KATA PENGANTAR
Media baru memberi kontribusi yang besar bagi demokrasi. Kontribusi tersebut
berupa terbentuknya ruang publik yang universal, bisa diakses oleh siapa saja.
Sehingga masyarakat tidak mengalami hambatan untuk menyuarakan
aspirasinya. Di sisi lain, media baru mengubah komunikasi politik yang selama ini
cenderung top-down, menjadi bottom up dan decentralized. Pemerintah makin
membuka ruang bagi masyarakat lewat program e-government untuk
meningkatkan pelayanan publik kepada masyarakat. Perubahan ini pada
akhirnya akan meningkatkan partisipasi politik masyarakat. Partisipasi politik
merupakan modal bagi terwujudnya demokrasi yang substantif bagi suatu
bangsa.
Di Indonesia, jumlah millennials 61,8 juta atau sekitar 24,5 persen dari total
jumlah penduduk. Jumlah terbesar dan sudah melampai jumlah generasi-
generasi sebelumnya. Karakter utama yang melekat pada Generasi Millennial,
yaitu Connected,Creative,dan Confidence (3C). Connected, mereka adalah
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
pribadi yang pandai bersosialisasi, aktif berselancar di media sosial dan internet.
Sangat fasih menggunakan Facebook, Twitter, Path, dan Instagram maupun
Media sosial yang lain. Kedepan kiprah generasi ini akan mempengaruhi berbagai
lini, termasuk akan menciptakan budaya politik baru dan kepemimpinan masa
depan.
Buku ini bermanfaat dan menjadi awal untuk menyusun strategi, melakukan
evaluasi, meningkatkan kinerja parpol, politisi dan lembaga politik lainnya dalam
membangun komunikasi politik di era media baru. Menyampaikan konten
konten informasi politik secara efektif dan efisien. Membangun komunikasi
partisipatoris dengan publik dan seluruh pihak yang berkepentingan. Dengan
spirit Membangun Kualitas Politik dan Demokrasi yang lebih baik, maka akan
mendorong bangsa kita kepada kemajuan dan daya saing bangsa ini dimasa
mendatang. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada
pihak yang membantu mewujudkan buku ini hadir. Tentunya buku ini akan
berarti apabila dibaca, dipahami, diaplikasikan dan terus disempurnakan.
Saat ini Indonesia telah menjadi pengguna Teknologi Informasi Komunikasi (TIK)
terdepan di dunia. Jumlah pemakai internet di Indonesia mencapai 70 juta atau
28% dari total populasi. Pemakai medsos seperti Facebook berjumlah sekitar 50
juta atau 20% dari total populasi, sementara pengguna Twitter mencapai 40 juta
atau 16% dari total populasi. Angka-angka di atas dari tahun ke tahun bakal terus
bertumbuh, karena ditopang oleh basis pemakai mobile/telepon seluler dan
internet yang besar.
Media sosial telah menjadi energi baru yang membuat kekuatan sipil tumbuh
menjadi “Daud” sosial-politik yang mampu menandingi supremasi “Goliath”
kekuasaan. Media sosial membuat masyarakat sipil lebih mudah menjalankan
perannya sebagai kekuatan penyeimbang kekuasaan dan penyangga negara.
Namun, di sisi lain, potensi positifnya ini paralel dengan potensi negatifnya untuk
mencederai dan melemahkan demokrasi. Ini sisi gelap media sosial yang bukan
hanya mengancam Indonesia, tapi juga negara-negara besar.
Media sosial juga dimanfaatkan secara kreatif oleh pemilih sebagai alat
partisipasi politik yang baru. Hoax merupakan implikasi tak terpisahkan dari alat
partisipasi politik baru yang bernama media sosial ini. Potensi terjadinya konflik
sosial-politik semakin mudah karena difasilitasi secara maya. Media sosial alat
yang sangat potensial untuk memperkuat sekaligus memperluas demokrasi yang
mengalami krisis partisipasi.
Pemerintah, parpol, politisi, dan lembaga politik lainnya harus mengambil dua
peran sekaligus. Pertama, memanfaatkan medsos untuk berkomunikasi dengan
masyarakat. Berkewajiban untuk mensosialisasikan program, kebijakan dan
memberi jawaban atas kepentingan serta keingintahuan publik mengenai dunia
politik. Peran kedua, menggunakan medsos sebagai sarana pemasaran politik.
Demi peningkatan dua peran tersebut, maka Pemerintah, parpol, politisi dan
lembaga politik lainnya untuk membangun kompetensi pemanfaatan medsos
dengan baik dan benar. Targetnya, membangun jaringan komunikasi politik yang
memberikan wawasan politik dalam kehidupan bernegara. Program, kebijkan,
Ide, gagasan politik yang menawarkan nilai perubahan.
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Dalam konteks komunikasi politik modern, media sosial tidak hanya menjadi
bagian integral dari politik, tetapi juga memiliki posisi yang sentral dalam politik.
Program, kebijakan harus disebarluaskan agar rakyat mengetahui dan ikut
mendiskusikannya dalam berbagai bentuk forum diskusi publik di media sosial.
Tuntutan atau aspirasi masyarakat yang beraneka ragam harus diartikulasikan.
Semuanya membutuhkan saluran atau media untuk menyampaikannya. Media
sosial merupakan saluran komunikasi politik yang banyak digunakan untuk
kepentingan-kepentingan seperti ini. Hal tersebut dikarenakan sifat media sosial
yang dapat mengangkat pesan pesan (informasi dan pencitraan) secara masif
dan terdistribusi menjangkau khalayak atau publik yang beragam, jauh, dan
terpencar luas. Pesan politik melalu media sosial akan sangat kuat
mempengaruhi perilaku politik masyarakat.
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Komunikasi politik tak sekadar kajian teoritis dan konseptual, tapi sudah menjadi
ilmu terapan dalam ranah komunikasi yang selalu dinamis. Hadirnya Media baru
dalam komunikasi politik memposisikan kajian ilmu komunikasi dan
pemanfaatan media sosial menjadi sangat perlu dipahami sekaligus strategis
untuk dikuasai dan diimplementasikan. Buku ini secara rinci membahas
komunikasi politik di era media baru, mulai dari definisi media sosial, etika
bermedia sosial, komunikasi politik dan strategi komunikasi di media sosial, dan
generasi millennial dalam pusaran politik. Selain itu, juga secara memadai
mengulas pemanfaatan media baru dalam komunikasi politik, dan buzzer media
sosial dalam komunikasi politik.
Buku ini menarik untuk dibaca dan didalami baik oleh akademisi, praktisi politik,
jurnalis, hingga masyarakat umum. Terutama untuk mereka yang memerlukan
“kode kunci” yang akan mengantarkan pembaca pada ranah era baru dalam
komunikasi politik yang dinamis.
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
PROLOG
Media baru memberi kontribusi yang besar bagi demokrasi. Kontribusi tersebut
berupa terbentuknya ruang publik yang universal, bisa diakses oleh siapa saja.
Sehingga masyarakat tidak mengalami hambatan untuk menyuarakan
aspirasinya. Di sisi lain, media baru mengubah komunikasi politik yang selama ini
cenderung top-down, menjadi bottom up dan decentralized. Pemerintah makin
membuka ruang bagi masyarakat lewat program e-government untuk
meningkatkan pelayanan publik kepada masyarakat. Perubahan ini pada
akhirnya akan meningkatkan partisipasi politik masyarakat. Partisipasi politik
merupakan modal bagi terwujudnya demokrasi yang substantif bagi suatu
bangsa.
Fleksibilitas pemanfaatan media sosial tidak dibatasi oleh status status sosial,
ekonomi dan politik yang ada di masyarakat. Media sosial memiliki kemampuan
dalam kecepatan menyampaikan pesan kepada khalayak atau pengguna media
sosial lainnya karena dukungan teknologi komunikasi yang mampu menjangkau
khalayak lebih luas dan lebih cepat. Keunggulan ini meminggirkan pemberitaan
media massa arus utama, yang memerlukan proses panjang dan verifikasi
keseimbangan informasi dari sumber pesan yang dipercaya.
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Penggunaan media sosial untuk aktifitas komunikasi politik merupakan salah satu
strategi merangkul kaum muda (millennials) untuk aktif terlibat dalam kegiatan
politik. Pelibatan dan pemberian ruang yang lebih besar kepada generasi milenial
untuk lebih jauh terlibat dalam soal-soal kehidupan berbangsa dan bernegara
(politik kebangsaan) menjadi mutlak adanya. Sebab di tangan mereka peradaban
politik dan kebangsaan kita sebenarnya tengah disusun. Baik atau tidaknya,
sejalan tidaknya dengan visi kebangsaan dan cita-cita kemerdekaan para pendiri
bangsa ini ditentukan oleh bagaimana interaksi antar generasi-antar zaman.
Generasi milenial sebagai generasi penerus masa depan Indonesia dalam
transformasi yang sesuai dengan visi hidup berbangsa dan bernegara Indonesia
beserta segala dinamikanya.
Pemerintah, parpol harus bisa menciptakan iklim kreatif bagi generasi millennial
yang inspiratif, menggugah, dan berdaya ekonomi dalam semangat kebangsaan;
Memupuk kesadaran kontributif generasi muda milenial untuk pembangunan
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
BAB I
KOMUNIKASI POLITIK
di ERA MEDIA BARU
Salah satu komunikasi berbasis internet yang banyak digunakan adalah media
sosial. Media sosial adalah sebuah media online. Para penggunanya bisa dengan
mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi meliputi blog, jejaring sosial,
wiki, forum dan dunia virtual. Ragam media sosial yang tengah berkembang dan
banyak diminati orang adalah Facebook, Myspace, dan Twitter, WhatsApp,
youtube, dsb. Jika media tradisional menggunakan media cetak dan media
broadcast, maka media sosial menggunakan internet.
Menurut Data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada tahun
2018, pengguna internet di Indonesia akan mencapai 109 jutaan. Jumlah ini
menjadi salah satu potensi bagi peserta Pemilu baik secara lembaga ataupun
individu dalam menjaring massanya melalui media baru. 100 juta massa tersebut
akan diperebutkan oleh calon-calon yang akan berlaga di pentas politik nasional
untuk pilcaleg dan Pemilu presiden tahun 2091.
Media sosial merupakan teknologi yang bersifat praktis dan cepat sehingga dapat
dengan mudah digunakan oleh siapa pun. Karena sifat kepraktisannya, media
sosial pun menjadi pilihan bagi tokoh politik maupun pemerintah untuk
menginformasikan melalui media sosial. Penggunaan media sosial saat ini
digunakan sebagai alat komunikasi politik karena dianggap cukup efektif. Di era
demokratisasi, transparansi kebijakan pemerintah merupakan hal penting untuk
meraih kepercayaan dari masyarakat. Maka, selain penggunaan media massa
untuk menginformasikan program pemerintah, saat ini diperlukan pula
penggunaan media sosial. Penggunaan media sosial dapat menyentuh khalayak
secara individu. Penggunaan media sosial saat ini turut pula mempengaruhi
interaksi antara masyarakat dan pembuat kebijakan.
Menurut Silih Agung Wasesa, kehadiran media baru berbasis digital membuat
informasi politik tidak hanya semakin masif, tetapi juga terdistribusi dengan
cepat dan bersifat interaktif. Dengan karakteristiknya itu tidak sedikit aktor
politik di sejumlah negara memanfaatkan media sosial proses kampanye politik.
Selain itu media baru mampu untuk menjaring pemilih muda dan biayanya
murah.
