Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

ZAKAT FITRAH

Dosen Pengampu : Muhammad Anshari, M.pd

Disusun Oleh Kelompok 7:

Riska Yanti
Shafiyyah
Titin Nurindryani

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM
2022

KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Zakat”. Ucapan terimakasih juga
penulis sampaikan kepada Ayahanda Muhammad Anshari, M.pd. selaku
dosen pengampu matakuliah Fiqih Ibadah, yang telah membimbing hingga
makalah ini dapat terselesaikan.

Penulis sendiri menyadi bahwa penulisan makalah ini sangat jauh dari
kesempurnaan maka dari itu kritik, saran dan masukan dari dosen serta rekan-
rakan dan para pembaca sangat diharapkan. Semoga Allah SWT membalas
segala bantuan dari semua pihak yang telah diberikan kepada penyusun
dengan kebaikan yang lebih banyak lagi. Semoga makalah ini bermanfaat
bagi siapa saja yang memerlukannya.

Mataram, 4 Mei 2023

Penyusun.

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................1
1.3 Tujuan........................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................2
2.1 Zakat Fitrah...............................................................................................2
2.2 Mustahiq Zakat............................................. ............................................3
2.3 Zakat dan Pajak.........................................................................................7
2.4 Pengelolaan Zakat.....................................................................................8
2.5 Hikmah Zakat............................................................................................9

BAB III PENUTUP..............................................................................................11


3.1 Kesimpulan..............................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................12
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang ketiga, zakat merupakan
suatu ibadah yang paling penting kerap kali dalam Al-Qur'an, Allah
menerangkan zakat beriringan dengan menerangkan sembahyang. Pada
delapan puluh dua tempat Allah menyebut zakat beriringan dengan urusan
shalat ini menunjukan bahwa zakat dan shalat mempunyai hubungan yang
rapat sekali dalam hal keutamaannya shalat dipandang seutama-utama
ibadah badaniyah zakat dipandang seutama-utama ibadah maliyah. Zakat
juga salah satu unsur pokok bagi tegaknya syariat Islam. Oleh sebab itu
hukum zakat adalah wajib (fardhu) atas setiap muslim yang telah
memenuhi syarat-syarat tertentu. Zakat termasuk dalam kategori ibadah
(seperti shalat, haji, dan puasa) yang telah diatur secara rinci dan paten
berdasarkan al-Qur'an dan as-Sunnah, sekaligus merupakan amal sosial
kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai dengan
perkembangan umat manusia

1.2 Rumusan Masalah

2.1 Apa yang dimaksud dengan zakat fitrah


2.2 Apa yang dimaksud dengan mustahiq zakat
2.3 Apa yang dimaksud dengan zakat dan pajak
2.4 Apa yang dimaksud dengan Pengelolaan Zakat
2.5 Apa itu Hikmah zakat

1.3 Tujuan

2.1 Untuk mengetahui dan memahami definisi zakat fitrah


2.2 Untuk mengetahui definisi mustahiq zakat
2.3 Untuk mengetahui definisi zakat dan pajak
2.4 Untuk mengetahui dan memahami Pengelolaan Zakat
2.5 Untuk mengetahui dan memahami Hikmah zakat

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Zakat Fitrah

Arti dan Kedudukan Zakat Fitrah

Zakat firah atau disebu dengan shadaqah al-fithr adalah salah satu bentuk
zakat yang diwajibkan Allah bagi setiap Muslim, laki-laki, wanita, tua, muda,
anak-anak, dan dewasa karena berbuka (al-fithr) untuk mengakhiri bulan
Ramadhan. Dasar kewajiban zakat fitrah adalah “ Dari Ibnu Umar ra
berkata: Rasulullah SAW mewajibkan zaka fihr bulan Ramadhan kepada
manusia sebesar satu shaa’ kurma atau sya’ir, yaitu kepada seiap rang
merdeka, budak, laki-laki dan perempuan dari orang-orang muslim, (HR.Al-
Bukhari:1407)”. seperti telah dijelaskan diatas bahwa zakat fitrah disyariatkan
pertama kali pada bulan Sya’ban ahun kedua Hijriah. tepat pada tahun
diwajibkannya puasa bulan Ramadhan, dan sebelum diwajibkannnya zakat
maal (harta) (Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam PP
Muhammadiyah, 2007:102).

