BAB I
1.1 PENDAHULUAN
Krisis lingkungan hidup yang dihadapi manusia modern merupakan akibat
langsung dari pengelolaan lingkungan hidup yang nir-etik.Artinya, manusia melakukan
pengelolaan sumber-sumber alam hampir tanpa peduli pada peran etika.Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa krisis ekologis yang dihadapi umat manusia berakar dalam krisis
etika atau krisis moral.Umat manusia kurang peduli pada norma-norma kehidupan atau
mengganti
norma-norma
yang
seharusnya
dengan
norma-norma
ciptaan
dan
Rumusan masalah
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 pengertian ekosentrisme
Model ekosentrisme adalah model yang penekanannya atas pendobrakan cara
pandang antroposentrisme yang membatasi keberlakuan etika hanya pada komunitas
manusia. Jadi, ide dari model ini adalah memperluas keberlakuan etika untuk komunitas
yang lebih luas.
2.2. KRISIS LINGKUNGAN DAN ETIKA EKOSENTRISME
Krisis lingkungan terjadi dimana-mana. Degradasi kualitas sumberdaya alam semakin
mengerikan. Celaknya, manusia modern tidak mampu menahan laju dengadasi lingkungan
ini. Hukum lingkungan tidak berdaya dalam mencegah dan menangulangi pencemaran dan
kerusakan lingkungan, disebabkan karena cara pandang yang salah terhadap alam. Etika
ekosentrisme menurut Keraf (2002) cenderung mangantarkan perilaku manusia yang
ekspolitatif terhadap alam dapat dilihat dari beberapa fakta berikut :
a. Kepentingan politik dan kekuasaan masih lebih mendominasi proses peradilan. Bencana
lumpur panas Lapindo bisa menjadi salah satu contoh. Hingga setahun lebih kasus yang
menyengsarakan masyarakat Porong, Sidoarjo ini, proses peradilannya belum jelas.
Dugaan kuat karena pemilik PT. Lapindo Brantas adalah pejabat tinggi di negeri ini.
Dalam sistem kapitalisme,ketika pengusaha menjadi penguasa maka tidak jarang
kepentingan publik akan dikorbankan. (Mukhamadun, Jurnal Respublika, Nopember
2006). Kondisi seperti ini mengakibatkan belum adanya law enforcement dan law of
justice (penegakan hukum dan penegakan keadilan).
Semestinya
harus
ada
proses
hukum
yang
fair
atas
kasus
seperti
ini,
hinga saat ini ribuan masyarakat Porong yang kehilangan tempat tinggal, kehilangan
pekerjaan serta anak-anak mereka tidak bisa sekolah, belum mendapatkan keadilan.
b. Mafia Peradilan dan Tekanan Pemodal. perusahaan-perusahaan asing multinasional
banyak sekali menerapkan standar ganda sekaligus menggunakan superioritas ekonomi
dan politik untuk melindungi kepentingan bisnisnya di negara-negara sedang
berkembang. Hal ini menjadi salah satu penyebab utama krisis lingkungan hidup. Kasuskasus kejahatan lingkungan seringkali endingnya tidak membawa rasa keadilan Contoh
ketidakadilan yang dirasakan oleh masyarakat adalah bebasnya bos PT Newmont.
Pengadilan Negeri Manado memutuskan, PT Newmont Minahasa Raya (PT NMR), anak
perusahaan dari Newmont Mining Corporation, dan Presiden Direkturnya, Richard Ness,
tidak bersalah atas seluruh dakwaan pencemaran dan pelanggaran atas peraturan yang
berlaku.
c. Konflik kepentingan berbagai sektor akibat kerakusan dan kelicikan. Diijinkannya 13
perusahaan pertambangan beroperasi di kawasan lindung melalui PP 2/2008, dengan
model pertambangan terbuka bisa menjadi contoh. Pihak pertambangan hanya
berpedoman PP 2/2008, Perpu Nomor 1 Tahun 2004 dan Keppres Nomor 41 Tahun 2004,
tanpa memperhatikan prinsip-prinsip konservasi seperti dalam UU Nomor 5/1990 tentang
Konservasi Sumberdaya alam dan Ekosistemnya, juga UU Nomor 23/1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup. Eksploitasi tambang dalam kawasan Hutan Lindung
dipastikan akan berdampak negatif bagi lingkungan. Fungsi hutan sebagai pendukung
perekonomian masyarakat pun akan hilang menyusul penguasaan kawasan itu oleh pihak
swasta. Disamping itu hilangnya fungsi daerah resapan air akan terjadi seiring dengan
hilangnya hutan yang menjadi lapisan penutup tanah. Fungsi hutan sebagai tempat hidup
keragaman hayati dan penyeimbang iklim juga akan terganggu.