Partai politik di Indonesia sudah banyak yang memiliki akun Facebook, Twitter,
dan YouTube, di samping website resmi parpol. Sementara politisi-politisi
masing-masing memiliki akun pribadi. Program kerja, pendapat mengenai isu
terkini, atau pembicaraan-pembicaraan yang sifatnya ringan, menanggapi
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Media sosial memang menawarkan peluang bagi para aktor politik untuk bisa
menjaring pemilih, berinteraksi secara langsung dengan publik sekaligus
membentuk perbincangan yang “akrab” dengan publik. Tetapi di sisi lain, media
sosial juga dapat membuat aktor politik menjadi bahan tertawaan atau bahkan
caci maki dari publik. Sebuah pertanyaan kritis diajukan oleh Momoc (2011)
terkait manfaat media sosial di ranah politik. Secara spesifik, Momoc membahas
mengenai kampanye. Apakah dengan mengincar audiens online, apakah internet
bisa membantu politisi untuk mendapatkan pemilih dalam jumlah besar? Apakah
hal tersebut bisa berhasil jika politisi tersebut tidak memiliki kredibilitas di dunia
riil?
Kebutuhan media sosial tak hanya milik pejabat publik, politikus atau
kalangangan eksekutif saja. Namun sudah menjadi kebutuhan seluruh lapisan
masyarakat, hingga kepelosok-pelosok pedesaan terutama dikalangan anak
muda. Meski sebagian diantara anak muda desa ini tak terlalu memanfaatkan
berbagai aplikasi yang ada pada alat komunikasi mereka, namun yang pasti rata-
rata mereka mengaku aktif menggunakan Media sosial pada gadget dan
smartphone milik mereka. Media sosial sebagai sarana komunikasi memiliki
peran membawa penggunanya untuk berpartisipasi secara aktif dengan memberi
kontribusi dan feedback secara terbuka, baik untuk membagi informasi maupun
memberi respon secara online dalam waktu yang cepat.
Media sosial, cenderung berkait pada persoalan pertemanan. Namun, saat ini,
mulai banyak menyinggung ke ranah politik kekuasaan pemerintahan atau
negara. Ruben (dalam Wilhelm, 2003: IX) menegaskan bahwa perkembangan
teknologi komunikasi berpengaruh secara baik terhadap proses politik. Bahkan,
kemajuan komunikasi digital dengan email akan membawa pada pemberian
semangat baru demokrasi. Dalam perspektif komunikasi politik,
mengkomunikasikan politik tanpa aksi politik yang nyata sebenarnya telah
dilakukan oleh siapa saja. Oleh karenanya, bukan hal yang aneh jika ada yang
menyebut Komunikasi Politik sebagai neologisme, yakni ilmu yang sebenarnya
tak lebih dari istilah belaka. Dalam praktiknya, komunikasi politik sangat kental
dalam kehidupan sehari-hari. Dalam aktivitas sehari-hari, tidak satu pun manusia
tidak berkomunikasi, dan ketika seseorang atau sekelompok orang
membicarakan fenomena kenaikan harga bahan pokok, bahan bakar minyak
(BBM) dan sebagainya, maka mereka sebenarnya telah mengarah pada analisis
komunikasi politik. Berbagai penilaian dan analisis orang awam yang
berkomentar mengenai persoalan kenaikan harga BBM, misalnya, merupakan
contoh komunikasi politik.
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Hal yang kurang lebih sama terjadi dalam konteks pembicaraan proses pemilihan
presiden, legislatif, kepala daerah, baik bupati, walikota, ataupun gubernur.
Setiap menjelang pemilihan kepala daerah perbincangan banyak muncul di
media sosial. Meskipun demikian, yang kemudian berkembang bahwa media
sosial tidak saja dimanfaatkan untuk hal hal positif, melainkan sering
dimanfaatkan untuk sarana penistaan, penghujatan, dan pencemaran nama baik
seseorang agar kredibilitasnya jatuh. Fenomena tersebut jika dibiarkan akan
menjadi kondisi yang kontradiktif antara kehadiran media sosial yang diharapkan
mengembangkan komunikasi politik masyarakat dengan persoalan yang justru
menghambat kemajuan komunikasi politik.
Kerugian lain bisa dalam bentuk hilangnya simpati masyarakat dan penurunan
citra diri pengguna media sosial itu sendiri. Artinya, meskipun penggunaan media
sosial dapat menggalang dukungan dari khalayak, mereka sekaligus juga secara
terbuka bisa mendapatkan serangan dari khalayak lain yang tidak menyukai
mereka. Di Indonesia sendiri belum banyak penelitian komunikasi politik yang
melibatkan penggunaan media sosial (Deddy Mulyana, 2013: 23). Namun
demikian secara kasat mata kita dapat melihat, penggunaan media sosial
khususnya oleh para politikus baik nasional maupun daerah kini tampak semakin
marak. Baik oleh para Bakal Calon Kepala Derah atau eksekutif, maupun para
bakal calon legislatif.
Penelitian atau kajian untuk melihat dinamika pemanfaatan media sosial dalam
kehidupan politik yang sedang berkembang di tengah masyarakat. Beberapa
sarjana sosial dan komunikasi telah melakukan kajian mengenai peran media
sosial dalam proses komunikasi politik. Studi terbaru proyek Excellence in
Journalisme, Pew Research Center, misalnya, pada Pilpres di Amerika Serikat
tahun 2008, seperti dikemukakan Direktur Project for Excellence in Journalisme,
Amy Mitchell, menyimpulkan bahwa kampanye pilpres Obama telah membuat
sejarah, bukan hanya karena Barrack Obama orang Amerika keturunan Afrika
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Pemilihan presiden tahun 2014 lalu tim Jokowi – JK sangat masif dan terorganisir
memanfaatkan media sosial sebagai saluran komunikasi politik. Kekuatan
komunikasi Jokowi - JK di media sosial didukung oleh banyak grup relawan.
Namun, sejak debat pertama, terlihat antar kelompok relawan sudah
berkomunikasi dan bersinergi dengan lebih baik. Salah satu indikatornya, pada
semua debat, dukungan netizen terhadap pasangan Jokowi-JK lebih besar dari
pada Prabowo–Hatta (www.merdeka.com/peristiwa/ini-beda. diakses, 17- 8-
2014). Dua contoh penelitian tersebut mengungkapkan pentingnya media sosial
dalam proses politik. Sifatnya yang interaktif tampaknya membuat penggunaan
media sosial dalam proses komunikasi politik menjadi semakin menarik.
Seperti telah dikemukakan di awal, media sosial memegang peran penting dalam
proses komunikasi politik. Sifatnya yang interaktif memungkinkan proses
komunikasi politik bisa dilakukan dengan lebih intens. Pemanfaatan media sosial
sebagai sarana komunikasi politik menjadi tren kekinian di Indonesia dengan
beragam persoalan-persoalan yang muncul dalam proses komunikasi politik
dengan menggunakan media sosial. Media sosial sebagai sarana komunikasi
memiliki peran membawa orang (penggunanya) untuk berpartisipasi secara aktif
dengan memberi kontribusi dan feedback secara terbuka, baik untuk membagi
informasi maupun memberi respon secara online dalam waktu yang cepat.
Dalam perkembangannya, media sosial menjadi sarana yang efektif dalam proses
komunikasi politik.
Michael Rush dan Phillip Althoff (dikutip dari Rusnaini, 2008: 34),
mengemukakan, “Komunikasi politik adalah proses dimana informasi politik yang
relevan diteruskan dari satu bagian sistem politik kepada bagian lainnya, dan di
antara sistem-sistem sosial dengan sistem-sistem politik.” Proses ini terjadi
secara berkesinambungan dan mencakup pula pertukaran informasi di antara
individu-individu dan kelompokkelompoknya pada semua tingkatan. Komunikasi
politik (political communication) adalah komunikasi yang melibatkan pesan-
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Komunikasi politik bukanlah hal yang baru. Komunikasi politik juga bisa dipahami
sebagai komunikasi antara ”yang memerintah” dan ”yang diperintah”. Dengan
berkembangnya internet, dunia komunikasi pun mengikuti arus perkembangan
tersebut, termasuk dalam komunikasi politik. Proses interaksi penyampaian dan
penerimaan pesan, bisa terjadi melalui pemanfaatan suatu sarana atau media
tertentu. Dalam penelitian ini, media sosial dipilih sebagai media penghantar
pesan dalam komunikasi politik yang menjadi objek penelitian.
Media sosial dapat dikategorikan sebagai bentuk media baru. Dipahami sebagai
kemunculan teknologi komunikasi dan informasi yang mengalami proses sejarah
dari kontestasi, negosiasi dan pelembagaan. Menurut Dennis McQuail (2011),
media baru merupakan teknologi informasi dan komunikasi dengan konteks
sosial yang berhubungan yang menyatukan tiga elemen: alat dan artefak
teknologi; aktivitas, praktik, dan penggunaan dan tatanan serta organisasi sosial
yang terbentuk di sekeliling alat dan praktik tersebut. Sosial media menggunakan
jaringan situs sosial sebagai bentuk komunikasi seperti facebook, twitter,
youtube, dan blog. Media telah hadir sebagai alat menyalurkan berbagai pesan
bagi manusia dalam bermasyarakat. Media pada prinsipnya adalah segala
sesuatu yang merupakan saluran dalam menyatakan gagasan, isi jiwa atau
kesadaran manusia. Media dapat dibagi dalam tiga bentuk. Pertama, media
menyalurkan ucapan. Kedua, media menyalurkan tulisan dan ketiga,
menyalurkan gambar hidup.
Dalam perkembangan teknologi muncul media baru yang dikenal sebagai media
interaktif melalui computer yang sering disebut internet. Begitu cepatnya
kemajuan teknologi komunikasi berlangsung dari waktu ke waktu, telah memberi
pengaruh terhadap cara-cara manusia berkomunikasi (Cangara, 2009:7).
Menurut Shanthi Kalathil dan Taylor C. Boas, internet tidak hanya sebagai alat
dan dapat digunakan untuk tujuan khusus dalam politik, ekonomi dan aktor-
aktor sosial agar berhati-hati menggunakan internet (Seib, 2007: 5).
Coleman (1999) menunjukkan ‘peran media baru dalam layanan subversif dari
ekspresi bebas di bawah persyaratan kontrol otoriter alat-alat komunikasi’ yang
tidak kalah penting. Tidak mudah bagi pemerintah untuk mengendalikan akses
pada dan penggunaan internet oleh warga negara yang berbeda pendapat, tetapi
juga bukannya hal tersebut tidak mungkin. Gagasan ideal tentang ranah publik
sebagai arena terbuka bagi percakapan publik, debat dan pertukaran gagasan
terlihat dapat dipenuhi oleh bentuk-bentuk komunikasi (khususnya internet)
yang memungkinkan warga negara mengekspresikan pandangan mereka dan
saling berkomunikasi juga dengan para pemimpin politik mereka tanpa
meninggalkan rumah masing-masing.
Penelitian Scheufele dan Nisbet (2002) mengenai internet dan warga negara,
mendapat kesimpulan bahwa terdapat ‘peran yang sangat sedikit bagi internet
dalam mempromosikan perasaan secara efektif, pengetahuan dan partisipasi.
(McQuail, 211: 165-167). Selain itu, terdapat istilah lainnya penggunaan internet
dalam rangka implementasi demokrasi yaitu cyberdemokrasi. Cyberdemokrasi
adalah sebuah konsep yang melihat internet sebagai teknologi yang memiliki
pengaruh sosial dan memperluas partisipasi demokrasi. Menurut John Hartley,
cyberdemokrasi adalah sebuah konsep optimis yang muncul sejak awalawal
kehadiran internet. Asal mula konsep ini berkaitan dengan konsep awal dari
electronic democracy (Alatas, 2014:5).
