Anda di halaman 1dari 16

TUGAS

DEEP ECOLOGY
‘Proyek Reklamasi PT. Freeport Indonesia di Kabupaten Mimika, Papua’

Kelompok 2:
Ryan Anindya Santoso
I Gede Bintang Nararya Sena
Michael Hans Victor Kambu
Servasius M. Said
I D G Naradhipa Hudyana

UNIVERSITAS UDAYANA

PASCA SARJANA ARSITEKTUR PRODI PMPDK

TAHUN 2018

i
DAFTAR ISI

Halaman
Halaman Sampul
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ...................................................................................... 1


1.2. Rumusan Masalah ................................................................................ 2
1.3. Tujuan .................................................................................................. 2
1.4. Sasaran.................................................................................................. 2

BAB II DEEP ECOLOGY ...................................................................................... 4

2.1. Pengertian Pembangunan Berkelanjutan............................................. 4


2.2. Pengertian Ekologi ................................................................................ 4
2.3. Shallow Ecology dan Deep Ecology....................................................... 4
2.4. Prinsip-Prinsip Ecology.......................................................................... 4

BAB III Deep Ecology pada Proyek Reklamasi PT.Freeport Indonesia ................ 6
BAB IV Penutup .............................................................................................12
4.1. Kesimpulan ......................................................................................... 12
4.2. Saran ................................................................................................... 12

Sumber Referensi

ii
Bab 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertumbuhan penduduk yang sangat signifikan akan selalu selaras dengan kebutuhan
manusia itu sendiri yang semakin meningkat. Banyak orang berpandangan bahwa kebutuhan
manusia harus selalu dipenuhi meskipun harus mengorbankan lingkungan. Hal ini tentu akan
berdampak pada lingkungan, kerusakan lingkungan akibat dari eksploitasi alam yang berlebihan
untuk memenuhi kebutuhan manusia akan terjadi dimana-mana. Gaya hidup seperti ini ‘yang
mendasari eksploitasi alam untuk pemenuhan kebutuhan manusia’ mulai dirasa tidak efisien
dalam pengelolaan dan penggunaan sumber daya alam. Sehingga belakangan ini banyak negara-
negara maju mulai melakukan politik kerjasama dalam hal pembangunan. Hal ini bertujuan
untuk memperbaiki syarat hidup di suatu negara dengan cara mengembangkan kemajuan
ekonomi secara global namun masih dengan memperhatikan kemampuan lingkungan sebagai
pendukung utama kehidupan manusia.
Tujuan utama politik kerjasama tersebut tidak hanya pada bidang ekonomi, namun juga
pada bidang pembangunan berkelanjutan. Pada dasarnya pembangunan berkelanjutan adalah
sebuah upaya untuk memperbaiki kehancuran lingkungan tanpa harus mengorbankan
kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan sosial. Pembangunan berkelanjutan memiliki
tiga pilar utama, yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan. Dilihat dari segi ekonomi, pembangunan
berkelanjutan berkaitan erat dengan pertumbuhan ekonomi dan bagaimana mencari jalan
untuk memajukan ekonomi dalam jangka panjang, tanpa menghabiskan modal alam. Dari segi
sosial, pembangunan yang berdimensi pada manusia dalam hal interaksi, interrelasi dan
interdependesi. Yang erat kaitannya juga dengan aspek budaya. Tidak hanya pada permasalahan
ekonomi, pembangunan berkelanjutan untuk menjaga keberlangsungan budaya dari sebuah
masyarakat supaya sebuah masyarakat tetap bisa eksis untuk menjalani kehidupan sampai masa
mendatang. dari segi lingkungan, pembangunan berkelanjutan masih menjadi perdebatan.
Sehingga dalam pemahamannya terbagi menjadi dua, yaitu ekology dangkal (Shallow ecology)
dan ekology mendalam (deep ecology).
Deep ecology merupakan salah satu aliran filsafat yang didirikan oleh filsuf dari
Norwegia bernama Arne Naess pada awal tahun 70-an. Pada awalanya perkembangan konsep
‘deep ecology’ ini diawali karena Arne Naees melihat bahwa gerakan ekologi dangkal (shallow
ecology) menekankan pada pendapat bahwa pencemaran lingkungan dan penguasaan sumber
daya harus ditentang demi kesehatan dan kesejahteraan masyarakat industri. Kelompok ini oleh

