Anda di halaman 1dari 25

ETIKA BISNIS DAN

PROFESI
Dalam konteks lingkungan, pendapat Karl Marx –
bahwa perubahan kuantitas bisa mengakibatkan
perubahan kualitas. Jika satu cerobong asap
memuntahkan asap hitam pekat ke udara, adalah
bahwa bisnis dengan itu kualitas udara hampir
tidak terpengaruh. Namun, apabila asap hitam itu
dimuntahkan oleh jutaan cerobong asap. Satu
daerah tidak akan berubah jika satu pohon
ditebang, tetapi jika ratusan hektare hutan dibabat
dalam waktu singkat daerah itu bisa mengakibat-
kan erosi dan keadaan gersang yang tidak mudah
dipulihkan kembali.
Inti masalah lingkungan hidup modern yang
memanfaatkan ilmu dan teknologi canggih
telah membebankan alam di atas ambang
toleransi.
Jika alam sudah dieksploitasi dengan melewati
batas. Jika ini dibiarkan, alam dengan segala
ekosistemnya akan hancur sama sekali.
Meskipun krisis lingkungan hidup juga
dipengaruhi oleh faktor lain, yaitu meledaknya
jumlah penduduk di muka bumi ini.
Cara berproduksi besar-besaran dalam
industri modern dulu mengandaikan dua hal :
1. Bisnis modern mengandaikan bahwa
komponen-2 lingkungan seperti air dan
udara merupakan barang umum, sehingga
boleh dipakai seenaknya. Diandaikan saja,
jika komponen-2 itu tidak ada pemiliknya
dan karena itu tidak perlu dilindungi seperti
barang yang jadi milik pribadi.
Dulu industri kimia membuang limbahnya ke
sungai atau laut, mereka beranggapan bahwa
tingkah laku itu tidak merugikan siapapun.
Dikebanyakan negara hal itu baru dilarang
sekitar tahun 1970-an. Tetapi biarpun air dan
udara tidak ada pemilik formal, banyak orang
yang berkepentingan dengan sumber daya alam
itu, sehingga mereka dirugikan juga jika
kualitasnya menurun. Bahkan SDA yang
menjadi milik seseorang tidak boleh dipakai
sembarangan, seperti membuang limbah karena
pengaruhnya negatif (merugikan orang lain)
2. Diandaikan pula bahwa SDA (air & udara) itu
tak terbatas. Tentu saja, secara teoritis bahan2
tsb akhirnya mempunyai batas juga, tapi
dianggap batasnya semu dan sangat jauh shg
dalam praktek seakan tidak terbatas. Tidak
terpikirkan bahwa minyak bumi, batu bara, dan
SDA lain pada suatu saat akan habis.
Sekarang ini masih tetap berlaku bahwa
kerusakan lingkungan paling terasa dalam
daerah industri, yang selalu dikelilingi kawasan
penduduk yang padat.
Udara di kota-2 besar (Jkt, Bdg, Sby dsb) sudah
dicemari sampai menggangu kesehatan,
terutama oleh industri dan emisi gas buang
dari kendaraan bermotor. Di pulau Jawa, air
sungai semua dicemari dan tidak layak untuk
dikonsumsi. Di pulau lain masih banyak sungai
yang bersih dan banyak ikan. Pencemaran
lingkungan merembet ke negara-negara industri
maju. Sekarang, masalah lingkungan hidup
sudah mencapai taraf global.
6(enam) problem menunjukkan dimensi global:
1. Akumulasi bahan beracun
2. Efek rumah kaca
3. Perusakan lapisan ozon
4. Hujan asam (acid rain)
5. Penebangan hutan (deforestation) dan penggurunan
(desetification)
6. Keanekaragaman hayati (biodiversity)
Lingkungan Hidup dan Ekonomi
1. Lingkungan Hidup sebagai “the commons”
The commons adalah ladang umum yang dulu dapat
ditemukan di daerah pedesaan di Eropa dan
dimanfaatkan secara bersama oleh masyarakat.
Seringkali the commons adalah padang rumput yang
dipakai penduduk kampung sebagai pengangonan
ternaknya. Dalam zaman modern seperti ini tidak bisa
dipertahankan lagi dan ladang umum ini diprivatisasi
dengan menjualnya kepada penduduk perorangan.
Mulailah dari sini tanah menjadi m ilik perorangan.
