Anda di halaman 1dari 24

KONTESTASI WACANA POLITIK MELALUI MEDIA SOSIAL:

KONSTRUKSI MODEL KONSEPTUAL PSIKOLOGIS PENGARUH MEDIA


SOSIAL TERHADAP PERILAKU POLITIK GENERASI MILENIAL

TIM SMA NEGERI 28 JAKARTA


1. HASNA HAFIDZAH
2. MAULIA HUSNA ADILA NOOR
3. SABRINA PINGKANDEVI

SMA NEGERI 28 JAKARTA


2018
ABSTRAK

Media sosial memberikan ruang bagi penyebaran berbagai wacana


politik di dunia virtual. Penggunaan media sosial sebagai media
kontestasi wacana memiliki pengaruh penting karena dapat
menghasilkan perilaku politik tertentu seperti partisipasi politik. Hal
ini khususnya berlaku pada generasi milenial yang saat ini secara
kuantitas merupakan salah satu kelompok masyarakat terbesar dalam
populasi penduduk dan selalu bersentuhan dengan media sosial. Paper
ini berupaya untuk melakukan analisis literatur terhadap proses
terjadinya perilaku politik generasi milenial akibat pengaruh media
sosial. Sejumlah studi yang berkembang saat ini hanya melihat
hubungan langsung antara penggunaan media sosial dengan partisipasi
politik tapi kurang mengelaborasi faktor-faktor yang memediasi
hubungan tersebut. Asumsi yang dibangun dalam kajian ini adalah
bahwa hubungan antara media sosial dan partisipasi politik bersifat
tidak langsung dan difasilitasi oleh variabel-variabel personal
psikologis yang memungkinkan terjadinya hubungan tersebut. Oleh
karena itu, paper ini bertujuan untuk mengkonstruksi model
konseptual psikologis pengaruh media sosial terhadap terbentuknya
perilaku politik generasi milenal. Model ini menggunakan pendekatan
teori Planned Behavior dan menggabungkan hasil-hasil studi tentang
pengaruh media sosial terhadap partisipasi politik serta karakteristik
khusus dari generasi milenial. Secara praktis model ini dapat menjadi
referensi untuk menetapkan strategi politik dalam penyebaran wacana
di media sosial agar dapat menghasilkan perilaku politik yang
diharapkan dari kelompok milenial.

Kata kunci: media sosial, generasi milenial, perilaku politik


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seiring dengan perkembangan zaman, kehidupan masyarakat tidak dapat
dilepaskan dari pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Dalam
hal ini, penggunaan internet adalah salah satu contoh inovasi IPTEK yang
semakin dibutuhkan oleh masyarakat. Sebagai bentuk kumpulan jaringan
komputer yang dapat menghubungkan berbagai situs organisasi dan individu,
internet menfasilitasi individu untuk terhubung ke seluruh dunia dalam waktu
yang singkat. Hal ini memudahkan manusia untuk berkomunikasi dan
mendapatkan informasi dengan cepat. Saat ini data pengguna internet di
Indonesia menurut survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia
(APJII) tahun 2017 mencapai 143,26 juta jiwa atau 54,68% dari total populasi
penduduk Indonesia (APJII, 2018).

Akses komunikasi dalam jaringan internet memberikan ruang bagi individu


dan masyarakat untuk saling bersosialisasi melalui dunia baru, yaitu ruang
virtual. Salah satu pemanfaatan internet yang dominan sebagai platform
hubungan sosial baru dalam konteks bersosialisasi secara virtual ini adalah
media sosial. Media sosial adalah kelompok aplikasi berbasis internet yang
dibangun atas dasar ideologi dan teknologi Web 2.0 yang memberikan
kesempatan bagi pengguna untuk menciptakan dan saling berbagi isi (Kaplan
dan Haenlein, 2010). Bentuk media sosial yang ada saat ini sangat beragam
seperti situs jejaring sosial, blogs, dan permainan dunia maya (virtual game
world). Data dari Hootsuites dan We Are Social per Januari 2018
menunjukkan terdapat 130 juta pengguna media sosial aktif di Indonesia atau
49% dari total populasi penduduk (2018).

Keluwesan media sosial untuk membangun hubungan-hubungan sosial baru di


dunia maya maupun menjadi sarana lalu lintas informasi dan komunikasi antar
individu dan masyarakat ternyata tidak luput dari sasaran kepentingan politik

1
dan tokoh-tokohnya untuk menyebarluaskan maupun membangun ide,
pemikiran dan image politik. Tidak sedikit aktivis, organisasi, atau bahkan
tokoh politik yang memanfaatkan media sosial sebagai sarana yang intens
untuk menciptakan propaganda politik (Shirky, 2011). Penggunaan media
sosial memberikan keuntungan karena dapat menjadi sarana untuk
mempromosikan kandidat, partai ataupun pandangan-pandangan politik secara
masif dan cepat dengan efisien. Penggunaan media sosial untuk kepentingan
politik seperti ini merupakan hal yang semakin banyak digunakan (Fenton dan
Barassi, 2011). Keberhasilan Obama pada pemilihan presiden di Amerika
Serikat pada tahun 2012 yang menggunakan media sosial sebagai platform
utama kampanye politiknya merupakan contoh populer penggunaan media
sosial untuk kepentingan politik.