2. Meningkatkan Demokrasi
Media baru membawa dampak yang siginifikan terhadap perkembangan
demokrasi di Indonesia. Asumsi nya adalah, para teoretisi demokrasi selama ini
percaya bahwa demokrasi dapat terpelihara karena ada partisipasi politik warga
negara yang aktif dan peduli terhadap masalah-masalah kewargaan (civic
affairs). Penemuan teknologi dalam bidang komunikasi dan informasi telah
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
membawa kita memasuki era baru sejarah budaya. Beberapa ahli bahkan
mengatakan bahwa new media telah benar-benar merubah kehidupan kita.
Penemuan media baru pada akhirnya berakibat pada munculnya apa yang
disebut sebagai konvergensi media, yaitu penggabungan atau pengintegrasian
media-media yang ada untuk digunakan dan diarahkan kedalam satu titik tujuan.
Dalam pandangan Habermas, istilah ruang publik mengacu pada “ruang antara”
negara dan pasar di mana segala sesuatu yang berkaitan dengan kepentingan
umum dan opini publik dibentuk dengan cara persuasi, konflik, dan didalamnya
terjadi perebutan makna (contested meaning) untuk memenangkan opini publik.
Konsep ruang publik dan opini publik juga menjadi acuan sebuah media itu
berdiri namun peran media baru dalam politik di belum dikategorikan maksimal
bukan hanya mengenai segi content tapi segmentasinya pun tidak tertarik
sehingga media dalam politik bisa dikatakan mati.
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Generasi Millennial adalah anak-anak muda yang berada pada kisaran usia 13-35
tahun. Millennials kerap mendapat perhatian khusus untuk berbagai
kepentingannya, dengan ditinjau dari berbagai aspek perilakunya, seperti dalam
pendidikan, hubungan sosial, pandangan politik, etos kerja, hingga penguasaan
teknologi. Seperti generasi lainnya, generasi ini memiliki cara tersendiri dalam
mengaktualisasikan kebebasan dan keberpihakannya dalam kehidupan
demokrasi hari ini. Munculnya generasi millennial ini ditandai dengan hadirnya
teknologi canggih seperti ponsel dan juga sosial media guna berkomunikasi tanpa
ada batasan jarak, ruang dan waktu sehingga generasi millennial ini memiliki
beberapa perilaku unik seperti lebih aktif pada pandangan politik dan ekonomi di
lingkungan sekitar sehingga apabila ada perubahan pada lingkungannya, mereka
akan bersikap reaktif dan peka.
Generasi millennial identik dengan teknologi. Salah satu ciri mereka yakni tak
bisa lepas dari produk teknologi, gadget atau gawai. Dalam gawai itu, mereka
menumpah-ruahkan ekspresi, di antaranya di sosial media. Kaum pemuda yang
disebut Generasi Millennial aktif dalam dunia media sosial, sangat sedikit
yang terjun dan mengetahui dunia politik. Keberadaan generasi millennial
sangat mempengaruhi konstalasi politik mendatang. Pasalnya generasi
milenila berjumlah 45% dari total penduduk indonesia. Perilaku generasi
millenial lebih terbuka, dan komunikatif, baik di dunia maya (media sosial)
maupun di dunia nyata. Untuk itu para pelaku politik harus bisa
menyiasatinya. Generasi millennial lebih dominan dan condong ke arah isu-isu
tertentu yang dianggap menarik, seperti masalah lingkungan, dan menjadi
relawan dalam salah satu lembaga tertentu.
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Dari studi yang dilakukan The Case Foundation, generasi millennial yang lahir di
tahun 1980 hingga 1999, sebagian besar ingin ada perbaikan ekonomi. Mereka
merasakan betul dampak resesi ekonomi global seperti meningkatnya jumlah
pengangguran dan kecilnya upah yang diterima. Dari hasil survei, John Della
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Volpe, dari The Instute of Politic (IOP) Harvard University, menjelaskan, pemilih
muda mengkritisi rusaknya institusi pemerintahan di Washington. Mereka
kurang menaruh kepercayaan terhadap institusi pemerintah. Sinisme terhadap
pejabat publik mengalami kenaikan lima poin sejak tahun 2010. Dan, hampir 47
persen pemilih muda, setuju dengan pernyataan yang menganggap politik, tidak
mampu lagi mengatasi tantangan negara. Hanya 36 persen yang menyatakan
tidak setuju dengan pandangan tersebut.
1. Dominasi Elit
Belum ada survei yang fokus memotret tingkat kesukaan millennials dalam
menilai, menyikapi isu dan dinamika politik. Belum diketahui pula seberapa
besar minat mereka berlaga di panggung politik. Namun, gejala alergi politik
terlihat dari pandangan, persepsi, dan sikap mereka terhadap politik. Suara
mereka kurang terdengar dalam menyikapi isu-isu politik. Gerakannya pun
tidak terlembaga dengan baik. Generasi millennial umumnya non partisan,
yang pilihan politiknya tidak berbasis ideologi. Mereka juga dihinggapi
pesimisme jika penggunaan hak pilih tidak begitu penting dan dapat
mempengarui masa depannya. Mereka merupakan massa mengambang
(floating mass) yang pilihan politiknya cenderung karena ikut-ikutan. Tidak
berdasarkan referensi dan informasi.
itu yang turut membuat mereka enggan masuk dalam pusaran politik. Mereka
khawatir terpengaruh perilaku buruk politisi jika masuk dalam pusaran politik.
Itu ditandai kian rendahnya kepercayaan terhadap partai politik. Sebagian
besar masyarakat, termasuk kalangan millennial, kurang percaya partai politik.
Elit politik sengaja menutup ruang bagi mereka untuk mengembangkan karir
di jalur politik. Politisi senior yang telah merasakan nyaman duduk di jabatan
politik, tentu tetap ingin mempertahankan jabatannya. Kondisi itu sengaja
diciptakan elit sebagai subkelompok yang sangat kecil, yang menikmati
keuntungan dari kekuasaan. Elit politik tidak memikirkan kepentingan
demokrasi jangka panjang. Pendidikan politik dianggap tidak begitu perlu
karena khawatir akan meningkatkan kesadaran dan partisipasi yang
menyebabkan kompetisi politik kian selektif. Sementara jika pemilih apatis
dan tingkat pemahaman politiknya rendah, akan memudahkan politisi
melakukan penetrasi guna meraih dukungan suara. Politisi kawakan tahu
betul jika para pemilih tidak peduli siapa yang akan dipilih.
2. Sebatas Objek
Sebagian besar partai politik berupaya menyasar millennials. Namun, sebatas
demi mendapatkan dukungan. Generasi millennial diolah sedemikian rupa
karena jumlahnya yang sangat besar. Namun, upaya penetrasi itu tidak
mudah. Persepsi negatif terhadap partai politik, turut menyulitkan upaya
mempengarui pilihan politik, khususnya kepada mereka yang terdidik. Di satu
sisi, sikap demikian harus dipandang sebagai bentuk protes terhadap
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
akuntabilitas partai politik. Tak salah jika mereka menganggap partai politik
mendekat jika ada maunya saja seperti jelang suksesi.
Meski demikian, patut pula diapresiasi jika ada sedikit kaum millennial yang
terlihat dalam aktivitas politik, meski tidak terlibat dalam partai politik.
Mereka menjadi bagian dari gerakan civil society yang menuntut perubahan
dan kondisi yang diharapkan. Aspirasi disuarakan dengan menggelar kreasi
simpatik dan mencerdaskan seperti kegiatan seni dan budaya, stand up
comedy, diskusi, hingga demonstrasi damai. Agar pesan-pesannya
tersampaikan luas, mereka menggunakan media sosial yang menjadi bagian
dari kehidupannya. Ada juga yang menggelar kampanye kreatif anti politik
uang, anti korupsi, anti politisi busuk, dan sebagainya. Ada partai yang dihuni
kaum muda. Sebut saja Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang dikomandoi
Grace Natalie. PSI merekrut beberapa politisi muda untuk menjadi pengurus
partai. Namun, apa tujuan utama mereka berpolitik? Apakah motifnya
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
BAB II
PENGERTIAN MEDIA SOSIAL
PERKEMBANGAN DAN ETIKA BERMEDIA SOSIAL
Media sosial (media sosial) atau sosial media menjadi fenomena yang makin
mengglobal dan mengakar. Keberadaannya makin tidak bisa dipisahkan dari cara
berkomunikasi antarmanusia. Sebagai bentuk aplikasi dalam komunikasi secara
virtual, media sosial merupakan hasil dari kemajuan Teknologi Informasi dan
Komunikasi (TIK) atau Information Communication Technology (ICT). Akankah
fenomena media sosial itu bersifat temporer atau sementara saja? Tidak ada
yang bisa memastikan. Yang pasti, inovasi inovasi di dalam TIK akan terus
melahirkan beragam aplikasi media sosial dan perangkat gadget pendukungnya.
Aplikasi-aplikasi media sosial sudah menjadi bagian tidak terpisahkan dari alat
komunikasi yang “dibenamkan” di dalam smartphone, tablet, laptop, dan PC.
Kini, dengan semakin luas, cepat dan lebarnya koneksi internet, konsumen makin
dimudahkan dalam mengakses aplikasi media sosial. Dalam kondisi komunikasi
seperti itulah memudahkan para pengguna dalam bersosialisasi di media sosial.
Komunikasi politik adalah salah satu yang mengambil manfaat dari keberadaan
media sosial. Dalam media sosial, beragam paradigma komunikasi muncul. Ada
model komunikasi yang sifatnya satu arah, di mana satu pihak memberikan
informasi kepada pihak lain, ada pula model komunikasi yang sifatnya
partisipatoris, di mana pihak-pihak yang berkomunikasi melakukannya secara
dialogis. Pada model partisipatoris, pengguna media sosial saling berbagi
informasi, pendapat, pandangan, pengetahuan, pengalaman, keinginan dan
membangun kerangka tindakan untuk mencapai kemajuan bersama.
Menurut Chris Brogan (2010:11) dalam bukunya yang berjudul Sosial Media
01 Tactic and Tips to Develop Your Business Online mendefinisikan Sosial
media sebagai berikut:
Sosial media menurut Dailey (2009:3) adalah konten online yang dibuat
menggunakan teknologi penerbitan yang sangat mudah diakses dan terukur.
Paling penting dari teknologi ini adalah terjadinya pergeseran cara
mengetahui orang, membaca dan berbagi berita, serta mencari informasi dan
konten. Ada ratusan saluran sosial media yang beroperasi di seluruh dunia
saat ini, dengan tiga besar facebook, LinkedIn, dan twitter. (Badri, 2011:132)
Jejaring sosial merupakan situs dimana setiap orang bisa membuat web page
pribadi, kemudian terhubung dengan teman-teman untuk berbagi informasi
dan berkomunikasi. Jejaring sosial terbesar antara lain Facebook, Myspace,
dan Twitter. Jika media tradisional menggunakan media cetak dan media
broadcast, maka media sosial menggunakan internet.
Menurut Carr dan Hayes, definisi atau pengertian yang telah dirumuskan
seringkali merujuk media sosial pada tiga hal utama, yaitu:
1. Teknologi digital yang menekankan pada user-generated content atau
interaksi.
2. Karakteristik media.
3. Jejaring sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan lain-lain sebagai
contoh model interaksi.
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Saat teknologi internet dan mobile phone makin maju maka media sosial pun
ikut tumbuh dengan pesat. Kini untuk mengakses facebook atau twitter
misalnya, bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja hanya dengan
menggunakan sebuah mobile phone. Demikian cepatnya orang bisa
mengakses media sosial mengakibatkan terjadinya fenomena besar terhadap
arus informasi tidak hanya di negara-negara maju, tetapi juga di Indonesia.
