan Dia memilikinya. Allah adalah pemilik taman, dan manusia
adalah penjaganya. Tuhan berkata kepada Ayub, “Apa yang ada
di seluruh kolong langit, adaah kepunyaan-Ku” (Ayb. 41:2).
Allah menyatakan “sebab punya-Kulah dunia dan segala isinya’
(Mzm. 50:10, 12).

3. Dunia (alam) adalah satu refleksi dari Allah. Ciptaan


merefleksikan kemuliaan Penciptanya. Alam merupakan
refleksi dari Allah. Allah dimana-mana nyata; Dia ada di dalam
terang dan kegelapan, di daratan dan di lautan, di ketinggian
dan di kedalaman (Mzm. 139:7-12; bdk Roma 1:20).

4. Alam ditopang dan diselenggarakan oleh Allah. Allah tidak


hanya menciptakan dunia tetapi Allah juga menopangnya dan
menyelenggarakannya (Ibr. 1:3; Kol. 1:7; Mzm. 104:10-14)

5. Alam berada di bawah kovenan Allah. Setelah peristiwa air bah,


Allah membuat satu perjanjian dengan semua makhluk yan
ghidup (Kej. 9:12). Allah sebagai pemilik segala yang hidup
telah membuat satu perjanjian dengan umat manuusia untuk
tidak lagi menghancurkan mereka dengan air bah.

6. Manusia adalah penjaga alam. Allah adalah Pencipta dan pemilik


bumi, sedangkan manusia adalah pemeliharanya (Kej. 1:28 bdk.
Kej. 2:15).
Pandangan agama Kristen terhadap lingkungan seperti
yang diungkapkan di atas sekaligus merupakan sanggahan
terhadap tuduhan terhadap agama Kristen bahwa kerusakan
alam akibat perintah Allah untuk menaklukkan dan menguasai
bumi

MAKALAH |Agama Kristen Protestan 10


C. Pandangan Alkitab Mengenai Keutuhan Ciptaan

Memang ada dua pilihan. Pertama, kita mencemari dan


merusak bumi. Kedua, kita menyayangi dan memelihara bumi.
Kita boleh memilih. Pilihannya terpulang pada kita. Seorang
sejarawan Amerika Serikat yang bernama Lynn White, Jr.
pernah mengajukan pertanyaan berikut ini (Singgih 1993, 245).
Apakah ada kesalahan yang dibuat di dalam sistem ajaran
Kristen mengenai manusia dan dunia sehingga menyebabkan
terangsangnya orang Kristen di masa lalu untuk
mengeksploitasi dunia ini sehabis-habisnya “demi nama
Tuhan?” Ia menjawab sendiri pertanyaan tersebut secara positif
“ya.”
Menurut dia kesalahan itu terdapat dalam doktrin
penciptaan di dunia Kristen Barat yang membedakan tajam
sekali di antara manusia sebagai gambar Allah (imago Dei) dan
dunia sebagai ciptaan yang bukan gambar Allah. Penghayatan
terhadap doktrin ini menghasilkan rasa superioritas dan
transenden dari manusia terhadap alam yang sedemikian rupa,
sehingga manusia dilihat sebagai penguasa alam, sedangkan
alam hanya menjadi objek untuk kepentingan manusia. Apa
yang dikatakan White menimbulkan kegemparan di kalangan
orang Kristen. Kegemparan tersebut dapat dimengerti sebab
orang mempertanyakan suatu doktrin atau interpretasi suatu
doktrin keagamaan, yang biasanya oleh kalangan penganut
agama tersebut tidak dipermasalahkan sama sekali. Biasanya
doktrin dianggap “tidak bisa salah.”
John Macquarrie dan James Barr berusaha membuktikan
bahwa tuduhan mengenai Alkitab sebagai pokok gara-gara yang
menyebabkan kerusakan alam bukan merupakan tuduhan yang
kuat, sekaligus kedua orang ini bersedia mengakui bahwa dalam
perkembangan sejarah ada penafsiran tertentu terhadap manusia
sebagai penguasa yang eksploitatif, dan bahwa gambaran ini
tidak cocok dengan apa yang terdapat dalam teks Alkitab itu.
Penafsiran ini sama sekali tidak sesuai dengan teks Alkitab.
Manusia diakui sebagai yang utama, sebagai penguasa, tetapi
pengakuan ini oleh penafsir tertentu di kemudian hari diberi
penekanan berlebih-lebihan, sehingga akhirnya “menguasai”
berarti “mengeksploitasi.”
Menurut Macquarrie ada hubungan organik antara Allah
dan dunia. Macquarrie memulai uraiannya dengan mencatat
kecenderungan para teolog modern untuk mengusut asal-usul
ilmu pengetahuan dan teknologi dari Alkitab dan dari doktrin
Kristen mengenai penciptaan. Kalau alam dilihat sebagai
ciptaan, alam yang tadinya dianggap ilahi dapat dilihat secara

MAKALAH |Agama Kristen Protestan 11


objektif sebagai alam semata-mata. Dengan demikian, alam
dapat dipelajari dan dimanfaatkan untuk kepentingan manusia.
Pada waktu mereka merumuskan pandangan ini, dunia
berada dalam dekade 60-an. Orang sedang jenuh terhadap
tekanan pada keselamatan di dalam sejarah dan mulai kembali
memerhatikan pokok penciptaan. Belum ada kritik terhadap
teknologi. Bahkan teknologi dihargai tinggi sekali. Kalau
teknologi yang mulia ini dapat diusut sebagai berasal dari
penghayatan iman Kristen atau bahkan dari penghayatan iman
di Alkitab, agama Kristen dapat dihargai tinggi pula oleh dunia.
Tanpa diduga sebelumnya, segera timbul reaksi keras
terhadap kecenderungan teologis ini. Teknologi tiba-tiba
menjadi bulan-bulanan, dianggap sebagai sumber pelbagai
kesulitan dan kerugian manusia, misalnya kerusakan serius
pada lingkungan hidup dan hancurnya hidup
kebersamaan dalam masyarakat akibat perkembangan
individualisme yang diakibatkan oleh penerapan teknologi.
Ironisnya, reaksi yang muncul itu tetap mempertahankan bahwa
teknologi berasal dari Alkitab dan doktrin penciptaan. Hanya
saja kalau pandangan sebelumnya menilainya amat positif,
kecenderungan baru ini menilainya amat negatif. Kalau iptek
menghasilkan begitu banyak kerugian, pasti ada yang salah
pada sumbernya. Kecenderungan baru ini menganjurkan
penggantian tekanan dalam hubungan antara Allah, manusia
dan dunia. Hubungan ini harus dirumuskan ulang.
Masalah-masalah yang merupakan dampak penerapan
teknologi tidak dapat diselesaikan dengan hanya menciptakan
teknologi yang lebih baik, melainkan dengan menyediakan
suatu struktur pemikiran yang dapat menjadi landasan bertolak
bagi tingkah laku manusia. Di sinilah menurut Macquarrie
seorang teolog dapat berperan di dalam krisis ekologi.
Bagaimana bentuknya sumbangan itu? Yang harus dilakukan
ialah meninjau kembali tradisi Kristen dan memeriksa mana
tahap-tahap perkembangan tradisi itu yang telah terjadi distorsi
karena tekanan yang terlampau dilebih-lebihkan, dan
menanyakan apakah di dalam tradisi ini tidak ada sumber-
sumber yang laten, yang dapat menjawab kebutuhan masa kini.
Tindakan selanjutnya adalah mengoreksi tekanan yang berlebih-
lebihan ini dan mempromosikan apa yang tadinya laten.
Macquarrie mengajak untuk melihat ke penciptaan di dalam
Alkitab. Bahwa konsep penciptaan akan melahirkan teknologi
tidak dapat dibuktikan jika ditinjau dari Alkitab. Orang Ibrani
tidak menelurkan teknologi. Mesir dan Mesopotamia lah yang
menjadi pelopor teknologi. Orang Kristen mula-mula juga tidak
melahirkan teknologi meskipun mengambil alih doktrin
penciptaan dari Perjanjian Lama. Hal itu malah terjadi di