Salah satu sasaran dari pemanfaatan media untuk kepentingan politik ini
adalah generasi milenial (gen Y) sebagai pengguna media sosial aktif yang
juga dikenal sebagai digital natives. Generasi ini merupakan kelompok
individu yang sangat dekat dengan penggunaan teknologi. Kedekatan ini
ternyata memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan generasi
milenial mulai dari aspek-aspek personal psikologisnya hingga proses
pengambilan keputusan politik (Bolton et al, 2013).

Sejumlah studi menunjukkan penggunaan media sosial memiliki pengaruh


terhadap keterlibatan dan partisipasi politik (Boulianne, 2009). Sebagai
generasi yang akrab dengan media sosial, perilaku politik kelompok milenial
sangat mungkin dipengaruhi oleh berbagai informasi dan wacana yang beredar
di media sosial. Di sisi lain, saat ini generasi milenial merupakan salah satu
kelompok usia yang mulai aktif dalam kehidupan politik dengan jumlah yang
cukup besar jika dibandingkan dengan kelompok usia lainnya. Hal ini
menegaskan semakin pentingnya peran milenial dalam percaturan politik di
masa datang. Oleh karena itu, analisis terkait pengaruh media sosial terhadap
perilaku politik milenial menjadi hal yang penting untuk dilakukan. Analisis
terhadap hal tersebut tidak hanya dapat memberikan informasi dalam

2
memetakan pola, proses, dan kecenderungan milenial dalam menentukan
pilihan-pilihan politiknya namun juga membantu berbagai aktor politik untuk
menciptakan strategi pemasaran politik yang menyasar kelompok milenial
melalui penggunaan media sosial.

1.2 Permasalahan
Studi-studi terkait media sosial dan politik saat ini secara umum menghasilkan
kesimpulan yang merekomendasikan penggunaan media sosial sebagai alat
untuk meningkatkan partisipasi politik masyarakat (Boulianne, 2015;
Dimitrova dan Bystrom, 2014; Dimitrova et al 2014). Namun demikian,
menurut Kim dan Chen (2016), studi-studi tersebut seringkali hanya melihat
hubungan ataupun pengaruh langsung antara keduanya tanpa melakukan
elaborasi terhadap faktor-faktor yang memediasi terjadinya pengaruh tersebut.
Padahal, salah satu pendekatan untuk memahami partisipasi politik individu
adalah melalui analisis terhadap aspek-aspek psikologis seseorang (Cohen,
Vigoda, dan Samorly, 2001). Hal ini dapat memberikan pengetahuan yang
mendasar tentang perilaku politik tertentu baik dalam konteks partisipasi,
engagement maupun pengambilan keputusan politik. Secara khusus, Knoll,
Matthes, dan Heiss (2018) menyatakan terjadinya partisipasi politik oleh
pengaruh media sosial didorong oleh adanya proses-proses psikologis individu
yang terlibat di dalamnya.

Sejumlah penelitian yang mengaitkan pengaruh media dengan partisipasi


politik menunjukkan bahwa dampak dari media pada dasarnya bersifat tidak
langsung karena dimediasi oleh berbagai faktor personal psikologis (Jung,
Kim, dan Gil de Zuniga, 2014). Pemahaman terhadap aspek psikologis ini
menjadi penting karena dapat memberikan informasi tentang pandangan dan
sikap seseorang tentang isu politik yang kemudian akan termanifestasi dalam
perilaku tertentu misalnya, untuk terlibat (atau tidak terlibat) dalam proses
politik baik itu dalam konteks yang luas seperti pemilihan umum ataupun
dalam ruang lingkup yang kecil seperti secara sadar menyebarkan informasi
yang mengandung konten politik tertentu.

3
Penelitian-penelitian terbaru terhadap generasi milenial juga mengkonfirmasi
urgensi aspek psikologis dalam memahami perilaku politik kelompok ini.
Dalam kehidupan milenial yang senantiasa bersentuhan dengan dunia maya,
informasi dengan konten-konten politik seringkali tampil dalam timeline tanpa
disengaja (incidental) oleh individu (user). Hal ini terjadi misalnya melalui
tags, cuitan, dan status dari berbagai pihak yang memanfaatkan media sosial
untuk berbagi informasi. Dengan demikian, kelompok milenial hampir selalu
terekspos dengan konten-konten politik baik disengaja maupun tidak. Kondisi
ini menegaskan besarnya peluang media sosial dalam menyediakan informasi
dan wacana yang beragam sesuai dengan kepentingan politik tertentu yang
dapat mempengaruhi pengguna informasi khususnya generasi milenial.

Di sisi lain, kajian perpektif psikologis terhadap perilaku politik lebih banyak
mengungkap salah satu aspek psikologis saja yang bersifat kognitif seperti
self-efficacy dalam konteks situational political involvement, yaitu sesuai
dengan situasi sosial politik tertentu (Kushin dan Yamamato, 2010). Padahal
jika menilik sudut pandang teori sikap dan perilaku misalnya, proses
terjadinya suatu bentuk perilaku politik tidak semata difokuskan pada aspek
self-efficacy tapi juga menyangkut aspek lainnya yang mempengaruhi
perilaku. Dengan demikian, dapat diperoleh gambaran proses pembentukan
perilaku yang lebih komprehensif.