Ukuran, Waktu dan Sasaran Pembayaran

ukuran zakat firah yang harus dikeluarkan adalah sau sha’ gandum, kurma
atau makanan sehari-hari. Bila dikonversikan ke bentuk beras menjadi 2,176
kg atau dibulatkan menjadi 2,5 kg. Dalam mazhab Hanafi, pembayaran boleh
di konversikan dalam benuk uang seharga 1 sha’ (2,5 kg) itu sesuai jenis
makanan di negeri masing-masing.

Zakat fitrah wajib diberikan pada malam 1 Syawwal hingga Shalat Idul
Fitri. Boleh juga dikeluarkan sebelum 1 Syawwal (Majelis Tarjih dan
Pengembangan Pemikiran Islam PP Muhammadiyah, 2007:109). Bagi yang
mengeluarkan zakat fitrah setelah orang selesai menunaikan Shalat Idul Fitri
dianggap mengeluarkan sedekah biasa, bukan di nilai sebagai zaka fitrah.

Orang Yang Membayarkan Zakat Fitrah

Pada dasarnya yang berkewajiban unuk membayarkan zaka fitrah adalah


orang yang menanggung nafkah seseorang dan memiliki kelebihan dari
kebutuhan pada malam Idul Fitri (Majelis Tarjih dan Pengembangan
Pemikiran Islam PP Muhammadiyah, 2007:107). Dalam hal ini, umumnya
adalah Ayah atau Suami yang menjadi pimpinan dalam sebuah keluarga.
Namun dalan pelaksanaannya, bila ada diantara anggota keluarga yang ingin
membayarkannya dengan sepengetahuan atau izin dari ayah atau suami, maka
hal itu dibolehkan. Adapun tentang bayi dalam kandungan, mayoritas ahli
hukum Islam menyepakati bahwa bayi yang masih dalam kandungan tidaklah
diwajibkan untuk dikeluarkan zakat fitrahnya. Karena meski dia seorang
calon manusia, tapi belum dianggap sebagai manusia yang utuh. Sehingga
kalau belum lahir pada saat hari raya Idul Fitri, maka tidak perlu dizakatkan.
Adapun jika ada bayi lahir pada malam hari raya, mayoritas ahli hukum Islam
selain Imam Abu Hanifah mengatakan wajib dizakatkan. Karena titik
dimulainya kewajiban zakat itu adalah pada saat terbenamnya matahari pada
malam 1 syawwal. Sedangkan Imam Abu Hanifah mengatakan bahwa titik
awal wajibnya zakat fitrah adalah saat terbit fajar keesokan harinya. Jadi bila
bayi lahir pada tanggal 1 Syawal pagi hari setelah matahari terbit, harus
dikeluarkan zakat fitrahnya.

Selain jumhur ulama, ada pendapat dari kalangan minoritas dari mazhab
Az-Zahiri yaitu Ibnu Hazm yang beranggapan bahwa seorang bayi itu sudah
dianggap manusia sempurna sejak dia berusia 120 hari di dalam kandungan.
Jadi bila pada saat terbit matahari 1 Syawal seorang bayi genap berusia 120
hari di dalam kandungan, maka wajib zakat fitrah.

2.2 Mustahiq Zakat (Sasaran Zakat)

Zakat adalah bentuk ibadah yang unik dan spesifik. Mesk pada hakikatnya
merupakan ibadah sosial untuk memberikan bantuan kepada fakir miskin,
tetapi dałam pandangan agama Islam orang yang berhak menerima zakat
(mustahiq zakat) bukan fakir miskin saja, melainkan ada lagi orang-orang
dengan kriteria tertentu. Allah swt berfirman: Artinya: Sesungguhnya zakat-
zakat iłu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-
pengurus zakat, Para mu ‘allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan)
budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka
yuang sedang dałam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan
Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. At-Taubah:
60). Dari ayat ini dapat dipahami bahwa mustahiq zakat iłu ada 8 kelompok
(asnaf). Berikut penjelasan tentang 8 golongan tersebut:

