ZAKAT FITRAH
Riska Yanti
Shafiyyah
Titin Nurindryani
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Zakat”. Ucapan terimakasih juga
penulis sampaikan kepada Ayahanda Muhammad Anshari, M.pd. selaku
dosen pengampu matakuliah Fiqih Ibadah, yang telah membimbing hingga
makalah ini dapat terselesaikan.
Penulis sendiri menyadi bahwa penulisan makalah ini sangat jauh dari
kesempurnaan maka dari itu kritik, saran dan masukan dari dosen serta rekan-
rakan dan para pembaca sangat diharapkan. Semoga Allah SWT membalas
segala bantuan dari semua pihak yang telah diberikan kepada penyusun
dengan kebaikan yang lebih banyak lagi. Semoga makalah ini bermanfaat
bagi siapa saja yang memerlukannya.
Penyusun.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................1
1.3 Tujuan........................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................2
2.1 Zakat Fitrah...............................................................................................2
2.2 Mustahiq Zakat............................................. ............................................3
2.3 Zakat dan Pajak.........................................................................................7
2.4 Pengelolaan Zakat.....................................................................................8
2.5 Hikmah Zakat............................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................12
BAB I
PENDAHULUAN
Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang ketiga, zakat merupakan
suatu ibadah yang paling penting kerap kali dalam Al-Qur'an, Allah
menerangkan zakat beriringan dengan menerangkan sembahyang. Pada
delapan puluh dua tempat Allah menyebut zakat beriringan dengan urusan
shalat ini menunjukan bahwa zakat dan shalat mempunyai hubungan yang
rapat sekali dalam hal keutamaannya shalat dipandang seutama-utama
ibadah badaniyah zakat dipandang seutama-utama ibadah maliyah. Zakat
juga salah satu unsur pokok bagi tegaknya syariat Islam. Oleh sebab itu
hukum zakat adalah wajib (fardhu) atas setiap muslim yang telah
memenuhi syarat-syarat tertentu. Zakat termasuk dalam kategori ibadah
(seperti shalat, haji, dan puasa) yang telah diatur secara rinci dan paten
berdasarkan al-Qur'an dan as-Sunnah, sekaligus merupakan amal sosial
kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai dengan
perkembangan umat manusia
1.3 Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
Zakat firah atau disebu dengan shadaqah al-fithr adalah salah satu bentuk
zakat yang diwajibkan Allah bagi setiap Muslim, laki-laki, wanita, tua, muda,
anak-anak, dan dewasa karena berbuka (al-fithr) untuk mengakhiri bulan
Ramadhan. Dasar kewajiban zakat fitrah adalah “ Dari Ibnu Umar ra
berkata: Rasulullah SAW mewajibkan zaka fihr bulan Ramadhan kepada
manusia sebesar satu shaa’ kurma atau sya’ir, yaitu kepada seiap rang
merdeka, budak, laki-laki dan perempuan dari orang-orang muslim, (HR.Al-
Bukhari:1407)”. seperti telah dijelaskan diatas bahwa zakat fitrah disyariatkan
pertama kali pada bulan Sya’ban ahun kedua Hijriah. tepat pada tahun
diwajibkannya puasa bulan Ramadhan, dan sebelum diwajibkannnya zakat
maal (harta) (Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam PP
Muhammadiyah, 2007:102).
ukuran zakat firah yang harus dikeluarkan adalah sau sha’ gandum, kurma
atau makanan sehari-hari. Bila dikonversikan ke bentuk beras menjadi 2,176
kg atau dibulatkan menjadi 2,5 kg. Dalam mazhab Hanafi, pembayaran boleh
di konversikan dalam benuk uang seharga 1 sha’ (2,5 kg) itu sesuai jenis
makanan di negeri masing-masing.
Zakat fitrah wajib diberikan pada malam 1 Syawwal hingga Shalat Idul
Fitri. Boleh juga dikeluarkan sebelum 1 Syawwal (Majelis Tarjih dan
Pengembangan Pemikiran Islam PP Muhammadiyah, 2007:109). Bagi yang
mengeluarkan zakat fitrah setelah orang selesai menunaikan Shalat Idul Fitri
dianggap mengeluarkan sedekah biasa, bukan di nilai sebagai zaka fitrah.