Berkaitan dengan masih minimnya studi faktor psikologis yang secara


menyeluruh menerangkan perilaku politik milenial, paper ini bermaksud untuk
menganalisis pendekatan teori pembetukan perilaku politik milenial akibat
pengaruh media sosial. Hal ini diharapkan dapat menjawab permasalahan
“Bagaimanakah model konseptual psikologis pengaruh media sosial terhadap
perilaku politik generasi milenial?”

Dengan memahami model konseptual ini diharapkan dapat dikembangkan


suatu strategi untuk memenangkan kontestasi wacana ataupun isu politik yang

4
bergulir di media sosial. Strategi tersebut dapat mengacu pada proses
pembentukan perilaku politik milenial sehingga wacana yang dibangun dapat
pula menggerakkan individu untuk berpartisipasi secara aktif dalam politik
baik dalam dunia virtual maupun dunia nyata.

1.3 Tujuan
Tujuan dari karya tulis ini adalah untuk mengkontruksi secara konseptual
model psikologis perilaku politik milenial berdasarkan pengaruh dari media
sosial.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Media Sosial dan Partisipasi Politik


Media sosial merupakan bagian dari perkembangan teknologi internet yang
memberikan cara baru ketika berselancar di dunia maya dengan menawarkan
kemampuan melakukan kreasi, modifikasi, dan berbagi konten yang bersifat
partisipatif, interaktif, dan kolaboratif (Cross, 2013; Gruzd, Staves, dan Wilk,
2012). Dengan berbasis pada konsep Web 2.0 maka media sosial menjadi
platform generasi baru dalam internet yang memberikan keleluasaan bagi
setiap orang untuk sama-sama terlibat secara aktif dalam menciptakan dan
memodifikasi konten. Kesempatan kolaborasi ini menunjukkan bahwa kunci
utama dalam media sosial adalah partisipasi bersama sebagai indikasi efek
sosial yang dihasilkan dalam beraktivitas di ruang virtual. Dengan demikian,
proses interaksi sosial dalam era teknologi internet saat ini telah berpindah
dari interaksi tatap muka yang konvensional di dunia nyata ke hubungan
sosial dalam dunia virtual.

Secara ringkas, Macintosh (dalam Effing, Hillegersberg, dan Huibers, 2011)


menyatakan bahwa partisipasi dalam sosial media terbagi atas tiga tahap,
yaitu e-enabling, e-enggaging, dan e-empowering (Gambar 2.1). E-nabling
adalah tahap pemberian akses informasi terhadap user sedangkan tahap e-
engaging meliputi interaksi antar user dan tahap terakhir, yaitu e-empowering
melibatkan kerja sama antar user yang disertai tanggung jawab tertentu.

Gambar 2.1 Model Evolusi Media Sosial berdasarkan Tahapan


Partisipasi (Effing, Hillegersberg, dan Huibers, 2011)

6
Saat ini, media sosial semakin banyak digunakan karena dapat memenuhi
berbagai kebutuhan masyakarat untuk melakukan interaksi sosial, mencari
informasi, mengisi waktu luang, dan memenuhi kebutuhan hiburan (Whiting
dan Williams, 2013). Di sisi lain, keberadaan media sosial diyakini juga dapat
menfasilitasi peningkatan partisipasi politik masyarakat karena menjadi
media untuk berinteraksi secara bebas dan langsung yang merupakan ciri dari
demokrasi yang ideal. Hal ini didukung oleh semakin ditinggalkannya media
massa konvensional sebagai penyedia informasi politik utama untukkemudian
beralih pada media online sehingga pertukaran dan penyebaran informasi
menjadi lebih intens dan efektif menjangkau berbagai kelompok masyarakat.

Sejumlah penelitian telah membuktikan adanya pengaruh positif antara


penggunaan media sosial dan partisipasi politik (Knoll, Matthes, dan Heiss
2018). Gil de Zuniga, Jung, dan Valenzuela (2012) menemukan bahwa
partisipasi politik individu secara aktif baik online maupun off-line memiliki
kaitan erat dengan tingkat keaktifan seseorang dalam mencari informasi
politik di media sosial. Hal ini menunjukkan bahwa media sosial memberikan
akses informasi pada individu yang berdampak pada aktivitas politiknya.
Namun demikian, menurut Chen dan Chan (2017) berdasarkan meta-analisis
yang dilakukan oleh Bouiliane tahun 2015 ditemukan bahwa studi-studi yang
mengkonfirmasi hal tersebut tidak sepenuhnya signifikan. Hal ini mungkin
terjadi karena penelitian-penelitian yang ada hanya melihat hubungan
langsung (stimulus-respon) antara media sosial dan partisipasi politik namun
tidak mengelaborasi variabel yang menfasilitasi hubungan tersebut (Chen dan
Chan, 2017). Dengan berpegang pada pandangan ini maka dapat diasumsikan
bahwa pengaruh sosial media terhadap partisipasi politik bersifat tidak
langsung (indirect) karena dimediasi oleh faktor-faktor lainnya yang
memungkinkan terjadinya pengaruh antara keduamya.

