PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak dunia diciptakan Allah telah memberi tugas kepada manusia untuk menjaga
alam ciptaan yang lain sebagai bentuk dari tanggung jawab manusia untuk menjaga dan
melestarikan ciptaan Tuhan. Sabda Allah “berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-
burung di udara, (Kej 1:26)” sering disalahartikan sebagai sesuatu yang benar-benar
menunjukkan bahwa manusia diberikan hak secara penuh untuk bertindak semaunya tanpa
memandang efek yang akan terjadi.
Banyak kejadian yang kita temukan dalam kehidupan kita setiap hari yang berkaitan
dengan pengrusakan alam. Di mana-mana orang mulai menebang hutan sembarangan,
membakar hutan sembarangan, membuang sampah tidak pada tempatnya, menggunakan
bahan-bahan kimia untuk menghancurkan kesuburan tanah, membunuh ekosistem yang
ada, seperti menembak dan membunuh segala macam hewan di darat maupun di laut.
Semuanya dilakukan atas dasar keinginan manusia yang tidak bertanggungjawab. Akibat
dari kesalahan itu sendiri, akhirnya terjadi kekeringan dimana-mana, hutan semakin
menipis, bahkan hewan-hewan liar semakin berkurang dan akibat dari penebangan hutan
secara liar akhirnya menyebabkan banjir, tanah longsong, dan juga erosi yang
berkepanjangan.
Oleh karena itu melihat situasi yang saat ini terjadi, kita perlu mengetahui lebih
dalam lagi bagaimana sebagai manusia kita mempunyai tanggung jawab moral yang tinggi
untuk sadar akan kelestarian alam sehingga ketika kita menjaga alam ini dengan baik, maka
kita dengan sendirinya mempunyai tanggung jawab moral kepada sesama kita manusia dan
juga alam ciptaan yang lain, terlebih khusus kita bertanggungjawab atas Tuhan yang sudah
menciptakan alam semesta dengan baik adanya. (Nikolaus L. Uran, CSSR, 2016)
Manusia diserukan supaya sadar bahwa dia bukanlah tujuan penciptaan. Upaya-
upaya untuk mengeksploitasi bumi bagi kepentingannya sendiri harus diganti oleh sikap
dasar bahwa manusia pada hakikatnya tidak mempunyai arti apa-apa bila dilepaskan dari
makhluk-makhluk lainnya dalam suatu lingkaran ekologis yang tidak putus-putusnya.
1. Dunia (alam) adalah ciptaan Allah. Allah menciptakan dunia ini dari tidak ada (ex nihilo),
tetapi alam semesta memiliki satu permulaan (Kej. 1:1)
2. Dunia (alam) ini adalah milik Allah. Tuhanlah yang empunya bumi dan segala isinya (Mzm.
24:1). Allah menjadikan bumi, dan Dia memilikinya. Allah adalah pemilik taman, dan
3. Dunia (alam) adalah satu refleksi dari Allah. Ciptaan merefleksikan kemuliaan Penciptanya.
Alam merupakan refleksi dari Allah. Allah dimana-mana nyata; Dia ada di dalam terang dan
kegelapan, di daratan dan di lautan, di ketinggian dan di kedalaman (Mzm. 139:7-12; bdk
Roma 1:20).
4. Alam ditopang dan diselenggarakan oleh Allah. Allah tidak hanya menciptakan dunia tetapi
Allah juga menopangnya dan menyelenggarakannya (Ibr. 1:3; Kol. 1:7; Mzm. 104:10-14)
5. Alam berada di bawah kovenan Allah. Setelah peristiwa air bah, Allah membuat satu
perjanjian dengan semua makhluk yan ghidup (Kej. 9:12). Allah sebagai pemilik segala yang
hidup telah membuat satu perjanjian dengan umat manuusia untuk tidak lagi
menghancurkan mereka dengan air bah.
6. Manusia adalah penjaga alam. Allah adalah Pencipta dan pemilik bumi, sedangkan manusia
adalah pemeliharanya (Kej. 1:28 bdk. Kej. 2:15).
Pandangan agama Kristen terhadap lingkungan seperti yang diungkapkan di atas
sekaligus merupakan sanggahan terhadap tuduhan terhadap agama Kristen bahwa
kerusakan alam akibat perintah Allah untuk menaklukkan dan menguasai bumi
Gereja adalah persekutuan orang percaya. Gereja juga adalah organisasi yang
bertanggung jawab terhadap kerusakan lingkungan. Hal ini dikemukan oleh John FoEh
bahwa Gereja pada hakekatnya harus mengantar umatnya untuk berdamai dengan alam
dan lingkungannya untuk menjamin ekosistemnya agar berada dalam kesimbangan
sebagaimana awal penciptaan terjadi. Hubungan baru Manusia dengan alam tercipta
melalui hal-hal berikut:
1. Solider dengan Alam
Karena manusia dengan alam adalah sesama ciptaan yang telah dipulihkan hubungannya
oleh Tuhan Yesus Kristus, maka manusia, khususnya manusia baru dalam Kristus (2 Kor.
5:7), seharusnya membangun hubungan solider dengan alam.
Dari segi teologi penciptaan manusia dengan alam mempunyai hubungan yang sangat erat.
Itulah sebabnya manusia harus memperlakukan alam sebagai sesama ciptaan Allah,
sekalipun manusia diberikan wewenang menaklukkan alam.
Hubungan solider berarti alam mestinya diperlakukan dengan penuh belas kasihan.
