Anda di halaman 1dari 14

LATAR BELAKANG DAN PERKEMBANGAN PENDIDIKAN

LINGKUNGAN HIDUP

Dosen Pengampu Mata Kuliah: Mursadam, M. Pd

Disusun Oleh Kelompok 1:

1. Diki Damma Putra


2. Mirayati
3. Pebi Amalia Hibdiah
4. Rita Purnama Sari
5. Siti Johar Manikam
6. Sukmawati

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM
2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT
karena atas perkenan-Nya jualah penyusunan makalah dengan judul “Latar Belakang
Dan Perkembangan Pendidikan Lingkungan Hidup” dapat terselesaikan. Ucapan
terimakasih juga penulis sampaikan kepada bapak Mursadam, M. Pd selaku dosen
pengampu mata kuliah Penddikan Lingkunga Hidup, yang telah membimbing hingga
makalah ini dapat terselesaikan.
Penulis sendiri menyadari bahwa penulisan makalah ini sangat jauh dari
kesempurnaan maka dari itu kritik, saran dan masukan dari dosen serta rekan-rekan dan
para pembaca sangat diharapkan. Semoga Allah SWT membalas segala bantuan dari
semua pihak yang telah diberikan kepada penyusun dengan kebaikan yang lebih banyak
lagi. Semoga makalah ini bermanfaat bagi siapa saja yang memerlukannya.

Mataram, 18 September 2022


Penyusun.

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia merupakan Negara yang memiliki kekayaan alam yang melimpah.
Dari pemanfaatan kekayaan alam tersebut dapat menambah pendapatan negara,
yang didapatkan dari berbagai sektor, seperti wisata, pertambangan, pertanian,
perkebunan, kelautan, dan sebagainya.
Di dalam proses pemanfaatan sumber daya alam yang tersedia juga dapat
dihasilkan limbah yang akan menjadi beban bagi lingkungan untuk
mendegradasinya. Jumlah limbah yang semakin besar yang tidak terdegradasiakan
menimbulkan masalah baru yaitu pencemaran bagi lingkungan (Paryadi,2008).
Kondisi yang terjadi sekarang terhadap lingkungan sungguh menyedihkan.
Manusia yang seharusnya memelihara, menjaga, serta melestarikan lingkungan
malah semakin membuat tekanan yang luar biasa terhadap lingkungan.
Perkembangan teknologi, ekonomi dan aktivitas sosial tanpa memperhatikan daya
dukung dan daya tampung lingkungan telah menyebabkan kemerosotan
lingkungan dan pencemaran air akibat limbah.
Terkait masalah-masalah lingkungan yang makin hari makin bertambah
banyak dan beragam tersebut, sangat diperlukan adanya suatu program
pengelolaan agar lingkungan yang ada yang sudah mengalami penurunan kualitas
tersebut tidak menjadi semakin parah namun terjadi pemulihan yang lebih baik.
Untuk itu di butuhkan sikap dari masyarakat maupun pemerintah untuk dapat
mengurangi ataupun menanggulangi pencemaran lingkungan akibat dari limbah
pemanfaatan sumber daya alam.
Sehubungan dengan limbah perlu adanya sikap dari masyarakat ataupun
pemerintah agar dapat mencegah kemerosotan lingkungan dan sumber daya alam
dengan maksud agar lingkungan dan sumber daya alam tersebut tetap terpelihara
keberadaan dan kemampuan dalam mendukung berlanjutnya pembangunan kelak.