Karena kecepatannya media sosial juga mulai tampak menggantikan peranan
media massa konvensional dalam menyebarkan berita-berita.
Karakteristik Media Sosial Media sosial memiliki ciri-ciri yang tidak lepas dari
berbagai ciri-ciri dari media sosial yang banyak digunakan hingga saat ini.
Berikut beberapa karakteristik yang terdapat pada media sosial :
1. Partisipasi.
Mendorong kontribusi dan umpan balik dari setiap orang yang tertarik
atau berminat menggunakannya, hingga dapat mengaburkan batas
antara media dan audience.
2. Keterbukaan.
Kebanyakan dari media sosial yang terbuka bagi umpan balik dan juga
partisipasi melalui sarana-sarana voting, berbagai, dan juga komentar.
Terkadang batasan untuk mengakses dan juga memanfaatkan isi pesan
(perlindungan password terhadap isi cenderung dianggap aneh).
3. Perbincangan.
Selain itu, kemungkinkan dengan terjadinya perbincangan ataupun
pengguna secara dua arah. Keterhubungan. Mayoritas dari media sosial
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Media sosial memiliki berbagai ragam dan jenis sesuai dengan pengaplikasian
serta kegunaannya. Berikut adalah jenis-jenis media sosial beserta fungsi,
kegunaan dan contoh-contoh nya:
Jenis-Jenis Media Sosial Menurut Kotler dan Keller bahwa terdapat tiga
macam platform yang utama untuk media sosial :
2. Blogs.
Terdapat tiga juta pengguna blog dan mereka yang sangat beragam, yang
beberapa pribadi untuk teman-teman dekat dan keluarga, lainnya
dirancang untuk menjangkau dan juga mempengaruhi khalayak luas.
3. Sosial Networks.
Jaringan sosial telah menjadi kekuatan yang penting baik dalam bisnis
konsumen dan juga pemasaran bisnis ke bisnis. Salah satunya dari
facebook, messanger, twitter dan juga Blackberry dll. Jaringan yang
berbeda tersebut menawarkan manfaat yang berbeda pula untuk
perusahaan.
Selain itu, menurut Puntoadi (2011: 34) bahwa terdapat beberapa macam-
macam media sosial adalah sebagai berikut :
1. Bookmarking.
Berbagai alamat website yang menurut pengguna bookmark sharing
menarik minat mereka. Bookmarking memberikan sebuah kesempatan
untuk menshare link dan tag yang diminati. Hal demikian bertujuan agar
setiap orang dapat menikmati yang kita sukai.
2. Content Sharing.
Melalui situs-situs content sharing tersebut orang-orang menciptakan
berbagai media dan juga publikasi untuk berbagi kepada orang lain.
YouTube dan Flikr merupakan situs content sharing yang biasa dikunjungi
oleh khalayak.
3. Wiki
Sebagai situs yang memiliki macam-macam karakteristik yang berbeda
misalnya situs knowledge sharing, wikitravel yang memfokuskan sebuah
diri informasi tempat, dan konsep komunitas lebih eksklusif
4. Flickr
Situs yang dimiliki yahoo mengkhususkan sebuah image sharing dengan
kontributor yang ahli di setiap bidang fotografi di seluruh dunia. Flickr
menjadikan “photo catalog” yang setiap produk dapat dipasarkan.
5. Sosial Network
Aktivitas yang menggunakan fitur yang disediakan oleh situs tertentu
menjalin sebuah hubungan, interaksi dengan sesama. Situs sosial
networking tersebut adalah linkedin, facebook, dan MySpace.
6. Creating Opinion
Media sosial tersebut memberikan sarana yang dapat berbagi opini
dengan orang lain di seluruh dunia. Melalui hal tersebut, creating opinion,
semua orang dapat menulis, jurnalis dan sekaligus komentator.
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Sosial media yang merupakan situs yang mana setiap para penggunanya
bisa membagi atau mencari informasi pribadi atau juga page pribadi yang
akan terkoneksi pada orang lain atau teman – temannya. Sosial media juga
merupakan ebuah alat yang bisa di jadikan alat promosi yan sangat efektif
dan juga efisien. Hal ini di karenakan mudahnya sosial media di akses oleh
siapa saja. Sehingga jaringan romosi yang akan di lakukan lebih luas. Ada
banyak sekali jenis sosial media yang ada sekarang ini seperti halnya
twitter, facebook, blog dan juga lainnya yang mempunyai manfaat seperti
media cetak akan tetapi lebih murah dan juga lebih cepat.
Media sosial merupakan alat promosi bisnis yang efektif karena dapat
diakses oleh siapa saja, sehingga jaringan promosi bisa lebih luas. Media
sosial menjadi bagian yang sangat diperlukan oleh pemasaran bagi banyak
perusahaan dan merupakan salah satu cara terbaik untuk menjangkau
pelanggan dan klien. Media sosial sperti blog, facebook, twitter, dab
youtube memiliki sejumlah manfaat bagi perusahaan dan lebih cepat dari
media konvensional seperti media cetak dan iklan TV, brosur dan
selebaran.
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Fungsi media sosial dapat kita ketahui melalui sebuah kerangka kerja
honeycomb. Pada tahun 2011, Jan H. Kietzmann, Kritopher Hermkens, Ian P.
McCarthy dan Bruno S. Silvestre menggambarkan hubungan kerangka kerja
honeycomb sebagai penyajian sebuah kerangka kerja yang mendefinisikan
media sosial dengan menggunakan tujuh kotak bangunan fungsi yaitu :
1. Identity
Identity menggambarkan pengaturan identitas para pengguna dalam
sebuah media sosial menyangkut nama, usia, jenis kelamin, profesi, lokasi
serta foto.
cenversations
2. Conversations menggambarkan pengaturan para pengguna
berkomunikasi dengan pengguna lainnya dalam media sosial.
3. sharing
Sharing menggambarkan pertukaran, pembagian, serta penerimaan
konten berupa teks, gambar, atau video yang dilakukan oleh para
pengguna.
4. presence
Presence menggambarkan apakah para pengguna dapat mengakses
pengguna lainnya.
5. relationships
Relationship menggambarkan para pengguna terhubung atau terkait
dengan pengguna lainnya.
6. Reputation
Reputation menggambarkan para pengguna dapat mengidentifikasi orang
lain serta dirinya sendiri.
7. groups.
Groups menggambarkan para pengguna dapat membentuk komunitas
dan sub-komunitas yang memiliki latar belakang, minat, atau demografi.
Fungsi Media Sosial Media sosial dalam perannya saat ini, telah membangun
sebuah kekuatan besar dalam membentuk pola perilaku dan berbagai bidang
dalam kehidupan manusia. Hal ini yang membuat fungsi media sosial sangat
besar. Adapun fungsi media sosial diantaranya sebagai berikut:
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Sosial media sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan.
Perkembangan teknologi informasi yang pesat merupakan salah satu
penyebab boomingnya sosial media. Para web developer pun kini berlomba-
lomba untuk mengembangkan berbagai sosial media yang dapat dinikmati
oleh segala kalangan. Sebut saja Facebook, Twitter, Instagram, Path, youtube
dan media sosial lainnya.
3. Mencari Informasi
Dengan adanya Media Sosial, Manfaat yang dapat kita rasakan
selanjutnya adalah kemudahan dalam mencari Informasi. Kalau dulu
biasanya jika kita ingin mencari informasi harus melalui koran, buku,
majalah, televisi.Namun sekarang ini sudah dimudahkan melalui media
sosial.. Nah, Ada berbagai jenis Informasi yang ada seperti Infomasi ;
Kesehatan, Pendidikan, Berita, Teknologi dll. Kelebihan dari Informasi
Media Sosial adalah Updatenya yang begitu cepat, bisa hitungan jam,
menit bahkan detik, informasi sudah bisa disebar luaskan.
4. Media Belajar
Untuk Belajar, kita tidak perlu repot-repot untuk membeli buku. Pelajaran
apapun yang ingin kita pelajari sudah ada di media sosial. Baik itu
Pelajaran ; Komputer, Ekonomi, Politik, Sosial, Budaya, Hukum dll, bisa
kita dapatkan dari Intenet.
5. Menambah Teman
Biasanya untuk menambah teman kita harus bertatap muka dan bertemu
secara langsung telebih dahulu dan memperkenalkan diri, sekarang tidak
harus melakukan hal tersebut kita bisa manambah teman melalui
Facebook, Google+ dll. Sehingga, kita bisa mengenal banyak orang dari
berbagai daerah. Tentunya ada interaksi yang dilakukan terhadap teman
yang sudah kita tambahkan pertemanan. Namun, Secara kedekatan
Emosional, tentunya yang bertemu secara langsung akan lebih terasa.
6. Media Untuk Berbagi
Media Sosial juga dimanfaatkan oleh seseorang untuk berbagi informasi,
tulisan, foto dan video dengan sangat mudah. Misalkan facebook,
biasanya untuk berbagi dengan teman, kita menandai mereka satu
persatu atau membagikan ke beranda masing-masing.
7. Membangun Komunitas
Manfaat yang tidak kalah menariknya adalah kita bisa membangun
komunitas pada media sosial. Biasanya, untuk membangun komunitas
orang-orang memanfaatkan Facebook dan Google+. Komunitas yang
dibangun bisa Dalam Bentuk Halaman(FansPage) atau Grup (group).
Komunitas yang kita bangun bisa mencapai jumlah anggota yang sangat
banyak ; bisa ratusan, ribuan dan bahkan jutaan. Ada berbagai komunitas
yang bisa kita bangun seperti : Komunitas Pecinta Alam, Keagamaan,
Blogger, Hacker dll.
8. Mencari Uang
Media Sosial Bisa dimanfaatkan seseorang untuk mencari uang dengan
cara menyediakan jasa. Baik itu jasa pembuatan Website, Desain, Video
Editing dll. Ada juga orang memanfaatkan Blog untuk mencari uang, yaitu
dengan memanfaatkan fasilitas Google Adsense untuk pemasangan iklan.
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
9. Mencari Amal
Media Sosial bukan hanya untuk mencari uang ataupun penghasilan yang
orientasinya hanya untuk dunia saja. Namun kita bisa gunakan untuk
mencari amal kebaikan untuk akhirat. Ada Berbagai Macam Cara yang
bisa kita lakukan untuk mencari amal seperti ; dengan cara membuat
kata-kata Motivasi, Insppirasi, Tausiyah, Video Tausiyah dan Poster
Dakwah. Contohnya Halaman Inovasi Dakwah dan grup Islam Agama
ku adalah Halaman/grup yang bertujuan untuk menyampaikan Ajaran
Islam.
10. Media Promosi
Kehebatan selanjutnya media sosial adalah tempat untuk
Mempromosikan seusuatu hal. Baik itu promosi produk dan jasa yang
bergerak didunia nyata dengan cara bermain didunia maya.trik promosi
dengan media sosial sangatlah berpengaruh terhadap kemajuan dari
produk dan jasa.
11. Menghibur Diri
Media Sosial Bisa kita gunakan untuk menghibur diri. Hiburan yang bisa
kita dapatkan dari media sosial seperti kata-kata, foto dan video
lucu. Kata-kata dan foto lucu bisa kita dapatkan dari komuitas
halaman meme comic Indonesia, perang gambar dan sejenisnya
12. Media Penyimpanan
Yang tidak kalah pentingnya manfaat media sosial adalah tempat untuk
menyimpan foto dan video. Apapun yang telah dipublikasikan akan
tersimpan di internet. Andaikan foto dan video telah terhapus pada
memori, kita masih bisa mendapatkannya kembali dari media sosial yang
pernah kita upload. Untuk Media Sosial yang dikhususkan sebagai media
penyimpanan adalah Google Drive, untuk yang gratisan akan diberikan
space penyimpanan sebesar 15 GB. sedangkan yang berbayar
Unlimited(tidak ada batas penyimpanan).