Kalau kita jujur, ternyata aktor-faktor pendorong kerusakan lingkungan di atas
sangat berkaitan dengan etika. Lebih lanjut kita bisa melihat bahwa etika yang salah akan
menjadi driving factor kerusakan lingkungan. Misalnya :
a. Etika Developmentalisme dan Liberalisasi Ekonomi.
Indonesia
dengan
mudah
menarik investor
asing
untuk
menanamkan
pada
lingkungan
kesehatan,
pemandangan
yang
tidak
menarik,
menyelamatkan
sumberdaya
alam.
Konsep
ini
mensyaratkan
beberapa
hal. Pertamapemerintahan harus berjalan secara efektif. Kedua pemerintah itu sendiri
harus tunduk pada aturan yang berlaku. Selama tidak ada kepastian hukum , selama itu
pula tidak mungkin bisa dijamin ada pemerintahan yang baik.Ketiga, pemerintah berdiri
tegak sebagai wasit dan penjaga aturan hukum demi menjamin kepentingan bersama
seluruh rakyat. Keempat, perlu dijamin lembaga-lembaga pemerintah dan non pemerintah
berfungsi secara maksimal dan efektif. Sehingga fungsi social kontrol bisa optimal.
d. Penegakan Hukum Lingkungan
Penegakan Hukum Lingkungan merupakan aspek penting yang perlu dibahas tersendiri.
Aspek ini sangat terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan yang baik. Langkah yang
harus ditempuh adalah : pertama, reformasi legislasi. Peraturan perundangan yang tidak
pro lingkungan dan tidak pro publik harus ditinjau ulang. Undang-undang Sumberdaya
Air, Undang-undang Penanaman Modal Asing, PP 2/2008 dll, semestinya ditinjau
kembali untuk kepentingan penyelamatan sumberdaya alam dan lingkungan. Karena bila
substansi peraturan perundangan tidak menjamin kepentingan lingkungan hidup dan tidak
pro rakyat, maka akan terjadi pembangkangan rakyat (civil disobedience) dalam
mematuhi peraturan perundang-undangan tersebut.Kedua, reformasi pengadilan (judical
reform). Prinsip independensi pengadilan, prinsip profesionalitas, prinsip akuntabilitas,
prinsip partisipasi, prinsip transaparansi dan prinsip aksesibilitas harus dapat
duwujudkan.Ketiga, reformasi apartur penegak hukum (enforcement apparatur reform).
KESIMPULAN
menyelesaikan problematika lingkungan seakan hanya sebuah ide utopia. Mengapa
demikian? Keraf (2002) di akhir buku Etika Lingkungan, hanya menawarkan konsep kembali
pada kearifan lokal masyarakat adat. Mampukah masyarakat adat menghadapi globalisasi
kapital? Karena tren peradaban dunia justeru makin kapitalistik. Etika ekosentrisme makin
mendominasi kehidupan umat manusia. Ideologi developmentalisme kian menemukan
momentumnya, saat para pengusaha hitam menjadi penguasa. Terjadilah konspirasi antara
penguasa dan pengusaha dengan korporasinya.
Namun demikian, konsep etika lingkungan jika dilaksanakan secara komprehensip
baik pada tataran individu, publik maupaun negara tetap memberi secercah harapan bagi
upaya penyelamatan sumberdaya alam dan lingkungan. Oleh karena itu yang harus diambil
adalah pilihan yang berlandaskan pada etika ekonomi sekaligus etika ekologi. Konsep valuasi
ekonomi sumberdaya alam, yang menilai secara komprehensip sumber daya alam.
DAFTAR PUSTAKA
Djajadiningrat, S.T, 2001. Pemikiran, Tantangan, dan Permasalahan Lingkungan. Studio Tekno
Ekonomi ITB. Bandung.
Djojohadikusumo, S.1993. Dasar Teori Ekonomi Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan.
LP3ES. Jakarta
Fauzi, A. 2004. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Keraf, S.A. 2002. Etika Lingkungan. Penerbit Buku Kompas. Jakarta
McNeely, J.A. 1992. Ekonomi dan Keanekaragaman Hayati. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta
.Terjemahan
Mukhamadun, 2006. Lumpur Lapindo Akar Masalah dan Alternatif Solusinya dalam Perspektif
Hukum Lingkungan. Jurnal Hukum Respublika Vol.6 No.1, Nopember 2006.hal 12-20
Sale, K.1996. Revolusi Hijau. Diterjemahkan oleh Matheos Nalle. Yayasan Obor Indonesia.
Jakarta.
Syafitri, M. at al. 2005. Dibawah Satu Payung Pengelolaan Sumber Daya Alam. Suara BebasYayasan Kehati. Jakarta.