7
2.2 Generasi Milenial
2.2.1 Pengertian dan Karakteristik Umum Generasi Milenial
Secara sederhana berdasarkan tahun kelahiran dan usianya, generasi
milenial dapat didefinisikan sebagai kelompok individu yang dilahirkan
antara tahun 1980 – 2000 (Smith dan Nichols, 2015). Sementara itu, Pew
Research menetapkan tahun 1981 – 1996 sebagai rentang tahun kelahiran
milenal (Gambar 2.2). Walaupun terdapat perbedaan dalam menetapkan
rentang tahun kelahiran secara pasti, umumnya para ahli bersepakat bahwa
generasi ini merupakan generasi pertama yang tumbuh di era digital
sehinnga terekspos dengan teknologi secara kontinyu dan menjadi bagian
yang tidak terpisahkan dari kehidupan kelompok milenial.

Gambar 2.2 Rentang Tahun Kelahiran Kelompok Generasi


(http://www.pewresearch.org/topics/millennials/)

Generasi milenial memiliki sejumlah karakteristik yang berbeda dengan


generasi sebelumnya. Beberapa karakteristik generasi milenial adalah
sebagai berikut (Kaifi dkk, 2011; Smith dan Nichols, 2015):
1. Bersifat lebih fleksibel dan skeptis terhadap hal-hal yang
membutuhkan komitmen jangka panjang, seperti pernikahan dan
karir. Namun, jika telah berkomitmen maka milenial akan berusaha

8
untuk menjaga keseimbangan dan berorientasi pada kehidupan
pribadinya.
2. Lebih menyukai aksi kolektif, kerja sama tim, dan terlibat hanya
dalam aktivitas yang dipandang benar-benar berrmanfaat untuk diri
mereka
3. Tergantung pada teknologi dan cepat beradaptasi dengan
perkembangan teknologi
4. Cenderung lebih optimis, percaya diri, dan memiliki self-esteem
yang tinggi
5. Cenderung lebih fokus dalam mencapai tujuan dan terbuka untuk
mempelajari hal-hal baru
6. Lebih sulit berinteraksi dengan orang lain di dunia nyata dan
cenderung lebih concern terhadap kepentingan dirinya sendiri

2.2.2 Generasi Milenial dan Penggunaan Media Sosial


Sebagai generasi yang akrab dengan penggunaan teknologi, kelompok
milenial mengikuti dan mengalami perkembangan internet yang pesat
terutama dalam penciptaan dan penggunaan media sosial. Dengan adanya
interaksi yang intens dengan internet, media sosial memberikan kesempatan
pada milenial untuk memindahkan ruang interaksi sosial ke dalam dunia
maya.

Walaupun generasi milenial dipandang selalu berinteraksi dengan media


sosial, terdapat perbedaan tingkat keaktifan dan intensitas penggunaan
media sosial dalam kelompok milenial. Studi yang dilakukan oleh Kilian,
Hennings, dan Langer (2012) menemukan bahwa generasi milenial dapat
dibagi menjadi tiga kluster berdasarkan penggunaan media sosial, yaitu:
1. The restrained millennials, yaitu kelompok milenial yang memiliki
tingkat keaktifan yang rendah dalam menggunakan media sosial
2. The entertaintment-seeking millennials, yaitu kelompok milenial yang
lebih aktif menggunakan sosial media dibandingkan dengan the

9
restrained millennials dan cenderung pemanfaatan media sosial bersifat
pasif untuk pemenuhan kebutuhan yang bersifat entertainment
3. The highly connected millennials, yaitu kelompok milenial yang sangat
aktif menggunakan media sosial untuk membangun jaringan dengan
berbagai user. Kelompok ini juga umumnya menggunakan media sosial
untuk kepentingan pencarian informasi tertentu serta dorongan mencari
identitas diri.

2.3 Perilaku Politik: Pendekatan Teori Perilaku


Perilaku politik seseorang dalam persepektif psikologi dapat dijelaskan
melalui teori perilaku. Salah satu teori perilaku yang sangat berpengaruh dan
menjadi referensi utama dalam penelitian perilaku manusia adalah Theory of
Planned Behavior (TPB) yang dipopulerkan oleh Ajzen (Gambar 2.3). Teori
ini merupakan pengembangan dari teori reasoned action oleh Fishbein dan
Ajzen tahun 1975 yang didasari atas pandangan bahwa perilaku manusia
merupakan keputusan yang sepenuhnya berada di bawah kontrol individu
tersebut sehingga prosesnya dapat ditelusuri melalui berbagai faktor
psikologis yang melahirkan intensi untuk menampilkan perilaku.

Gambar 2.3 Teori Planned Behavior (Ajzen, 1991)

10
Menurut Ajzen (1991), perilaku manusia ditentukan oleh tiga faktor utama,
yaitu sikap, norma subjektif, dan persepsi terhadap kemampuan mengontrol
perilaku. Selanjutnya Ajzen mendefinisikan sikap sebagai penilaian
baik/positif atau buruk/negatif terhadap sesuatu, sedangkan norma subjektif
adalah keyakinan normatif yang bersumber dari adanya tekanan/pengaruh
lingkungan sosial (social pressure). Sementara itu, keyakinan terhadap
adanya kemampuan menampilkan perilaku yang diharapkan menghasilkan
perceived behavioral control (PBC). Selanjutnya Ajzen pada tahun 2002
menambahkan adanya variabel intensi yang mengkombinasikan ketiga faktor
terdahulu. Dengan demikian, menurut teori TPB, suatu perilaku akan terjadi
jika intensi perilaku seseorang juga tinggi yang didasari atas sikap dan norma
subjektif yang positif serta PCB yang tinggi.