Manusia harus merasakan penderitaan alam sebagai penderitaannya dan kerusakan alam
sebagai kerusakannya juga. Seluruh makhluk dan lingkungan sekitar tidak diperlakukan
semena-mena, tidak dirusak, tidak dicemari dan semua isinya tidak dibiarkan musnah atau
punah. Manusia tidak boleh bersikap kejam terhadap alam, khususnya terhadap sesama
makhluk. Dengan cara itu, manusia dan alam secara bersama (kooperatif) menjaga dan
memelihara ekosistem
Implementasi dari solidaritas tersebut antara lain diwujudkan dalam bentuk berdisiplin
dalam membuang sampah atau limbah baik individu, rumah tangga, kantor maupun industri
agar tidak mencemari lingkungan dan merusak ekosistem. Pencemaran atau polusi
mestinya dicegah, diminimalisir, dan dihapuskan supaya alam tidak sakit atau rusak.
Sikap solider dengan alam dapat pula ditunjukkan dengan sikap hormat dan
menghargai (respek) alam. Tidak berarti alam disembah, tetapi alam dihargai sebagai
ciptaan yang dikaruniakan Tuhan untuk memenuhi kebutuhan manusia, sekaligus yang
A. Kesimpulan
Persoalan tentang lingkungan hidup adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan
manusia. Karena ada hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi. Alam akan menjaga
manusia jika manusia juga berbuat yang baik terhadap alam, demikianpun sebaliknya,
manusia harus bertanggung jawab dan menggunakan alam itu dengan sebaik mungkin.
Kami pikir letak persoalan yang terjadi pada saat ini dengan berbagai macam bencana
alam yang melanda kehidupan manusia adalah karena ulah manusia itu sendiri. Manusia
kurang menggunakan alam yang ada dengan sebaik mungkin. Maka perlulah menjaga
keutuhan ciptaan, dan perlu adanya suatu pertobatan ekologis. Pertobatan ekologis bukan
hanya kesadaran pentingnya lingkungan hidup bagi manusia, tetapi karena lingkungan
hidup adalah saudara kita. Untuk itu pula perlunya pembaharuan diri untuk menjaga dan
mencintai alam sebab alam merupakan sarana bagi kita untuk memuliakan Allah. Dengan
mencintai alam, manusia menjadi semakin kaya dan semakin merealisasikan dirinya sebagai
pribadi ekologis. Manusia semakin berkembang bersama alam, dengan segala watak dan
kepribadiannya yang tenang, damai, penuh kasih sayang dan wawasan manusia akan
semakin luas seluas alam.
Kami sangat terkesan dengan ungkapan yang ditulis oleh Thom Hartman yang melihat
konteks dari suku Indian alsi, di mana mereka melihat alam itu sebagai bagian dari
kehidupan manusia, mereka mengatakan bahwa:
Pertama, “Kita adalah bagian dari dunia” :kita diciptakan dalam daging yang sama
seperti binatang lain. Kita makan tetumbuhan yang sama. Kita berbagi udara, air, tanah dan
makanan dengan setiap bentuk kehidupan yang lain di planet ini. Kita dilahirkan dengan
cara yang sama seperti mamalia yang lain, dan kalau kita mati, sama seperti mereka, kita
akan menjadi bagian dari tanah yang akan menumbuhkan generasi-generasi yang akan
datang. Kedua: “adalah kodrat kita untuk bekerja sama dengan ciptaan yang lain: setiap
bentuk kehidupan mempunyai tujuan khusus dalam ekosistem yang luas, dan semuanya
patut dihormati. Kita boleh bersaing dengan tetumbuhan dan binatang yang lain, namun
B. Saran
Kita sebenarnya butuh panggilan pada pertobatan ekologis
Berhadapan dengan persoalan yang terjadi pada saat ini, khususnya dalam kaitanya
dengan kehancuran alam akibat dari ulah manusia, yang memperlakukan alam secara tidak
bermoral dan mengabaikan tugas serta tanggung jawabnya sebagai penjaga dan pelestari
alam, maka pada bagian ini saya mengajak kita semua untuk kembali melihat tugas dan
tanggung jawab kita yang sesungguhnya yang dipercayakan Allah pada kita manusia,
dengan memulai langkah baru yakni panggilan pada pertobatan ekologis. Pertobatan itu
adalah langkah kita mengubah hati dan mengubah arah hidup. lingkungan alam
diperlakukan bukan sebagai sumber penghasilan semata melainkan tempat yang aman dan
nyaman. Panggilan ke arah pertobatan berarti mengakui segala sikap manusia dari yang
merusak alam menuju pada hidup yang membangun dan memelihara.
a. Panggilan untuk bertindak
Lingkungan tempat kita tinggal yang telah rusak ini memaksa kita untuk segera
melakukan sesuatu yakni sebuah aksi nyata. Usaha-usaha nyata perlu untuk dilakukan agar
tetap menjaga keseimbangan ekosistem dan kelangsungan makhluk hidup. Usaha
pemulihan ini dapat dimulai dari kesadaran akan semakin krisisnya persoalan lingkungan,
maupun kesadaran iman yang mendasari tindakan.
Ø Pemberdayaan air tanah
Masalah kekurangan air adalah masalah yang serius bagi manusia, dengan tindakan
penebangan hutan yang secara liar membawa dampak yang begitu besar terhadap sumber
air. Kelangkaan air terjadi karena peresapan air oleh berbagai jenis pohon tidak ada lagi.
Maka dari sini diperlukan sebuah pertobatan ekologis di mana setiap orang wajib menanam
pohon untuk peresapan air.
Ø Pemberdayaan Hutan