MAKALAH |Agama Kristen Protestan 12


Yunani. Ini berarti bahwa hubungan antara doktrin penciptaan
dengan teknologi baru terjadi sebagai perkembangan kemudian,
di dalam kebudayaan Eropa Barat.
Ada kecenderungan untuk melihat hubungan antara
Allah – manusia – dunia sebagai hubungan penguasaan. Model
ini disebut model monarkhis. Model ini dominan, ditekankan
secara berlebih-lebihan. Menurut model monarkhis Allah tanpa
dunia = Allah. Sebaliknya dunia tanpa Allah = nol. Kita bisa
setuju bahwa dunia tanpa Allah = nol, namun kita tidak bisa
setuju bahwa Allah tanpa dunia = Allah. Tanpa
dunia/bumi/ciptaan, Allah tidak bermakna apa-apa. Allah
berada dalam hubungan dengan bumi sejak semula. Hakikat
Allah adalah bahwa Ia pencipta. Tanpa hakikat-Nya sebagai
Pencipta, Ia bukan Allah.
Macquarrie menyatakan bahwa ada model lain yang
laten, yakni model organis. Model organis inilah yang perlu
dipromosikan. Menurut model organis, dunia ini berhubungan
secara organis dengan Tuhan. Bahkan Tuhan berada di dalam
dunia ini. Macquarrie tidak menganjurkan panteisme yang
berpandangan Allah = Dunia, tetapi model organis menuntut
agar paling tidak Tuhan dilihat secara integral, sebagai yang
transenden sekaligus yang imanen.
Selama ini apologetika Kristen mencoba membela dan
mempertahankan doktrin penciptaan dari tuduhan sebagai
sumber penyebab kerusakan ekologi dengan menunjuk pada
konsep penatalayanan (stewardship). Bagi Macquarrie hal ini
belum memuaskan sebab penatalayanan masih menganggap
bahwa dunia ini milik manusia, jadi berarti manusia masih lebih
tinggi daripada alam, masih tetap penguasa alam. Padahal
model organis menaikkan derajat alam dan menurunkan derajat
manusia, sehingga hasil akhir adalah suatu keseimbangan.
Manusia dan alam, kedua-duanya bersumberkan Tuhan.
Menurut James Barr perlu ada penafsiran baru terhadap
pemahaman manusia mengenai “gambar Allah.” Barr sadar
bahwa terdapat tuduhan-tuduhan serius yang melemparkan
tanggung jawab kerusakan ekologis masa kini ke atas Perjanjian
Lama. Kerusakan ini disebabkan oleh teknologi, yang
dilahirkan oleh ilmu pengetahuan, sedangkan pada gilirannya
ilmu pengetahuan lahir dari sikap religius Yahudi-Kristen
terhadap alam. Sikap ini adalah menganggap alam sebagai
objek yang harus dikuasai dan dilumpuhkan oleh manusia.
Sama seperti Macquarrie, ia mencatat bahwa para teolog pada
umumnya menganggap hubungan IPTEK dengan Alkitab
sebagai sesuatu yang positif, sedangkan para sejarawan
menilainya sebagai sesuatu yang negatif. Barr mengusulkan
untuk melihat kembali ke dalam Kitab Kejadian secara khusus

MAKALAH |Agama Kristen Protestan 13


dan Perjanjian Lama secara umum, agar dapat dipastikan
apakah hubungan di antara keduanya ini betul merupakan hasil
penafsiran yang tepat dan apakah dalam sejarah memang ada
hubungan antara Alkitab dan IPTEK.
Oleh karena White mengkritik doktrin Kristen dengan
bertitik tolak dari pokok yang disetujui juga oleh para teolog,
yakni hubungan di antara Alkitab dan IPTEK, menurut Barr kita
harus meninggalkan pokok ini. Sebab kritik terhadap suatu
pokok dari titik tolak yang sama biasanya sulit ditangkis. Untuk
melakukan hal ini kita tidak perlu memutuskan hubungan antara
konsep penciptaan dan IPTEK. Pandangan hidup Kristen bisa
memengaruhi perkembangan IPTEK. Kenyataan berbicara
bahwa IPTEK mengalami perkembangannya di dunia Barat
yang berlatar belakang Kristen. Agak berlebih-lebihan kalau
kita merumuskan bahwa konsep penciptaan mengakibatkan
lahirnya IPTEK.
Barr meninjau masalah istilah “gambar Allah” yang
terdapat di dalam Kejadian 1:26-28. Kecenderungan umum
adalah melihat di dalam istilah ini ada dominasi atas alam.
Karena Tuhan memerintahkan segala sesuatu, demikian juga
manusia sebagai gambar Allah memerintahkan ciptaan lain.
Gambar Allah memperlihatkan relasi yang bersifat analogikal.
Menurut Barr, tafsiran seperti ini tidak tepat. Istilah gambar
Allah sebenarnya mau memberi jalan keluar bagi permasalahan
di Israel, sampai seberapa jauh kemiripan manusia dengan
Allah. Memang ada hubungan antara gambar Allah dan
penguasaan alam, tetapi bukan dalam arti bahwa gambar itu
semata-mata terdiri dari penguasaan. Relasinya lebih bersifat
konsekuential: oleh karena manusia adalah gambar Allah,
biarlah ia berkuasa.
Berbicara mengenai penguasaan, tekanan umumnya
diletakkan pada kekuatan manusia dan kegiatan-kegiatannya
yang eksploitatif. Jadi kata rada, ‘berkuasa’ ditarik sampai ke
etimologinya yang memang melukiskan proses penginjak-
injakkan buah anggur untuk dijadikan minuman. Demikian pula
kata kabasy, ’menaklukkan’ diartikan sebagai “menindas.”
Sebenarnya konteks tidak menunjuk makna yang sekeras itu.
Dalam Kejadian 1, manusia adalah vegetarian. Baru sesudah
Air Bah, manusia boleh makan daging (Kej. 9). Jadi di dalam
Kejadian 1 penguasaan terhadap alam tidak mengandung unsur
kekuatan yang mengorbankan binatang dan bagian dunia yang
lain. Rada lebih baik diartikan sebagai
’menaungi,’’mengayomi.’ Kabasy menurut etimologinya
memang berarti menginjak-injak, menindas. Konteksnya di sini
berhubungan dengan bumi, “penuhilah bumi dengan anak
cucumu dan taklukanlah itu.” Apakah mengusahakan