Berdasarkan teori ini maka perilaku politik seseorang dapat diuraikan dari
tiga faktor pembentuk intensi untuk menampilkan perilaku. Aspek sikap
dapat berupa penilaian afektif dan evaluatif terhadap suatu hal, misalnya isu-
isu politik atau profil politisi tertentu. Sementara itu, pengaruh dari teman
dekat dan keluarga dengan preferensinya dalam memilih kandidat pemimpin
(Presiden atau Kepala Daerah) merupakan salah satu pressure yang dapat
mempengaruhi norma subjektif. Aspek yang ketiga, yaitu PCB bergantung
pada persepsi subjektif terhadap mudah/sulitnya seseorang menampilkan
suatu perilaku termasuk mengevaluasi sumber daya yang dimiliki untuk
mengatasi berbagai hambatan dalam menampilkan perilaku. Dalam konteks
psikologi, hal ini seringkali merujuk pada self-efficacy, yaitu penilaian
kognitif seseorang akan kemampuannya untuk mengontrol ataupun mencapai
sesuatu yang diharapkan (Bandura, 1991) dan controllability, yaitu persepsi
terhadap kemampuan menampilkan perilaku dari dalam diri sendiri di luar
pengaruh faktor-faktor lain. Dalam politik, hal ini dapat bersumber dari
adanya pandangan bahwa keterlibatan seseorang dalam politik dapat
membawa perubahan yang lebih baik.

11
2.4 Perilaku Politik Milenial dan Pengaruh Media Sosial
Penelitian tentang kaitan antara media sosial dan perilaku politik tertentu
seperti partisipasi dan engagement telah memberikan sejumlah kesimpulan
yang saling mengkonfirmasi adanya pengaruh positif dari sosial media
terhadap peningkatan partisipasi politik (Knoll, Matthes, dan Heiss 2018).
Temuan ini juga berlaku pada kelompok milenial yang jika dikaji secara
khusus akan diperoleh informasi yang lebih mendalam terkait perilaku politik
tertentu yang ditemukan pada kelompok tersebut (Tabel 2.1).

Tabel 2.1 Pengaruh Media Sosial terhadap Perilaku Politik Milenial


dalam Penelitian
No. Peneliti Pengaruh Media Sosial terhadap Perilaku
Politik Milenial
1. Park, Kee, dan Pengguna Facebook yang aktif dan memiliki
Valenzuela (2009) tujuan utama mencari informasi cenderung
terlibat dalam kegiatan politik di dunia nyata
(off-line).
2. Kushin dan  Sosial media menfasilitasi milenial untuk
Yamamoto (2010) mengekspresikan pandangan politiknya
sehingga meningkatkan sense of political
engagement dan motivasi untuk mencari
informasi terkait isu politik tertentu.
 Self-efficacy tidak berpengaruh terhadap
partisipasi politik secara online namun
partisipasi tersebut berhubungan erat
dengan situational political involvement.
 Atensi terhadap wacana politik yang
mengandung konten kampanye tidak
berpengaruh terhadap self-efficacy dan
situational political involvement
3. Kim dan Chen (2016)  Penggunaan sosial media yang aktif
berkorelasi positif dengan partisipasi
politik yang aktif secara online
 Partisipasi politik secara online oleh
pengguna blog cenderung terjadi karena
adanya kesamaan pandangan politik,
sebaliknya partisipasi politik melalui
social networking sites (SNS) umumnya
disebabkan oleh ekspos dari pandangan
politik yang berbeda.

12
BAB III
METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam karya tulis ilmiah ini mencakup metode
pengumpulan data dan analisis data yang dapat.

3.1 Metode Pengumpulan Data


Metode yang digunakan adalah dengan studi kepustakaan (literature review)
terhadap sumber-sumber tertulis yang ada dalam bentuk cetak maupun
elektronik. Setelah melakukan review maka akan dilaksanakan analisis
tentang pengaruh media sosial terhadap perilaku politik milenial.

3.2 Metode Analisis Data


Metode yang digunakan adalah analisis data sekunder berdasarkan pada
informasi-informasi tertulis. Analisis ini dilakukan dengan mengelaborasi
hasil-hasil studi atau kajian terkait dengan media sosial, perilaku politik, dan
generasi milenial.

13
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Peran Media Sosial terhadap Faktor-faktor Pembentuk Perilaku Politik


Milenial
Berdasarkan teori planned behavior, terdapat tiga faktor utama yang dapat
memperkuat ataupun memperlemah intensi untuk berperilaku yang kemudian
berdampak pada tampil/tidaknya suatu perilaku tertentu. Ketiga faktor
tersebut meliputi sikap, norma subjektif dan perceived behavioral control
(PBC). Adanya wacana-wacana yang beredar melalui media sosial
memberikan intervensi dalam memperkuat ataupun memperlemah ketiga
faktor tadi (Gambar 4.1).