3
Oleh karena itu, pemerintah tergerak untuk membentuk kurikulum
pendidikan lingkungan hidup. PLH merupakan proses pembelajaran dengan
memberikan perspektif pengetahuan dan kesadaran lingkungan secara menyeluruh
yang tidak hanya diperuntukkan bagi pendidikan formal, tetapi juga informal
(Pruitt, 2019: 119). Adanya kurikulum tersebut diharapkan dapat menjadi
pedoman dalam pelaksanaan pembelajaran agar dapat tercapainya tujuan yang
berkaitan dengan lingkungan.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang hendak dibahas dalam makalah ini, yaitu:
1. Bagaimana latar belakang pengembangan pendidikan lingkungan hidup?
2. Bagaimana peran manusia dalam lingkungan hidup?
3. Bagaimana perkembangan pendididkan lingkungan hidup?
4. Bagaimana pendidikan sistem ilmu pengetahuan alam (IPA) sebagai modal
pendidikan lingkungan hidup?
1.3. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang sudah dijabarkan, adapun tujuan dalam
pembuatan makalah ini, yaitu:
1. Mengetahui latar belakang pengembangan pendidikan lingkungan hidup.
2. Mengetahui peran manusia dalam lingkungan hidup.
3. Mengetahui perkembangan pendididkan lingkungan hidup.
4. Mengetahui pendidikan sistem ilmu pengetahuan alam (IPA) sebagai modal
pendidikan lingkungan hidup.

4
BAB II

PEMBAHASAN

1.1. Latar Belakang Pengembangan Pendidikan Lingkungan Hidup

Pada tahun 1972, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengadakan


konferensi pertama tentang ligkungan hidup, yang mana hasil dari Konferensi ini
adalah dibentuknya United Nations Environment Programme (UNEP), organisasi
PBB di bidang lingkungan hidup. UNEP diberi mandat untuk menetapkan agenda
lingkungan global, mempromosikan implementasi yang koheren dari dimensi
lingkungan dengan berpedoman pada pembangunan berkelanjutan sistem PBB.
Pembentukan UNEP penting pada masanya karena di akhir 1960-an dan awal
1970-an, pemahaman tentang lingkungan masih sangat terbatas.
Deklarasi Stockholm melihat bahwa sebagian besar masalah lingkungan di
negara berkembang disebabkan oleh keterbelakangan, yang dicirikan dengan
kurangnya sandang, pangan, papan, serta keterbatasan akses pendidikan,
kesehatan, dan sanitasi. Secara khusus, pada Prinsip ke-19, deklarasi
mengharapkan pemerintah dan masyarakat untuk berupaya melestarikan dan
memperbaiki lingkungan hidup melalui pendidikan dengan tetap memperhatikan
kelompok masyarakat prasejahtera.
Mengacu pada Deklarasi Tbilisi, ada lima hal yang menjadi tujuan PLH bagi
siswa, yaitu kesadaran, pengetahuan, sikap, keterampilan, dan partisipasi. PLH
diharapkan dapat membantu siswa memperoleh kesadaran dan pengetahuan
mengenai lingkungan hidup untuk selanjutnya dapat membentuk sikap siswa. Dari
pemahaman tersebut akan muncul keterampilan dan kecakapan sehingga siswa
dapat berpartisipasi aktif dalam memecahkan masalah lingkungan. Selain itu, ada
tiga pilar pendidikan lingkungan yang dapat diadaptasi dari hasil pengembangan
PLH oleh UNESCO/UNEP, yaitu pendidikan tentang lingkungan, pendidikan
di/dari/melalui lingkungan, dan pendidikan untuk lingkungan. Hal-hal tersebut di

5
atas diperlukan agar kita dapat menilai secara objektif sejauh mana implementasi
PLH di Indonesia.
1.2. Peran Manusia Dalam Lingkungan Hidup