MAKALAH |Agama Kristen Protestan 14


bumi/tanah dapat dianggap sebagai eksploitasi? Dapat saja
ditafsirkan seperti itu jika menuruti tafsiran yang dominan,
tetapi tidak mesti begitu. Salah satu prinsip penafsiran Alkitab
yang elementer adalah bahwa arti kata-kata tidak boleh semata-
mata ditetapkan berdasarkan etimologinya saja, melainkan juga
berdasarkan caranya kata-kata itu dipakai dalam konteksnya.
Jadi, kalau kita mau menjawab tuduhan White, di masa
depan pemahaman terhadap kata-kata rada dan kabasy haruslah
melepaskan tekanan yang berlebih- lebihan pada nada keras dan
kuat yang eksploitatif. Kalau pada mulanya kedua kata ini tidak
eksploitatif, sebenarnya teks Kejadian 1:26-28 tidak dapat
dijadikan bulan-bulanan sebagai penyebab kerusakan terhadap
alam. Kisah-kisah penciptaan Perjanjian Lama tidak
memperlihatkan perhatian teknologis dan metode-metodenya.
Jika ada uraian mengenai hal itu, seperti misalnya dalam kisah
Kain dan Habel serta keturunan Kain, bagian itu diinspirasikan
oleh cerita- cerita kuno di luar Israel yang memang gemar pada
teknologi. Menurut Barr tradisi Yahudi-Kristen tidak langsung
berhubungan dengan teknologi, dan karena itu terlebih-lebih
lagi tidak bersangkut paut dengan kerusakan ekologi. Barr tidak
mengungkapkan hal ini untuk melepaskan diri dari tanggung
jawab, tetapi sebagai bagian dari tanggung jawab akademis
untuk mengungkapkan kebenaran ilmiah. Kalau begitu siapa
yang bertanggung jawab atas kerusakan ekologis? Menurut
Barr, eksploitasi habis-habisan terhadapalam dilakukan di
dalam alam humanisme liberal yang berpandangan manusia
tidak lagi menganggap diri sebagai berada di bawah naungan
sang Pencipta.
Pertama kita menekankan bahwa ciptaan itu baik
adanya. Kita bertanggung jawab untuk mengontrol dan
membatasi pelbagai usaha kita untuk mengelola
danmemanfaatkan alam ini, sehingga kebaikan alam ciptaan
tetap terjaga. Kedua, kisah penciptaan di dalam Kitab Kejadian
mengungkapkan dunia ini sebagai dunia yang teratur. Alam
dibagi-bagi atas fungsi dan jenis. Prinsip- prinsip IPTEK tidak
berasal dari Kitab Kejadian, tetapi apa yang kita lihat di dalam
Kitab Kejadian mempunyai keparalelan dengan apa yang kita
lihat di bidang IPTEK. Ketiga, kerangka Kejadian 1
menunjukkan tempat manusia. Manusia adalah manusia apabila
ia berada pada tempatnya di dalam alam. Tempatnya adalah
tempat yang utama, tetapi sebagai pemelihara alam. Keempat,
kita melihat bahwa Israel melakukan alih teknologi dari luar
Israel. Orang Israel tidak mengklaim teknologi sebagai “anak”
mereka. Mereka bisa hidup dengan “orang lain.” Bukankah ini
contoh yang baik bagi kita yang memiliki tradisi penciptaan

MAKALAH |Agama Kristen Protestan 15


Yahudi-Kristen untuk hidup berdampingan dengan dunia
IPTEK tanpa mengklaimnya sebagai “anak?”
Bumi ini milik Allah sekaligus milik manusia. Bumi
adalah milik Allah sebab Ia yang menciptakannya, milik kita
sebab Ia telah memberikannya kepada kita (lih. Mzm.
115:16). Jelas Allah bukan memberikannya kepada kita
sedemikian tuntas sehingga Ia sama sekali tak punya hak dan
tak punya kontrol lagi atasnya, melainkan memberikannya
kepada kita supaya kita menguasainya atas nama Dia. Itulah
sebabnya penguasaan kita atas bumi ini adalah berdasarkan hak
pakai, bukan berdasarkan hak milik. Kita hanya penggarap saja,
Allah sendiri tetap “Tuan tanahnya,” Tuan atas semua tanah.