Pesatnya perkembangan media sosial, semua orang bisa memiliki media sendiri.
Seorang pengguna dapat mengakses media sosial dengan menggunakan jaringan
internet tanpa biaya besar, tanpa alat mahal dan dilakukan sendiri tanpa
karyawan. Pengguna media sosial dengan bebas bisa mengedit, menambahkan,
memodifikasi baik teks, gambar, video, grafis, dan berbagai model konten
lainnya.
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Menurut Antony Mayfield dari iCrossing, media sosial adalah tentang orang-
orang biasa yang berbagi ide, bekerjasama, dan berkolaborasi untuk
menciptakan kreasi, pemikiran, berdebat, menemukan orang yang bisa menjadi
teman baik, menemukan pasangan dan membangun sebuah komunitas. Selain
kecepatan informasi yang bisa diakses dalam hitungan detik, adalah alasan
mengapa media sosial berkembang pesat. Tak terkecuali, keinginan untuk
aktualisasi diri dan menciptakan kebutuhan personal branding.
Perkembangan media sosial sangat cepat, itu dapat dilihat dari banyaknya
jumlah anggota yang dimiliki masing – masing situs jejaring sosial. Kerangka
Honeycomb mendefinisikan bagaimana sosial media layanan fokus pada
beberapa atau semua tujuh blok bangunan fungsional (identitas, percakapan,
berbagi, kehadiran, hubungan, reputasi, dan kelompok). Blok bangunan ini untuk
membantu memahami perlunya media penonton keterlibatan sosial. Sebagai
contoh, pengguna LinkedIn peduli tentang identitas, reputasi dan hubungan,
sedangkan blok bangunan utama berbagi YouTube, percakapan, reputasi dan
kelompok. Banyak perusahaan membangun wadah sosial sendiri yang mencoba
untuk menghubungkan tujuh blok bangunan fungsional sekitar merek mereka. Ini
adalah komunitas yang melibatkan orang-orang di sekitar tema yang lebih
sempit, seperti di sekitar panggilan tertentu, merek atau hobi, dari platform
media sosial seperti Facebook atau Google+
Jejaring sosial merupakan situs dimana setiap orang bisa membuat halaman web
pribadi, dan kemudian terhubung dengan teman-teman untuk berbagi informasi
dan berkomunikasi. Di antara yang terbesar jaringan sosial lainnya Facebook,
MySpace, Plurk, dan Twitter. Jika menggunakan media cetak dan media
penyiaran tradisional, media sosial penggunaan internet. Sosial media
mengundang siapapun yang tertarik untuk berpertisipasi untuk berkontribusi
secara terbuka dan umpan balik, komentar, dan berbagi informasi dalam waktu
singkat dan terbatas.
Saat ini, internet dan teknologi ponsel menjadikan media sosial yang lebih
canggih. Untuk mengakses facebook atau twitter misalnya, bisa dilakukan di
mana saja dan kapan saja hanya dengan menggunakan ponsel dapat dengan
cepat mengakses dan menyebarluaskan informasi. Fenomena media sosial
mengakibatkan arus utama informasi tidak hanya di negara maju, tetapi juga di
Indonesia. Masa depan media sosial sulit diprediksi. Yang pasti keberadaannya
makin tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Hal itu terjadi berkat
manfaat dan fungsi media sosial yang telah membuat kehidupan manusia lebih
mudah, efektif dan efisien.
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah pengguna media
sosial terbesar di dunia. Pengguna Facebook, Twitter, Instagram dan lain-lain dari
Indonesia menempati porsi yang cukup besar dari keseluruhan pengguna media
sosial tersebut.
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
a. Media Lama
Media lama adalah sebuah terminologi yang digunakan untuk merujuk pada
suatu bentuk media massa yang tidak banyak mengandalkan teknologi
internet dalam aktivitasnya sehari-hari. Media lama yang beberapa di
antaranya adalah televisi, radio, surat kabar dan lain sebagainya merupakan
salah satu jenis media yang paling banyak diakses dan dimiliki oleh orang di
dunia atau di Inodnesia secara khusus. Media lama, apabila dibandingkan
dengan perkembangan media baru menurut beberapa pihak merupakan fase
yang tidak menarik. Akan tetapi media lama tidak dapat ditinggalkan begitu
saja secara harfiah.
Media lama mulai banyak yang ditinggalkan oleh orang-orang kita, akan tetapi
media lama tidak seutuhnya ditinggalkan. Perkembangan teknologi nyatanya
mampu memberikan terobosan-terobosan baru pada perangkat-perangkat
media lama sehingga menghasilkan daya saing tersendiri, misalnya munculnya
TV LED, radio streaming, e-paper, dan lain sebagainya. Peralihan dan
perkembagnan teknologi tersebut menyesuaikan tema masa kini dan
peralihan menuju media baru di Indonesia masih memiliki banyak hambatan
karena masalah infrastruktur dan masalah ekonomi.
b. Media Baru
Media baru adalah suatu terminologi yang digunakan untuk menyebutkan
suatu jenis media yang berbeda dengan media sebelumnya, dengan ciri khas
utama adalah mengandalkan pada jaringan internet sebagai media distribusi
utama pesan-pesan yang ada dalam media tersebut.
Secara historis, istilah media baru mulai muncul sejak munculnya era internet.
Media baru merupakan sebuah jenis media yang dihasilkan dari proses
digitalisasi dari perkembangan teknologi dan sains. Hal yang bersifat manual
menjadi otomatis dan dari semua yang rumit menjadi ringkas sehingga
semakin memudahkan pengguna. Media baru bisa pula disebut sebagai
sebuah teknologi komunikasi digital yang terkomputerisasi dan terhubung ke
dalam jaringan internet.
Salah satu hal yang dapat disebut dengan media baru adalah internet
(walaupun tidak secara harfiah seluruh internet adalah media baru). Internet
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
adalah sebuah jaringan komputer yang meliputi seluruh dunia dan beroperasi
berdasarkan protokol tertentu yang disepakati bersama. Sejak internet
muncul, perkembangan media sosial mulai pesat. Dunia media sosial hadir
menggantikan media komunikasi konvensional karena kemudahannya dalam
terhubung ke berbagai orang di belahan dunia dengan cepat, tanpa batas, dan
juga mudah.
c. Media Sosial
Media sosial pada umumnya adalah sebuah media yang digunakan untuk
bersosialisasi (berhubungan, baik secara personal, kelompok dan lain
sebagainya) antar penggunanya. Beberapa istilah yang ada dalam media sosial
antara lain adalah Sosial Network, SNS dan Communication Network. Secara
garis besar media sosial dan jaringan sosial menggunakan sistem yang sama
yaitu media daring yang terhubung dengan internet. Pada media sosial dan
jaringan sosial, ada banyak orang yang saling terhubung satu sama lain tanpa
dibatasi dengan batas geografis, ruang, bahkan waktu dengan tujuan untuk
saling berkomunikasi, berbagi sesuatu, berpendapat, menjalin pertemanan,
bahkan pada beberapa kasus untuk mencari belahan hatinya.
Media sosial dan jejaring sosial memiliki perbedaan tertentu, terutama pada
media yang digunakan. Media sosial merupakan media interaksi online sepert
blog, forum, aplikasi chatting sampai dengan sosial network. Contoh dari
media sosial meliputi e-mail, chat, dan lain sebagainya. Sementara jejaring
sosial atau sosial network merupakan bagian dari media sosial yang
merupakan sebuah jejaring online yang memuat interaksi dan relasi
interpersonal yang berupa aplikasi atau situs web yang memungkinkan
pengguna untuk berkomunikasi dengan cara betukar informasi, berkomentar,
mengirim pesan personal, mengirim gambar, video, dan lain sebagainya.
Media sosial merupakan suatu jenis media tersendiri, akan tetapi fungsi
media massa masih dapat kita temui pada media sosial ini, walaupun tidak
seluruhnya sama. Sementara SNS (Sosial Networking Sites) merupakan
terminologi yang lebih khusus untuk menjelaskan tentang situs mana yang
digunakan untuk melakukan aktivitas jejaring sosial tersebut. Contoh jejaring
sosial sekaligus SNS adalah Facebook, Pinterest, Instagram, Youtube, Twitter,
Path, Tumblr, dsbnya.
sempurna. Dari adanya media sosial ini tentunya terdapat efek media
sosial atau pengaruh media sosial yang juga perlu untuk diwaspadai.
Masyarakat Indonesia semakin hari semakin aktif dalam dunia media sosial,
dengan tingkat penetrasi yang mencapai puluhan juta orang, sehingga konten-
konten apapun dapat viral dengan mudah seperti misalnya peristiwa-
peristiwa unik sampai pada hal-hal kecil yang mungkin sebelumnya tidak
pernah terpikirkan akan viral. Petisi-petisi online juga semakin marak yang
menunjukkan bahwa pengguna media sosial tidak hanya menyadari fungsi
media sosial untuk berinteraksi, tetapi juga untuk melakukan gerakan-gerakan
atau mendukung gagasan-gagasan tertentu agar mereka dapat berkontribusi
dalam mengatur perkembangan masyarakat yang ada di sekitarnya.
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Twitter adalah tempat yang tepat bagi pengguna sosial media yang suka
membagikan status yang singkat jelas dan padat. Hampir seluruh
pengguna internat menggunakan Twitter, diantaranya selebritis, politikus,
dan juga relawan mereka semua menggunakan media sosial ini untuk
kepentingan masing-masing.
Sampai batas tertentu, menurut Tracy, semua format masyarakat ini adalah
jaringan sosial karena semua fitur interaksi dan pemeliharaan hubungannya
berdasarkan jumlah peserta. Kini, salah satu tempat berkumpul masyarakat
adalah dunia maya.
Komunikasi media sosial bersifat many to many, berbeda dengan media massa
yang bersifat one to many. Dalam konteks komunikasi pemasaran diibaratkan
sebagai media untuk melakukan word of mouth, tempat konsumen
merekomendasikan atau menceritakan produknya tanpa ada pretensi promosi
kepada lingkungan sosial online-nya.
Menurut Yuswohady, pola ini memiliki kekuatan menjual seribu bahkan sejuta
kali lebih hebat dibanding ocehan salesman (2008:5). Sama halnya dengan
publikasi sebagai media komunimasi public relations yang paling efektif. Media
sosial dapat dijadikan sebagai sarana untuk melakukan publikasi kepada publik.
Dengan sifat komunikasi many to many, penceritaan orang ketiga tentang
produk/ jasa/ lembaga memiliki daya dorong yang kuat untuk melambungkan
seseorang/ produk/ lembaga.
Audiens dengan audiens dapat saling menguatkan atau sebaliknya. Jika cerita
positif tentang seseorang itu diceritakan oleh audiens sebagai orang ketiga,
disitulah letak kekuatannya, sehingga mampu menaikan reputasi dan
mengangkat citra seseorang/ produk/ lembaga. Hal ini menjadi lumrah terjadi
dalam komunikasi media sosial, many to many. Saling berjejaring sehingga
memiliki efek viral.
internet. Bisa juga diakses melalui perangkat lain seperti gadget. Saluran ini
memiliki kegunaan beragam seperti surat personal, buku harian, buku, surat
kabar dan majalah seperti halnya dalam media cetak.
oleh ruang dan waktu. Media sosial memiliki banyak kelebihan. Kelebihan ini
sebagian karena karakteristik media sosial sebagai media yang berada dalam
ruang digital. Mengadaptasi dari Nasrullah (2012: 72) Media sosial sebagai
media baru (new media) memiliki karakteristik sebagai berikut:
a) Masyarakat
Hal yang paling menonjol dari perubahan kehadiran media internet yang
menjadi basis media sosial adalah perubahan pada cara berkomunikasi
dalam setiap aspek kehidupan termasuk untuk komunikasi sehari-hari
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
b) Budaya
Kehadiran media sosial menjadi penentu perubahan cara berkomunikasi
manusia yang semakin mudah dan efisien. Kemudahan ini akan
berdampak viral terhadap perubahan budaya masyarakat. Budaya
komunikasi, budaya ekonomi, budaya konsumen, budaya pendidikan,
budaya politik, pertahanan dan keamanan, budaya iklan, budaya baca,
dan lain sebagainya. Sehingga memunculkan istilah cyberculture. Bahkan
seperti dinyatakan oleh Saffo (Biagi, 2010: 241) kita bisa menemukan
kembali diri kita sebagai bagian dari budaya.
