1
dan tokoh-tokohnya untuk menyebarluaskan maupun membangun ide,
pemikiran dan image politik. Tidak sedikit aktivis, organisasi, atau bahkan
tokoh politik yang memanfaatkan media sosial sebagai sarana yang intens
untuk menciptakan propaganda politik (Shirky, 2011). Penggunaan media
sosial memberikan keuntungan karena dapat menjadi sarana untuk
mempromosikan kandidat, partai ataupun pandangan-pandangan politik secara
masif dan cepat dengan efisien. Penggunaan media sosial untuk kepentingan
politik seperti ini merupakan hal yang semakin banyak digunakan (Fenton dan
Barassi, 2011). Keberhasilan Obama pada pemilihan presiden di Amerika
Serikat pada tahun 2012 yang menggunakan media sosial sebagai platform
utama kampanye politiknya merupakan contoh populer penggunaan media
sosial untuk kepentingan politik.
Salah satu sasaran dari pemanfaatan media untuk kepentingan politik ini
adalah generasi milenial (gen Y) sebagai pengguna media sosial aktif yang
juga dikenal sebagai digital natives. Generasi ini merupakan kelompok
individu yang sangat dekat dengan penggunaan teknologi. Kedekatan ini
ternyata memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan generasi
milenial mulai dari aspek-aspek personal psikologisnya hingga proses
pengambilan keputusan politik (Bolton et al, 2013).
2
memetakan pola, proses, dan kecenderungan milenial dalam menentukan
pilihan-pilihan politiknya namun juga membantu berbagai aktor politik untuk
menciptakan strategi pemasaran politik yang menyasar kelompok milenial
melalui penggunaan media sosial.
1.2 Permasalahan
Studi-studi terkait media sosial dan politik saat ini secara umum menghasilkan
kesimpulan yang merekomendasikan penggunaan media sosial sebagai alat
untuk meningkatkan partisipasi politik masyarakat (Boulianne, 2015;
Dimitrova dan Bystrom, 2014; Dimitrova et al 2014). Namun demikian,
menurut Kim dan Chen (2016), studi-studi tersebut seringkali hanya melihat
hubungan ataupun pengaruh langsung antara keduanya tanpa melakukan
elaborasi terhadap faktor-faktor yang memediasi terjadinya pengaruh tersebut.
Padahal, salah satu pendekatan untuk memahami partisipasi politik individu
adalah melalui analisis terhadap aspek-aspek psikologis seseorang (Cohen,
Vigoda, dan Samorly, 2001). Hal ini dapat memberikan pengetahuan yang
mendasar tentang perilaku politik tertentu baik dalam konteks partisipasi,
engagement maupun pengambilan keputusan politik. Secara khusus, Knoll,
Matthes, dan Heiss (2018) menyatakan terjadinya partisipasi politik oleh
pengaruh media sosial didorong oleh adanya proses-proses psikologis individu
yang terlibat di dalamnya.
3
Penelitian-penelitian terbaru terhadap generasi milenial juga mengkonfirmasi
urgensi aspek psikologis dalam memahami perilaku politik kelompok ini.
Dalam kehidupan milenial yang senantiasa bersentuhan dengan dunia maya,
informasi dengan konten-konten politik seringkali tampil dalam timeline tanpa
disengaja (incidental) oleh individu (user). Hal ini terjadi misalnya melalui
tags, cuitan, dan status dari berbagai pihak yang memanfaatkan media sosial
untuk berbagi informasi. Dengan demikian, kelompok milenial hampir selalu
terekspos dengan konten-konten politik baik disengaja maupun tidak. Kondisi
ini menegaskan besarnya peluang media sosial dalam menyediakan informasi
dan wacana yang beragam sesuai dengan kepentingan politik tertentu yang
dapat mempengaruhi pengguna informasi khususnya generasi milenial.
Di sisi lain, kajian perpektif psikologis terhadap perilaku politik lebih banyak
mengungkap salah satu aspek psikologis saja yang bersifat kognitif seperti
self-efficacy dalam konteks situational political involvement, yaitu sesuai
dengan situasi sosial politik tertentu (Kushin dan Yamamato, 2010). Padahal
jika menilik sudut pandang teori sikap dan perilaku misalnya, proses
terjadinya suatu bentuk perilaku politik tidak semata difokuskan pada aspek
self-efficacy tapi juga menyangkut aspek lainnya yang mempengaruhi
perilaku. Dengan demikian, dapat diperoleh gambaran proses pembentukan
perilaku yang lebih komprehensif.