Selain jumhur ulama, ada pendapat dari kalangan minoritas dari mazhab
Az-Zahiri yaitu Ibnu Hazm yang beranggapan bahwa seorang bayi itu sudah
dianggap manusia sempurna sejak dia berusia 120 hari di dalam kandungan.
Jadi bila pada saat terbit matahari 1 Syawal seorang bayi genap berusia 120
hari di dalam kandungan, maka wajib zakat fitrah.
Zakat adalah bentuk ibadah yang unik dan spesifik. Mesk pada hakikatnya
merupakan ibadah sosial untuk memberikan bantuan kepada fakir miskin,
tetapi dałam pandangan agama Islam orang yang berhak menerima zakat
(mustahiq zakat) bukan fakir miskin saja, melainkan ada lagi orang-orang
dengan kriteria tertentu. Allah swt berfirman: Artinya: Sesungguhnya zakat-
zakat iłu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-
pengurus zakat, Para mu ‘allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan)
budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka
yuang sedang dałam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan
Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. At-Taubah:
60). Dari ayat ini dapat dipahami bahwa mustahiq zakat iłu ada 8 kelompok
(asnaf). Berikut penjelasan tentang 8 golongan tersebut:
1. Orang-orang fakir
Fakir berasal dari kata faqr, yang berarti tulang punggung (Ahmad
Warson Munawwir, 1984: 1146), Orang fakir seolah tidak mampu bekerja
untuk mendapatkan nafkah hidup karena tulang punggungnya sudah
patah, sehingga hidupnya susah. Termasuk dalam kategori ini adalah
orang yang cacat secara fisik maupun psikis/mental,
2. Orang-orang miskin.
Sedangkan orang miskin adalah orang yang tidak memiliki harta yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, namun masih memiliki
cukup tenaga untuk mendapatkannya. Dari sini dapat dikomparasikan
perbedaan antara fakir dan miskin, yaitu bahwa keadaan orang fakir itu
lebih buruk dari orang miskin.
3. Pengurus-pengurus zakat (antil zakat).
Seorang amil harus memiliki ilmu tentang zakat, muslim, telah mukallaf,
bersifat amanah dan adil. Pada dasarnya, amil ditunjuk oleh pemerintah
(Yusuf Qardawi, 2007: 545). Tetapi dapat saja amil dibentuk oleh
perkumpulan dalam masyarakat seperti organisasi tertentu (Dewan
Syari’ah Laziz Muhammadiyah, 2013: 53). Di zaman modern, amil
identik dengan panitia zakat dengan seksi-seksi yang dibutuhkan dalam
pengelolaan zakat.
4. Para mu’allaf (orang yang dibujuk hatinya masuk Islam).
Yang termasuk sebagai muallaf sebenarnya tidak terbatas kepada orang
yang baru masuk Islam saja, tetapi termasuk juga orang-orang non-
Muslim atau masih kafir, namun berpotensi untuk masuk Islam. Muallaf
yang kafir ini pun masih terbagi lagi menjadi dua kelompok. Pertama,
mereka yang diharapkan kebaikannya. Kedua, mereka yang dihindari
kejahatannya. Mereka yang diharapkan kebaikannya adalah mereka yang
diharapkan masuk Islam Sehingga mereka diberikan sebagian dari harta
zakat agar masuk Islam. Sedangkan mereka yang dihindari kejahatannya
adaldl orang-orang kafir yang selama ini memusuhi umat Islam. Kepada
mereka, dibolehkan memberikan zakat demi untuk melunakkan hati dan
mengurangi atau menghentikan permusuhan kepada kaum muslimin (Tim
PP Muhammadiyah Majelis Tarjih, 2003: IV: 190).
5. Orang Yang Menjadi Budak.
Yang dimaksud dengan budak dalam hal ini menurut Al-Hanafiyah dan
Asy-syafi'iyah adalah al-mukatibun, yaitu budak-budak yang sedang
mengurus pembebasan dirinya dengan cara membayar atau menembus
harga atas dirinya itu kepada tuannya secara kredit.
Sedangkan pendapat Al-Mahkiyah dan Al-Hanabilah tentang masalah
budak yang mendapatkan hak atas dana zakat, maksudnya adalah dana itu
dikeluarkan langsung untuk membeli budak kepada tuannya dan
membebas-kannya. Jadi budak itu sendiri tidak menerima uang dari amil
zakat, sebab amil zakat itu yang langsung membebaskan dirinya menjadi
manusia yang merdeka. Demikian juga disyaratkan bahwa budak yang
dibebaskan itu adalah budak yang beragama Islam, bukan yang beragama
selain Islam.