1
Arne Naess dianggap sebagai gerakan ekologi dangkal karena dianggap hanya mementingkan
kelompok negara industri dan bukan pada ekosfer.
Deep ecology merupakan suatu teori etika lingkungan yang sudah mulai memandang
manusia bukan lagi sebagai pusat alam, tetapi sebagai bagian dari alam tersebut. Alam dan
manusia merupakan unsur-unsur yang saling berkaitan dan memiliki kedudukan yang sama
dalam lingkungan hidup. disebutkan bahwa pusat perhatian dari deep ecology ada dua hal, yang
pertama yaitu manusia dan kepentingannya. Manusia tidak lagi hanya memenuhi
kepentingannya saja tetapi juga harus memenuhi kepentingan semua unsur lingkungan hidup
untuk kepentingan jangka panjang. Sedangkan yang kedua deep ecology diterjemahkan dalam
aksi yang nyata dan konkret. Dalam artian untuk mengubah cara pandang, gaya hidup, dan nilai
manusia yang antroposentris.
Dalam makalah ini akan dibahas pengertian-pengertian deep ecology, hubungan deep
ecology dengan pembangunan berkelanjutan, dan deep ecology dalam studi kasus di Papua,
lebih khusunya PT.Freeport Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah


a. Bagaimana pengertian dari Deep ecology ?
b. Bagaimana Hubungan antara Deep ecology dengan Pembangunan Berkelanjutan ?
c. Bagaimana penerapan konsep Deep ecology dalam studi kasus di PT. Freeport Indonesia
Papua ?

1.3 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk :
a. Mengetahui pemahaman Deep ecology.
b. Mengetahui hubungan antara deep ecology dan pembangunan berkelanjutan.
c. Mengetahui deep ecology dalam terapannya di lapangan, ‘studi kasus di Papua
PT.Freeport.

1.4 Sasaran
Adapun sasaran dari pembuatan makalah ini adalah untuk membangun pemahaman lebih
mendalam mengenai deep ecology, sebagai berikut :
a. Terbangunnya pemahaman deep ecology secara mendalam.

2
b. Teridentifikasinya hubungan deep ecology dengan pembangunan berkelanjutan.
c. Teridentifikasinya penerapan deep ecology dalam studi kasus di PT. Freeport Indonesia,
Papua.

3
Bab 2. Deep ecology
2.1 Pengertian Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan berkelanjutan merupakan sebuah pemahaman dimana pembangunan
tersebut memperhatikan dan mempertimbangkan dimensi lingkungan hidup dalam
pelaksanaanya (Abdurrahman, 2003). Dalam buku ‘kota berwawasan lingkungan’ dijelaskan juga
bahwa pembangunan berkelanjutan adalah menjamin pembangunan yang dilakukan saat ini
dapat memenuhi kebutuhan generasi sekarang, tanpa mengurangi kemampuan dari generasi
mendatang untuk mencukupi kebutuhannya (Budihardjo, E. Hardjohubojo, S. 1993). Artinya
pembangunan yang dilakukan saat ini tidak melampaui ambang batas daya dukung lingkungan
untuk kepentingan generasi sekarang tanpa harus mengurangi kesempatan generasi yang akan
datang untuk membangun dan memenuhi kebutuhannya. Terciptanya pemahaman
pembangunan berkelanjutan diawali dari kesadaran manusia untuk menanggulangi
kemerosotan kualitas lingkungan hidup.

2.2 Pengertian Ekologi


Secara harafiah ekologi terdiri dari dua suku kata, yaitu oikos dan logos. Oikos berarti
habitat dan logos berarti ilmu pengetahuan. Kata tersebut diambil dari bahasa Yunani yang jika
digabungkan akan berarti ilmu yang komperhensif yang memperlajari hubungan antara
organisme dan lingkungannya (Hackel, Ernest. 1866). Istilah ekologi sendiri dikenalkan oleh
ilmuan bernama Ernest Haeckel seorang ahli biologi dari Jerman pada tahun 1889. Pada tahun
1990, ekologi diakui sebagai salah satu bidang ilmu dan berkembang dengan cepat. Ekologi
merupakan bidang ilmu yang berkaitan erat dengan kehidupan sehari-hari. Lebih jelasnya
pengertian mengenai ekologi menurut para ahli dijelaskan sebagai berikut.
1. Burdon-Sanderson (1893) ekologi adalah Ilmu yang mempelajari relasi/hubungan eksternal
antara tanaman dan hewan satu sama lain. Serta keberadaan nya pada masa lampau dan
saat ini. relasi eksternal tersebut membedakan dengan fisiologi dan morfologi.
2. Tansley (1904) hubunngan tanaman dengan lingkungan nya dan dengan tanaman lain
dimana secara langsung dipengaruhi oleh perbedaan habitat diantara tanaman.
3. Elton (1927) Imlu yang mempelajari organisme dengan kacamata sosiologi dan ekonomi
(bukan dilihat dari struktur dan adaptasi saja)
4. Andrewartha (1961) pengetahuna ilmiah mengenai distribusi dan kelimpahan suatu
organisme.