D. Sikap Manusia Terhadap Alam Berdasarkan Pandangan


Alkitab

Sejak Allah menciptakan dunia. Kehidupan menjadi


bagian setiap ciptaan yang terus dijalani. Matahari menerangi
bumi, bintang-bintang bersinar, manusia bernapas keluarga
adalah contoh-contoh interaksi antar ciptaan. Secaram
mendasar, dalam kepercayaan Iman kristiani. Realitas
kehidupan manusia dipahami sebagai “Teologi Ciptaan”.
Teologi ciptaan menekankan karya Allah yang memberikan
hidup kepada seluruh ciptaan (Mazmur 104). Dalam hal ini,
manusia dilihat sebagai bagian integral dari alam bersama
tumbuh-tumbuhan, hewan, dan ciptaan lainnya.
Menjadi kristen, berarti menjadi bagian dari karya Allah
untuk menata kehidupan yang harmonis. Keikutsertakan dalam
melestarikan alam, bukan lagi harus dilakukan sebagai bentuk
formalitas taat negara, atau ikut-ikutan masyrakat sekitar. Tetapi
dilaksanakan sebabagi bentuk kesadaran dan tanggungjawab
umat Kristen sebagai umat ciptaan Allah. Bisa dimulai dari
menyadarkan diri sendiri, berlanjut ke lingkungan sekitar dan
lalu masyarakat luas. Semua itu tentu saja, diperbuat untuk
memuliakan Sang Pencipta.
Pada prinsipnya setiap kita sudah diberikan apa yang
kita inginkan. Segala sesuatu sudah ada dan kita hanya bisa
untuk menggunakannya. Tuhan telah memberikan itu semua
kepada kita supaya kita bisa menggunakan dengan penuh
tanggung jawab dan kewajiban kita adalah menjaganya. Dalam
hubungannya dengan ekologis, saya berpikir bahwa alam ini
sudah diberikan kepada manusia secara cuma-cuma, semuanya
seolah-olah menjadi milik kita manusia. Oleh karena itu sudah
selayaknya kita menjaga dan melestarikannya sebagai wujud
dari tanggung jawab kita atas alam ciptaan. Tanggung jawab
manusia terhadap alam dapat dikatakan juga sebagai bentuk

MAKALAH |Agama Kristen Protestan 16


wujud solidaritas manusia terhadap kosmis, manusia di dorong
untuk mengambil sebuah kebijakan yang pro terhadap alam, pro
terhadap lingkungan, dengan demikian manusia menentang
setiap tindakan yang menyakiti binatang tertentu atau
memusnahkan species tertentu.
Seorang yang mempunyai Kristus tinggal di hatinya tidak
akan berlaku kasar sekalipun kepada ternaknya, karena mereka
itu adalah makhluk ciptaan Tuhan. Seorang yang memiliki
pengaruh kasih karunia Allah yang menghaluskan dan
melembutkan di hatinya tidak akan memukul, menyakiti, atau
menyepak ternaknya dengan cara yang tidak mempunyai rasa
kasihan. Dia akan ingat bahwa malaikat-malaikat Tuhan
menuntut tanggungjawab atas kata-katanya yang keras dan
kasar serta tindakannya yang kejam. Surga tidak akan pernah
dihuni dengan orang-orang yang bertabiat seperti itu” (Ellen G.
White, Manuscript Releases, jld. 21, hlm. 331).
Apa hubungannya menjadi penyayang binatang dengan
vegetarisme? Sebagian orang yang berpandangan ekstrem telah
mengaitkan pola makan tanpa daging sebagai bukti nyata dari
sikap menyayangi binatang. Bahkan, seorang pendukung
vegetarisme dalam forum di situs veggieboards menuding
bahwa orang yang mengaku penyayang binatang tapi masih
makan daging adalah munafik. Namun, tentu saja kita tidak bisa
menjadi terlalu naif dalam hal ini. Menjadi penyayang binatang
adalah masalah kesadaran moral, pilihan untuk menjadi
vegetaris adalah soal pertimbangan kesehatan. Seorang non-
vegetaris bisa saja adalah seorang yang peduli tentang dunia
satwa, sementara seorang vegetaris yang ketat mungkin saja
adalah seorang yang tidak suka binatang. Pandangan manusia
terhadap hewan di alam bebas dengan daging hewan di atas
meja makan tentu berbeda sekali.

Membangun Hubungan Baru Manusia-Alam


Dengan kata lain, hubungan manusia dengan Allah yang
baik harus tercermin dalam hubungan yang baik antara manusia
dengan alam. Persekutuan dengan Allah harus tercermin dalam
persekutuan dengan alam. Hubungan yang baik dengan alam,
sekaligus mengarahkan manusia pada penyempurnaan ciptaan
dalam "langit dan bumi yang baru" (Why. 21:1-5) yang menjadi
tujuan akhir dari karya penebusan Allah melalui Tuhan Yesus
Kristus. Dalam langit dan bumi yang baru itulah Firdaus yang
hilang akan dipulihkan.

MAKALAH |Agama Kristen Protestan 17


Gereja adalah persekutuan orang percaya. Gereja juga
adalah organisasi yang bertanggung jawab terhadap kerusakan
lingkungan. Hal ini dikemukan oleh John FoEh bahwa Gereja
pada hakekatnya harus mengantar umatnya untuk berdamai
dengan alam dan lingkungannya untuk menjamin ekosistemnya
agar berada dalam kesimbangan sebagaimana awal penciptaan
terjadi. Hubungan baru Manusia dengan alam tercipta melalui
hal-hal berikut:

1. Solider dengan Alam


Karena manusia dengan alam adalah sesama ciptaan yang
telah dipulihkan hubungannya oleh Tuhan Yesus Kristus, maka
manusia, khususnya manusia baru dalam Kristus (2 Kor. 5:7),
seharusnya membangun hubungan solider dengan alam.
Dari segi teologi penciptaan manusia dengan alam mempunyai
hubungan yang sangat erat. Itulah sebabnya manusia harus
memperlakukan alam sebagai sesama ciptaan Allah, sekalipun
manusia diberikan wewenang menaklukkan alam.
Hubungan solider berarti alam mestinya diperlakukan
dengan penuh belas kasihan. Manusia harus merasakan
penderitaan alam sebagai penderitaannya dan kerusakan alam
sebagai kerusakannya juga. Seluruh makhluk dan lingkungan
sekitar tidak diperlakukan semena-mena, tidak dirusak, tidak
dicemari dan semua isinya tidak dibiarkan musnah atau punah.
Manusia tidak boleh bersikap kejam terhadap alam, khususnya
terhadap sesama makhluk. Dengan cara itu, manusia dan alam
secara bersama (kooperatif) menjaga dan memelihara ekosistem
Implementasi dari solidaritas tersebut antara lain
diwujudkan dalam bentuk berdisiplin dalam membuang sampah
atau limbah baik individu, rumah tangga, kantor maupun
industri agar tidak mencemari lingkungan dan merusak
ekosistem. Pencemaran atau polusi mestinya dicegah,
diminimalisir, dan dihapuskan supaya alam tidak sakit atau
rusak.
Sikap solider dengan alam dapat pula ditunjukkan
dengan sikap hormat dan menghargai (respek) alam. Tidak
berarti alam disembah, tetapi alam dihargai sebagai ciptaan
yang dikaruniakan Tuhan untuk memenuhi kebutuhan manusia,
sekaligus yang menjadi cerminan kemuliaan Allah. Menghargai
alam berarti menghargai Sang Pencipta dan Sang Penebus.

