Anda di halaman 1dari 7

PERAN GENERASI MILENIAL DAN MEDIA SOSIAL DALAM PILPRES

2019

Ulva Aryani

Program Studi Ilmu Politik FISIP Universitas Tanjungpura, Pontianak

Email : Ulvaaryani@gmail.com

Abstrak

Tulisan ini menganalisis bagaimana peran generasi milenial dan sosial media
dalam pilpres 2019. Hasil penelitian menunjukkan kaum milenial berperan besar
dalam pilpres 2019 karena populasi mereka yang besar berpotensi menentukan
pemenang pilpres yang akan datang. Millennials atau kadang juga disebut dengan
generasi Y adalah sekelompok orang yang lahir setelah Generasi X, yaitu orang
yang lahir pada kisaran tahun 1980- 2000an. Maka ini berarti millenials adalah
generasi muda yang berumur 17- 37 pada tahun ini. Millennials sendiri dianggap
spesial karena generasi ini sangat berbeda dengan generasi sebelumnya, apalagi
dalam hal yang berkaitan dengan teknologi. Salah satu teknologi yang menjadi
candu generasi milenial adalah media sosial. Para generasi milenial menjadikan
media sosial sebagai sarana partisipasi politik mereka, hal itu membuat media
sosial menjadi objek untuk mengambil hati generasi milenial. Media sosial
menjadi strategi jitu utnuk mendekati generasi milenial dengan memanfaatkannya
untuk berkampanye dan tidak jarang mereka juga menebar isu politik atau hoax
untuk kepentingan pribadi.

Kata kunci : generasi milenial, pilpres 2019, media sosial, kampanye, pemilu
BAB I

PENDAHULUAN

Indonesia telah mengambil langkah pertama menuju pemilihan presiden


2019 dengan mengumumkan pasangan calon presiden dan wakil presiden pada
tanggal 10 Agustus 2018. Pilpres 2019 menjadi kesempatan kedua bertemunya
Joko “Jokowi” Widodo dan Prabowo Subianto. Presiden Jokowi telah menunjuk
pasangan wakil presiden yang mendampinginya, Ma‟ruf Amin, seorang ulama
konservatif dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) dengan latar belakang kelompok
Islam Nahdaltul Ulama. Di pihaknya, Prabowo telah memilih calon wakil
presiden Sandiaga Uno, seorang pengusaha dan mantan wakil gubernur ibukota
Indonesia, Jakarta. Meskipun pemilihan presiden masih akan diadakan pada bulan
April 2019, para pendukung kedua kandidat sejak pengumuman kedua nama
pasangan telah secara agresif memulai kampanye terutama di media sosial.
Pemilih dari kelompok usia generasi milenial menjadi target potensial karena
jumlah populasi mereka yang signifikan dan merebaknya penggunaan media
sosial mereka. Populasi kelompok milenial di Indonesia menyusun sekitar 34,5
hingga 50 persen dari total penduduk, dengan rentang usia 15-35 tahun. Angka
tersebut menunjukkan ukuran yang sangat signifikan, sehingga pemilih milenial
menjadi kelompok sasaran yang jelas untuk menang. Mereka lebih akrab dengan
dunia maya, khususnya penggunaan media sosial. Generasi milenial memiliki cirri
khas tersendiri, ia terlahir ketika era di mana sudah ada televisi berwarna, telepon
seluler dan internet. Sehingga generasi ini mahir dalam memanfaatkan teknologi
modern. Merujuk data tahun 2015, jumlah penduduk Indonesia yang mencapai
255 juta jiwa, sebanyak 81 juta di antaranya masuk kategori generasi milenial.

Sejalan dengan itu, penulis tertarik untuk menganalisis bagaimana peran


generasi milenial dalam pemilu dengan media sosial serta arah pemilih milenial.
BAB II