Dalam kehidupan, mahluk hidup tidak hanya membutuhkan sesama mahluk


hidup saja, tetapi juga membuntuhkan lingkungan tempat hidup dan sebagai ruang
bersosialisasi. Sudah dipastikan jika kehidupan mahluk hidup tidak luput dari
kehadiran lingkungan. Oleh karena itu, antara mahluk hidup dan lingkungan saling
membutuhkan. Dalam hal ini khususnya manusia.
Manusia sangat bergantung pada keberadaan lingkungan hidup. Secara garis
besar lingkungan dapat memenuhi kebutuhan hidup manusia, baik itu sandang,
pangan, maupun papan. Sehingga keberadaan manusia dalam lingkungan hidup
memiliki peran yang sangat penting. Namun, dalam perannya dalam lingkungan
hidup, manusia bisa memberi dampak yang negatif dan positf.
Dalam bertahan hidup, manusia perlu memenuhi kebutuhan hidupnya.
Memiliki kekayaan alam yang berlimpah dapat memberikan banyak manfaat bagi
manusia dalam memenuhi kebutuhannya. Kekayaan alam yang dapat dikelola
untuk diambil manfaatnya dari berbagai sektor, antara lain pada sektor wisata
alam, pertambangan, kehutanan, perkebunan, pertanian, kelautan, dan lain
sebagainya. Namun pemanfaatan yang berlebihan dan tidak memperhatikan
kelestarian alam dapat berdampak buruk bagi lingkungan hidup. Pada saat seperti
inilah peran manusia dalam lingkungan hidup dipandang negatif. Karena hanya
mementingkan kebaikan pribadi tanpa menyadari bahwa kelestarian alam sedang
terancam.
Permasalahan mengenai pelestarian lingkungan merupakan hal yang
kompleks untuk dibahas, karena masalah lingkungan hidup merupakan kewajiban
asasi manusia untuk dikelola sebagaimana mestinya. Dengan begitu setiap
manusia baik secara langsung maupun tidak langsung harus bertanggung jawab
terhadap kelangsungan lingkungan hidup. Oleh karena itu, peran serta masyarakat

6
dalam menciptakan lingkungan hidup yang diinginkan juga harus dibarengin
dengan kewajiban untuk menjaga lingkungan itu sendiri.
Kewajiban masyarakat dalam ikut serta untuk melestarikan lingkungan
hidup juga sering di singgung dalam Undang-Undang mengenai pengelolaan
lingkungan hidup. Salah satunya UU Nomor 32 tahun 2009 Tentang perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dalam pasal 70 Ayat (1) disebutkan bahwa
“Masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk
berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup”. Peran serta
masyarakat juga menjadi sesuatu yang mutlak dalam kerangka menciptakan
lingkungan hidup yang sehat.
Makna kesehatan tidak semata secara fisik dengan lingkungan yang baik,
lebih dari itu kesehatan fisik sebagai akibat lingkungan yang baik merupakan
prasyarat sehatnya jiwa yang tentunya merupakan aset sumber daya manusia yang
sangat mendasar dan penting. Ini juga sesuai dengan konsep modal manusia yang
memperhatikan tiga aspek yaitu pendidikan, kesehatan¸dan pendapatan, yang
mana kesehatan akan didapatkan di lingkungan yang baik dan sehat.
1.3. Perkembangan Pendidikan Lingkungan Hidup

Secara global, pemahaman akan arti penting PLH dimulai sejak tahun 1970-
an. Dokumen utama yang membahas mengenai PLH adalah Deklarasi Stockholm,
5–16 Juni 1972, yang merupakan hasil dari Konferensi PBB tentang Lingkungan
Hidup (The Conference on the Human Environment). Selanjutnya hari pertama
pelaksanaan konferensi tersebut, yaitu tanggal 5 Juni, sejak tahun 1974 disepakati
sebagai Hari Lingkungan Hidup Sedunia yang terus diperingati hingga saat ini.
Pada Januari 1975, United Nations Environment Programme (UNEP)
bersama dengan United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization
(UNESCO) meluncurkan Program Pendidikan Lingkungan Internasional
(International Environmental Education Program, IEEP). Tujuan peluncuran
Program ini adalah untuk memfasilitasi koordinasi serta perencanaan program dan
kegiatan bersama di bidang PLH. Kegiatan dimaksud dapat berbentuk pertukaran