MAKALAH |Agama Kristen Protestan 18


Contoh konkret misalnya tidak membabat hutan
sembarangan sebab membabat hutan dapat memusnahkan aneka
ragam spesies dalam hutan. Contoh lain, tidak menangkap ikan
dengan menggunakan bahan peledak atau bahan pemusnah
lainnya. Sebaliknya, usaha menghargai dapat dilakukan melalui
usaha-usaha kreatif mendukung dan melindungi kehidupan
seluruh makhluk dan lingkungan hidup. Misalnya dengan tidak
hanya penghijauan, pembudidayaan, tetapi juga usaha
pemulihan dengan membersihkan lingkungan yang terlanjur
rusak. Intinya, sikap solidaritas dengan alam dapat ditunjukkan
dengan pola hidup berdisiplin dalam menjaga dan memelihara
keseimbangan ekosistem secara konstan.

2. Melayani dengan Penuh Tanggun Jawab


Alam adalah titipan dari Allah untuk dimanfaatkan, dipakai
atau digunakan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya, tetapi sekaligus adalah rumahnya. Maka sumber-
sumber alam diberikan kepada manusia tidak untuk diboroskan.
Manusia harus menggunakan dan memanfaatkan sumber-
sumber alam itu secara bertanggung jawab. Maka pemanfaatan
atau penggunaan sumber-sumber alam haruslah dilihat sebagai
bagian dari pelayanan. Alam digunakan dengan memperhatikan
keseimbangan antara kebutuhan manusia dengan kebutuhan
lingkungan, yaitu menjaga ekosistem. Tetapi alam juga
digunakan dengan memperhatikan kebutuhan sesama, termasuk
generasi yang akan datang.
Kata "mengusahakan" dalam Kejadian 2:15, digunakan
istilah Ibrani Hd"Þb.['l. "leovdah" (Kata Kerja Qal Infinitif
Constructus Feminim Orang Ketiga Tunggal, dari Kata Dasar
db[), yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris “to work’ berarti
bekerja, melayani, yang sama maknanya dengan kata ibadah
dan mengabdi. Maka manusia sebagai citra Allah seharusnya
memanfaatkan alam sebagai bagian dari ibadah dan
pengabdiannya kepada Allah. Dengan kata lain, penguasaan
atas alam seharusnya dijalankan secara bertanggung jawab yaitu
memanfaatkan sambil menjaga dan memelihara. Ibadah yang
sejati adalah melakukan apa saja yang merupakan kehendak
Allah dalam hidup manusia, termasuk hal “mengusahakan” db'[;
(avod) dan “memelihara” rm;;;v; ("samar") lingkungan hidup
yang dipercayakan kekuasaan dan kepemimpinannya pada
manusia.
Memanfaatkan alam adalah bagian dari
pertanggungjawaban talenta yang diberikan dan dipercayakan
oleh Tuhan kepada manusia (Mat. 25:14-30). Allah telah

MAKALAH |Agama Kristen Protestan 19


mempercayakan alam ini untuk dimanfaatkan dan dipakai,
untuk dilipatgandakan hasilnya, untuk disuburkan, dan dijaga
agar tetap sehat sehingga produknya tetap optimal.
Oleh karena itu, alam mesti dipelihara dan keuntungan
yang didapat dari alam sebagian dikembalikan sebagai deposit
terhadap alam. Tetapi juga dipergunakan secara adil dengan
semua orang. Ketidakadilan dalam memanfaatkan sumber-
sumber alam adalah juga salah satu penyebab rusaknya alam.
Sebab mereka yang merasa kurang akan mengambil
kebutuhannnya dari alam dengan cara yang sering kurang
memperhatikan kelestarian alam, misalnya dengan membakar
hutan, mengebom bunga karang untuk ikan, dan sebagainya.
Sebaliknya, mereka yang tergoda akan kekayaan melakukan
pengurasan sumber alam tanpa batas.
Panggilan untuk memanfaatkan sumber-sumber alam
sebagai pelayanan dan pertanggungjawaban talenta akan
mendorong orang Kristen untuk melestarikan sumber-sumber
alam, sekaligus melakukan keadilan terhadap sesama. Hal ini
menjadi jelas ketika manusia dilihat sebagai sorang penatalayan
(pengurus) karena manusia mengurus hal-hal yang baik untuk
sesama.
Contoh konkret: manusia hemat dalam menggunakan
sumber-sumber alam (bahan bakar fosil, hutan, mineral, dan
sebagainya) agar tetap mencukupi kebutuhan manusia dan
makhluk hidup lain secara berkesinambungan. Penghematan ini
tidak hanya berarti penggunaan seminimal mungkin sumber-
sumber alam seperti air, energi, kayu, dan sebagainya sesuai
kebutuhan, tetapi mencakup pula pola hidup mengurangi,
menggunakan ulang, mendaur ulang, dan mengganti sumber-
sumber alam yang dipergunakan setiap hari.
Dunia modern yang sangat praktis mengajarkan sikap
memakai lalu membuang. Sayangnya, yang sering dibuang itu
adalah yang semestinya masih berguna kalau didaur. Tidak
jarang pula yang dibuang itu sekaligus merusak lingkungan,
misalnya bahan kimia atau kemasan kaleng dan plastik. Karena
itu, bahan-bahan yang merusak alam sebaiknya tidak digunakan
terlalu banyak dan tidak dibuang sembarangan.