6. Orang-orang yang berhutang
Yaitu orang yang ter hutang dari usaha halal dan karena salah perhitungan
d tidak dapat melunasi hutangnya kecuali dengan bantuan orang lain. Jika
berhutang dari usaha yang haram berjudi, maka tidak diberikan zakat,
kecuali setelah bertaubat (Sayyid Sabiq 1983, 332)
Dalam konteks ini As-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah mengatakan ada 2
(dua) kemungkinan orang yang berhutang orang Pertama, seseorang
berhutang untuk keperluan dirinya sendiri. Dalam hal ini, bila pada
dasarnya dia adalah kaya dan berkecukupan, tidaklah berhak atas zakat,
Ked seseorang berhutang untuk kepentingan pihak lain, sepert untuk
mengishlah pihak-pihak yang bersengketa, maka diz berhak atas dana
zakat untuk menutupi hutangnya itu, tanpa melihat apakah dia miskin atau
kaya (Ahmad Sarwat, T: 75) Sedangkan Al-Hanafiyah mengatakan bahwa
yang dimaksud dengan ghari adalah orang yang sudah dikejar oleh
penagih hutang, namun tidak punya harta untuk membayarnya (Ahmad
Sarwat, Tt: 75)
Orang yang berhutang yang berhak menerima zakat adalah [1] Hutang
dipergunakan untuk sesuatu yang diizinkan oleh Allah; [2] Hutang telah
jatuh tempo atau karena telah bangkrut (Dewan Syari'ah Laziz
Muhammadiyah, 2013: 59).
7. Untuk jalan Allah
Sabilullah adalah semua jalan atau upaya untuk mencapai kepentingan
agama Islam (Tim Majelis Tarjih PP Muhammadiyah, 2003, V: 100-101)
Atas dasar pengertian ini, lembaga-lembaga zakat yang dikelola oleh umat
Islam seperti Muhammadiyah dapat menerima zakat untuk disalurkan
kepada yang berhak menerimanya.
Beberapa bentuk fisabilillah pada zaman sekarang adalah: [1]
Pembangunan pusat kegiatan dakwah Islam: [2] Pendirian sarana
publikasi sebagai media, seperti audio-visual, cetak, penerbitan dan
pemberitaan dakwah Islam; [3]. Bantuan untuk para da’i. [4]
Pembangunan fasilitas umum seperti jambatan, irigasi, tempat ibadah dan
lainnya (Dewan Syan ah Laziz Muhammadiyah, 2013: 62).
8. Mereka yang sedang dalam perjalanan.
Yaitu musafir yang berada jauh dari negeri asalnya dan tidak dapat
memperoleh bekal dengan cara apa pun; atau orang yang hendak
melaksankan perjalanan sangat penting (darurat) dan tidak memiliki
bekal, bukan perjalanan untuk maksiat: atau orang yang diusir dan minta
suaka, atau tuna wisma: atau anak buangan (Dewan Syari’ah Laziz
Muhammadiyah, 2013 : 62).
Dari delapan kelompok yang menjadi sasaran zakat tersebut, maka yang
harus menjadi perioritas adalah yang sangat membutuhkan, kemudian
yang berada di sekitar tempat tinggal dan kerabat terdekat.
5. Memberantas penyakit iri hati dan dengki yang dapat muncul saat
ketimpangan antara orang miskin dan kaya
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Zakat firah atau disebu dengan shadaqah al-fithr adalah salah satu
bentuk zakat yang diwajibkan Allah bagi setiap Muslim, laki-laki, wanita,
tua, muda, anak-anak, dan dewasa. Ukuran zakat firah yang harus
dikeluarkan adalah sau sha’ gandum, kurma atau makanan sehari-hari. Bila
dikonversikan ke bentuk beras menjadi 2,176 kg atau dibulatkan menjadi
2,5 kg. Pada dasarnya yang berkewajiban unuk membayarkan zaka fitrah
adalah orang yang menanggung nafkah seseorang dan memiliki kelebihan.
Orang yang berhak menerima zakat (mustahiq zakat) bukan fakir miskin
saja, melainkan ada lagi orang-orang dengan kriteria tertentu.