Orang-2 kaya membeli banyak tanh dan jadilah tuan
tanah. Tanah tersebut tidak boleh lagi dipergun akan
orang lain kecuali ada ijin atau menyewa. Kini hanya laut
yang m asih merupakan the commons – binatang tidak
lama lagi akan punah.
2. Lingkungan Hidup tidak lagi eksternalitas
Pengandaian sumber-2 alam tidak terbatas sekarang ini
sudah tidak relevan lagi, karena SDA ditandai dengan
kelangkaan. Air, udara, dan komponen-2 lingkungan hidup
kini menjadi barang langka dan tidak lagi gratis.
Akibatnya, faktor lingkungan hidup pun termasuk urusan
ekonomi. Kini environmental economics sudah diterima
sebagai suatu cabang penting dari ilmu ekonomi.
Sekarang komponen-2 lingkungan hidup itu tidak lagi
merupakan eksternalitas untuk ekonomi.
Maksudnya adalah faktor-faktor yang
sebenarnya bersifat ekonomis, tapi tetap tinggal
di luar perhitungan ekonomis. Misalnya: Jika
pabrik kertas membuang limbahnya ke sungai
(cara mudah & menguntungkan membuang
limbah), lain halnya dengan mengangkut limbah
beracun itu ke tempat lain atau membangun
instalasi pengolahan limbah jelas memakan
biaya. Dari sudut moral atau etika dan sudut
ekonomis hal tsb tidak lagi diperlakukan
eksternalitas.
3. Pembangunan berkelanjutan (sustainable
development)
‘Pembangunan berkelanjutan’ dapat mendamaikan
beberapa pandangan tentang hubungan antara
ekonomi dan lingkungan hidup yang selama ini saling
bertentangan, sehingga sulit dijembatani. Jika kita
menyetujui prinsip pembangunan berkelanjutan,
pertumbuhan tetap dimungkinkan, asalkan untuk
masa depan terbuka prospek ekonomi yang
berkualitas sama.
Pertentangan antara mereka yang menomorsatukan
lingkungan hidup (environmentalists) dan mereka yang
menomorsatukan ekonomi berdasarkan teknologi maju
(the industrialists) dapat didamaikan juga dengan
wawasan “pembangunan berkelanjutan”, sehingga yang
satu tidak perlu dikorbankan kepada yang lain. Tetapi
walaupun secara konseptual pembangunan berkelan-
jutan menyediakan pegangan yang seimbang, secara
praktis tetap banyak kesulitan, terutama dengan
kepentingan2 nasional yang berbeda. Dengan
sustainable tidak merupakan suatu konsep teoritis saja.
HUBUNGAN MANUSIA DENGAN ALAM
Salah satu ciri khas dari sikap manusia moden adalah
usahanya untuk menguasai dan menaklukan alam. Alam
dipandang bagai binatang buas yang perlu dijinakkan oleh
manusia. Dalam ‘knowledge power’ (Francis Bacon)
menegaskan bahwa ilmu pengetahuan baru akan
membawa “perbaikan kondisi manusia dan perluasan
kekuasaannya atas alam. Demikian Rene Descartes : “kita
dapat menjadi penguasa dan pemilik alam”
Cara mendekati alam ini dapat disebut sikap teknokratis.
Berkat cara kerja teknokratisnya manusia modern
memang berhasil memperoleh banyak sekali manfaat.
Ingat Kulkas, AC, transportasi, telekomunikasi dsb.
Pendekatan teknokratis tidak hanya membawa berkah
(kebaikan saja), ternyata banyak juga faktor negatif yang
tampak dan jelas dalam masa krisis lingkungan ini. Alam
hanya dilihat sbg instrumen saja. Alam didekati dengan
kekerasan; dibongkar, digali, dirusak hanya untuk
memperoleh yang dicari. Hutan ditebang untuk
mendapatkan kayunya. Tempat lain dieksploitasi untuk
mengambil mineral. Sehingga kerusakan lingkungan
terjadi dimana-mana, maupun juga kerusakan yang tidak
tampak dengan kasat mata (lubang lapisan ozon)
sebagian besar karena ulah teknokratis manusia dalam
upayanya mencari untung ekonomis.
HUBUNGAN MANUSIA DENGAN ALAM
(Lanjutan)