MAKALAH |Agama Kristen Protestan 20


3. Pertobatan dan Pengendalian Diri
Kerusakan lingkungan berakar dalam keserakahan dan
kerakusan manusia. Itu sebabnya manusia yang dikuasai dosa
keserakahan dan kerakusan itu cenderung sangat konsumtif.
Secara teologis, dapat dikatakan bahwa dosa telah
menyebabkan krisis moral/krisis etika dan krisis moral ini
menyebabkan krisis ekologis/krisis lingkungan.
Dengan demikian, setiap perilaku yang merusak lingkungan
adalah pencerminan krisis moral yang berarti tindakan dosa.
Dalam arti itu, maka upaya pelestarian lingkungan hidup harus
dilihat sebagai tindakan pertobatan dan pengendalian diri.
Dilihat dari sudut pandang agama Kristen, maka tugas
pelestarian lingkungan hidup yang pertama dan utama adalah
mempraktikkan pola hidup baru, hidup yang penuh pertobatan
dan pengendalian diri, sehingga hidup tidak dikendalikan dosa
dan keinginannya, tetapi dikendalikan oleh kasih kepada Allah,
sesama, diri sendiri dan alam.
Dalam hal ini apa yang ditulis Ronald Higgins dalam
bukunya “The Seventh Enemy” sangatlah penuh arti. Sebab
keenam musuh yang pertama adalah ledakan penduduk, krisis
pangan, kelangkaan sumber daya, kemerosotan lingkungan,
penyalahgunaan teanaga nuklir dan teknologi ilmiah dapat
diatasi kalau musuh yang ketujuh yaitu manusia dapat
mengndalikan diri.
Materialisme adalah akar kerusakan lingkungan hidup. Maka
materialisme menjadi praktik penyembahan alam atau dapat
disebut sebagai dinamisme modern. Alam dalam bentuk benda
menjadi tujuan yang diprioritaskan bahkan disembah
menggantikan Allah. Yesus Kristus mengingatkan bahaya
mamonisme (cinta uang/harta) yang dapat disamakan dengan
sikap rakus terhadap sumber-sumber alam (Mat. 6:19-24; 1
Tim. 6:6-10). Karena mencintai materi, alam dieksploitasi guna
mendapatkan keuntungan material.
Agar alam dapat dipelihara dan dijaga kelestariannya,
manusia harus berubah (bertobat) dan mengendalikan dirinya.
Manusia harus menyembah Allah dan bukan materi. Dalam arti
itulah maka usaha pelestarian alam harus dilihat sebagai ibadah
kepada Allah melawan penyembahan alam, khususnya
penyembahan alam modern yaitu materialisme/mamonisme.
Pelestarian alam juga harus dilihat sebagai wujud kecintaan
kepada sesama sesuai ajaran Yesus Kristus, di mana salah satu
penjabarannya adalah terhadap seluruh ciptaan Allah sebagai
sesama ciptaan.
MAKALAH |Agama Kristen Protestan 21
Karena alam bernilai, manusia perlu menghargai alam. Ia
patut menggemari keindahan alam. Ia mengiakan
penilaian Allah waktu Dia memandang ciptaan-Nya dan
“melihat bahwa semuanya itu baik.” Ia patut memeroleh
pembaruan semangat dan beriang hati karena keelokan alam.
Penghargaan ini disertai dengan rasa kagum terhadap alam.
Manusia perlu mengindahkan keajaiban alam. Rasa kagum
sangat penting dalam zaman teknologi dan ilmu pengetahuan
ini. Pengertian kita tentang alam tidak usah menghilangkan
kesadaran kita tentang keajaiban alam. Malahan pengertian kita
dapat menjadikan kita lebih sadar akan sifat-sifat alam yang
dahsyat dan megah.
Menghargai alam tidak sama dengan menyembah alam.
Pemazmur menulis: “Aku melayangkan mataku ke gunung-
gunung, dari manakah akan datang pertolonganku?”
Pertolongannya datang bukan dari gunung-gunung tetapi “dari
Tuhan yang menjadikan langit dan bumi” (Mzm. 121:1-2).
Karena alam tidak ilahi, alam tidak layak disembah.
Penghargaan kita kepada alam disertai dengan rasa syukur
kepada Penciptanya.
Kalau kita memperlakukan alam seolah-olah alam itu tidak
bernilai, kita mengurangi nilai diri kita sendiri. Kalau kita
mengabaikan arti yang ada dalam alam, kehidupan kita
kehilangan sebagian artinya. Kalau kita memperlakukan alam
seperti mesin, kehidupan kita menjadi lebih seperti mesin.
Kalau kita hanya melihat alam sebagai sumber keuntungan bagi
kita sendiri, kehidupan kita menjadi lebih egois dan
kering.Penghargaan kepada alam tidak berarti bahwa
kita tidak boleh menggunakan alam, tetapi penggunaan kita
jangan merosot sehingga menjadi perkosaan. Kita boleh saja
menebang pohon untuk membangun rumah, tetapi kita jangan
menebang pohon-pohon dengan sembarangan atau tanpa
memikirkan bagaimana hutan dapat dipelihara. Kita boleh saja
membunuh binatang untuk makanan, tetapi kita jangan
membunuh binatang-binatang dengan membabi buta. Kita juga
perlu berusaha supaya kita tidak menyebabkan penderitaan
binatang (Ul. 22:6-7). Kita boleh saja memakai hewan untuk
membajak tanah tetapi kita wajib memerhatikan
kebutuhankebutuhan hewan itu (Ul. 25:4; Ams. 12:10).
Manusia juga perlu bersahabat dengan alam. Ia mencintai
alam. Kesan yang diberikan oleh Kejadian 2:18-20 ialah bahwa
Allah memberi binatang- binatang dan burung-burung untuk
manusia supaya manusia dapat hidup dalam persekutuan dengan

MAKALAH |Agama Kristen Protestan 22


binatang-binatang dan burung-burung itu. Tentu persekutuan itu
kurang memenuhi kebutuhan manusia untuk persahabatan dan
persekutuan, karena di antara binatang-binatang dan burung-
burung tidak ada “penolong yang sepadan dengan” manusia
(Kej. 2:20). Persekutuan manusia yang lengkap hanya mungkin
dengan Allah dan manusia yang lain. Namun demikian,
persahabatan manusia dengan alam juga penting.
Istilah “sesama makhluk” patut dipakai dalam membicarakan
hubungan kita dengan makhluk-makhluk yang lain. Sesama
makhluk berbeda dengan sesama manusia. Ada orang-orang
yang ingin menambah hukum ketiga kepada kesimpulan hukum
Taurat dalam Matius 22:37-39. Menurut mereka kita harus
mengasihi Allah, sesama manusia dan alam. Saran mereka
kurang memerhatikan perbedaan antara manusia dan makhluk-
makhluk yang lain. Saran itu juga mengurangi makna kasih.
Dalam Perjanjian Baru kasih mengandung kesanggupan untuk
berkorban bagi orang yang dikasihi. “Tidak ada kasih yang
lebih besar daripada kasih seorang yang memberikan nyawanya
untuk sahabat-sahabatnya” (Yoh. 17:13). Kasih semacam ini
hanya patut kepada manusia atau Allah. Walaupun demikian,
perlu dikatakan bahwa kita harus menyayangi sesama makhluk
kita. Kita perlu merasakan kesatuan antara kita dan makhluk-
makhluk lain berdasarkan penciptaan kita oleh Allah.
Umumnya ada tiga sikap manusia terhadap alam (Brownlee
1993, 152- 157). Pertama, orang dapat memandang alam
sebagai ruang kuasa-kuasa yang menakutkan sehingga manusia
perlu tunduk kepada alam dan menyenangkan kuasa-kuasa
alam dengan sesajen, kenduri atau upacaraupacara.
Kedua, sebaliknya dari yang pertama, alam dipandang bukan
sebagai subjek (dan manusia sebagai objek) yang menentukan
nasib manusia, alam dipandang sebagai objek (dan manusia
sebagai subjek) yang dapat diselidiki dan dipergunakan oleh
manusia. Alam berada untuk kita, bukan kita untuk alam.
Ketiga, baik alam maupun manusia dilihat sebagai dua subjek
yang saling memengaruhi. Manusia dan alam perlu berjalan
bersama dalam hubungan yang selaras karena manusia adalah
satu dengan alam.
Sikap ketiga lebih lazim di Indonesia, terutama di
Jawa. Dalam kebudayaan Jawa, alam merupakan suatu
keseluruhan yang sakral. Tentu tidak semua bagian dari alam
sama kesuciannya. Ada bagian-bagian alam misalnya puncak
bukit tinggi, jurang yang curam, kuburan dan pohon-pohon
(beringin, bunga gading, pohon aren) yang lebih indah daripada
bagian-bagian yang lain. Seluruh alam bersifat sakral tetapi sifat

