Anda di halaman 1dari 4

Team-1

Atar Sukamto – 2502101040


Maya Gustiana - 2502154601
Elvina Ryanto - 2502165353

Tugas Kelompok ke-4


Week 9

Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia Tahun 2021

Indonesia dikenal sebagai ‘paru-paru dunia’. Betapa tidak, Indonesia menempati posisi
kedua luas hutan terbesar kedua di dunia setelah Brasil. Kendati demikian, Indonesia yang
dijuluki ‘paru-paru dunia’ justru sedang tertimpa krisis akibat kebakaran hutan dan lahan yang
terus berulang.
Sepanjang tahun 2021 terjadi kebakaran hutan di beberapa wilayah di Indonesia.
Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2021, hutan
dan lahan yang terbakar di Indonesia mencapai 354.582 hektare (ha) atau mengalami
peningkatan 19,4% dibandingkan 296.942 ha pada 2020.
Secara kumulatif sejak 2016 hingga 2021, sebanyak 3,43 juta ha hutan dan lahan telah
terbakar di Indonesia. Kebakaran hutan dan lahan tahunan paling buruk terjadi pada tahun 2019,
yakni seluas 1,6 juta ha hutan dan lahan.
Jika dilihat secara tren, kebakaran hutan dan lahan di Indonesia cenderung fluktatif. Pada
2016, terjadi kebakaran hutan dan lahan seluas 438.363,19 ha. Pada 2017, terjadi penurunan
kebakaran hutan dan lahan sebanyak 165.483,92 ha atau turun 62%. Kemudian pada 2018
mengalami peningkatan hingga 219% menjadi 529.266,64 ha. Pada setahun setelahnya pun
kembali meningkat 211% mencapai 16 juta ha. Namun, kembali menurun 82% pada 2020.
Bencana kebakaran hutan dan lahan di Indonesia setiap tahun terus berulang. Kejadian ini
tentunya menyebabkan kerusakan lingkungan, defisit air, kematian tumbuh-tumbuhan dan
hewan, polusi udara dan tanah, terganggunya keseimbangan ekosistem, krisis pangan, dan lain-
lain. Diperlukan upaya pencegahan dan penanggulangan yang serius dari pelbagai elemen
masyarakat Indonesia dan dunia. Sumber: katadata.co.id, dicopy pada 29 Maret 2022, Pkl. 14.05

Pertanyaan:
• Kebakaran hutan yang terus terjadi seperti sebagiannya diceritakan di atas, juga aktivitas
pertambagan dan kegiatan pembangunan yang terus berlanjut (yang ditopang oleh
kemajuan pesat ilmu pengetahuan dan teknologi), telah mengakibatkan kerusakan besar
pada lingkungan hidup, sekaligus menjadi bencana bagi aneka kehidupan yang ada di
dalamnya, termasuk manusia. Menurut teman-teman, apa yang menyebabkan terjadinya
eksploitasi tak terkendali terhadap lingkungan, dan bagaimana mengatasi hal itu? (Panjang
jawaban: 200 – 300 kata).

• Teori etika lingkungan hidup “antroposentrisme” dipandang sebagai salah satu


penyumbang terjadinya eksplorasi dan eksploitasi tak terkendali terhadap alam. Apa inti
pandangan antroposentrisme itu, dan mengapa teori ini dianggap salah satu penyumbang
terjadinya kerusakan lingkungan hidup? (Panjang jawaban: 100 – 200 kata).

• Eco-spiritual memberikan imperatif (perintah moral) religius-spiritual bagi manusia untuk


kembali menghargai alam. Jelaskan inti pandangan eco-spiritual ini, dan utarakan
penilaian kritis kalian atas pandangan ini! (Panjang jawaban: 100 – 200 kata).

• Iman ekologis merupakan desakan alternatif mengembangkan sikap peduli pada


lingkungan. Apa maksudnya iman ekologis itu, dan apa saja wujud konkret dari iman
ekologis itu? (Panjang jawaban: 200 – 300 kata).

Jawaban:

1. Kerusakkan lingkungan serta eksploitasi-eksploitasi alam lainnya terjadi akibat ulah manusia yang
tidak mempergunakan hati nuraninya yang sudah diberikan oleh Pencipta karena kebaikanNya,
kasihNya dan anugerahNya. Tanpa maksud menghakimi, hal ini terjadi karena kurangnya edukasi, serta
peran pergaulan yang baik bagi oknum tersebut. Ketamakkan adalah sebab utama dari eksploitasi tak
terkendali terhadap lingkungan. Bila dibahas dari sudut agama, tentu saja karena orang-orang
yang melakukan hal ini tidak paham akan rasa cukup dalam hidup.

Untuk mengatasinya, diperlukan berbagai faktor. Tidak hanya faktor pendidikan dan peran
pergaulan sekitar seperti keluarga dan pertemanan, melainkan juga peran iman, keyakinan serta
kepercayaan. Mereka perlu paham bahwa mereka hidup di bumi ini hanya sementara, suatu hari
mereka akan tutup usia, dan yang terpenting adalah apa yang mereka tinggalkan bagi generasi
berikutnya. Kita sendiri yang masih hidup di zaman ini tahu bahwa uang adalah hal yang sangat
rentan untuk datang dan pergi. Tidak usah bicara jauh, semenjak terjadinya insiden pandemi
COVID-19 pun sudah memperlihatkan kepada kita pernyataan barusan. Cara pembayaran yang
tadinya menggunakan uang kertas kini bisa dengan digital (Berdampak positif terhadap
lingkungan dengan mengurangi penggunaan kertas). Sedangkan dari tahun ke tahun, bumi yang
sama itu digunakan sebagai tempat berlindungnya manusia, tempat pulangnya orang-orang dan
tempat rekreasi (gunung, sungai, pantai). Mereka perlu paham bahwa bila yang tersisa hanyalah
uang, uang pun tidak ada artinya bila tidak dapat ditukarkan dengan apa-apa.