4
Dari pengertian-pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa ekologi merupakan
sebuah ilmu yang mempelajari hubungan timbal-balik antara mahluk hidup dengan
lingkungannya. Hubungan disini dalam artian bagaimana mahluk hidup berprilaku terhadap
lingkungan, dan hasil dari prilaku tersebut akan berpengaruh pada keutuhan lingkungan
sebagai pendukung kebutuhuan utama.

2.3 Shallow Ecology dan Deep ecology


2.3.1 Shallow Ecology
Shallow ecology atau dikenal juga dengan ‘ekology dangkal’, merupakan sebuah istilah
dimana manusia merupakan nilai utama atau pusat dari ekosistem (antroposentrisme).
Manusia dan kepentingannya dianggap yang paling menentukan dalam tatanan
ekosistem dan dalam kebijakan yang diambil dalam kaitannya dengan alam, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Karena cirinya yang instrumentalistik dan egoistis, maka
teori ini dianggap sebagai sebuah etika lingkungan yang dangkal dan sempit
2.3.2 Deep Ecology
Deep ecology atau ‘ekologi mendalam’, yaitu merupakan sebuah teori yang mematahkan
teori antroposentris. Deep ecology tidak lagi berpusat pada manusia, namun diperluas
mencakup komunitas ekologis secara menyeluruh (ekosentris).

2.4 Prinsip-Prinsip Deep Ecology


Dalam deep ecology terdapat beberapa prinsip-prinsip sebagai suatu gerakan lingkungan,
diantaranya:
a. Prinsip biospheric egalitarianism – in principle, yaitu pengakuan bahwa semua
organisme dan mahluk hidup adalah anggota yang sama statusnya dari suatu keseluruhan
yang terkait sehingga mempunyai martabat yang sama. Bagi Naess hak semua bentuk
kehidupan untuk hidup adalah sebuah hak universal yang tiddak bisa diabaikan.
b. Prinsip Non Antroposentrisme, yaitu manusia merupakan bagian dari alam, bukan di atas
atau terpisah dari alam. Manusia tidak dilihat sebagai penguasa dari alam semesta,
tetapi sama statusnya sebagai ciptaan Tuhan.Deep Ecology melihat bahwa manusia
tergantung pada lingkungan (perspektif bioregional).
c. Manusia berpartisipasi dengan alam, sejalan dengan kearifan prinsip-prinsip ekologis.
Hal ini mengarahkan bahwa manusia harus mengakui keberlangsungan hidupnya dan

5
spesies lainnya tergantung dari kepatuhan pada prinsip-prinsip ekologis. Disini sikap
dominasi digantikan dengan sikap hormat kepada alam.
d. Prinsip Realisasi Diri (Self-Realization), manusia merealisasikan dirinya dengan
mengembangkan potensi diri. Hanya melalui itu manusia dapat mempertahankan
hidupnya. Bagi Naess realisasi diri manusia beralngsung dalam komunitas ekologis.

6
Bab 3. Deep Ecology pada Proyek Reklamasi PT.Freeport Indonesia
Pada contoh kasus dalam makalah deep ekologi ini kelompok kami menampilkan
Reklamasi pada lahan endapan pasir sisa tambang (SIRSAT) atau Tailing yang dilakukan oleh PT.
Freeport Indonesia sebagai upaya untuk melestarikan lingkungan yang berkelanjutan.