MAKALAH |Agama Kristen Protestan 23


itu terserak, bukan homogen, tetapi heterogen. Dalam
pandangan ini manusia bersatu dengan alam. Ia tidak berdiri
berhadapan dengan kosmos, melainkan ia sebagian
daripadanya.
Karena alam bersifat keramat, manusia ingin mencari
keselarasan dengan alam. Ia cenderung lebih menyesuaikan diri
dengan alam daripada menguasai dan menggarap alam. Tentu
kecenderungan ini tidak mutlak karena setiap bangsa harus
menggunakan alam. Namun dalam kebudayaan-kebudayaan
Indonesia, terutama kebudayaan Jawa, ada kecenderungan yang
kuat untuk lebih mencari keselarasan dengan alam daripada
menaklukkan alam.
Dalam pandangan modern manusia berusaha menguasai dan
mempergunakan alam sama dengan sikap kedua di atas. Bagi
pengembangan teknologi dan ilmu pengetahuan, alam perlu
dilihat bukan sebagai kosmos yang sakral tetapi sebagai bidang
untuk diselidiki dan digarap oleh manusia. Manusia tidak
menyesuaikan diri dengan alam yang keramat tetapi berhasrat
mengerti hukum-hukum alam dan menaklukkan alam. Dalam
pandangan Barat umumnya manusia berdiri di luar alam sebagai
subjek yang dapat mengatur dan menguasai alam. Manusia
bukan sebagian dari alam tetapi pengolah dan penguasa alam.
Manusia membentuk peradaban, yaitu suatu lingkungan yang
tidak alamiah untuk mempertahankan manusia melawan
kekerasan alam.
Pandangan tradisional itu menekankan keselarasan manusia
dengan alam tetapi kurang mendorong manusia untuk
mengembangkan dirinya sendiri serta kebudayaannya dan
masyarakatnya. Pandangan itu kurang menolong manusia
mengatasi kesulitan-kesulitan dan halangan-halangan yang
disebabkan oleh alam. Pada pihak lain pandangan modern
mendorong kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan sehingga
manusia dapat mengatur alam dan menggunakan sumber-
sumber alam untuk membangun masyarakat yang lebih
sejahtera.
Namun dengan mengabaikan kesatuan manusia dengan alam,
pandangan modern membuka pintu bagi perusakan alam oleh
manusia. Manusia yang menganggap dirinya sebagai penakluk
alam merasa bebas untuk memperlakukan alam dengan
sewenang-wenang demi keuntungan manusia itu. Karena ia
tidak lagi menghormati alam sebagai lingkungan keramat, maka
ia merasa bebas untuk memperkosa alam. Karena ia dibebaskan
dari keharusan untuk menyesuaikan diri dengan alam, ia

MAKALAH |Agama Kristen Protestan 24


menghancurkan dan memeras alam. Ia hanya melihat alam
sebagai sumber keuntungan. Masalahmasalah ekologi masa
kini, seperti misalnya pencemaran air dan udara serta
pengurasan sumber-sumber alam, menunjukkan bahwa
pandangan modern tentang lingkungan alam, walaupun penting
bagi pengembangan teknologi dan ilmu pengetahuan, disertai
dengan kelemahan- kelemahan yang perlu diperbaiki.
Sikap terhadap alam yang seharusnya dipunyai manusia
disimpulkan dalam Kejadian 2:15: “TUHAN Allah mengambil
manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk
mengusahakan dan memelihara taman itu.” Manusia harus
mengusahakan alam tetapi ia juga harus memeliharanya.
Walaupun alam bukan Allah, alam menunjukkan Allah.
Walaupun alam tidak mempunyai kuasa keramat, alam bernilai.
Walaupun manusia harus menaklukkan alam, manusia harus
menghargai alam.

MAKALAH |Agama Kristen Protestan 25


BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Persoalan tentang lingkungan hidup adalah hal yang sangat
penting dalam kehidupan manusia. Karena ada hubungan timbal
balik yang saling mempengaruhi. Alam akan menjaga manusia
jika manusia juga berbuat yang baik terhadap alam,
demikianpun sebaliknya, manusia harus bertanggung jawab dan
menggunakan alam itu dengan sebaik mungkin.
Kami pikir letak persoalan yang terjadi pada saat ini
dengan berbagai macam bencana alam yang melanda kehidupan
manusia adalah karena ulah manusia itu sendiri. Manusia
kurang menggunakan alam yang ada dengan sebaik mungkin.
Maka perlulah menjaga keutuhan ciptaan, dan perlu adanya
suatu pertobatan ekologis. Pertobatan ekologis bukan hanya
kesadaran pentingnya lingkungan hidup bagi manusia, tetapi
karena lingkungan hidup adalah saudara kita. Untuk itu pula
perlunya pembaharuan diri untuk menjaga dan mencintai alam
sebab alam merupakan sarana bagi kita untuk memuliakan
Allah. Dengan mencintai alam, manusia menjadi semakin kaya
dan semakin merealisasikan dirinya sebagai pribadi ekologis.
Manusia semakin berkembang bersama alam, dengan segala
watak dan kepribadiannya yang tenang, damai, penuh kasih
sayang dan wawasan manusia akan semakin luas seluas alam.
Kami sangat terkesan dengan ungkapan yang ditulis oleh
Thom Hartman yang melihat konteks dari suku Indian alsi, di
mana mereka melihat alam itu sebagai bagian dari kehidupan
manusia, mereka mengatakan bahwa:
Pertama, “Kita adalah bagian dari dunia” :kita diciptakan
dalam daging yang sama seperti binatang lain. Kita makan
tetumbuhan yang sama. Kita berbagi udara, air, tanah dan
makanan dengan setiap bentuk kehidupan yang lain di planet
ini. Kita dilahirkan dengan cara yang sama seperti mamalia
yang lain, dan kalau kita mati, sama seperti mereka, kita akan
menjadi bagian dari tanah yang akan menumbuhkan generasi-
generasi yang akan datang. Kedua: “adalah kodrat kita untuk
bekerja sama dengan ciptaan yang lain: setiap bentuk kehidupan
mempunyai tujuan khusus dalam ekosistem yang luas, dan
semuanya patut dihormati. Kita boleh bersaing dengan
tetumbuhan dan binatang yang lain, namun kita tak boleh
semena-mena menghancurkan mereka. Setiap kehidupan adalah
suci secara absolut sama seperti hidup manusia. Meski