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
c) Bisnis.
Dengan kehadiran jaringan internet memungkinkan menggabungkan
perdagangan, informasi, dan hiburan. Media sosial dapat langsung
menghubungkan antara penjual dengan pembeli potensial melalui
promosi perdagangan, penerimaan iklan, dan penyediaan
kontenonline. Sejak tahun 2000 peningkatan jumlah pengiklan di internet
semakin meningkat, mereka berpacu dalam mencapai para konsumen
dengan iklan-iklan produk dan layanan di internet (Biagi, 2010: 244).
Media sosial menjadi yang paling dominan mempengaruhi bidang bisnis
dan ekonomi terkini.
d) Khalayak.
Yang paling menonjol dari dampak kehadiran media sosial dengan sifat
mata rantai dan jaringannya (internet) tertumpu pada dampak khalayak.
Dengan terus diperbaikinya dan bertambahnya jaringan internet dengan
biaya semakin terjangkau, bertambah pula pengguna internet, maka
bertambah pula khalayak. Sehingga media sosial menciptakan dunia
tersendiri, muncul beragam komunitas di media sosial. Komunitas-
komunitas ini terbentuk dengan beragam kepentingan tanpa harus
bertatap muka di dunia nyata. Mereka menjadi pasar potensial untuk
kegiatan-kegiatan yang melibatkan khalayak, seperti dijelaskan di atas;
ekonomi, pendidikan, sosial budaya, termasuk di dalamnya politik.
Masyarakat siber yang dapat dijangkau dengan koneksi internet tanpa terhalang
oleh masalah ruang dan waktu menjadi pasar bagi kegiatan apa saja yang
membutuhkan khalayak luas. Setiap hajatan politik pemilihan umum kekinian,
kegiatan pemasaran politik melalui media sosial menjadi fenomenal. Berbeda
dengan pemilu presiden tahun-tahun sebelumnya. Di samping terus
bertambahnya khalayak yang menggunakan internet, kesadaran masyarakat
akan pentingnya internet juga semakin tinggi. Di Indonesia, dengan populasi
‘penduduk’ internet yang akan menyentuh 107 juta orang (http://apjii.or.id)
Media sosial juga memiliki dampak mengubah secara khusus dalam cara
kerjanya. Meminjam istilah dari Gun Gun Heryanto dan Irwa Zarkasy (2012:
75); sebagai berikut:
Pertama, mengubah cara kerja praktisi. Misalnya, sejak kehadiran media sosial,
kini kampanye tidak hanya dilakukan di area-area terbuka dalam
kehidupan nyata tetapi juga bisa dilakukan melalui media sosial.
Kedua, Pengembangan isi pesan yang disampaikan seperti adanya gambar, suara,
ataupun symbol-simbol yang digunakan. Misalnya, press release yang
bisa disampaikan dengan lebih menarik melalui media sosial.
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Gun Gun dan Irwa (2012: 78-79), mengutip Wright dan Hinson (2009)
menyimpulkan tentang dampak kehadiran media baru, yaitu:
a. Menyediakan peluang untuk berkomunikasi lebih banyak, dan memberi
wadah untuk mengekspresikan ide, informasi, dan opini.
b. Membuka kesempatan baru untuk berkomunikasi langsung dengan
khalayak walaupun dapat menimbulkan risiko seperti berkembangnya
adanya informasi negative. Komunikasi menjadi lebih personal dan
dapat berlangsung tanpa perantara.
c. Meningkatkan komunikasi dan informasi secara tepat untuk berbagai
isu.
d. Membuka kesempatan untuk meraih khalayak dengan efektif dan
efisien.
e. Membuka kesempatan untuk meraih khalayak baru dari kelompok
muda atau usia yang tidak tersentuh oleh media mainstream yang biasa
digunakan oleh organisasi.
f. Blog dan sosial media membuka komunikasi secara global.
g. Media baru memungkinkan organisasi untuk memperoleh data atau
informasi secara cepat tentang bagaimana pendapat public terdapat
organisasi tersebut.
4. Efek Media Sosial Pada Komunikasi – Positif, Negatif, dan Cara Pencegahannya
Penggunaan media sosial kini tidak hanya pada waktu luang (leisure time)
saja, namun juga pada jam-jam penting atau pokok karena dimanfaatkan
sebagai sarana untuk bekerja. Batasan waktu, ruang dan jangkauan menjadi
hilang, sehingga gaungnya pun menjadi luas tanpa sekat-sekat seperti pada
efek dari media konvensional. Oleh karena itu, kearifan dalam pemakaian
media sosial harus diperhatikan karena dampaknya sulit diprediksi, apalagi
kalau kontennya melanggar kepatutan, etika, nilai-nilai dalam masyarakat,
budaya dan norma hukum.
Menjamurnya berbagai macam dan jenis media sosial saat ini, tak pelak
memberikan dampak bagi seluruh kehidupan masyarakat. Demikian terjadi,
diakibatkan siklus partisipasi masyarakat ataupun individu semakin
berakselerasi dengan pertumbuhan pengguna yang semakin tinggi. Mulai dari
politik, ekonomi, sosial dan budaya yang menyeluruh. Akan tetapi, media
sosial dalam sejarahnya, juga memberikan kerugian, kelemahan atau dampak
negatif yang tidak sedikit hingga menyentuh kasus kriminal yang diperantarai
dari hadirnya media sosial.
banyak pihak. Untuk lebih jelasnya, berikut efek yang ditimbulkan dalam
penggunaan media sosial .
Efek Positif
1. Mempererat silaturahim
Saling berinteraksi dengan sesama pengguna, menyediakan ruang
untuk berpesan positf. Penggunaan sosial media banyak digunakan
oleh para politikus, pejabat publik, tokoh agama, motivator, dan juga
ulama.
2. Menyediakan informasi yang tepat dan akurat
Informasi yang diperoleh dari media sosial baik itu informasi
perguruan tinggi, beasiswa dan juga lowongan kerja. Menambah
wawasan dan pengetahuan. Banyak akun media sosial yang membagi
wawasan dan juga pengetahuan yang dapat menarik juga
pengetahuan praktis.
3. Sumber infomasi, lebih mudah dan cepat didapatkan serta lebih
transparan. Informasi yang dapat ditemukan di sosial media sangat
beragam, mulai dari bahan pekerjaan, pendidikan, masakan, hingga
bahan ringan seperti game atau komik.
4. Media komunikasi, dengan jangkauan luas, kemudahan penggunaan,
dan biaya yang relatif murah. Contohnya dengan whatsapp saya bisa
melakukan panggilan video pada teman saya yang berada di negara
Jepang dengan biaya yang sangat murah.
5. Memperluas pergaulan, terhubung dengan teman lama ataupun
membuat pertemanan baru dengan mudah
6. Bertukar informasi ataupun data, seperti foto/ video dengan mudah
dan cepat.
7. Ajang promosi dengan jangkauan yang lebih luas, mudah, murah
namun terfokus. Seperti memperkenalkan produk kepada khalayak
ramai lewat instagram, menggunakan facebook advertising, dll.
8. Hiburan, misalnya dengan mengunjungi website berisi humor, e-novel,
e-komik atau sekedar membaca portal bacaan ringan.
9. Membangun opini atau mengemukakan pendapat secara luas. Suatu
opini yang dibagikan lewat sosial media dapat menjadi viral dan
menjangkau hingga lintas negara bahkan seluruh dunia.
10. Mempelajari sesuatu, contohnya dengan menonton video cara
membuat kue, membuat baju, atau merias, dan lain sebagainya.
11. Kesempatan menjadi orang yang berbeda. Misalnya orang yang
cenderung pemalu akan bisa lebih aktif mengemukakan pendapatnya
lewat sosial media.
12. Membangun rasa percaya diri seseorang dalam bersosialisasi.
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Selain itu pembatasan informasi yang diterima dari media sosial juga perlu
dilakukan. Terlalu sering membaca tentang konten negatif; misanya konten
berisi amarah akan mempengaruhi jiwa/ hati kita. Membuat kita
kecanduan dengan rasa marah sehingga setiap kali terhubung dengan
media sosial, kita akan terus mencari dan membaca konten berisi amarah.
Media sosial telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia dengan
peran sangat signifikan dalam komunikasi modern. Infiltrasi penggunaan internet
serta perangkat teknologi komunikasi seperti tablet dan smartphone yang sangat
marak menjadi salah satu pendorong pertumbuhan situs-situs jejaring baru
pertemanan dan informasi. Hampir semua smartphone dijejali dengan lebih dari
dua aplikasi media sosial yang semua dimanfaatkan oleh pemiliknya.
Data menarik disuguhkan oleh Statistik Pengguna Internet dan Mobile Indonesia.
Pada tahun 2014 ini pengguna internet di Indonesia mencapai 15% atau 38,2 juta
dari total jumlah penduduk sekitar 251,2 juta jiwa. Sedangkan pengguna media
sosial di Indonesia juga sekitar 15% dari total jumlah penduduk Indonesia.
Artinya, hampir seluruh pengguna internet memiliki akun media sosial. Para
pengguna media sosial ini mengakses akun media sosialnya ratarata sekitar 2 jam
54 menit dan sebanyak 74% mengakses akunnya melalui smartphone. Secara
global, penggunaan media sosial menunjukkan fenomena pertumbuhan yang
sulit dihentikan. Digital Insights, pada September 2013 menyebutkan jumlah
pengguna media sosial seperti Facebook telah mencapai 1,15 miliar. Tidak
sampai empat bulan, tepatnya pada akhir Januari 2014, The Next Web melansir
pengguna aktif gurita jejaring sosial ini telah mencapai 1,23 miliar.
Kata etika dan moral juga sering dikaitkan dengan dunia pendidikan, karena
menyangkut pertimbangan akan nilai-nilai baik yang harus dilakukan dan nilai-
nilai buruk yang harus dihindari. Tidak adanya filter atau saringan pertimbangan
nilai baik dan buruk merupakan awal dari bencana pemanfaatan media sosial di
era gadget. Dari aspek wujudnya di masyarakat, etika dapat dipilah menjadi dua
jenis, yakni: etika tertulis dan tidak tertulis. Etika tertulis sendiri bisa terbagi
menjadi dua, yaitu: etika tertulis berdasar kesepakatan dan etika tertulis
berdasarkan legal formal atau peraturan perundangan. Etika tertulis berdasar
kesepakatan terbentuk karena adanya kesepakatan antarpihak yang terkait atau
terlibat dan bersifat mengikat para penggunanya, seperti peraturan kesepakatan
dalam penggunaan Kaskus.