PEMBAHASAN

William Strauss dan Neil Howe secara luas dianggap


sebagai pencetus istilah milenial. Mereka menciptakan terminologi ini pada tahun
1987. Tulisan tentang kelompok milenial bisa ditemukan dalam buku-buku
mereka, misalnya Generations: The History of America’s Future Generations,
1584 to 2069 (1991) dan Millennials Rising: The Next Great Generation (2000).
Kelompok ini yang lahir antara tahun 1982-2004, menurut mereka akan
menguasai peta peradaban di milenium baru. Sebab, kelompok milenial lahir dan
besar di era informasi dan teknologi, mereka menguasainya dan menjadikannya
sebagai alat untuk berkuasa – menggantikan dua „mainan‟ usang abad 20: ideologi
dan perang. Generasi milenial adalah kelompok yang secara diakronik (antar
waktu) menjalani perkembangan pesat teknologi informasi tersebut. Hal ini
kemudian yang melekatkan identitas high-tech pada kelompok milenial.
Berdasarkan data Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) pada Desember
2017, jumlah generasi milenial dengan rentang umur 17-34 tahun mencapai 34,4
persen dari total 265 juta populasi Indonesia. Pemilih dalam rentan usia ini bisa
naik hingga 55 persen pada 2019 nanti. Sementara itu, KPU memprediksi jumlah
pemilih muda saat ini diperkirakan mencapai 70-80 juta atau 35-40 persen dari
139 juta pemilih. Sementara itu, survei yang dilakukan oleh Centre for Strategic
and International Studies (CSIS) bertajuk “Ada Apa dengan Milenial? Orientasi
Sosial, Ekonomi, dan Politik” menunjukkan bahwa kelompok milenial lebih
memilih televisi dan media online sebagai sumber informasi mereka,
dibandingkan radio dan surat kabar. Dalam survei tersebut tercatat, 79,3 persen
kelompok milenial menonton televisi setiap hari dan 54,3 persen berselancar di
media online. Sebaliknya, 57,2 persen generasi milenial mengaku tak pernah
mendengarkan radio dan 56 persen tidak pernah membaca surat kabar.
Pada survei yang dilakukan CSIS tahun 2017 tersebut juga diketahui bahwa 81,7
persen milenial memiliki akun Facebook, 70,3 persen menggunakan Whatsapp,
61,7 persen merupakan pengguna Blackberry Messenger, 54,7 persen memiliki
akun Instagram, 23,7 persen memiliki akun Twitter, dan 16,2 persen memiliki
akun Path. Artinya, dengan keterlibatan dan interaksi yang intensif dari kalangan
milenial tersebut di media sosial menjadi penting dalam era internet seperti
sekarang ini. Dengan fakta tingginya kelompok milenial dan aktifnya mereka
dalam dunia media sosial, tentu tidak mengherankan jika kelompok ini menjadi
lahan subur bagi kepentingan politik elektoral. Apalagi, kampanye politik
belakangan ini juga marak menyasar platform sosial media. Julian Zelizer, dalam
tulisannya di CNN dengan judul Who Will Grab Millennial Vote? menyebutkan
bahwa suara kelompok milenial berpengaruh besar dalam pembuatan opini,
penggalangan dana, serta pengorganisasian politik. Julian menulis hal tersebut
untuk mengomentari Pilpres di Amerika Serikat tahun 2016. Pernyataan tersebut
nyatanya coba digunakan oleh para politikus di Indonesia untuk mendulang suara
di tahun 2019 nanti. Banyak wacana tentang milenial yang dinarasikan oleh
kontestan politik.
Dengan besarnya ceruk pemilih milenial dalam Pilpres 2019, tentu ada peran
penting yang bisa dimainkan oleh kelompok ini. Milenial tidak boleh hanya
menjadi kelompok pasif apalagi hanya sebagai komoditas politik saja. Kelompok
ini unik, dan berbeda dengan generasi lain. Hal ini banyak dipengaruhi oleh
masifnya penggunaan ponsel pintar, meluasnya internet dan munculnya jejaring
media sosial. Ketiga hal tersebut banyak mempengaruhi pola pikir, nilai-nilai dan
perilaku yang dianut. Kelompok milenial adalah generasi yang “melek teknologi”.
Hasil riset yang dirilis oleh Pew Research Center secara gamblang menjelaskan
keunikan kelompok ini dibanding generasi-generasi sebelumnya. Yang mencolok
dari kelompok milenial dibanding generasi sebelumnya adalah soal penggunaan
teknologi dan budaya pop/musik. Kehidupan kelompok milenial tidak bisa
dilepaskan dari teknologi terutama internet dan hiburan seolah sudah menjadi
kebutuhan pokok bagi generasi ini. Dalam dunia politik, kelompok milenial akan
menjadi aktor utama di Indonesia masa kini dan yang akan datang. Dengan jumlah
yang cukup besar, mereka akan menjadi pemimpin masa depan, dan menjadi
penentu ke mana arah negara ini akan tertuju.
Ella S. Prihatini, kandidat doktor University of Western Australia, pada akhir
2017 melakukan penelitian terhadap perilaku milenial Indonesia yang tengah
memasuki tahun politik 2018-2019. Hasilnya, dalam artikel berjudul Mapping the
‘Political Preferences’ of Indonesia’s Youth yang terbit di The
Conversation, kebanyakan generasi milenial yang kesadarannya tumbuh di era
reformasi ini sangat terbuka terhadap nilai-nilai kesetaraan gender, independen
secara politik, serta berani mengambil pilihan ideologi politik yang berbeda dari
lingkungan keluarga mereka. Dengan bekal data di atas, setidaknya bisa dianalisa
kelompok milenial ini dengan 3 karakteristik. Yang pertama, milenial adalah
kelompok yang kreatif (creative). Kelompok ini biasa berpikir out of the box, kaya
akan ide dan gagasan, serta mampu mengkomunikasikan ide dan gagasan tersebut
dengan cemerlang. Yang kedua, kelompok ini lebih terkoneksi (connected).
Mereka adalah kelompok yang pandai bersosialisasi terutama dalam komunitas
yang mereka ikuti, utamanya lewat media sosial. Karakteristik ketiga ialah
kepercayaan diri (confidence), yang mana generasi milenial ialah orang-orang
yang sangat percaya diri, berani mengemukakan pendapat, dan tidak sungkan
berdebat melalui medsos. Strauss dan Howe telah menyebut dua hal itu akan
dipakai generasi milenial untuk berkuasa, maka penggunaan keduanya pun jelas
menjadi sebuah laku politik. Dengan karakter seperti itu, kelompok milenial
setidaknya bisa memainkan peranan politik langsung yang terbuka dan kreatif.
Kelompok milenial memiliki sikap politik yang dinamis dan peduli. Dalam hal
ini, kebanyakan sikap politik mereka cenderung berbanding terbalik dengan
generasi sebelumnya, meskipun tidak menutup kenyataan masih banyak juga
milenial yang suka akan ide-ide konservatisme.
BAB III