Manusia tidak terpisah dari alam, karena manusia


adalah bagian dari alam itu sendiri. Pandangan modern
tentang alam adalah tranposentris, karena
menempatkan manusia dalam pusatnya. Pandangan
baru yang kita butuhkan bila kita ingin mengatasi krisis
lingkungan, harus bersifat ekosentris, karena
menempatkan alam dalam pusatnya.
Deep Ecology (ekologi dalam): semua makhluk hidup,
termasuk manusia tercantum dalam alam menurut
relasi-2 tertentu. Semua mahluk mempunyai nilai sendiri,
karena yang satu tidak mungkin hidup tanpa yang lain
(biospherical egalitarianisme) yang tentu menjadi
kontroversial bila makhluk mempunyai nilai yang sama.
Mempunyai nilai intrisik, artinya nilai sendiri, tidak
tergantung dari faktor luar.
Shallow Ecology (ekologi dangkal) yang tidak pernah
sampai pada akar masalah-2 lingkungan hidup. Ia akan
berusaha melestarikan lingkungan, supaya bermanfaat
utk manusia. Ia masih tercantum dalam suasana
antroprosentrisme.
dengan menekankan nilai intrinsik dari alam, ekologi
dalam sudah menginjak wilayah etika. Menolak tegas
pada gagasan nature know best (menolak setiap
intervensi manusia dalam alam).
8(delapan) Prinsip sebagai pandangan Deep Ecology :

1. Kesejahteraan dan keadaan baik dari kehidupan


manusiawi maupun kehidupan bukan manusiawi di
bumi mempunyai nilai instrinsik
2. Kekayaan dan keanekaan bentuk-2 hidup
menyumbangkan kepada terwujudnya nilai dan
merupakan nilai-2 sendiri
3. Manusia tidak berhak mengurangi kekayaan dan
keanekaan ini, kecuali untuk memenuhi kebutuhan
vitalnya
4. Keadaan baik dari kehidupan dan kebudayaan
manusia dapat dicocokkan dengan dikuranginya
secara substansial jumlah penduduk. Keadaan baik
kehidupan bukan manusia memerlukan dikuranginya
jumlah penduduk
5. Campur tangan manusia dengan bukan-manusia kini
terlalu besar, dan situasi memburuk dengan pesat
6. Karena itu kebijakan umum harus berubah. Kebijakan
ini menyangkut struktur-2 dasar bidang ekonomis,
teknologis, dan ideologis.
7. Perubahan ideologis terutama menghargai kualitas
kehidupan dan bukan berpegang pada standar
kehidupan yang semakin tinggi
8. Mereka yang menyetujui butir-2 sebelumnya
berkewajiban langsung dan tidak langsung untuk
berusaha mengadakan perubahan-2 yang perlu.
Mencari Dasar Etika untuk tanggungjawab terhadap
lingkungan hidup :
Hasil analisis bahwa hanya manusia mempunyai
tanggungjawab moral terhadap lingkungan hidup,
meskipun kenyataannya manusia merupakan bagian dari
alam. Isi tanggungjawab dalam konteks ekonomi dan
bisnis adalah melestarikan lingkungan hidup atau
memanfaatkan SDA dengan tidak mengurangi kualitas
lingkungan. Kegiatan ekonomisnya harus memungkinkan
pembangunan berkelanjutan. Di sini kita mencari dasar
etika untuk tanggungjawab
Terhadap lingkungan hidup, sbb:
1.Hak dan Deontologi
2.Utilitarisme
3.Keadilan : a. Persamaan, b. Prinsip penghematan adil,
c. Keadilan sosial
1. Hak dan Deontologi,
Setiap manusia berhak atas lingkungan yang berkualitas yang
memungkinkan dapat hidup dengan baik (the right to a livable
environment). Mengapa ? Karena ia punya hak moral atas segala
sesuatu yaqng perlu untuk hidup dengan layak sebagai manusia,
artinya yang memungkinkan dia memenuhi kesanggupannya sebagai
mahluk yang rasional dan bebas. Hak atas lingkungan yang
berkualitas bahkan dapat mengalahkan hak seseorang menggunakan
miliknya dengan bebas. Misalnya, pabrik yang didirikan seseorang
tetap tidak boleh membuang limbah seenaknya. Pemilikan pohon,
bisa saja pemerintah melarang menebang pohon milik pribadi
seseorang.
Lalu bagaimana kenyataan dalam kehidupan sehari-hari?
Sulit memang, apakah kita harus melarang segala macam polusi
atau menentukan suatu ambang toleransi? Apakah kita harus
melarang produksi barang tertentu? Siapa yang harus membayar jika
lingkungan hidup dirusak? Semua pertanyaan sulit dijawab bila hanya
mengacu pada hak. Bagaimana halnya kita mempunyai kewajiban
untuk mewariskan lingkungan hidup bagi generasi-2 yang akan
datang ?
2. Utilitarisme
Teori ini dapat dipakai juga untuk tanggungjawab melestarikan lingkungan
hidup. Menurut Utilitarisme, sesuatu perbuatan atau aturan adalah baik,
kalau membawa kesenangan paling besar untuk masyarakat banyak,
dengan kata lain : dapat memaksimalkan manfaat.
Para pengusaha HPH – mengeksploitasi alam seenaknya demi keuntungan,
yang justru mengakibatkan kondisi yang membawa penderitaan bagi banyak
orang. Jika kita tidak menjalankan pembangunan berkelanjutan, kita akan
merugikan semua generasi setelah kita. Perhitungan ekonomis tidak boleh
dibatasi pada keuntungan untuk kelompok kecil atau saat sekarang saja.
Dalam perspektif utilitarisme, sudah jelas bahwa lingkungan hidup tidak
boleh diperlakukan sebagai suatu eksternalitas ekonomis. Perhitungan cost
benefit pada dasarnya menjalankan suatu pendekatan utilitaristis, jika
begitu, maka dampak ekonomis atas lingkungan hidup harus dimasukkan ke
dalam biaya manfaat. Jika dampak atas lingkungan tidak diperhitungkan,
pendekatan itu menjadi tidak etis, apalagi jika kerusakan lingkungan
dibebankan kepada orang lain.
3. Keadilan
Tanggungjawab untuk melestarikan lingkungan hidup, dapat dicari juga
dalam tuntutan etis untuk mewujudkan keadilan. Keadilan di sini harus
dipahami sebagai keadilan distributif, artinya keadilan yang mewajibkan
kita untuk membagi dengan adil.
3 cara mengaitkan Keadilan vs Lingkungan Hidup:
a. Persamaan yaitu lingkungan hidup harus dilestarikan, karena hanya
cara memakai SDA itulah memajukan persamaan (equality),
sedangkan cara memanfaatkan alam yang merusak lingkungan
mengakibatkan ketidaksamaan (membuat yang lain menderita)
b. Prinsip Penghematan Adil (The Just Savings Principle), Kita harus
menghemat menggunakan SDA, sehingga menyisakan bagi generasi
yang akan datang. Bahan tambangpun akan akhirnya habis
c. Keadilan Sosial, masalah lingkungan hidup tidak mungkin diselesaikan
secara individu, bahkan secara nasional sekalipun, sekarang lingkung-