Gambar 4.1 Media Sosial dan Faktor-faktor Pembentuk Perilaku Milenial

Wacana dan informasi politik yang beredar dalam media sosial menciptakan
interaksi dan diskusi secara virtual antara user. Dengan semakin
meningkatnya orang yang bergabung dalam diskusi maka semakin beragam
pula sudut pandang yang berkembang terhadap isu tersebut. Pandangan-
pandangan dari orang-orang yang dianggap penting bagi individu (significant
others) seperti teman dekat, kolega, keluarga, narasumber yang expert di
bidangnya dan juga tokoh-tokoh yang menjadi figur referensi seseorang

14
umumnya akan memberikan tekanan yang lebih besar dalam menentukan
keyakinan/belief terhadap wacana politik tertentu. Keberadaan media sosial
yang menfasilitasi diskusi, perbincangan, dan pertukaran pikiran serta
informasi menjadi suatu kekuatan positif dari media sosial. Dalam
komunikasi politik, interaksi ini memberikan pengaruh yang besar terhadap
partisipasi politik individu karena dapat meningkatkan kesadaran kolektif,
minat, dan peluang untuk mempelajari hal-hal yang baru dan berbeda.

Di sisi lain, pro-kontra dalam diskusi juga membentuk penliaian baik-buruk


ataupun positif-negatif sehingga menghasilkan posisi sikap terhadap wacana
politik yang berkembang. Jika hal ini diperkuat dengan adanya self-efficacy
dan controllability yang tinggi terhadap perilaku yang dapat diambil
berdasarkan wacana politik yang ada maka intensi seseorang untuk
menampilkan perilaku akan semakin besar. Hal ini akan mendorong
terjadinya perilaku politik tertentu baik pro ataupun kontra terhadap wacana
dan isu-isu politik yang beredar di media sosial.

Namun demikian, pada studi tentang pengaruh media sosial terhadap self
efficacy dalam partisipasi politik secara online ternyata tidak ditemukan
adanya hubungan antara keduanya. Hal ini bermakna bahwa dalam
menampilkan perilaku politik dalam dunia virtual, faktor self-efficacy tidak
menjadi penentu dalam memperkuat PBC sehingga dapat dikeluarkan dari
aspek yang mendukung PBC untuk memprediksi perilaku politik dalam dunia
maya. Sementara itu, aspek situational political involvement yang merupakan
persepsi terhadap relevansi suatu isu politik dalam situasi sosial tertentu
(contohnya dalam masa pemilihan presiden) memberikan pengaruh terhadap
perilaku politik online sehingga perlu diperhitungkan dalam pembentukan
perilaku.

Di sisi lain, individu umumnya memperoleh informasi politik melalui dua


acara, yaitu intentional exposure dan incidental exposure (Knoll, Matthes,
dan Heiss, 2018). Pada intentional exposure, individu aktif dan secara sengaja

15
mencari informasi politik dalam melalui sosial media sedangkan pada
incidental exposure informasi tidak sengaja diperoleh dari media sosial yang
bisa berasal dari sharing informasi dari user lainnya. Dengan dukungan
media sosial yang memberikan ruang bagi individu utuk mengekspresikan
pandangan politiknya, individu yang sengaja mencari informasi politik dalam
media sosial cenderung mudah terlibat dalam aktivitas politik. Hal ini
dibuktikan dengan studi yang dilakukan oleh Park, Kee, dan Valenzuela
(2009) yang menunjukkan bahwa individu yang aktif mencari informasi
politik akan cenderung menampilkan partisipasi politik yang tinggi.

Di sisi lain, sesuai dengan fokus kajian dalam paper ini yang dibatasi pada
generasi milenial maka faktor karakteristik-karakterstik khusus dari generasi
ini harus pula disertakan dalam menysun model psikologis perilaku politik.
Karakter fleksibel, skeptis, dan selalu terbuka pada hal-hal baru dapat
menyebabkan kelompok ini tidak memiliki loyalitas yang cukup tinggi pada
pandangan politik tertentu. Namun jika hal tersebut sejalan dengan tujuan-
tujuan dirinya ataupun dirasakan benar-benar dapat memberikan manfaat
untuk kepentingannya maka kelompok milenial akan memberikan komitmen
yang lebih tinggi dan berjuang dengan sungguh-sungguh. Selain itu, dengan
karakteristik milenial yang lebih menyukai kerja kolaboratif maka tekanan
kelompok akan semakin besar yang berpengaruh terhadap perilaku politiknya
baik dalam memilih pandangan politik ataupun terlibat dalam kerja politik
tertentu.

4.2 Model Konseptual Psikologis Pengaruh Media Sosial Terhadap Perilaku


Politik Generasi Milenial
Berdasarkan sejumlah studi terkait penggunaan media sosial pada kelompok
milenial serta karakteristik dari generasi milenial maka model psikologis
perilaku politik generasi milenial yang mendapat pengaruh dari media sosial
dapat menjadi lebih kaya dan komprehensif (Gambar 4.2).