MAKALAH |Agama Kristen Protestan 26


perburuan dan pembunuhan adalah bagian dari hukum alam,
ketika melakukannya harus dilaksanakan dengan hormat dan
terimakasih.

B. Saran
Kita sebenarnya butuh panggilan pada pertobatan ekologis
Berhadapan dengan persoalan yang terjadi pada saat ini,
khususnya dalam kaitanya dengan kehancuran alam akibat dari
ulah manusia, yang memperlakukan alam secara tidak bermoral
dan mengabaikan tugas serta tanggung jawabnya sebagai
penjaga dan pelestari alam, maka pada bagian ini saya
mengajak kita semua untuk kembali melihat tugas dan tanggung
jawab kita yang sesungguhnya yang dipercayakan Allah pada
kita manusia, dengan memulai langkah baru yakni panggilan
pada pertobatan ekologis. Pertobatan itu adalah langkah kita
mengubah hati dan mengubah arah hidup. lingkungan alam
diperlakukan bukan sebagai sumber penghasilan semata
melainkan tempat yang aman dan nyaman. Panggilan ke arah
pertobatan berarti mengakui segala sikap manusia dari yang
merusak alam menuju pada hidup yang membangun dan
memelihara.

a. Panggilan untuk bertindak


Lingkungan tempat kita tinggal yang telah rusak ini
memaksa kita untuk segera melakukan sesuatu yakni sebuah
aksi nyata. Usaha-usaha nyata perlu untuk dilakukan agar tetap
menjaga keseimbangan ekosistem dan kelangsungan makhluk
hidup. Usaha pemulihan ini dapat dimulai dari kesadaran akan
semakin krisisnya persoalan lingkungan, maupun kesadaran
iman yang mendasari tindakan.
Ø Pemberdayaan air tanah
Masalah kekurangan air adalah masalah yang serius bagi
manusia, dengan tindakan penebangan hutan yang secara liar
membawa dampak yang begitu besar terhadap sumber air.
Kelangkaan air terjadi karena peresapan air oleh berbagai jenis
pohon tidak ada lagi. Maka dari sini diperlukan sebuah
pertobatan ekologis di mana setiap orang wajib menanam pohon
untuk peresapan air.
Ø Pemberdayaan Hutan
Kadang kita manusia sering mempersalahkan Tuhan dan
juga alam ketika manusia mengalami nasib buruk yang
menimpa dirinya. Padahal kenyataannya adalah manusia sendiri

MAKALAH |Agama Kristen Protestan 27


yang membuat itu semua terjadi. Hutan yang luas sudah
semakin berkurang bahkan terkesan gersang karena sudah di
potong habis demi kepentingannya sendiri dan kelompoknya,
manusia menjadi kekurangan oksigen, sering terjadi banjir di
mana-mana, maka dari situ tindakan pertobatan yang perlu
dilakukan adalah gerakan penanaman hutan kembali atau istilah
reboisasi.
Ø Hemat Energi Listrik
Mematikan lampu dan pendingin ruangan di kamar yang
tidak digunakan, agar tidak memboros energi. Menggunakan
waktu siang hari untuk menerangi ruangan tanpa harus
menggunakan lampu. Di satu pihak menggunakan udara yang
alami dengan cara membuka jendela kamar daripada
menggunakan pendingin ruangan.
Ø Pemberdayaan Sampah
Tindakan pengolahan sampah dengan baik dengan cara
memisahkan yang organik dan yang anorganik. Agar bisa
didaur ulang atau diperbaiki barang yang masih bisa digunakan
lagi. Intinya adalah buanglah sampah pada tempatnya.

b. Panggilan akan pengharapan


Setiap manusia tentunya dipanggil pada suatu pengharapan
akan hidup yang baru. Dipanggil untuk menikmati suasana yang
baru yang aman dan damai. Dalam kaitannya dengan ekologi
manusia mengharapkan untuk hidup di bumi yang baru dan
langit yang baru. Keinginan untuk hidup di bumi dan langit
yang baru adalah gambaran dari kesejahteraan manusia yang
melihat alam itu sebagai bagian dari hidupnya. Manusia tidak
lagi melihat alam sebagai objek semata melainkan subjek yang
ada dalam hidupnya sebagai sesama ciptaan Tuhan.

MAKALAH |Agama Kristen Protestan 28


Daftar Pustaka

2015 Ekologi Sosial, Ombak, Yogyakarta.


Sonny A. Keraf.,
2010 Krisis dan Bencana Lingkungan Hidup Global, Kanisius,
Yogyakarta.
Mali Mateus.,
2008 “Ekologi dan Moral” dalam A. Sunarko, dkk (ed),
Menyapa Bumi Menyembah Hyang Ilahi, Tinjauan Teologis
atas Lingkungan Hidup, Kanisius, Yogyakarta.
Aswin G.N.,
2007 “Pendahuluan Selamatkan Lingkungan-Selamat Bumi
Kita”, dalam A. W. Seputra, dkk (ed), Kajian Lingkungan
Hidup Tinjauan dari Prespektif Pastoral Sosial, Sekretariat
Komisi PSE, Jakarta.
Budiyanto H,.
https://googleweblight.com/i?u=https://diataka.blogspot.com/20
16/05/manusia-mempunyai-tanggung-jawab-
moral.html?m%3D1&hl=id-ID
http://www.firman-tuhan.org/merawat-ciptaan-allah/

MAKALAH |Agama Kristen Protestan 29

Anda mungkin juga menyukai