1. Orang-orang fakir
Fakir berasal dari kata faqr, yang berarti tulang punggung (Ahmad
Warson Munawwir, 1984: 1146), Orang fakir seolah tidak mampu bekerja
untuk mendapatkan nafkah hidup karena tulang punggungnya sudah
patah, sehingga hidupnya susah. Termasuk dalam kategori ini adalah
orang yang cacat secara fisik maupun psikis/mental,
2. Orang-orang miskin.
Sedangkan orang miskin adalah orang yang tidak memiliki harta yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, namun masih memiliki
cukup tenaga untuk mendapatkannya. Dari sini dapat dikomparasikan
perbedaan antara fakir dan miskin, yaitu bahwa keadaan orang fakir itu
lebih buruk dari orang miskin.
3. Pengurus-pengurus zakat (antil zakat).
Seorang amil harus memiliki ilmu tentang zakat, muslim, telah mukallaf,
bersifat amanah dan adil. Pada dasarnya, amil ditunjuk oleh pemerintah
(Yusuf Qardawi, 2007: 545). Tetapi dapat saja amil dibentuk oleh
perkumpulan dalam masyarakat seperti organisasi tertentu (Dewan
Syari’ah Laziz Muhammadiyah, 2013: 53). Di zaman modern, amil
identik dengan panitia zakat dengan seksi-seksi yang dibutuhkan dalam
pengelolaan zakat.
4. Para mu’allaf (orang yang dibujuk hatinya masuk Islam).
Yang termasuk sebagai muallaf sebenarnya tidak terbatas kepada orang
yang baru masuk Islam saja, tetapi termasuk juga orang-orang non-
Muslim atau masih kafir, namun berpotensi untuk masuk Islam. Muallaf
yang kafir ini pun masih terbagi lagi menjadi dua kelompok. Pertama,
mereka yang diharapkan kebaikannya. Kedua, mereka yang dihindari
kejahatannya. Mereka yang diharapkan kebaikannya adalah mereka yang
diharapkan masuk Islam Sehingga mereka diberikan sebagian dari harta
zakat agar masuk Islam. Sedangkan mereka yang dihindari kejahatannya
adaldl orang-orang kafir yang selama ini memusuhi umat Islam. Kepada
mereka, dibolehkan memberikan zakat demi untuk melunakkan hati dan
mengurangi atau menghentikan permusuhan kepada kaum muslimin (Tim
PP Muhammadiyah Majelis Tarjih, 2003: IV: 190).
5. Orang Yang Menjadi Budak.
Yang dimaksud dengan budak dalam hal ini menurut Al-Hanafiyah dan
Asy-syafi'iyah adalah al-mukatibun, yaitu budak-budak yang sedang
mengurus pembebasan dirinya dengan cara membayar atau menembus
harga atas dirinya itu kepada tuannya secara kredit.
Sedangkan pendapat Al-Mahkiyah dan Al-Hanabilah tentang masalah
budak yang mendapatkan hak atas dana zakat, maksudnya adalah dana itu
dikeluarkan langsung untuk membeli budak kepada tuannya dan
membebas-kannya. Jadi budak itu sendiri tidak menerima uang dari amil
zakat, sebab amil zakat itu yang langsung membebaskan dirinya menjadi
manusia yang merdeka. Demikian juga disyaratkan bahwa budak yang
dibebaskan itu adalah budak yang beragama Islam, bukan yang beragama
selain Islam.
6. Orang-orang yang berhutang
Yaitu orang yang ter hutang dari usaha halal dan karena salah perhitungan
d tidak dapat melunasi hutangnya kecuali dengan bantuan orang lain. Jika
berhutang dari usaha yang haram berjudi, maka tidak diberikan zakat,
kecuali setelah bertaubat (Sayyid Sabiq 1983, 332)
Dalam konteks ini As-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah mengatakan ada 2
(dua) kemungkinan orang yang berhutang orang Pertama, seseorang
berhutang untuk keperluan dirinya sendiri. Dalam hal ini, bila pada
dasarnya dia adalah kaya dan berkecukupan, tidaklah berhak atas zakat,
Ked seseorang berhutang untuk kepentingan pihak lain, sepert untuk
mengishlah pihak-pihak yang bersengketa, maka diz berhak atas dana
zakat untuk menutupi hutangnya itu, tanpa melihat apakah dia miskin atau
kaya (Ahmad Sarwat, T: 75) Sedangkan Al-Hanafiyah mengatakan bahwa
yang dimaksud dengan ghari adalah orang yang sudah dikejar oleh
penagih hutang, namun tidak punya harta untuk membayarnya (Ahmad
Sarwat, Tt: 75)
Orang yang berhutang yang berhak menerima zakat adalah [1] Hutang
dipergunakan untuk sesuatu yang diizinkan oleh Allah; [2] Hutang telah
jatuh tempo atau karena telah bangkrut (Dewan Syari'ah Laziz
Muhammadiyah, 2013: 59).
7. Untuk jalan Allah
Sabilullah adalah semua jalan atau upaya untuk mencapai kepentingan
agama Islam (Tim Majelis Tarjih PP Muhammadiyah, 2003, V: 100-101)
Atas dasar pengertian ini, lembaga-lembaga zakat yang dikelola oleh umat
Islam seperti Muhammadiyah dapat menerima zakat untuk disalurkan
kepada yang berhak menerimanya.
Beberapa bentuk fisabilillah pada zaman sekarang adalah: [1]
Pembangunan pusat kegiatan dakwah Islam: [2] Pendirian sarana
publikasi sebagai media, seperti audio-visual, cetak, penerbitan dan
pemberitaan dakwah Islam; [3]. Bantuan untuk para da’i. [4]
Pembangunan fasilitas umum seperti jambatan, irigasi, tempat ibadah dan
lainnya (Dewan Syan ah Laziz Muhammadiyah, 2013: 62).
8. Mereka yang sedang dalam perjalanan.
Yaitu musafir yang berada jauh dari negeri asalnya dan tidak dapat
memperoleh bekal dengan cara apa pun; atau orang yang hendak
melaksankan perjalanan sangat penting (darurat) dan tidak memiliki
bekal, bukan perjalanan untuk maksiat: atau orang yang diusir dan minta
suaka, atau tuna wisma: atau anak buangan (Dewan Syari’ah Laziz
Muhammadiyah, 2013 : 62).
Dari delapan kelompok yang menjadi sasaran zakat tersebut, maka yang
harus menjadi perioritas adalah yang sangat membutuhkan, kemudian
yang berada di sekitar tempat tinggal dan kerabat terdekat.