PT Freeport Indonesia atau PTFI adalah salah satu perusahaan Pertambangan raksasa
di indonesia dan juga dunia yang khusus bergerak di usaha pertambangan Emas dan tembaga.
PTFI yang telah beroperasi sejak tahun 1967 ini memiliki wilayah operasi yang berada di
kabupaten Mimika Provinsi Papua. Sebagai Perusahaan yang bergerak dibidang pertambangan
mineral, maka dalam operasinya dilakukan dengan Penambangan gunung bijih baik pada
tambang terbuka (open pit) maupun bawah tanah (under ground minning) dilanjutkan dengan
proses pengolahan batuan bijih dimana menghasilkan ± 3% konsentrat tambang dan
Selebihnya sebesar 97% merupakan pasir sisa tambang (SIRSAT) (1atau Tailing yang dibuang
sebagai limbah, sebagai gambaran contoh tailing atau sirsat yang dihasilkan pada tahun 2011
adalah sebsar 58,8 Juta metrik ton(2. PTFi dalam pengelolan Sirsat ini, Melakukan pengeloaan
yang terkendali melalui aliran sungai yang mengangkut Sirsat ke suatu daerah yang ditetapkan
di zona dataran rendah dan pesisiran, yang disebut sebagai Modified Ajkwa Deposition Area
(ModADA) seluas 210 Km2. Daerah pengendapan ini adalah suatu bagian dari bantaran
genangan sungai, dan merupakan sistem yang direkayasa, dikelola untuk pengendapan dan
pengendalian Sirsat.

7
Sumber :Google,2018

Melihat kebelakang jauh sebelum munculnya kesadaran dan gerakan akan pentingnya
kesadaraan untuk pengeloalaan lingkungan hidup yang menunjang pembangunan yang
berkelanjutan, PTFI yang sejak awal menanamkan investasintya tahun 1967 dan mulai
berproduksi sejak tahun 1980-1990 dan masih bernama Freeport Mc morran adalah
raksasa bisnis pertambagan yang dibackup oleh rezim soeharto dan kaum militer
indonesia . Perusahaan ini dengan modal kekuasaan yang sebegitu besar pada saat itu
sangat arogan dan tidak perduli dalam melakukan aktifitas penambangannya, dengan
sistem birokrasi yang korup maka segala aturan main mengelola lingkungan hidup
dilanggardan cenderung diabaikan. Pembuangan limbah tailing atau sirsat dilakukan
secara langsung tanpa melalui fasilitas IPAl, jumlah Sisrsat yang jumlahnya rausan ribu
hingga jutaan metrik ton itu secra langsung meluap menutupi sungay ajkwa bahkan
sampai ke muaranya, hal ini mengakibatkan rusaknya ekositem yang berada pada sungai
tersebut yang mana sekaligus juga menghancurkan sumber makanan dan hilangnya sumber
mata pencaharian bagi beberapa suku pribumi yang berdiam dan hidup di kawasan sepanjang
sungai ini.

Hal lain yang turut memperparah keadaan pencemaran ini adalah dengan ditangkap dan
dipenjarakannya Tokoh tokoh masyarakat adat yang mencoba menyuarakan tentang

8
ketidakadilan dan kerusakan alam yang telah dianggap sebagai secara langsung Pelanggaran
HAM berat yang dilakukan oleh aparat militer terhadap para aktifis lingkungan yang coba
menyuarakan akan ketidak adilan yang terjadi diatas tanah mereka.

Runtuhnya Orde Baru dan dimulainya Reformasi Indonesia tahun 1998 akhirnya
membuat perubahan yang fundamental terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara,
termasuk didalamnya Kesadaran Pemerintah akan Pentingnya Pemgelolaan Lingkungan Hidup
yang menuju kepada Pembaguna yang berkelanjutan, hal ini dimulai dengan diterbitkannya
Undang Undng No.41 Tahun 1999 tentang Kewajiban Melakukan Reklamasi lahan bekas
Pertambangan oleh Pemegang ijin pertambangan, UU ini menjadi acuan bagi PTFI dalam
melakukan Rekalamasi selama Operasional pertambangan. Pengelolaan Reklamasi MoaADA
sendiri diarahkan kepada peningkatan jumlah dan variasi jenis tanaman serta luas daerah yang
ditanami.