3. Kerusakan alam yang semakin parah tentunya tidak lepas dari kemajuan tekhnologi dan akibat dari
revolusi Industri 4.0 dimana Industi-industri besar telah menguasai hamper semua wilayah dan
tentunya mempunyai efek langsung terhadap kerusakan alam akibat limbah yang tidak dioalah
atau dibuang dengan baik termasuk adanya kebakaran hutan dan lahan demi kepentingan Industri.
Ancaman serius yang dibuat alam terjadi bukan karena tanpa sebab. Harmonisasi antara alam dan
manusia dipandang sia-sia tanpa adanya usaha berdamai antara manusia dengan alam. Adanya
peringatan bahaya dari berbagai elemen lingkungan direspon manusia modern hanya sebatas
gerakan “green program” atau malah dimanfaatkan sebagai bisnis saja.

Canggihnya teknologi tidak diiringi dengan canggihnya manusia dalam menjawab permasalahan
krisis lingkungan. Penggunaan teknologi canggih secara besar-besaran bernading lurus dengan
emisi karbon yang dihasilkan. Jumlah emisi karbon yang diterima bumi oleh berbagai aktivitas
manusia pada tahun 2018 mengalami peningkatan cukup drastis, yaitu sebanyak 2,7% dari tahun
sebelumnya (carrington,2018). Adapun jika dilihat dari sejarah manusia, emisi karbon saat ini
telah melejit sebanyak 35% dari tahun 1850

“Eco-Spiritual” atau dapat juga dikatakan bahwa pengertiannya dapat memberikan suatu
“imperatif spiritual” bagi manusia untuk kembali meresapi kristalisasi dari nilai instrinsik alam.
Adanya konsepsi ini diharapkan akan melecutkan titik kesadaran manusia untuk melakukan total
action membenahi alam dengan segala daya upayanya. Dari kesadaran yang ada diharapkan dapat
ikut bertumbuh siring dengan zaman termasuk era peradaban kecanggihan keempat ini. Revolusi
“eco-spiritual” akan mengubah asumsi kosmologis dalam beragama terhadap alam dan
lingkungan hidup. Revolusi ekologi melalui pendekatan agama dapat berperan mensukseskan
gerakan lingkungan global dalam menangani krisis lingkungan yang terjadi.

Sebagai Penutup dengan adanya kesadaran eco-spiritual diharapkan manusia sebagai mahluk yang
beragama dan mempunya tuhan diharapkan untuk dapat menjaga semua mahluk ciptaan Tuhan
dengan tidak merusak atau memanfaatkan termasuk dengan merusak dan membakar hutan yang
ahirnya dapat merugikan umat Manusia sendiri baik dimasa sekarang dan dimasa yang akan
datang demi keberlanjutan Manusia dan alam secara harmonis.
4. Iman ekologis merupakan desakan alternatif mengembangkan sikap peduli pada lingkungan.
Apa maksudnya iman ekologis itu, dan apa saja wujud konkret dari iman ekologis itu? (Panjang
jawaban: 200 – 300 kata).

Iman ekologis merupakan kesinambungan antara manusia dan alam semesta dalam
naungan Tuhan sebagai higher power dan acuan manusia untuk bertindak sesuai dengan
kehendaknya, konsep ini tidak jauh berbeda dari konsep eco-spiritual namun dalam
iman ekologis lebih dititikberatkan pada hubungan intra-personal antara Tuhan dan
umatnya serta niat manusia untuk tidak menyiakan pemberian tuhan dalam bentuk
lingkugan yang kita tinggali. Dengan bahasa lain, iman ekologis juga dapat diartikan
sebagai hasil dari keimanan kita terhadap Tuhan, sehingga kita mampu untuk peduli
terhadap lingkungan/habitat dimana kita tinggal bersama-sama dengan ciptaan lainnya.

Dengan diketahuinya hal tersebut maka iman ekologis merupakan sikap bersyukur yang
mendalam akan alam semesta, dengan itu untuk tetap menghargai ciptaan-Nya manusia
harus aktif dalam melestarikan serta menyebarkan paham-paham baik mengenai
kelestarian lingkungan dan bersikap proaktif terhadap isu-isu yang terjadi dalam skala
besar ataupun kecil, timbal balik yang terjadi dengan alam semesta seharusnya menjadi
pokok dalam perwujudan konkret iman ekologis, hal tersebut mendorong adanya
komitmen yang harus dijaga agar kita dapat menikmati keindahan dan benefit dari alam
yang sudah susah payah kita jaga dan lindungi. Selain itu, bukti yang konkret mengenai
iman ekologis ini sendiri yang terjadi pada masa kini ialah Yayasan Tzu Chi Indonesia.
Mereka memiliki agama yang dijalankan, namun mereka tidak lupa untuk melakukan
aksi kebaikan terhadap sesama dengan menyalurkan tenaga serta materi yang mereka
miliki untuk menciptakan dampak bagi lingkungan. Satu aktivitas yang pernah
dilakukan oleh kalangan ini adalah aksi gotong royong membersihkan selokan di
kawasan pemukiman warga.

Referensi:

• Lecture Note 9 CARING FOR THE ENVIRONMENT

• https://pionir.uin-malang.ac.id/assets/uploads/berkas/artikel%208.pdf

Anda mungkin juga menyukai