2.3 Zakat dan Pajak

Seiring dengan perkembangan zaman, setiap orang Islam maupun non-


Muslim diwajibkan juga membayar pajak. Sehingga sangat wajar saat ini,
ketika pembahasan masalah zakat selalu dikaitkan dengan masalah pajak
Apakah setiap warga negara yang beragama Islam terkena kewajiban
membayar zakat juga membayar pajak? Padahal pada masa Nabi Muhammad
saw dan al-Khulafa Ar-Rasyidun hanya ada satu kewajiban bagi Muslim:
yang berkenaan dengan harta yaitu zakat (QS. Al-Baqarah: 110). Mengutip
pernyataan Nabi saw (Ibnu Majah: 1779), Al-Mawardi Juga berpendapat
bahwa tidak ada kewajiban terhadap harta selain zakat (Al-Mawardi, 1960:
113). Adapun bagi Non-muslim diwajibkan atas mereka jizyah (upeti)
semacam pajak (QS) At-Taubah: 29). Pada saat itu tidak ada penduduk yang
terkena kewajiban rangkap (double duties) berupa zakat dan pajak Di Negara
kita kewajiban zakat tertuang dalam Undang-undang No. 38 tahun 1999.
Sedangkan kewajiban pajak temaktub dalam Undang-undang No. 7 tahun
1983 dan No. 17 tahun 2000.

