DOSEN PENGAMPU:
Dr. Samariadi, S.H., M.H.
DISUSUN OLEH:
ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS RIAU
TAHUN AKADEMIK 2023/2024
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah Bantuan Hukum,
dengan judul: “Deforestasi Akibat Perkebunan Sawit Di Indonesia Dalam
Perspektif Deep Ecology.” Penulis juga berterima kasih kepada Bapak dosen yang
telah memberikan bimbingan.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari
bantuan banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran, dan kritik
sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Tim Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Saat ini, semakin banyak orang sadar bahwa isu lingkungan hidup
tidak terbatas pada aspek fisiknya saja. Permasalahan lingkungan hidup
melibatkan aspek yang tidak hanya terkait dengan kehidupan manusia
secara biologis. Namun, juga ada esensi moral yang perlu diperhatikan.
Dampak negatif terhadap lingkungan seperti erosi, banjir, longsor,
kerusakan dan kebakaran hutan tidak hanya menyebabkan kekhawatiran
terhadap kelangsungan hidup manusia, tetapi juga menunjukkan betapa
manusia telah melanggar tugasnya sebagai pengelola alam yang
bertanggung jawab.
Isu mengenai sumber daya alam dan ekosistem telah menjadi krisis
global yang signifikan, yang memiliki dampak negatif terhadap
kelangsungan hidup manusia dan proses pembangunan. Sebagai tanggapan
terhadap krisis ini, gerakan lingkungan telah muncul dan berkembang
sejak awal abad ke-20. Gerakan ini didasarkan pada pendekatan ecosophy
di mana filosofi untuk menyelamatkan planet bumi mencakup aspek
ekologi dan juga sisi spiritual. Pada tahun 1972, seorang filsuf Norwegia
bernama Arne Naess memperkenalkan konsep ecosophy atau deep
ecology1.
1
Sinopsis Buku Hadi S. Alikodra, Konservasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup:
Pendekatan Ecosophy bagi Penyelamatan Bumi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta,
2012, www.wwf.or.id/?26300/WW
memenuhi kebutuhannya sendiri, tetapi juga harus memenuhi kepentingan
dari semua komponen lingkungan hidup demi keberlanjutan jangka
panjang.
2
Arne Naess dalam Sonny Keraf, Etika Lingkungan, PT. Kompas Media Nusantara, Jakarta, 2006,
hlm. XIV
3
Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan, Edisi VIII, Cetakan Kesembilan Belas,
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2006, Hlm. 4
kayu, untuk meningkatkan pendapatan negara dari sektor tersebut. Itu
merupakan langkah pertama dalam memanfaatkan hutan untuk
meningkatkan devisa negara sebanyak mungkin.
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah perkembangan Deep Ecology
2. Untuk mengetahui prinsip Deep Ecology
3. Untuk mengetahui tujuan Deep Ecology
4. Untuk memahami penerapan konsep Deep Ecology dalam
kasus Deforestasi Akibat Perkebunan Sawit di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
2) Barukh Spinoza
Baruch de Spinoza (24 November 1632 - 21 Februari 1677)
adalah filsuf keturunan Yahudi-Portugis berbahasa Spanyol yang lahir
yang lahir besar di Belanda. Pikiran Spinoza berakar dalam tradisi
pikiran Spinoza berakar dalam tradisi Yudaisme. Pemikiran Spinoza
yang terkenal adalah ajaran mengenai Substansi tunggal tunggal Allah
atau alam. Hal ini ia katakan karena baginya Tuhan dan Hal ini ia
katakan karena baginya Tuhan dan alam semesta adalah satu dan
Tuhan juga mempunyai bentuk yaitu seluruh alam jasmaniah. Oleh
karena pemikirannya ini, Spinoza pun disebut sebagai penganut
panteisme-monistik. Menurut Spinoza, sifat substansi adalah abadi,
tidak terbatas, mutlak, dan tunggal-utuh. Bagi Spinoza, hanya ada satu
yang dapat memenuhi definisi ini yaitu Allah. Hanya Allah yang
memiliki sifat yang tak terbatas, abadi, mutlak, tunggal, dan utuh.
Selain itu, Spinoza juga mengajarkan apabila Allah adalah satu-
satunya substansi, maka segala yang ada harus dikatakan berasal
berasal daripada Allah. Hal ini berarti berarti semua gejala pluralitas
dalam alam baik yang bersifat jasmaniah (manusia, flora dan fauna,
bahkan bintang maupun yang bersifat bersifat rohaniah (perasaan,
pemikiran, pemikiran, atau kehendak) bukanlah hal yang berdiri
sendiri melainkan tergantung sepenuhnya dan mutlak pada Allah.
3) Mahatma Gandhi
Mohandas Karamchand Gandhi (lahir di Porbandar, Gujarat, India
Britania, 2 Oktober 1869 – meninggal di New Delhi, India, 30 Januari
1948 pada umur 78 tahun) adalah seorang seorang pemimpin spiritual
dan politikus dari India. Gandhi adalah salah seorang yang paling
penting yang terlibat dalam Gerakan Kemerdekaan India. Ia adalah
aktivis yang tidak menggunakan yang tidak menggunakan
kekerasan, mengusung gerakan kemerdekaan melalui aksi
kemerdekaan melalui aksi demonstrasi damai. Mahatma Gandhi dalam
wisdom terkenalnya mengakatan bahwa kebesaran beserta kemajuan
moral suatu bangsa ditentukan dari bagaimana hewan-hewan yang
hidup di sana diperlakukan. Wisdom ini mendorong deep ecology
mengembangkan prinsip-prinsip politik hijaunya dan kesetaraan asasi
semua mahkluk hidup.