Sedangkan etika tertulis legal formal telah dirumuskan dan disahkan dalam
bentuk peraturan perundang-undangan, seperti UU Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Adapun etika tidak tertulis
merupakan kumpulan etiket, sopan-santun, nilai-nilai, norma dan kaidah yang
lahir dari proses interaksi antarsesama, yang harus dihormati dan dipatuhi
bersama-sama. Dengan demikian, etika sosial berkomunikasi pada prinsipnya
merupakan panduan berperilaku dan bertindak yang mengacu pada apa yang
harus dilakukan dan apa yang harus dihindari. Mana yang boleh dan tidak boleh
dilakukan. Dalam lingkup media sosial yang juga masuk kategori ruang publik.
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Berikut ini berapa nilai, acuan, dan pedoman yang bisa menjadi dasar
pertimbangan untuk bertindak bijaksana saat menggunakan akun-akun media
sosial:
terhadap konten yang diterima. Apakah informasi itu masuk akal, ilmiah,
ataukah hasil rekayasa dan dipenuhi muatan kebencian dan kebohongan.
Apabila ragu akan nilai kebenaran suatu konten, lebih baik kita tidak
meneruskan atau menyebarkan luaskannya melalui media sosial. Nilai-
nilai kepantasan agar tidak melukai perasaan pihak lain juga bisa menjadi
pertimbangan saat akan menyebarkan suatu konten, seperti misalnya
mengabarkan atau memuat konten yang justru membuat orang lain
makin berduka atau jatuh mentalnya.
5. Terkait dengan hak pemilikan intelektual orang lain, sebaiknya hasil karya
mereka dihargai dengan menyebutkan sumbernya. Hal ini dilakukan agar
nilai-nilai orisinalitas juga dijunjung tinggi di antara pengguna media
sosial, terutama dalam konteks ilmiah, seni dan budaya. Perbuatan
meniru memang sulit dihindarkan, tetapi jika sudah menyangkut atau
mendatangkan nilai ekonomi ada baiknya menyebutkan sumber pembuat
atau penciptanya. Hal ini biasanya terkait dengan hasil lukisan, gambar,
foto, lagu dan video.
6. Sebaiknya mengomentari sesuatu hal, topik, dan masalah dengan
memahami dulu isinya secara komprehensif dan tidak sepotongpotong.
Kebiasaan untuk memberi komentar dan memposting kembali suatu
berita dari judulnya, paragraf pertama, kesimpulan atau bagian akhir
tulisan saja sebaiknya dihindari. Salah komentar atau terjadinya
kesesatan logika sering terjadi apabila pengguna atau user media sosial
ceroboh dan tergesa-gesa menilai tanpa melihat konteks isinya dan
gegabah karena diliputi oleh emosi.
7. Beropini dan mengeluarkan pendapat dengan berpijak pada fakta
sebenarnya dan data yang sahih. Think before you write. Salah satu
kekuatan atau kelebihan dari media sosial adalah adanya kebebasan bagi
pengguna untuk mengeluarkan pendapat tanpa ada filter atau gate
penjaga. Nah, manfaatkan kelebihan itu dengan hati-hati agar opini yang
kita sampaikan tidak memicu perselisihan hukum karena memuat konten
yang tidak sesuai fakta dan tidak valid datanya.
8. Jangan menuduh, menyerang, beropini negatif dan memberikan
informasi tidak benar melalui media sosial. Apabila ada individu, entitas
bisnis, dan lembaga yang merasa dirugikan dan tidak dapat menerima
konten itu, maka bisa berujung pada somasi, permintaan maaf hingga
pengguna media sosial dilaporkan ke aparat kepolisian karena telah
melanggar Pasal 27 dan Pasal 28 UU ITE. Ada konsekuensi yang harus
ditanggung oleh pengguna media sosial, sebagaimana bunyi Pasal 45,
ayat (1) UU ITE bahwa setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/ atau denda
paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Bahkan apabila
pernyataan pengguna media sosial dinilai telah membuat kerugian secara
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
bisnis karena telah mencemarkan merek, brand dan nama besar, maka
sering pihak-pihak yang dirugikan akan melayangkan gugatan perdata
disertai dengan tuntutan ganti rugi.
9. Jangan menggunakan media sosial saat hati dalam kondisi emosi, pikiran
jenuh dan kondisi kejiwaan yang labil. Misalnya saat sedih, marah, sakit,
stress, mabuk dan tidak mampu berpikir secara jernih. Sering kali kondisi
internal individual tersebut memengaruhi isi dari pendapat yang diunduh
atau di-update ke forum, jejaring sosial dan blog, sehingga kontennya
menjadi kabur, keliru, dan tidak seharusnya dikonsumsi oleh pengguna
media sosial yang lain. Just be nice.
10. Jangan terpengaruh, sekadar ikut-ikutan, demi solidaritas buta saat
berkomentar atau beropini di media sosial. Paling tidak ada dasar-dasar
yang masuk akal apabila hendak berpendapat sehingga kita memiliki
dasar alasan yang kuat mengapa kita menyetujui atau tidak menyetujui
konten yang tengah hangat menjadi perbincangan. Sedapat mungkin kita
menunjukkan independensi dan integritas yang kuat dalam komentar dan
opiniopini yang keluar.
11. Kita secara pribadi, dalam diri masing-masing atau secara personal harus
bisa menyaring (filter) dan membatasi konten dalam media sosial. Jangan
berlebihan dalam mem-posting atau dalam istilah perilaku, overacting.
Misalnya dengan mengabarkan status kita baik itu berupa kondisi,
perasaan, keberadaan, bahkan hal-hal yang akan kita lakukan yang
bersifat pribadi dan tidak penting sekali untuk diketahui orang lain. Ingat
bahwa semua yang telah di-posting akan dikonsumsi oleh orang lain dan
di antara mereka mungkin saja ada yang bermaksud jelek kepada kita.
Aksi penipuan dan kejahatan bisa terjadi karena pelaku kejahatan
mengetahui dengan persis seluk-beluk seseorang yang menjadi target
kejahatan. Contohnya dalam penggunaan aplikasi check in place seperti
Foursquare. Pengguna akun media sosial gemar check in place untuk
memberitahu keberadaannya dan sedang melakukan apa. Hatihati, hal itu
bisa memancing orang yang hendak berbuat jahat secara mulus, karena
mengetahui seluk-beluk kita.
12. Jangan menggunakan nama samaran, nama orang lain atau membuat
akun samaran dengan tujuan apa pun. Hal itu bisa menjadi awal dari
bentuk penipuan karena menyembunyikan identitas aslinya. Biasanya,
penggunaan nama samaran ini oleh orang yang tidak bertanggung jawab
dikombinasikan dengan perbuatan tidak baik seperti menyebarkan atau
mem-forward informasi bohong, menyesatkan, fitnah, mengadu domba,
memperkeruh suasana, memanipulasi informasi, dan membunuh
karakter pihak lain.
13. Pergunakan media sosial untuk hal-hal positif, baik dari segi konten
maupun cara menyampaikannya. Sebaiknya memilih konten-konten yang
bermanfaat demi produktivitas dan menunjang kehidupan yang lebih
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Kaidah dan nilai-nilai yang terdapat dalam etika tidak tertulis pada umumnya
tidak mengikat secara hukum. Oleh sebab itu, apabila terjadi pelanggaran atau
tidak ditaati maka tidak ada sanksi yang bisa diberlakukan. Sanksi yang muncul
pada umumnya adalah sanksi sosial, seperti dikeluarkan dari grup, mendapat
unfollow, dislike, mendapat kritikan, teguran, atau masukan dari orang lain, atau
bisa juga dikucilkan (ekskomunikasi) oleh pengguna media sosial yang lain.
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
BAB III
PENGERTIAN KOMUNIKASI POLITIK DAN STRATEGI
KOMUNIKASI POLITIK DI ERA MEDIA BARU
Definisi komunikasi menurut Hovland yang dikutip oleh Wiryanto (2004 : 6) yaitu
“The process by which an individual (the communicator) transmits stimuli
(usually verbal symbol) to modify, the behavior of other individu.” Komunikasi
adalah proses dimana individu mentransmisikan stimulus untuk mengubah
perilaku individu yang lain. Komunikasi adalah suatu proses penyampaian pikiran
atau juga perasaan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan
lambang yang bermaksud bagi kedua belah pihak, didalam situasi yang tertentu
komunikasi itu menggunakan media tertentu untuk dapat merubah sikap atau
juga tingkah laku seorang atau juga sejumlah orang sehingga terdapat efek
tertentu yang diharapkan (Effendy, 2000 : 13).
Menurut Berlo (dalam Mardikanto, 1993 : 57) “komunikasi secara umum adalah
suatu proses penyampaian pesan dari sumber kepada penerima”. Peneliti dapat
menyimpulkan dari kedua pendapat pakar komunikasi diatas bahwa segala
bentuk interaksi-interaksi manusia adalah komunikasi, yaitu proses penyampaian
lambang-lambang yang berarti dari individu satu kepada individu yang lain, baik
dengan maksud agar mengerti atau untuk mengubah sikap dan tingkah lakunya.
1. Fungsi Komunikasi
Fungsi komunikasi antara lain sebagai berikut :
Kendali :
komunikasi dalam bertindak untuk dapat mengendalikan prilaku anggota
didalam beberapa cara, pada tiap organisasi memiliki wewenang serta
juga garis panduan formal yang harus dipatuhi oleh angotnya.
Motivasi :
komunikasi tersebut membantu didalam perkembangan motivasi dengan
cara menjelaskan kepada para karyawan itu , apa yang harus dilakukan
bagaimana mereka itu dapat bekerja baik serta juga apa yang dapat
dikerjakan untuk dapat memperbaiki kinerja apabila itu di bawah standar.
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Pengungkapan emosional :
pada banyak karyawan dalam kelompok kerja, mereka adalah sumber
utama untuk dalam interaksi sosial, komunikasi yang terjadi didalam
kelompok itu adalah suatu mekanisme fundamental dengan mana
anggota-anggota tersebut menunjukkan kekecewaan serta juga rasa puas
mereka oleh sebab itu komunikasi itu menyiarkan suatu ungkapan
emosional dari perasaan serta juga pemenuhan kebutuhan sosial.
Informasi :
komunikasi tersebut memberikan informasi yang diperlukan bagi individu
maupun juga bagi kelompok didalam mengambil suatu keputusan dengan
meneruskan data didalam mengenai dan juga menilai pilihan-pilihan
alternatif (Robbins, 2002 : 310-311).
2. Tujuan Komunikasi
Ada beberapa tujuan komunikasi, antara lain sebagai berikut:
1. Agar yang disampaikan komunikator bisa dimengerti oleh komunikan.
Maka komunikator harus menjelaskan pesan utama dengan jelas dan
sedetail mungkin.
2. Supaya bisa memahami orang lain. Dengan melakukan komunikasi, setiap
individu bisa memahami individu yang lain dengan kemampuan
mendengar apa yang sedang dibicarakan orang lain.
3. Supaya pendapat kita diterima orang lain. Komunikasi serta pendekatan
persuasif adalah cara supaya gagasan kita diterima oleh orang lain.
4. Menggerakkan orang lain untuk melakukan sesuatu sesuai keinginan kita.
3. Syarat Komunikasi
Ketika ingin melakukan komunikasi, dibutuhkan syarat-syarat tertentu.
Adapun syarat-syaratnya antara lain sebagai berikut.
1. Source: Source atau sumber merupakan bahan dasar dalam penyampaian
pesan untuk memperkuat pesan itu sendiri. Salah satu contoh komunikasi
adalah orang, lembaga, buku dan masih banyak yang lainnya.
2. Komunikator: komunikator adalah pelaku yang menyampaikan pesan bisa
beruapa seseorang yang sedang menulis atau berbicara, bisa juga berupa
kelompok orang atau juga organisasi komunikasi seperti film, radio, surat
kabar, televisi dan lain sebagainya.
