Anda di halaman 1dari 58

FGD-1

AGAMA DAN EKOLOGI:


FENOMENA GLOBAL

Pemateri: M. Ali Muafiq


26 Juni 2022
Di milenium ketiga ini umat manusia
dihadapkan dengan problem kompleks
yang berkaitan langsung dengan
kesintasan masa depannya, yaitu krisis
ekologis. Bumi sebagai rumah (oikos)
telah menunjukkan tanda-tanda bahwa
dirinya sedang dalam keadaan yang tak
baik-baik saja.
Di era modern, konsumerisme tampak
sebagai kuasi-agama atau ideologi yang
telah dipeluk oleh umat manusia.
Dampak filosofisnya menghasilkan
pandangan utilitarian. Tak terelakkan,
manusia melihat dirinya sebagai subjek
yang unik, sementara alam dilihat
sebagai objek semata.
Sebenarnya, banyak nilai-nilai yang
tertanam dalam agama yang
bersentuhan langsung dengan wawasan
tentang kepedulian terhadap alam. Nilai-
nilai agama yang bersifat bisa
menggantikan pandangan dunia
modernisme (Tucker & Grim, 2017: 5).
Pada tahun 1996 hingga 1998,
terlaksana rangkaian konferensi tentang
“Agama-Agama Dunia dan Ekologi” di
Universitas Harvard. Perwakilan Kristen,
Yahudi, Islam, Buddhisme,
Konfusianisme, Taoisme, Hindu, Shinto,
Jainisme, dan masyarakat Adat
merumuskan wawasan ekologis..
Dalam menghadapi krisis ekologis,
agama terbukti dapat ikut berperan
dalam merancang ulang narasi
keagamaan yang sebelumnya tampak
antroposentris dan antiekologis. Tradisi-
tradisi keagamaan bisa menjadi “jalan
hidup” dalam mencegah krisis global
yang sedang dihadapi umat manusia.
Terima
Kasih
M. Ali Muafiq
Dalam FGD Riset UINSBY
Langitan, 26 Juni 2022
FGD-2

PESANTREN DAN GERAKAN


EKOLOGI DI INDONESIA

Pemateri: M. Hasyim
26 Juni 2022
Menurut World Research Institution,
kendati deforestasi di tingkat global amat
mencemaskan keberlanjutan ekosfer,
deforestasi di Indonesia pada tahun
2020 menurun selama empat tahun
berturut-turut (Weisse & Goldman,
2012).
Kemenag mencatat bahwa, hingga April
2022, ada 26.975 pesantren yang
tersebar di seluruh wilayah Indonesia
(www.dataindonesia.id). Dalam konteks
ini, pesantren di Indonesia dari segi
kuantitas memiliki potensi untuk
menyuarakan ekoteologi Islam.
Nilai-nilai religiositas dalam pesantren
yang ditimba langsung dari Al-Qur’an,
hadis, dan turath al-isla>mi>yah dapat
menjadi sarana yang kukuh dalam
mengemban tugas merumuskan
paradigma ekoteologi Islam.
Pesantren yang telah berkiprah sebagai
episentrum pencanangan ekoteologi
Islam dan sebagai pusat transformasi
sosial masyarakat dalam bidang ekologi
di antaranya:
1. Pondok Pesantren Pabelan.
2. Pondok Pesantren Annuqayah.
3. Pondok Pesantren Maslakul Huda.
4. Pondok Pesantren Darunnaja
5. Pondok Pesantren Ath-Thaariq Garut
6. Pondok Pesantren Al-Amin Sukabumi
Terima
Kasih
M. Hasyim
Dalam FGD Riset UINSBY
Langitan, 26 Juni 2022
FGD-3