PTFI dalam Pengeloalan Reklamasi pada daerah ModADA ini dilakukan dengan sangat
teliti dan ketat juga melalui suatu kajian AMDAL yang komprehensif melibatkan para ahli di
bidangnya. Proses reklamasi sendiri dilakukan secara bertahap dan melibatkan para pemangku
kepentingan yang ada disekitar daerah ModADA meliputi pihak pemerintah dan juga masyarakat
adat yang juga terkena dampak langsung dari kegiatan industri pertambangan ini. Beberapa
Kegiatan yang dapat dilakukan sebagai komitmen PTFI adalah sampai dengan saat ini telah
lekakuan Reklamasi sebanyak 800 Sekitar 800 hektar lahan reklamasi hasil tailing atau limbah
tambang PT Freeport Indonesia (PTFI) disulap menjadi lahan perkebunan. Sekitar 140 jenis
tanaman tumbuh di lahan bekas pembuangan limbah tambang tersebut, di antaranya Matoa,
Bintangur, hingga Cemara(4. Utuk tanaman lain didaerah muara dimana banyak kawasan hutan
mangrove juga terkena dampaknya telah dilakukan penanaman kembali pohon bakau sebanyak
68.000 Pohon, juga dilakukan banyak pot – pot demosntrasi seperti yang terlihat di gambar
diatas, selain itu dilakukan penghapusan peenggunaan merkuri dan sianida dalam proses
pengolahan serta juga dalam pendirian 10 banguna IPAL yaang mendapatkan ijin dan
pengawasan secara ketat dari lembaga pemerintah.

Pada tahun 2012, PTFI telah mereklamasi : 30,1 Ha area batuan penutup, sehingga total
daerah tambang yang telah direklamasi seluas 291 hektar; 14,2 Ha area pengendapan pasir sisa
tambang (SIRSAT) sehingga total daerah pengendapan yang telah direklamasi adalah seluas 659
hektar; 6,8 Ha daerah pesisir, sehingga total daerah pesisir yang telah direklamasi seluas 74 Ha.

9
Menanam lebih dari 68.000 pohon bakau sebagai kelanjutan dari program 2004-
2009.Melakukan kajian mengenai reklamasi SIRSAT dan pendirian plot demonstrasi di daerah
deposit SIRSAT menunjukkan bahwa SIRSAT dapat direvegetasi dan ditanam ulang dengan
tanaman-tanaman lokal hutan ataupun pertanian. Bahkan, rekolonisasi alami terjadi dengan
cepat. Saat penmabngan telah selesai dilakukan, area pengendapan SIRSAT akan direklamasi
dengan teknik yang sesuai yang ditetapkan melalui konsultasi dengan berbagai pemangku
kepentingan, dengan mempertimbangkan dampak lingkungan dan sosial.Merkuri maupun
Sianida tidak digunakan PTFI. PTFI menggunakan proses pengapungan untuk memisahkan
mineral yang mengandung tembaga dan emas dari batuan serta tidak menghasilkan limbah
bahan berbahaya dan beracun dalam proses utamanya.Mengoperasikan 3 tempat pembuangan
akhir dan 10 pabrik pengolahan pembuangan sepuluh Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL)
Domestik. PTFI sudah memperoleh izin pembunagan limbah cari untuk seluruh IPAL yang
berlokasi di area kerja PTFI. Sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam izin yang
diberikan, pemantauan dan dilaporkan dilakukan secara periodic.

PTFI juga melibatkan tujuh suku mengelola Area reklamasi ini juga melibatkan penduduk
asli daerah yang berada di wilayah arel produksi PTFi , ada 7 suku yang mendiami daerah ini,
Ketujuh suku tersebut dilibatkan sebagai kontraktor lokal mengelola perkebunan di area
reklamasi tersebut. Ketujuh suku membuat badan usaha berupa CV misalnya kemudian diajak
mengelola lahan reklamasi. Sebagai contoh pada Areal MP 21 yang merupakan lahan bekas
tailing yang mulai direklamasi sejak tahun 2000 dimana lahan seluas 100 hektar dijadikan
sebagai lahan penelitian reklamasi tailing. Pada Lahan seluas 100 hektar ini dilakukan Kajian
AMDAL yang komprehensif dan mencoba membudidayakan tanaman lokal yang ada di daerah
tersebut, kemudia setelah itu barulah dilakukan penanaman lanjutan dengan i berbagai jenis
tanaman, mulai dari sayuran, buah-buahan, hingga tanaman berkayu, Tidak hanya tanaman, di
area MP 21 juga terdapat beberapa jenis hewan yang dipelihara, antara lain ikan Nila, ikan Mas,
Sapi, dan penangkaran kupu-kupu serta juga ada beberapa burung di area MP 21 hingga reptil.