an hidup harus disadari menjadi masalah keadilan sosial berdimensi


global. Meskipun lingkungan hidup sebagai masalah keadilan sosial
para in dividu tidak berdaya, tapi tidak mesti diam: Think Globally, but
act locally .
Etika dan Hukum Lingkungan Hidup
Apa yang berlaku tentang etika bisnis, umumnya berlaku juga pada
masalah lingkungan hidup. Kepatuhan pada norma etika tidak bisa
dipaksakan. Karena itu terutama dalam konteks lingkungan hidup
sangat dibutuhkan peraturan hukum. Lingkungan hidup hanya bisa
dilindungi dengan baik, jika tercipta peraturan hukum yang efektif
dan komprehensif demi tujuan itu. Mestinya bisnis bersedia
membantu dalam membuat sistem peraturan hukum lingkungan
yang baik. Dalam hal ini bisnis mempunyai keahlian lebih banyak
daripada pemerintah. Dan sistem hukum lingkungan yang baik
adalah untuk semua pihak, termasuk bisnis itu sendiri. Jika sudah
ada peraturan hukum, selanjutnya pelaksanaannya, lalu
pengawasannya harus pula dilakukan dan hal ini diperlukan tenaga
ahli yang handal. Kesimpulannya: Khusus dari sudut etika, bisnis
mempunyai tanggungjawab moral untuk tidak merusak lingkungan,
dalam arti kewajiban positif untuk memajukan kepentingan
lingkungan hidup, hal itu tidak berati hanya dibebankan kepada
produsen saja, konsumenpun bersama-sama memikul
tanggungjawab itu.
Beberapa Kasus Lingkungan Hidup
1. Musibah reaktor nuklir di Chernobyl – Rusia (1986), diperkirakan
dalam 50 tahun setelah musibah diperkirakan 50.000 s.d 250.000
orang yang kena radiasi akan meninggal karena kanker atau
penyakit lain.
2. PT.Inti Indorayun dan Danau Toba (1999) dinilai sebagai penyebab
utama kerusakan lingkungan Danau Toba yang permukaan airnya
menurun drastis. 19 Maret 1999 Presiden Habibie memutuskan
menhentikan sementara kegiatan industri bubur kertas (pulp) ini.
3. Kecelakaan Kapal tanki Exxon Valdez, tanker minyak yang
mencemari laut. Tahun 1881 Exxon dibubarkan.
4. Kasus Buyat PT Wesmont di Sulawesi menyebabkan ikan mengan-
dung merkuri (ikannya tidak bisa dimakan) sbg penyebab penyakit
semacam minimata syndrome
5. Beberapa tahun terakhir Indonesia ekspor asap ke negeri tetangga
sebagai akibat kebakaran (disengaja) hutan di Kalimantan.

Anda mungkin juga menyukai