NILAI-NILAI ISLAM SEBAGAI


FONDASI GERAKAN EKOLOGI

Pemateri: M. Ali Muafiq


11 Juli 2022
Gerakan ekologi selalu diartikulasikan
secara teoretis melalui pandangan dunia
yang mendasarinya. Pemikir muslim
kontemporer pun ambil peran untuk
mengartikulasikan etika lingkungan
dalam istilah dan wawasan Islam
berdasarkan Teks Suci dan turats.
Seyyed Hossein Nasr, menyerukan umat
agar memperhatikan makna spiritual
alam dan mengemban etika ekologis,
“yang berakar pada wahyu dan terikat
pada Hukum Ilahi, juga mengambil
tanggung jawab dan kewajiban manusia
terhadap nonmanusia dalam tatanan
penciptaan” (Nasr 1992, 105).
Di dalam Al-Qur'an hampir di setiap
surah terdapat semacam referensi
tentang alam. Pendekatan Al-Qur’an
mengenainya bersifat holistik dan
berhubungan dengan alam yang
berpremis pada kenyataan ekologis
bahwa manusia merupakan bagian
integral dari alam (Khalid, 2017: 131).
Di dalam Al-Qur’an dinyatakan, “Telah
tampak kerusakan (fasa>d) di darat dan
di laut disebabkan karena perbuatan
tangan manusia; Allah menghendaki
agar mereka merasakan sebagian dari
(akibat) perbuatan mereka, agar mereka
kembali (ke jalan yang benar)” (QS. al-
Rum [30]: 41).
Beberapa sabda Nabi relevan untuk
menjawab tantangan isu-isu krisis
ekologi kontemporer seperti: “Ketika
kiamat datang jika seseorang memiliki
sepucuk kurma di tangannya, maka dia
harus menanamnya” (Foltz, 2006: 212).
Nabi juga melarang pemborosan dalam
penggunaan air meskipun untuk wudlu.
Terima
Kasih
M. Ali Muafiq
Dalam FGD Riset UINSBY
Langitan, 11 Juli 2022
FGD-4

NILAI-NILAI ISLAM SEBAGAI


FONDASI GERAKAN EKOLOGI

Pemateri: M. Hasyim
25 Juli 2022
Ekoteologi bertumpu pada premis bahwa
ada kemungkinan untuk mengawinkan
pemahaman tentang Tuhan yang ada
dalam teologi dengan kepedulian
terhadap lingkungan. Ekoteologi dapat
didefinisikan sebagai suatu refleksi
teologis untuk bersikap terhadap
lingkungan.
Di dalam ekoteologi, titik fokus yang
selalu dikaji adalah relasi manusia dan
Tuhan, dan kosmos atau alam. Relasi
segitiga Tuhan-manusia-alam harus
disoroti secara simultan dan secara
seimbang dengan pembacaan ulang
yang diberatkan pada rekonseptualisasi
alam itu sendiri (Mahzumi, 2018).
Menyadari pluralitas interpretasi dalam
Islam, pertanyaan gentingnya apakah
manusia sebagai khalifah memiliki
privilese di muka bumi? Apakah konsep
khalifah, selalu mengarah pada
antroposentrisme dengan segala
implikasi negatifnya bagi kelestarian
alam?
Bagi Bagir dan Martiam (2017: 81),
proyek rekonstruksi ekoteologi Islam
tidak perlu terbentur dan terhenti hanya
pada urusan dikotomi. Ekoteologi Islam
dapat bermanuver secara lebih realistis
dalam meneropong berbagai pandangan
kosmologi Islam.
Hubungan antara manusia sebagai
khalifah dan nonmanusia tidak serta-
merta dipahami sebagai hubungan
dominasi seperti yang disiratkan oleh
Afrasiabi (2003: 283-287). Ibrahim
Özdemir (2003: 25-26) menegaskan
“manusia berada di puncak rantai agung
wujud”, tetapi bukanlah “pemilik alam”.
Terima
Kasih
M. Hasyim
Dalam FGD Riset UINSBY
Langitan, 25 Juli 2022
FGD-5