4
bergulir di media sosial. Strategi tersebut dapat mengacu pada proses
pembentukan perilaku politik milenial sehingga wacana yang dibangun dapat
pula menggerakkan individu untuk berpartisipasi secara aktif dalam politik
baik dalam dunia virtual maupun dunia nyata.
1.3 Tujuan
Tujuan dari karya tulis ini adalah untuk mengkontruksi secara konseptual
model psikologis perilaku politik milenial berdasarkan pengaruh dari media
sosial.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
Saat ini, media sosial semakin banyak digunakan karena dapat memenuhi
berbagai kebutuhan masyakarat untuk melakukan interaksi sosial, mencari
informasi, mengisi waktu luang, dan memenuhi kebutuhan hiburan (Whiting
dan Williams, 2013). Di sisi lain, keberadaan media sosial diyakini juga dapat
menfasilitasi peningkatan partisipasi politik masyarakat karena menjadi
media untuk berinteraksi secara bebas dan langsung yang merupakan ciri dari
demokrasi yang ideal. Hal ini didukung oleh semakin ditinggalkannya media
massa konvensional sebagai penyedia informasi politik utama untukkemudian
beralih pada media online sehingga pertukaran dan penyebaran informasi
menjadi lebih intens dan efektif menjangkau berbagai kelompok masyarakat.
7
2.2 Generasi Milenial
2.2.1 Pengertian dan Karakteristik Umum Generasi Milenial
Secara sederhana berdasarkan tahun kelahiran dan usianya, generasi
milenial dapat didefinisikan sebagai kelompok individu yang dilahirkan
antara tahun 1980 – 2000 (Smith dan Nichols, 2015). Sementara itu, Pew
Research menetapkan tahun 1981 – 1996 sebagai rentang tahun kelahiran
milenal (Gambar 2.2). Walaupun terdapat perbedaan dalam menetapkan
rentang tahun kelahiran secara pasti, umumnya para ahli bersepakat bahwa
generasi ini merupakan generasi pertama yang tumbuh di era digital
sehinnga terekspos dengan teknologi secara kontinyu dan menjadi bagian
yang tidak terpisahkan dari kehidupan kelompok milenial.
8
untuk menjaga keseimbangan dan berorientasi pada kehidupan
pribadinya.
2. Lebih menyukai aksi kolektif, kerja sama tim, dan terlibat hanya
dalam aktivitas yang dipandang benar-benar berrmanfaat untuk diri
mereka
3. Tergantung pada teknologi dan cepat beradaptasi dengan
perkembangan teknologi
4. Cenderung lebih optimis, percaya diri, dan memiliki self-esteem
yang tinggi
5. Cenderung lebih fokus dalam mencapai tujuan dan terbuka untuk
mempelajari hal-hal baru
6. Lebih sulit berinteraksi dengan orang lain di dunia nyata dan
cenderung lebih concern terhadap kepentingan dirinya sendiri
9
restrained millennials dan cenderung pemanfaatan media sosial bersifat
pasif untuk pemenuhan kebutuhan yang bersifat entertainment
3. The highly connected millennials, yaitu kelompok milenial yang sangat
aktif menggunakan media sosial untuk membangun jaringan dengan
berbagai user. Kelompok ini juga umumnya menggunakan media sosial
untuk kepentingan pencarian informasi tertentu serta dorongan mencari
identitas diri.
10
Menurut Ajzen (1991), perilaku manusia ditentukan oleh tiga faktor utama,
yaitu sikap, norma subjektif, dan persepsi terhadap kemampuan mengontrol
perilaku. Selanjutnya Ajzen mendefinisikan sikap sebagai penilaian
baik/positif atau buruk/negatif terhadap sesuatu, sedangkan norma subjektif
adalah keyakinan normatif yang bersumber dari adanya tekanan/pengaruh
lingkungan sosial (social pressure). Sementara itu, keyakinan terhadap
adanya kemampuan menampilkan perilaku yang diharapkan menghasilkan
perceived behavioral control (PBC). Selanjutnya Ajzen pada tahun 2002
menambahkan adanya variabel intensi yang mengkombinasikan ketiga faktor
terdahulu. Dengan demikian, menurut teori TPB, suatu perilaku akan terjadi
jika intensi perilaku seseorang juga tinggi yang didasari atas sikap dan norma
subjektif yang positif serta PCB yang tinggi.