Dalam hal ini motivasi penggunaan media sosial untuk kepentingan pencarian
informasi politik menunjukkan adanya dorongan untuk mendalami wacana-

16
wacana yang berkembang. Jika wacana tersebut beririsan dengan
kepentingan/kebutuhan dan situasi saat itu dipersepsi relevan dengan diri
milenial maka pencarian informasi akan semakin aktif. Namun demikian,
sejalan dengan karakter kolaboratif pada generasi ini, pandangan-pandangan
politik berdasarkan informasi dan wacana dengan situasi politik relevan akan
sangat dipengaruhi oleh social pressure. Di sisi lain, karakter self esteem dan
kepercayaan diri yang tinggi pada milenial diasumsikan dapat memperkuat
controllability dan berpengaruh terhadap PBC. Sementara itu, self-efficacy
tidak diikutsertakan dalam model sesuai dengan hasil studi terdahulu oleh
Kushin dan Yamamoto (2010) yang tidak menemukan hubungan yang
signifikan dari self-efficacy terhadap partisipasi politik.

Karakter milenial
Self esteem,
percaya diri

Kepentingan
/kebutuhan

Situational
Kolaborasi
political
involvement
Sikap positif thd
isu/figur politik
Motif
Sikap
Pencarian Sikap negatif thd
Informasi isu/figur politik
Perilaku Politik
Online

Perilaku
Media Interaksi dan Norma Belief yang kuat terhadap Intensi
Politik
Sosial diskusi virtual subjektif isu/figur politik

Perilaku Politik
Pro-kontra terhadap isu/figur politik Off-line
(dari teman/keluarga/expert/users
Wacana politik
yang berpengaruh)
(A, B, C,..)

PBC yang kuat terhadap


PBC perilaku politik

Controllability

Gambar 4.2 Model Konseptual Psikologis Pengaruh Media Sosial Terhadap


Perilaku Politik Generasi Milenial

Sebagai model konseptual maka pengkajian secara ilmiah untuk menguji


model ini perlu dilakukan untuk melihat kesesuaian model secara empiris.

17
Namun demikian, kerangka model yang dibentuk atas dasar kajian literatur
yang ada dapat menjadi salah satu masukan untuk membangun strategi yang
tepat dalam memanfaatkan media sosial sebagai media menyebarluaskan
wacana politik yang dapat mengarahkan pada perilaku politik generasi
milenial.

18
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Beberapa kesimpulan yang dapat diperoleh berdasarkan kajian dalam karya
tulis ilmiah ini adalah:
1. Media sosial menjadi perantara bagi penyebaran wacana politik yang
kemudian memberikan pengaruh tidak langsung pada perilaku politik
generasi milenial.
2. Media sosial memberikan fasilitasi bagi perilaku politik generasi milenial
baik secara online maupun off-line.
3. Model psikologis pengaruh media sosial terhadap perilaku politik milenial
terbentuk dengan memperhatikan karakteristik umum dan kecenderungan
pengguaan media sosial oleh generasi milenial.
4. Model psikologis pengaruh media sosial terhadap perilaku politik milenial
menunjukkan adanya faktor-faktor spesifik yang tidak ditemukan dalam
teori planned behavior untuk perilaku yang bersifat umum seperti peran
faktor self-efficacy yang tidak menjadi bagian dari variabel perceived
behavioral control dalam memperediksi perilaku politik.
5. Adanya peran dorongan untuk mencari infomasi sebagai salah satu aspek
penting dalam membentuk perilaku politik milenial melalui media sosial.

5.2 Saran
Berdasarkan analisis dalam kajian ini maka saran-saran yang dapat diberikan
untuk penelitian mendatang maupun kepentingan praktis adalah:
1. Model yang disajikan dalam karya tulis ini bersifat konseptual sehingga
diperlukan pengujian untuk membuktikannya secara ilmiah.
2. Dalam pengujian ilmiah terhadap model di masa mendatang perlu
dipertimbangkan aspek-aspek khusus seperti aspek motivasional, variasi
media sosial, perbedaan demografis generasi milenial, dan tingkat
intensitas penggunaan media sosial yang mungkin dapat mengkonfirmasi
ataupun memperkaya model konseptual ini.

19
3. Secara praktis, model ini dapat menjadi kerangka acuan dalam
menetapkan strategi penggunaan media sosial untuk menyebarkan wacana
politik pada generasi milenial, yaitu:
a. Wacana politik dapat diarahkan pada isu-isu yang beririsan dengan
pemenuhan kebutuhan milenial seperti kebebasan berekspresi,
rasa aman, dan pengalaman untuk mempelajari hal yang baru
b. Dengan memperhatikan pentingnya aspek kerja sama dan
pertemanan bagi milenial hal ini berpotensi menciptakan social
pressure yang lebih besar dari lingkungan sehingga isu politik
dapat ditargetkan pada individu-individu kunci yang memiliki
simpul masa dan berpengaruh di dunia maya
c. Urgensi kerja sama tim yang menjadi ciri milenial dapat menjadi
arahan untuk menciptakan wacana politik yang mengandung dan
menjunjung nilai-nilai kolaborasi serta fokus pencapaian dalam
mencapai tujuan milenial.