Diskursus mengenai hubungan antara zakat dan pak sebenarnya bukanlah


masalah yang baru muncul dalam Berdasarkan jejak rekam sejarah,
setidaknya masalah tersebut telah terjadi semenjak pasukan Islam yang baru
saja berhasil menaklukkan Irak daerah Ardun Sawad. Kemudian setelah
terjadi perdebatan panjang, khalifah Umar Ibn Khattab berijtihad untuk tidak
membagikan harta rampasan perang tersebut, dengan menjadikan Ardun
Sawad sebagai fai, dengan mempertimbangkan maslahah bagi generasi
mendatang. Akan tetapi tanah taklukan tersebut dikenakan kharaj (pajak)
kepada penduduk sekalipun telah memeluk ajaran Islam: Semenjak itulah,
tonggak awal diberlakukannya kewajiban pajak di samping zakat Kewajiban
pajak ini berlanjut hingga mis kekuasaan Umayyah, Abbasiyyah, dan terakhir
kekuasa Utsmaniyyah. Selain memiliki persamaan, zakat dan pajak memiliki
perbedaan, antara lain:

1. Dasar Hukum Zakat adalah kewajiban terhadap agama yang ditetapkan


berdasarkan Al-Qur’an dan hadis Nabi saw serta termasuk salah satu dari
rukun Islam, sedangkan pajak adalah kewajiban terhadap negara yang
ditetapkan oleh pemerintah.
2. Status Hukum. Zakat adalah kewajiban terhadap agama. Sedangkan pajak
adalah kewajiban terhadap Negara.
3. Konsekuensi. Karena zakat merupakan kewajiban terhada agama maka
konsekuensinya bila ditinggalkan akan mendapatkan dosa yang sanksinya
dari Allah di Akhirat sedangkan pajak bila diabaikan, sanksinya adalah
sangsi di dunia (penjara) dari pemerintah.
4. Subyek. Zakat hanya bagi umat Islam yang berkecukupan, sedang pajak
untuk semua, baik muslim maupun non-muslim, dengan ketentuan
tertentu yang dibuat oleh pemerintah.
5. Obyek sasaran zakat seperti diatur dalam Al-Qur’an terbatas pada delapan
golongan (ashnaf ats-samaniyah), sedangkan pada pajak ditujukan pada
seluruh rakyat berupa pembangunan sarana dan prasarana umum, dan
lainya.
6. Kreteria. Kriteria pendapatan dan kekayaan yang terkena zakat dan pajak,
mishab dan jatuh temponya (haul) tidak sama. Misalnya presentase zakat
adalah antara 2,5%-20% tergantung pada jenis
usaha/pekerjaan/profesinya, yang sudah ditentukan kadarnya oleh agama
dan tidak bisa berubah-ubah Sedangkan persentase penghasilan yang
terkena pajak di Indonesia dewasa ini sekitar 15%-25%. Dan sudah tentu
kriteria wajib pajak juga besarnya tarif pajak bisa berubah-ubah.
7. Hikmah. Hikmah zakat adalah untuk membersihkan atau menyucikan
jiwa dan harta benda orang yang berzakat, sedangkan hikmah pajak
adalah untuk membiayai pembangunan nasional guna mewujudkan suatu
masyarakat adil dan makmur.
2.4 Pengelolaan Zakat
Zakat berhubungan erat dengan harta. Dalam penelitian dan analisis pakar
menyebutkan bahwa potensi zakat di Indonesia setiap tahun mencapai
triliunan rupiah, jika dikelola secara profesional. Namun faktanya masyarakat
mendistribusikan atau menyalurkan zakat secara mandiri, tanpa manajemen
yang baik. Akibatnya zakat kadang tidak merata dan menumpuk hanya pada
orang tertentu Lebih dari itu, faktor keamanan menjadi masalah tersendiri saat
para mustahik menunggu antrian mendapatkan zakat.

Untuk mengatur pendayagunaan dan penyaluran zakat. Pemerintah telah


mengatur hal-hal yang berkaitan dengan zakat. Tujuannya agar zakat dapat
berfungsi secara efektif dan dapat dipertanggugjawabkan (acountable) serta
dikontrol dan penyimpangan yang dapat dilakukan oleh oknum tertentu
Undang-undang dan peraturan yang mengatur tentang zakat adalah UU NO.
38/1999 dan Keputusan Menteri NO 581/1999.