Berdasarkan teori ini maka perilaku politik seseorang dapat diuraikan dari
tiga faktor pembentuk intensi untuk menampilkan perilaku. Aspek sikap
dapat berupa penilaian afektif dan evaluatif terhadap suatu hal, misalnya isu-
isu politik atau profil politisi tertentu. Sementara itu, pengaruh dari teman
dekat dan keluarga dengan preferensinya dalam memilih kandidat pemimpin
(Presiden atau Kepala Daerah) merupakan salah satu pressure yang dapat
mempengaruhi norma subjektif. Aspek yang ketiga, yaitu PCB bergantung
pada persepsi subjektif terhadap mudah/sulitnya seseorang menampilkan
suatu perilaku termasuk mengevaluasi sumber daya yang dimiliki untuk
mengatasi berbagai hambatan dalam menampilkan perilaku. Dalam konteks
psikologi, hal ini seringkali merujuk pada self-efficacy, yaitu penilaian
kognitif seseorang akan kemampuannya untuk mengontrol ataupun mencapai
sesuatu yang diharapkan (Bandura, 1991) dan controllability, yaitu persepsi
terhadap kemampuan menampilkan perilaku dari dalam diri sendiri di luar
pengaruh faktor-faktor lain. Dalam politik, hal ini dapat bersumber dari
adanya pandangan bahwa keterlibatan seseorang dalam politik dapat
membawa perubahan yang lebih baik.
11
2.4 Perilaku Politik Milenial dan Pengaruh Media Sosial
Penelitian tentang kaitan antara media sosial dan perilaku politik tertentu
seperti partisipasi dan engagement telah memberikan sejumlah kesimpulan
yang saling mengkonfirmasi adanya pengaruh positif dari sosial media
terhadap peningkatan partisipasi politik (Knoll, Matthes, dan Heiss 2018).
Temuan ini juga berlaku pada kelompok milenial yang jika dikaji secara
khusus akan diperoleh informasi yang lebih mendalam terkait perilaku politik
tertentu yang ditemukan pada kelompok tersebut (Tabel 2.1).
12
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam karya tulis ilmiah ini mencakup metode
pengumpulan data dan analisis data yang dapat.
13
BAB IV
PEMBAHASAN
Wacana dan informasi politik yang beredar dalam media sosial menciptakan
interaksi dan diskusi secara virtual antara user. Dengan semakin
meningkatnya orang yang bergabung dalam diskusi maka semakin beragam
pula sudut pandang yang berkembang terhadap isu tersebut. Pandangan-
pandangan dari orang-orang yang dianggap penting bagi individu (significant
others) seperti teman dekat, kolega, keluarga, narasumber yang expert di
bidangnya dan juga tokoh-tokoh yang menjadi figur referensi seseorang
14
umumnya akan memberikan tekanan yang lebih besar dalam menentukan
keyakinan/belief terhadap wacana politik tertentu. Keberadaan media sosial
yang menfasilitasi diskusi, perbincangan, dan pertukaran pikiran serta
informasi menjadi suatu kekuatan positif dari media sosial. Dalam
komunikasi politik, interaksi ini memberikan pengaruh yang besar terhadap
partisipasi politik individu karena dapat meningkatkan kesadaran kolektif,
minat, dan peluang untuk mempelajari hal-hal yang baru dan berbeda.
Namun demikian, pada studi tentang pengaruh media sosial terhadap self
efficacy dalam partisipasi politik secara online ternyata tidak ditemukan
adanya hubungan antara keduanya. Hal ini bermakna bahwa dalam
menampilkan perilaku politik dalam dunia virtual, faktor self-efficacy tidak
menjadi penentu dalam memperkuat PBC sehingga dapat dikeluarkan dari
aspek yang mendukung PBC untuk memprediksi perilaku politik dalam dunia
maya. Sementara itu, aspek situational political involvement yang merupakan
persepsi terhadap relevansi suatu isu politik dalam situasi sosial tertentu
(contohnya dalam masa pemilihan presiden) memberikan pengaruh terhadap
perilaku politik online sehingga perlu diperhitungkan dalam pembentukan
perilaku.