20
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA

Ajzen, I. (1991). The Theory of Planned Behavior. Organizational Behavior and


Human Processes, 50, pp. 179 – 211.
Ajzen, I. (2002). Perceived Behavioral Control, Self-Efficacy, Locus of Control,
and the Theory of Planned Behavior. Journal of Applied Psychology, 32 (4),
pp. 65 – 683.
APJII. (2018). Survai APJII: Penetrasi Internet di Indonesia Capai 143 Juta Jiwa.
Buletin APJII, [online]. Tersedia di:
https://apjii.or.id/downfile/file/BULETINAPJIIEDISI22Maret2018.pdf
[Diakses 20 Agustus 2018]
Bandura, A. (1991). Social Cognitive Theory of Self-Regulation. Organizational
Behavior and Human Decision, 50, pp. 248 – 287.
Bolton, R.N., Parasuraman, A., Hoefnagels, A., Migchels, N., Kabadayi, S.,
Gruber, T., Loureiro, Y.K., dan Solnet, D. (2013). Understanding Generation
Y and Their Use of Social Media: A Review and Research Agenda. Journal
of Service Management, 24 (3), pp. 245 – 267.
Boulianne, S. (2009). Does Internet Use Affect Engagement? A Meta-Analysis of
Research. Political Communication, 26 (2), pp. 193 -211.
Boulianne, S. (2015). Social Media Use and Participation: A Meta-Analysis of
Current Research. Information, Communication & Society, 18, pp. 524 – 538.
Cross, M. (2013). Social Media Security. Waltham: Syngress.
Dimitrova, D.V., Shehata, A., Stromback, J., dan Nord, L.W. (2014). The Effects
of Digital Media on Political Knowledge and Participation in Election
Campaigns: Evidence from Panel Data. Communication Research, 41 (1), pp.
95 -118.
Dimitrova, D.V., dan Role of Social Media in the 2016 Iowa Caucus. Journal of
Political Marketing, 16 (3-4), pp. 386 – 406.
Effing, R., Hillegersberg, J., dan Huibers, T. (2011). Social Media and Political
Participation: Are Face- book, Twitter and YouTube Democratizing Our
Political Systems? Dalam: 3rd International Conference on Electronic
Participation (ePart), Delft: IFIP, pp. 25 – 35. Tersedia di:
https://www.researchgate.net/publication/221353460_Social_Media_and_Pol
itical_Participation_Are_Facebook_Twitter_and_YouTube_Democratizing_
Our_Political_Systems [Diakses 26 September 2018)
Fenton, N., dan Barasi, V. (2011). Alternative Media and Social Networking
Sites: The Politics of Individuation and Political Participation. The
Communication Review, 14 (3), pp. 179 – 196.
Gil de Zuniga, H., Jung, N., dan Valenzuela, S. (2012). Social Media Use for
News and Individuals’ Social Capital, Civic Engagement and Political
Participation. Journal of Computer-Mediated Communication, 17 (3), pp. 319
– 336.
Gruzd, A., Staves, K., dan Wilk, A. (2012). Connected Scholars: Examining the
Role of Social Media in Research Practice of Faculty Using the UTAUT
Model. Computers in Human Behavior, 28, pp. 2340 – 2350.

21
Jung, N., Kim, Y., dan Gil de Zuniga, H. (2011). The Mediating Role of
Knowledge and Efficacy in the Effects of Communication on Political
Participation. Mass Communication and Society, 14, pp. 407 – 430.
Kaifi, B.A., Nafei, W.A., Khanfar, N.M., dan Kaifi, M.M. (2012). A Multi-
Generational Workforce: Managing and Understanding Millennials.
International Journal of Business and Management, 7 (24), pp. 88 – 93.
Kaplan, A.M., dan Haenlein, M. (2010). Users of the World, Unite! The
Challenges and Opportunities of Social Media. Business Horizons, 59–68
Kilian, T., Hennings, N., dan Langer, S. (2012). Do Millennials Read Books or
Blogs? Introducing A Media Usage Typology of the Internet Generation.
Journal of Consumer Marketing, 29 (2), pp. 114 – 124.
Knoll, J., Matthes, J., dan Heiss, R. (2018). The Social Media Political
Participation Model: A Goal System Theory Perspective. Convergence: The
International Journal of Research into New Media Technologies, pp. 1 -22.
Kushin, M.J., dan Yamamoti, M. (2010). Did Social Media Really Matter?
College Students’ Use of Online Media and Political Decision Making in the
2008 Election. Mass Communication and Society, 13, pp. 608 – 630.
Park, N., Kee, K.F., dan Valenzuela, S. (2009). Being Immersed in Social
Networking Environment: Facebook Groups, Uses and Gratifications, and
Social Outcomes. Cyberpsychology & Behavior, 12 (6), pp. 729 – 733.
Pew Research. (2018). Millennials. Tersedia di:
http://www.pewresearch.org/topics/millennials/ [Diakses 10 September
2018].
Shirky, C. (2011). The Political Power of Social Media. Foreign Affairs, [online]
Tersedia di: https://www.foreignaffairs.com/articles/2010-12-20/political-
power-social-media [Diakses 10 September 2018].
Smith, T.J., dan Nichols, T. (2015). Understanding Millennial Generation.
Journal of Business Diversity, 15 (1), pp. 39 – 47.
We Are Social. (2018). Digital in 2018 in Southeast Asia. [Online]. Tersedia di:
https://www.slideshare.net/wearesocial/digital-in-2018-in-southeast-asia-part-
2-southeast-86866464 [DIakses 5 September 2018]
Whiting, A., dan Williams, D. (2013). Why People Use Social Media: A Uses and
Gratification Approach. Qualitative Market Research: An International
Journal, 16 (4), pp. 362 – 369.

22

Anda mungkin juga menyukai