Dalam penanganan yang lebih mendalam maka pihak PTFI juga membuat arah kebijakan
yang mengintegrasikan pengeloaan lingkungan yang berkelanjutan ini dengan tidak hanya
bergerak dibidang lingkungan namun mencoba membentuk pola yang bersinergi dengan segala
aspek lain. Masalah Sosial budaya dan juga ekonomi menjadi perhatian dalam penanganan
lingkungan ini, dengan didirikannya Laboratorium Lingkungan yang berada juga dibawah

10
Departemen Lingkungan Hidup PTFI, laboratorium milik Freeport Indonesia di Timika yang
mendapat sertifikasi sebagai laboratorium lingkungan dari Kementerian Lingkungan Hidup
Republik Indonesia pada akhir 2010. Pengamatan terhadap sampel Sampel air dari sekitar
wilayah proyek untuk kemudian dianalisa. Puluhan ribu analisa terhadap biota air, jaringan
tumbuh-tumbuhan, air tambang, air permukaan, air tanah, limbah air kotor, sedimen sungai dan
Sirsat telah dilakukan pada berbagai laboratorium lokasi dalam rangka program jangka panjang
pemantauan lingkungan.. Hal hal lain yang dilakukan oleh PTFI adalah Kepatuhan dan Audit
Lingkungan (didalamnya memuat tentang syarat –syarat dalam Rencana Pengelolaan
Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) yang diserahkan kepada
Pemerintah setiap tahun sesuai dengan persyaratan-persyaratan dalam Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan (AMDAL), serta oleh persyaratan-persyaratan peraturan dan izin-izin terkait
yang dikeluarkan oleh Pemerintah), Pengelolaan Material Pengelolaan Sirsat, Pengelolaan
Bantuan Penutup dan Drainase, Batuan Asam, Pemantauan Lingkungan, Revegetasi, dan
Reklamasi, Program Pendidikan Lingkungan, Pengelolaan dan Daur Ulang Limbah, Penggunaan
Energi, Penggunaan Air, Penggunaan Material, Gas-Gas Efek Rumah Kaca, Keanekaragaman
Hayati,Compliance-Kepatuhan Lingkungan, Program Pasca Tambang, Menjaga Keberadaan
Material Produk.

11
Sumber: Google,2018

12
Bab 4. Penutup
 Kesimpulan

Dalam Deep Ekologi selanjutnya adalah menumbuh kembangkan kesadaran secara


mendalam bagi pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan. Dalam contoh kasus kita ini,
setelah membaca dan mengamati peranan PTFI di dalam internal dengan uapaya yang
dilakuakn, dapat pula dicatat disini bahwa PTFI menyadari bahwa kesatua penangan lingkungan
hidup harus juga disinergikan dengan hal yang menyangkut seluruh aspek kehidupan
masyarakat yang ada didalam kawasan ini, PTFI melalui program CSR juga melakukan upaya
pendampingan melalu duni pendidikan seperti penyertaan dana pendidikan pada lembaga adat
yang mengelola dana kemasyarakatan, juga dilakukan penguatan dan pendamingan bagi petani
lokal, baik petani sayur mayur maupun petani tanama kers seperti Kopi, hal lain juga dengan
pemberian bantuan modal bagi pelaku bisnis UMKM untuk penduduk lokal yang tergabung
dalam 7suku yang mendiami wilayah ini. Sekali lagi dengan melihat Upaya yang dilakukan oleh
PTFI terlihat sekali bahwa dalam perkembangan terbarunya menyonsong era Industri 4.0 PTFI
tetap berkomitmen untuk menjalankan komitmen terhadap pelestarian lingkungan dan juga
meliputi perlindungan dan pemberdayaan serta penguatan 7 suku adat yang mendiami wilayah
operasi PTFI.

 Saran

13
Sumber Referensi :
Abdurrahman. 2003. Pembangunan Berelanjutan dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam
Indonesia. Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII.

Budihrdjo, Eko dan Hardjohubojo, Sudanti. 1993. Kota Berwawasan Lingkungan. Cetakan ke-1.
Bandung: Alumni.

Wibisono, Bambang. 2008. Model kebijakan Pengelolaan Pertambangan Mineral yang


berkelanjutan (Studi Kasus Pengelolaan Lingkungan Mod- ADA di kabupaten Mimika Papua.
Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

PT Freeport Indonesia. 2011. Menghubungkan Dunia, Laporan berkarya menuju pembanguna


berkelanjutan.

https://www.astalog.com/10500/aspek-aspek-dalam-pembangunan-berkelanjutan.htm

https://finance.detik.com/energi/d-3995948/lahan-bekas-limbah-tambang-freeport-disulap-
jadi-perkebunan

https://ptfi.co.id/id/media/photo-gallery/corporate-responsibility

14

Anda mungkin juga menyukai