15
mencari informasi politik dalam melalui sosial media sedangkan pada
incidental exposure informasi tidak sengaja diperoleh dari media sosial yang
bisa berasal dari sharing informasi dari user lainnya. Dengan dukungan
media sosial yang memberikan ruang bagi individu utuk mengekspresikan
pandangan politiknya, individu yang sengaja mencari informasi politik dalam
media sosial cenderung mudah terlibat dalam aktivitas politik. Hal ini
dibuktikan dengan studi yang dilakukan oleh Park, Kee, dan Valenzuela
(2009) yang menunjukkan bahwa individu yang aktif mencari informasi
politik akan cenderung menampilkan partisipasi politik yang tinggi.
Di sisi lain, sesuai dengan fokus kajian dalam paper ini yang dibatasi pada
generasi milenial maka faktor karakteristik-karakterstik khusus dari generasi
ini harus pula disertakan dalam menysun model psikologis perilaku politik.
Karakter fleksibel, skeptis, dan selalu terbuka pada hal-hal baru dapat
menyebabkan kelompok ini tidak memiliki loyalitas yang cukup tinggi pada
pandangan politik tertentu. Namun jika hal tersebut sejalan dengan tujuan-
tujuan dirinya ataupun dirasakan benar-benar dapat memberikan manfaat
untuk kepentingannya maka kelompok milenial akan memberikan komitmen
yang lebih tinggi dan berjuang dengan sungguh-sungguh. Selain itu, dengan
karakteristik milenial yang lebih menyukai kerja kolaboratif maka tekanan
kelompok akan semakin besar yang berpengaruh terhadap perilaku politiknya
baik dalam memilih pandangan politik ataupun terlibat dalam kerja politik
tertentu.
Dalam hal ini motivasi penggunaan media sosial untuk kepentingan pencarian
informasi politik menunjukkan adanya dorongan untuk mendalami wacana-
16
wacana yang berkembang. Jika wacana tersebut beririsan dengan
kepentingan/kebutuhan dan situasi saat itu dipersepsi relevan dengan diri
milenial maka pencarian informasi akan semakin aktif. Namun demikian,
sejalan dengan karakter kolaboratif pada generasi ini, pandangan-pandangan
politik berdasarkan informasi dan wacana dengan situasi politik relevan akan
sangat dipengaruhi oleh social pressure. Di sisi lain, karakter self esteem dan
kepercayaan diri yang tinggi pada milenial diasumsikan dapat memperkuat
controllability dan berpengaruh terhadap PBC. Sementara itu, self-efficacy
tidak diikutsertakan dalam model sesuai dengan hasil studi terdahulu oleh
Kushin dan Yamamoto (2010) yang tidak menemukan hubungan yang
signifikan dari self-efficacy terhadap partisipasi politik.
Karakter milenial
Self esteem,
percaya diri
Kepentingan
/kebutuhan
Situational
Kolaborasi
political
involvement
Sikap positif thd
isu/figur politik
Motif
Sikap
Pencarian Sikap negatif thd
Informasi isu/figur politik
Perilaku Politik
Online
Perilaku
Media Interaksi dan Norma Belief yang kuat terhadap Intensi
Politik
Sosial diskusi virtual subjektif isu/figur politik
Perilaku Politik
Pro-kontra terhadap isu/figur politik Off-line
(dari teman/keluarga/expert/users
Wacana politik
yang berpengaruh)
(A, B, C,..)
Controllability
17
Namun demikian, kerangka model yang dibentuk atas dasar kajian literatur
yang ada dapat menjadi salah satu masukan untuk membangun strategi yang
tepat dalam memanfaatkan media sosial sebagai media menyebarluaskan
wacana politik yang dapat mengarahkan pada perilaku politik generasi
milenial.
18
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Beberapa kesimpulan yang dapat diperoleh berdasarkan kajian dalam karya
tulis ilmiah ini adalah:
1. Media sosial menjadi perantara bagi penyebaran wacana politik yang
kemudian memberikan pengaruh tidak langsung pada perilaku politik
generasi milenial.
2. Media sosial memberikan fasilitasi bagi perilaku politik generasi milenial
baik secara online maupun off-line.
3. Model psikologis pengaruh media sosial terhadap perilaku politik milenial
terbentuk dengan memperhatikan karakteristik umum dan kecenderungan
pengguaan media sosial oleh generasi milenial.
4. Model psikologis pengaruh media sosial terhadap perilaku politik milenial
menunjukkan adanya faktor-faktor spesifik yang tidak ditemukan dalam
teori planned behavior untuk perilaku yang bersifat umum seperti peran
faktor self-efficacy yang tidak menjadi bagian dari variabel perceived
behavioral control dalam memperediksi perilaku politik.