PROFIL PP. LANGITAN

Pemateri: M. Ali Muafiq


15 Agustus 2022
Pondok Pesantren Langitan merupakan
salah satu lembaga pendidikan
keislaman tertua di Jawa Timur yang kini
telah berusia lebih dari satu setengah
abad. Pondok ini didirikan pada tahun
1852 oleh Kiai Muhammad Nur di Dusun
Mandungan, Desa Widang, Kecamatan
Widang, Kabupaten Tuban, Jawa Timur.
Secara historis, nama “Langitan” berasal
dari dua kata dalam bahasa Jawa yang
digabungkan menjadi satu, yakni “plang”
(papan nama) dan “wetan” (timur). Kata
ini terdapa dalam kitab Fatḥ al-Mu’in
milik Kiai Ahmad Sholeh selaku
pengasuh pondok pesantren periode
kedua (Tim BPS, 2015: 30-31).
Generasi Pengasuh PP. Langitan:

1. Kiai Muhammad Nur (1852-1870)


2. Kiai Ahmad Sholeh (1870-1902)
3. Kiai Muhammad Khozin (1902-1921)
4. Kiai Abdul Hadi Zahid (1921-1971)
5. Kiai Abdullah Faqih (1971-2012)
6. Dewan Masyayikh (2012-sekarang)
PP. Langitan memiliki dua corak sistem
pengajaran. Pertama, sistem klasikal
(madrasi>yah). Model pengajaran dari
sistem pendidikan klasikal ini bersifat
formalistis, yang di dalamnya metode
dan orientasi terformulasikan secara
prosedural dan struktural.
Kedua, sistem nonklasikal
(ma‘hadi>yah). Metode yang digunakan
dalam sistem nonklasikal ini ialah
metode sorogan dan metode weton atau
bandongan. Metode weton atau
bandongan ialah metode di mana
seorang kiai atau ustaz tengah
membabarkan kitab kuning, sedangkan
para santri menyimak.
Terima
Kasih
M. Ali Muafiq
Dalam FGD Riset UINSBY
Langitan, 15 Agustus 2022
FGD-5 EXPOSE HASIL

PENGARUSUTAMAAN
EKOTEOLOGI ISLAM PADA
SANTRI DI PP. LANGITAN TUBAN
MENUJU PESANTREN
PENGGERAK KESADARAN HIJAU
Pemateri: Dr. M. Hasyim, M.Ag
Progres Riset

Secara keseluruhan riset


pengarusutamaan ekoteologi Islam pada
Santri di Pon. Pes. Langitan Tuban
Menuju Pesantren Penggerak
Kesadaran Hijau sudah mencapai 100
persen.
Skema Aksi
No Rencana Aksi Sasaran Luaran

1 Pengenalan  Pengasuh, ustaz, Terbentuknya


ekoteologi Islam di dan pengurus), pengetahuan
PP. Langitan Tuban santri dan ekoteologi
masyarakat Islam pada
stakeholders
 FGD
Lanjutan...
No Rencana Aksi Sasaran Luaran
2 Pengarusutamaan  Stakeholders Produk-produk
ekoteologi Islam di (pengasuh, ustaz, intelektual
PP. Langitan Tuban dan pengurus), (artikel pendek
santri dan dan teks
masyarakat khutbah dari
perspektif ilmu
 FGD pesantren)
Lanjutan...
No Rencana Aksi Sasaran Luaran
3 Implementasi  Stakeholders Aksi-aksi
pengarusutamaan (pengasuh, ustaz, lingkungan
ekoteologi Islam di dan pengurus), (green force)
PP. Langitan santri, dan dan promosi
Tuban masyarakat. kesadaran
hijau melalui
 Aksi-aksi media
Rumusan Masalah (1)

1. Sejauh mana kesadaran lingkungan para santri di PP. Langitan


Tuban?