7
ide, penelitian, evaluasi metode PLH, serta pelatihan dengan UNESCO/UNEP
sebagai konsultannya.
Kesempatan selanjutnya yang secara khusus mengangkat tema PLH adalah
workshopdi Belgrade, Yugoslavia (13–22 Oktober 1975). Hasil workshop adalah
sebuah Piagam yang mendorong dilakukannya reformasi sistem pendidikan dan
penataan ulang prioritas nasional dan regional yang menyertakan pelestarian
lingkungan. Workshop ini merupakan kerja sama antara UNESCO dan UNEP,
dan menghasilkan lebih dari 100 rekomendasi terkait dengan 11 area utama yang
berkaitan dengan tema workshop. Selanjutnya hasil workshop dapat dijadikan
pedoman dasar penerapan PLH.
Sebelum memasuki pergantian abad, masih ada beberapa upaya global
dalam mendorong kesadaran lingkungan yang terkait dengan PLH, dengan salah
satu pertemuan penting di Tbilisi, Georgia, USSR, Oktober 1977. Konferensi
antar-pemerintah mengenai PLH (Intergovernmental Conference on
Environmental Education) di Georgia ini menekankan pada pelestarian dan
perbaikan lingkungan hidup dunia dan mencari kerangka kerja serta pedoman
PLH. Deklarasi Tbilisi yang merupakan dokumen hasil konferensi ini menetapkan
pedoman, tujuan, dan karakteristik dari PLH.
Upaya global berikutnya yang berhubungan langsung dengan PLH adalah
Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals, MDGs) yang
berlangsung tahun 2005–2015. PLH mendapatkan perhatian khusus dengan
adanya Dekade Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan (Decade of
Education for Sustainable Development, DESD) yang beriringan pelaksanaannya
dengan MDGs. DESD diluncurkan oleh PBB untuk mengintegrasikan prinsip,
nilai, dan praktik pembangunan berkelanjutan ke dalam pendidikan. Laporan resmi
PBB mengenai DESD sudah disampaikan menjelang penghujung decade.
Di Indonesia, kewajiban masyarakat dalam pelindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU Lingkungan Hidup).

8
Namun nyatanya, jauh sebelum UU Lingkungan Hidup disahkan (2009), PLH di
Indonesia sudah diinisiasi oleh Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP)
Jakarta pada tahun 1975. Kurikulum 1975 mengintegrasikan PLH pada mata
pelajaran yang relevan, untuk pendidikan dasar sampai dengan menengah
berdasarkan S.K. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) No.
008/U/1975. Kurikulum 1975 merupakan kurikulum yang sarat beban. Akibatnya
pendidikan lingkungan hidup tidak tergambar dengan jelas keterkaitannya.
Di tahun 1977/1978, rintisan Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP)
Lingkungan Hidup diuji cobakan di 15 SD di Jakarta. Pada tahun 1979 di bawah
koordinasi Kantor Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan
Hidup, dibentuk Pusat Studi Lingkungan (PSL) di berbagai PTN dan PTS, di mana
pendidikan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) mulai
dikembangkan. Sampai tahun 2010, jumlah PSL yang menjadi anggota Badan
Koordinasi Pusat Studi Lingkungan (BKPSL) telah berkembang menjadi 101 PSL.
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen
Pendidikan Nasional (Ditjen Dikdasmen Depdiknas) di tahun 1984 di tahun 1984
menetapkan bahwa penyampaian mata ajar tentang kependudukan dan lingkungan
hidup secara terintegrasi dituangkan dalam Kurikulum 1984 dengan memasukkan
materi kependudukan dan lingkungan hidup ke dalam semua mata pelajaran pada
tingkat menengah umum dan kejuruan.
Pada 21 Mei 1996 disepakati kerja sama pertama antara Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan (Depdikbud) dan Kementerian Negara Lingkungan
Hidup (KLH) untuk implementasi PLH melalui Keputusan Nomor 142/U/1996
dari Depdikbud dan Keputusan No 89/MENLH/5/1996 dari KLH tentang
Pembinaan dan Pengembangan Pendidikan Lingkungan Hidup. Sejalan dengan itu,
Ditjen Dikdasmen Depdikbud juga terus mendorong pengembangan dan
pemantapan pelaksanaan PLH di sekolah-sekolah antara lain melalui penataran
guru, penggalakan bulan bakti lingkungan, penyiapan Buku Pedoman Pelaksanaan