KESIMPULAN

kelompok milenial bisa memberikan pendapatnya melalui lini media sosial


yang mereka miliki, tentu pendapat itu harus disertai dengan tanggung jawab dan
penuh dengan gagasan-gagasan yang membangun. Selain itu, kelompok ini bisa
mengawal Pilpres ke arah yang progresif, menekan masing-masing kandidat untuk
tidak larut dalam janji kampanye yang memabukkan.

Sulit membayangkan jika para politikus Indonesia hari ini benar-benar akan
merealisasikan jargon-jargon politik mereka terkait kepentingan kelompok
milenial. Nampaknya kelompok milenial hanya direproduksi sebagai bahan-bahan
kampanye di media sosial demi pemenangan elektoral semata. Jadi, untuk
kelompok milenial, sebaiknya tidak terbuai oleh janji-janji politikus.

Sudah sepatutnya jika kelompok milenial menjadi asa bagi kemajuan


negara. Apalagi, tahun 2020 kelompok ini menjadi tulang punggung Indonesia,
dengan rentang usia produktif 20 hingga 40 tahun. Tentu saja, masa depan ada di
tangan mereka.
DAFTAR PUSTAKA

https://news.detik.com/kolom/d-4209523/signifikansi-pemilih-milenial

https://www.msn.com/id-id/berita/nasional/generasi-milenial-dinilai-jadi-faktor-
determinan-pemilu-2019/ar-BBPjEAj

http://mediaindonesia.com/read/detail/156734-membaca-arah-pemilih-milenial

https://kumparan.com/muhammad-darisman/bagaimana-generasi-milenial-
menentukan-pilihan-di-pilpres-2019-27431110790545519

https://www.matamatapolitik.com/peran-generasi-milenial-dalam-menentukan-
kemenangan-di-pilpres-2019/

https://kumparan.com/erucakra-garuda-nusantara/millenial-dan-pilpres-2019-
27431110790558842

http://www.beritasatu.com/nasional/514384-suara-generasi-milenial-berpengaruh-
di-pilpres-2019.html

https://news.detik.com/kolom/3755077/milenial-politik-dan-media-sosial

https://www.idntimes.com/opinion/politic/azhar-try-bintang/pemandangan-
politik-dan-kaum-millennial-di-tahun-2019-c1c2/full

Anda mungkin juga menyukai