5. Adanya peran dorongan untuk mencari infomasi sebagai salah satu aspek
penting dalam membentuk perilaku politik milenial melalui media sosial.
5.2 Saran
Berdasarkan analisis dalam kajian ini maka saran-saran yang dapat diberikan
untuk penelitian mendatang maupun kepentingan praktis adalah:
1. Model yang disajikan dalam karya tulis ini bersifat konseptual sehingga
diperlukan pengujian untuk membuktikannya secara ilmiah.
2. Dalam pengujian ilmiah terhadap model di masa mendatang perlu
dipertimbangkan aspek-aspek khusus seperti aspek motivasional, variasi
media sosial, perbedaan demografis generasi milenial, dan tingkat
intensitas penggunaan media sosial yang mungkin dapat mengkonfirmasi
ataupun memperkaya model konseptual ini.
19
3. Secara praktis, model ini dapat menjadi kerangka acuan dalam
menetapkan strategi penggunaan media sosial untuk menyebarkan wacana
politik pada generasi milenial, yaitu:
a. Wacana politik dapat diarahkan pada isu-isu yang beririsan dengan
pemenuhan kebutuhan milenial seperti kebebasan berekspresi,
rasa aman, dan pengalaman untuk mempelajari hal yang baru
b. Dengan memperhatikan pentingnya aspek kerja sama dan
pertemanan bagi milenial hal ini berpotensi menciptakan social
pressure yang lebih besar dari lingkungan sehingga isu politik
dapat ditargetkan pada individu-individu kunci yang memiliki
simpul masa dan berpengaruh di dunia maya
c. Urgensi kerja sama tim yang menjadi ciri milenial dapat menjadi
arahan untuk menciptakan wacana politik yang mengandung dan
menjunjung nilai-nilai kolaborasi serta fokus pencapaian dalam
mencapai tujuan milenial.
20
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
21
Jung, N., Kim, Y., dan Gil de Zuniga, H. (2011). The Mediating Role of
Knowledge and Efficacy in the Effects of Communication on Political
Participation. Mass Communication and Society, 14, pp. 407 – 430.
Kaifi, B.A., Nafei, W.A., Khanfar, N.M., dan Kaifi, M.M. (2012). A Multi-
Generational Workforce: Managing and Understanding Millennials.
International Journal of Business and Management, 7 (24), pp. 88 – 93.
Kaplan, A.M., dan Haenlein, M. (2010). Users of the World, Unite! The
Challenges and Opportunities of Social Media. Business Horizons, 59–68
Kilian, T., Hennings, N., dan Langer, S. (2012). Do Millennials Read Books or
Blogs? Introducing A Media Usage Typology of the Internet Generation.
Journal of Consumer Marketing, 29 (2), pp. 114 – 124.
Knoll, J., Matthes, J., dan Heiss, R. (2018). The Social Media Political
Participation Model: A Goal System Theory Perspective. Convergence: The
International Journal of Research into New Media Technologies, pp. 1 -22.
Kushin, M.J., dan Yamamoti, M. (2010). Did Social Media Really Matter?
College Students’ Use of Online Media and Political Decision Making in the
2008 Election. Mass Communication and Society, 13, pp. 608 – 630.
Park, N., Kee, K.F., dan Valenzuela, S. (2009). Being Immersed in Social
Networking Environment: Facebook Groups, Uses and Gratifications, and
Social Outcomes. Cyberpsychology & Behavior, 12 (6), pp. 729 – 733.
Pew Research. (2018). Millennials. Tersedia di:
http://www.pewresearch.org/topics/millennials/ [Diakses 10 September
2018].
Shirky, C. (2011). The Political Power of Social Media. Foreign Affairs, [online]
Tersedia di: https://www.foreignaffairs.com/articles/2010-12-20/political-
power-social-media [Diakses 10 September 2018].
Smith, T.J., dan Nichols, T. (2015). Understanding Millennial Generation.
Journal of Business Diversity, 15 (1), pp. 39 – 47.
We Are Social. (2018). Digital in 2018 in Southeast Asia. [Online]. Tersedia di:
https://www.slideshare.net/wearesocial/digital-in-2018-in-southeast-asia-part-
2-southeast-86866464 [DIakses 5 September 2018]
Whiting, A., dan Williams, D. (2013). Why People Use Social Media: A Uses and
Gratification Approach. Qualitative Market Research: An International
Journal, 16 (4), pp. 362 – 369.
22