9
Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) untuk guru SD, SMP,
SMA, dan SMK, serta Program Sekolah Asri.
Selanjutnya di tahun 2004, tepatnya pada 19 Februari 2004, kebijakan PLH
disepakati oleh empat kementerian/ lembaga negara, yaitu pada waktu itu KLH,
Depdiknas, Departemen Agama, dan Departemen Dalam Negeri. Kebijakan ini
menjadi dasar arahan bagi para pemangku kepentingan dalam pelaksanaan dan
pengembangan PLH di Indonesia serta sebagai salah satu solusi dalam upaya
meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap pelestarian
fungsi lingkungan hidup.
Kerja sama antara dua kementerian di tahun 1996 selanjutnya diperbarui
pada tahun 2005 dan 2010. Sebagai tindak lanjut dari kesepakatan tahun 2005,
pada tanggal 21 Februari 2006 KLH mengembangkan Program Adiwiyata pada
jenjang pendidikan dasar dan menengah untuk mempercepat pengembangan PLH
jalur pendidikan formal pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Target PLH antara lain minimal dapat membekali siswa dengan pengetahuan
dan keterampilan yang cukup di bidang lingkungan hidup, yang selanjutnya akan
melahirkan sikap dan perilaku yang sadar dan peduli serta berkomitmen di dalam
melindungi serta mengelola lingkungan hidup secara arif dan bijaksana. Artinya
Dokumen Tbilisi dan model PLH yang diusulkan oleh UNESCO/UNEP sudah
mulai diterapkan di Indonesia. Dengan ini diharapkan sikap dan perilaku siswa
yang berwawasan lingkungan akan mendorong terciptanya pola kehidupan
masyarakat baru yang memiliki etika lingkungan hidup dan pada akhirnya dapat
berimbas pada perbaikan kualitas hidup bersama.
1.4. Pendidikan Sistem Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Sebagai Modal Pendidikan

Lingkungan Hidup

Perkembangan sains dan teknologi merupakan dua hal yang tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan manusia. Hampir semua aspek kehidupan manusia
dewasa ini telah tersentuh oleh produk-produk teknologi, yang merupakan
penerapan dari konsep-konsep sains. Sehingga peran penting manusia yaitu

10
diharapkan mampu memaksimalkan penggunaan teknologi dan sains untuk
kemajuan ke arah yang lebih baik, terutama dalam hal ini yang berhubungan
dengan lingkungan hidup. Sehubungan dengan hal tersebut, pembelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) di sekolah harus dikaitkan langsung dengan sains dan
teknologi yang ada di sekitar lingkungan peserta didik, untuk dapat mencapai
tujuan yang maksimal.
Pembelajaran IPA merupakan salah satu pelajaran sains yang titik beratnya
adalah eksperimentasi tentang alam atau lingkungan hidup, sehingga disarankan
agar dalam pembelajaran digunakan pendekatan yang menghendaki peserta didik
menemukan kembali atau merekonstruksi kebenaran yang harus dipelajari.
Pembelajaran sains menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk
mengembangkan kompetensi agar peserta didik mampu mempelajari dan
memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan sains diarahkan untuk mencari
tahu dan mempraktikkan langsung, sehingga dapat membantu peserta didik untuk
memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Pemahaman
konsep dan proses sains bermanfaat bagi peserta didik agar dapat menanggapi isu
lokal, sosial, ekonomi, lingkungan dan etika, menilai secara kritis perkembangan
sains dalam bidang sains dan teknologi serta dampaknya.
Selain itu, mata pelajaran IPA (sains) bertujuan memberikan bekal kepada
peserta didik agar memiliki kemampuan membentuk sikap positif terhadap alam
dengan menyadari keteraturan, keindahan serta fenomena yang mengagumkan dan
betapa menakjubkan ciptaan Tuhan, dengan memupuk sikap ilmiah yaitu; jujur,
objektif, terbuka, ulet, kritis dan dapat bekerjasama dengan orang lain.
Pembelajaran IPA tidak terlepas dari mengembangkan penguasaan konsep dan
prinsip sains, saling keterkaitannya dengan ilmu lain, serta mengembangkan
pengetahuan, keterampilan dan sikap percaya diri untuk menghasilkan karya
teknologi yang berkaitan dengan kebutuhan manusia dan berperan serta dalam
menjaga kelestarian lingkungan.

11
Pembelajaran IPA merupakan salah satu implementasi kurikulum yang
dianjurkan untuk diaplikasikan dijenjang pendidikandasar yaitu SD/MI dan
SMP/MTs. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik
untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan
lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses
pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk
mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara
ilmiah. IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan
manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan.