Ketika melakukan identifikasi awal,


peneliti menemukan subjek dampingan
belum memiliki pengetahuan yang
memadai tentang ekoteologi. Meskipun
ada kesadaran terhadap lingkungan
namun belum mengarah ke deep
ecology.
Parameter Deep Ecology

Nilai-nilai deep ecology sebagai berikut (Keraf 2002):

a) Setiap entitas di muka bumi ini, baik


manusia maupun nonmanusia memiliki
nilai individual yang otonom dan
independen untuk memperoleh
kesejahteraan dan kemajuan hidup.
Lanjutan...

b) Setiap entitas nonmanusia yang


bernilai guna bagi manusia merupakan
kekayaan materialistis, sehingga
keragamannya patut dihargai;
Lanjutan...

c) Hak pemanfaatan terhadap alam


untuk memenuhi kebutuhan primer
hidupnya bukan berarti membebaskan
manusia untuk mereduksi kekayaan
hayati yang ada di alam;
Lanjutan...

d) Pemanfaatan yang berlebihan oleh


manusia terhadap entitas di luar dirinya
memperburuk kondisi lingkungan hidup;
Lanjutan...

e) Cara pandang baru yang lebih


menekankan pada kualitas hidup
daripada penguasaan materialistis
diharapkan menjadi titik tolak perubahan
paradigma antroposentris ke ekosentris.
Rumusan Masalah (2)

2.Bagaimana pengarusutamaan ekoteologi pada santri menuju


pesantren penggerak kesadaran hijau di PP. Langitan Tuban?

Dari belum adanya kesadaran


ekoteologis pada subjek di Pon. Pes.
Langitan, peneliti dan stakeholders
merancang program edukasi.
Lanjutan...

Pengenalan ekoteologi di lakukan pada


level pengasuh melalui sowan dan
mengutarakan tentang riset pengabdian
ini dan tujuannya.
Selanjutnya kepada ustaz, pengurus
pondok dengan melakukan FGD untuk
memantik terbentuknya pengetahuan
tentang ekotelogi dan kesadaran yang
terefleksikan dari tradisi dan keilmuan
pesantren.
Lanjutan...

Dari FGD bersama pengurus dan ustaz,


terancang program internalisasi
kesadaran hijau pada santri dengan
melibatkan tim Media Dakwah Langitan
(MDL) sebagai mitra pengabdian,
program-program tersebut:
Lanjutan...

1. Pembentukan kesadaran hijau

Mendorong santri merefleksikan tradisi


dan keilmuan pesantren yang mengarah
pada kesadaran peran manusia/muslim
sebagai khalifah fi al-ardh (wakil tuhan di
bumi), urgensi keterlibatan pesantren
santri dalam merespons isu krisis
lingkungan global, dll.
Lanjutan...

2. Penyusunan Khutbah Hijau

Mendorong ustaz-ustaz menyusun teks


khutbah yang bertema ekologis berbasis
keilmuan pesantren (tafsir, hadis, fiqih,
dan akhlak). Natinya teks-teks khutbah
yang telah tersusun dipublikasi melalui
langitan.net
Lanjutan...

3. Dakwah Hijau di Medsos

Mencanangkan publikasi poster-poster


berisikan dakwah ekologis berupa
kutipan ayat, hadis, hikmah, dawuh kiai
dan menyebarkannya melalui media-
media yang dikelola Media Dakwah
Langitan.
Lanjutan...

3. Aksi-aksi Ekologis

Menguatkan kegiatan-kegiatan di Pon.


Pes. Langitn yang mengarah pada
gerakan ekologis seperti ro’an (bersih-
bersih lingkungan di dalam dan luar
pesantren, termasuk sungai), perawatan
tanaman, pohon, pengolahan sampah,
dll.
Rumusan Masalah (3)

3. Apa outcome dari proses pengarusutamaan ekoteologi Islam


pada santri menuju pesantren penggerak kesadaran hijau di PP.
Langitan Tuban?

Hasil dari keseluruhan proses riset


pengabdian ini terbentuknya
pengetahuan ekoteologi Islam dalam
bentuk produk intelektual; peningkatan
aksi-aksi ekologis, dan keterlibatan
subjek pesantren dalam promosi
kesadaran hijau.
Contoh output:

Artikel berjudul:

Idealnya Pesantren Itu Bersih, dan Santri


Itu Necis
.
Contoh Poster:
Contoh Poster:
Terima
Kasih
DR. M. Hasyim, M.Ag.
Dalam Expose Hasil Riset UINSBY
Langitan, 29 Agustus2022

Anda mungkin juga menyukai