Dalam Undang-undang itu disebutkan bahwa pengelola zakat adalah


pemerintah di bawah naungan Kementerian Agama dengan menunjuk sebuah
badan yang bernama BAZIS (Badan Amil Zakat Infak dan Sadaqah). Tetapi
sampai saat ini tingkat kepercayaan masyarakat masih rendah kepada
lembaga ini, hal ini terlihat dari praktik pembagian zakat secara mandiri yang
menyebabkan hal-hal yang tidak diinginkan. Karena itu mereka memilih
menyalurkan zakatnya melalui lembaga serupa yang dibentuk oleh ormas-
ormas Islam, seperti Muhammadiyah membentuk LAZIS (Lembaga Amil
Zakat Infak dan Sadaqah).

2.5 Hikmah Zakat

1. Mengikis sifat kekikiran dari dalam jiwa seseorang, sehingga ia dapat


mensucikan diri dan hartanya serta mengembangkan hartanya. (QS. At-
Taubah: 103).
2. Memberikan ketenangan dan ketentraman baik pada muzakki-nya (subyek
zakat) maupun pada mustahiq-nya (sasaran zakat). Ketenangan dan
ketentraman ini muncul karena hubungan antara muzakki dari kalangan
yang berkecukupan dengan mustahiq dari kalangan dhu afa di bidang
ekonomi (faqir miskin) menjadi hubungan yang harmonis, tolong-
menolong, dan kasih sayang.

3. Mengembangkan harta benda, baik secara spiritual keagamaan, (QS. Al-


Baqarah: 276) maupun secara ekonomis (QS. Ar-Ruum: 29).

4. Mengindari pemusatan ekonomi, penumpukan harta, dan aset pada satu


orang, atau perusahaan yang tidak sesuai de ngan prinsip keadilan dan
pemerataan (QS. Al-Hasyr: 7).

5. Memberantas penyakit iri hati dan dengki yang dapat muncul saat
ketimpangan antara orang miskin dan kaya
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Zakat firah atau disebu dengan shadaqah al-fithr adalah salah satu
bentuk zakat yang diwajibkan Allah bagi setiap Muslim, laki-laki, wanita,
tua, muda, anak-anak, dan dewasa. Ukuran zakat firah yang harus
dikeluarkan adalah sau sha’ gandum, kurma atau makanan sehari-hari. Bila
dikonversikan ke bentuk beras menjadi 2,176 kg atau dibulatkan menjadi
2,5 kg. Pada dasarnya yang berkewajiban unuk membayarkan zaka fitrah
adalah orang yang menanggung nafkah seseorang dan memiliki kelebihan.

Orang yang berhak menerima zakat (mustahiq zakat) bukan fakir miskin
saja, melainkan ada lagi orang-orang dengan kriteria tertentu.

Dasar Hukum Zakat adalah kewajiban terhadap agama yang ditetapkan


berdasarkan Al-Qur’an dan hadis Nabi saw serta termasuk salah satu dari
rukun Islam, sedangkan pajak adalah kewajiban terhadap negara yang
ditetapkan oleh pemerintah. Status Hukum. Zakat adalah kewajiban
terhadap agama. Sedangkan pajak adalah kewajiban terhadap Negara.

Untuk mengatur pendayagunaan dan penyaluran zakat. Pemerintah telah


mengatur hal-hal yang berkaitan dengan zakat. Tujuannya agar zakat dapat
berfungsi secara efektif dan dapat dipertanggugjawabkan (acountable) serta
dikontrol. Salah satu hikmah dari Zakat yaiu mengikis sifat kekikiran dari
dalam jiwa seseorang, sehingga ia dapat mensucikan diri dan hartanya serta
mengembangkan hartanya. (QS. At-Taubah: 103).
DAFTAR PUSTAKA

H. Falahuddin, S.Ag., M.Ag. Najamudin, M.Pd.I. Kuliah Fiqih Ibadah. Mataram :


Lembaga Pengkajian, Pengelaman Pendidikan Islam dan
Kemuhammadiyahan (LP3IK) Universitas Muhammadiyah Mataram.

Anda mungkin juga menyukai