12
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Dari ulasan di atas dapat ditarik kesimpulan, sebagai berikut:

1. Garis besar permasalahan yang melatar belakangi pengembangan lingkungan


hidup yaitu, terbatasnya pemahaman tentang lingkungan hidup. Sedangkan
berdasarkan Deklarasi Stockholm melihat bahwa, sebagian besar masalah
lingkungan di negara berkembang disebabkan oleh keterbelakangan, yang
dicirikan dengan kurangnya sandang, pangan, papan, serta keterbatasan akses
pendidikan, kesehatan, dan sanitasi. Secara khusus, pada Prinsip ke-19, deklarasi
mengharapkan pemerintah dan masyarakat untuk berupaya melestarikan dan
memperbaiki lingkungan hidup melalui pendidikan dengan tetap memperhatikan
kelompok masyarakat prasejahtera. Sehingga, mengacu pada Deklarasi Tbilisi, ada
lima hal yang menjadi tujuan PLH bagi siswa, yaitu kesadaran, pengetahuan,
sikap, keterampilan, dan partisipasi. PLH diharapkan dapat membantu siswa
memperoleh kesadaran dan pengetahuan mengenai lingkungan hidup untuk
selanjutnya dapat membentuk sikap siswa yang terampil dan cakap sehingga dapat
berpartisipasi aktif dalam memecahkan masalah lingkungan.
2. Manusia sangat bergantung pada keberadaan lingkungan hidup. Kekayaan alam
yang dapat dikelola untuk diambil manfaatnya dari berbagai sektor, antara lain
pada sektor wisata alam, pertambangan, kehutanan, perkebunan, pertanian,
kelautan, dan lain sebagainya. Namun pemanfaatan yang berlebihan dan tidak
memperhatikan kelestarian alam dapat berdampak buruk bagi lingkungan hidup.
Permasalahan mengenai pelestarian lingkungan merupakan hal yang kompleks
untuk dibahas, karena masalah lingkungan hidup merupakan kewajiban asasi
manusia untuk dikelola sebagaimana mestinya. Dengan begitu setiap manusia baik
secara langsung maupun tidak langsung harus bertanggung jawab terhadap

13
kelangsungan lingkungan hidup. Oleh karena itu, peran serta masyarakat dalam
menciptakan lingkungan hidup yang diinginkan juga harus dibarengin dengan
kewajiban untuk menjaga lingkungan itu sendiri.
3. Secara global, pemahaman akan arti penting PLH dimulai sejak tahun 1970-an.
Hingga pada tahun 1972, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengadakan
konferensi pertama tentang ligkungan hidup, yang mana hasil dari Konferensi ini
adalah dibentuknya United Nations Environment Programme (UNEP), organisasi
PBB di bidang lingkungan hidup. Selanjutnya hari pertama pelaksanaan konferensi
tersebut, yaitu tanggal 5 Juni, sejak tahun 1974 disepakati sebagai Hari
Lingkungan Hidup Sedunia yang terus diperingati hingga saat ini. Sedangkan di
Indonesia, kewajiban masyarakat dalam pelindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU Lingkungan Hidup). Dokumen Tbilisi
dan model PLH yang diusulkan oleh UNESCO/UNEP sudah mulai diterapkan di
Indonesia. Dengan ini sikap dan perilaku siswa yang berwawasan lingkungan akan
mendorong terciptanya pola kehidupan masyarakat baru yang memiliki etika
lingkungan hidup dan pada akhirnya dapat berimbas pada perbaikan kualitas hidup
bersama.
4. Mata pelajaran IPA (sains) bertujuan memberikan bekal kepada peserta didik agar
memiliki kemampuan membentuk sikap positif terhadap alam dengan menyadari
keteraturan, keindahan serta fenomena yang mengagumkan dan betapa
menakjubkan ciptaan Tuhan, dengan memupuk sikap ilmiah yaitu; jujur, objektif,
terbuka, ulet, kritis dan dapat bekerjasama dengan orang lain.

14

Anda mungkin juga menyukai