3. Komunikan: komunikan merupakan penerima pesan dalam komunikasi
yang bisa berupa seseorang, kelompok ataupun massa.
4. Pesan: pesan merupakan keseluruhan yang disampaikan oleh seorang
komunikator. Pesan memiliki tema utama sebagai pengarah dalam usaha
untuk mengubah sikap serta tingkah laku orang lain.
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
4. Media Komunikasi
Media komunikasi merupakan sebuah sarana atau alat yang dipakai sebagai
penyampaian pesan dari komunikator kepada khalayak. Media sangat
dominan dalam berkomunikasi ialah pancaindra manunsia seperti mata,
telinga. Media juga adalah jendela yang memungkinkan semua orang dapat
melihat lingkungan yang lebih jauh, untuk penafsir yang membantu
memahami pengalaman, untuk landasan penyampai informasi, sebagai
komunikasi interaksi yang merupakan opini audiens, sebagai penanda
pemberi petunjuk atau intruksi, sebagai filter atau penbagi fokus dan
pengalaman terhadap orang lain, cermin yang merefleksikan diri kita serta
penghalang yang menutupi kebenaran.
Media komunikasi juga dijelaskan untuk sebuah sarana yang dipakai utnuk
memproduksi, mengolah, reproduksi, serta mendistribusikan untuk
menyampaikan sebuah informasi. Media komunikasi sangat berperan penting
untuk kehidupan seluruh masyarakat. Dengan sederhana, media komunikasi
merupakan perantara dalam menyampaikan sebuah informasi dari
komunikator kepada komunikan yang memiliki tujuan agar efisien dalam
menyebarkan pesan atau informasi. Komunikasi adalah perdakapann yang
berlangsung dengand dasar persamaan persepsi.
Efisiensi
Media komunikasi akan mempercepat penyampaian didalam sebuah
informasi.
Konkrit
Media komunikasi akan membantu mempercepat isi informasi atau
pesan yang mempunyai sifat abstrak.
Motivatif
Media komunikasi akan lebih memberikan sebuah informasi yang bisa
dipertanggungjawabkan.
Komunikasi politik menjadi kajian yang menarik perhatian, bukan hanya para
sarjana komunikasi dan sarjana politik, tetapi juga bagi politisi yang aktif di
berbagai partai politk. Plano (dalam Mulyana, 2007 : 29) melihat bahwa
”komunikasi politik merupakan proses penyebaran, makna atau pesan yang
bersangkutan dengan fungsi suatu sistem politik”. Ini menjadi sebuah tantangan
keberhasilan para pelaku politik, partai politik, gabungan partai dan tim sukses
dalam membangun pencitraan politik melalui komunikasi politik guna meraih
simpati dan dukungan masyarakat.
Sehingga sistem komunikasi politik dapat dilihat dalam dua perspektif, yaitu
perangkat institusi politik dan organisasi media yang terlibat dalam persiapan
pesan bagi interaksi yang lebih horizontal satu sama lain, sedangkan dalam arah
yang vertical institusi-institusi tadi baik secara terpisah maupun bersama-sama
melakukan diseminasi dan pengolahan informasi dan gagasan dari dan untuk
masyarakat.
Peranan komuniksi politik dibutuhkan untuk melihat dampak dan hasil yang
bersifat politik. Melvin L DeFleur (dalam Muhtadi, 2008:7) memetakan Model
Transaksi Simultan (Simultaneous Transactions Model) terhadap dinamika
komunikasi politik. Dengan karakternya yang nonlinier, model ini
menggambarkan sekurang- kurangnya tiga faktor yang berpengaruh dalam
komunikasi.
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Komunikasi politik adalah sebuah studi yang interdisiplinari yang dibangun atas
berbagai macam ilmu, terutama dalam hubungannya antara proses komunikasi
dan proses politik. Merupakan wilayah pertarungan dan dimeriahkan oleh
persaingan teori, pendekatan, agenda dan konsep dalam membangun jati diri.
Komunikasi politik dapat dirumuskan sebagai suatu proses pengoperan lambang-
lambang atau simbol-simbol komunikasi yang berisi pesan-pesan politik dari
seseorang atau kelompok kepada orang lain dengan tujuan untuk membuka
wawasan atau cara berpikir, serta mempengaruhi sikap dan tingkah laku
khalayak yang menjadi target politik.
Michael Rush dan Philip Althoff mendefinisikan komunikasi politik sebagai suatu
proses di mana informasi politik yang relevan diteruskan dari satu bagian sistem
politik kepada bagian lainnya, dan di antara sistemsistem sosial dengan sistem-
sistem politik. Proses ini terjadi secara erkesinambungan dan mencakup pola
pertukaran informasi di antara individu-individu dengan kelompok-kelompoknya
pada semua tingkatan. Komunikasi politik merupakan suatu elemen yang dinamis
dan yang menentukan sosialisasi politik dan partisipasi politik. Dalam hal ini
komunikasi politik menentukan corak perilaku insan politik.
Komunikasi politik adalah komunikasi yang melibatkan pesan-pesan politik dan
aktor-aktor politik, atau berkaitan dengan kekuasaan, pemerintahan dan
kebijakan pemerintah. Komunikasi politik juga bisa dipahami sebagai komunikasi
anatar “yang memerintah” dan “yang diperintah”. Komunikasi politik sangat
kental dalam kehidupan sehari-hari. Sebab, dalam aktivitas sehari-hari, tidak
satupun manusia tiak berkmunikasi, dan kadang-kadang sudah terjebak analisis
dan kajian komunikasi politik.
Berbagai penilaian dan analisis orang awan berkomentar soal kenaikan BBM,
korupsi, ini merupakan contoh kekentalan komunikasi politik. Komunikasi yang
membicarakan tentang politik kadang diklaim sebagai studi tentang aspek-aspek
politik dari komunikasi publik, dan sering dikaitkan sebagai komunikasi
kampanye pemilu (election campaign) karena mencakup masalah persuasi
terhadap pemilih, debat antarkandidat, dan penggunaan media massa sebagai
alat kampanye.
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Partisipasi politik dapat dijelaskan sebagai turut ambil bagian, ikut serta atau
berperan serta dalam kegiatan-kegiatan yang berhubungan denga kekuasaan
(power), kewenangan (authority), kehidupan publik (publik live),
pemerintahan (government), negara (state), konflik dan pembagian
(distribution) atau alokasi (allocation). Menurut Samuel P. Huntington dan
Joan M.Nelson membuat batasan partisipasi politik sebagai “kegiatan warga
negara yang bertindak sebagai pribadi-pribadi, yang dimaksud untuk
mempengaruhi pembuatan keputusan oleh pemerintah. Partisipasi bisa
bersifat individu atau kolektif, terorganisasi atau spontan, mantap atau
sporadis, secara damai atau dengan kekerasan, legal atau ilegal, efekyif atau
tidak efektif”.
Keempat, faktor situasi atau lingkungan politik itu sendiri. Lingkungan poitik
yang kondusif membuat orang dengan senang hati berpartisipasi
dalam kehidupan politik.
yang “membayangi”nya. Saluran ini bersifat bebas dalam arti tidak terikat
oleh struktur formal, namun tidak semua orang dapat akses ke saluran ini
dalam kadar yang sama.
b. Struktur sosial tradisional, yaitu sebuah saluran komunikasi yang
ditentukan oleh posisi sosial pihak yang berkomunikasi (khalayak atau
sumber). Artinya, pada lapis mana yang bersangkutan berkedudukan dan
(tentunya akan menentuka pula) akses disusunan sosial masyarakat
tersebut.
c. Struktur masukan (input) politik, yaitu struktur yang memungkinkan
terbentuknya atau dihasilkannya input bagi sistem politik yang dimaksud.
Yang termasuk struktur input adalah serikat pekerja, kelompok-kelompok
kepentingan, dan partai politik
d. Struktur output, yaitu struktur formal dari pemerintah. Struktur
pemerintahan, khususnya birokrasi, memungkinkan pemimpinpemimpin
politik mengkomunikasikan petunjuk bagi pelaksanaan peraturan-
peraturan untuk bermacam pemegang jabatan politik dengan cara yang
efisien dan jelas. e. Saluran media massa adalah saluran yang penting
dalam sebuah komunikasi politik. Media massa selalu mempunyai
peranan tertentu dalam menyalurkan pesan, informasi, dan political
content di tengah masyarakat, serta sangat terkait akan pembentukan
opini publik.
1. Sosialisai politik
Menurut David Easton dan Jack Dennis sebagai suatu proses perkembangan
seseorang untuk mendapatkan orientasi-orientasi politik dan pola-pola
tingkah laku. Kemudian Robinson oleh Alexis S. Tan ( Harun dan Sumarno,
2006: 82) merupakan proses perubahan perilaku yang berhubungan erat
dengan proses belajar pemahaman terhadap peristiwa politik. Sosialisasi
politik merupakan konsep strategis yang sangat mendasar, karena terkait
kelangsungan, karena berkaitan dengan kelangsungan hidup negara dengan
seluruh aspek yang terkandung didalamnya, sosialisasi politik dapat dilakukan
dalam saluran iterpersonal, yang meliputi, keluarga dan lingkungan yang
terdiri dari kawan-kawan dekat atau dikenal sebagai sebaya. Saluran
organisasi, yang meliputi lembaga-lembaga pendidikan, ormas, lsm, partai
politik. Kemudian saluran massa, media massa sebagai sumber informasi yang
sering digunakan untuk melakukan sosialisasi politik.
2. Pendidikan politik
Pendidikan politik sebagai usaha menenamkan, merubah atau
mempertahankan sistem nilai politik atau orientasi politik dengan
mengaktifkan proses sikap, perilaku, sistem berpikir, pandangan seseorang
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
atau kelompok, baik kader, simpatisan dan masyarakat umum, yang dilakukan
oleh politikus, profesional dan aktivis (sebagai komunikator politik) atau oleh
lembaga (organisasi) seperti partai politik. Pendidikan sebagai suatu ktivitas
mempengaruhi, mengubah, dan membentuk sikap dan prilaku berdasarkan
nilai-nilai yang telah dianggap benar dan telah memberi manfaat bagi
kehidupan umat manusia. Pendidikan politik juga dilakukan dalam berbagai
saluran yaitu saluran interpersonal, organisasi dan massa.
3. Partisipasi politik
Menurut Kevin R Hardwick sebagai perhatian dari warga negara yang
berupaya menyampaikan kepentingan-kepentingannya terhadap pejabat
publik; Sedang Meriam Budiardjo mengartikan sebagai kegiatan seseorang
atau kelompok untuk ikut serta aktif dalam memilih pimpinan negara dan
secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kebijakan pemerintah
(public policy) (Faturrohman dan Sobari, 2002 : 185).
4. Rekuitmen politik
Rekuitmen politik yaitu suatu usaha untuk mengajak kepada individu-individu
masuk kedalam orientasi dan nilai politik, yang pada akhirnya secara kongkrit
menjadikan anggota politik baik simpatisan sampai menjadi kader politik dan
pengurus organisasi politik.
5. Pendapat umum
Pendapat umum yang diterjemahkan dari bahasa Inggris public opinion
dikenal pada awal abad ke-18 menurut Alquin mennganggap bahwa suara
rakyat adalah suara Tuhan ”Vox populi, vox dei”. William Albig (Arifin, 2003 :
116) pendapat umum adalah hasil interaksi antara orang-orang dalam suatu
kelompok, sedang Whyte menyebutkan sebagai suatu sikap rakyat mengenai
suatu masalah yang menyangkut kepentingan umum. Sehingga bisa dicirikan
sebagai :
a) pendapat, sikap, perasaan, ramalan, pendirian dan harapan-harapan dari
individu, kelompok dalam masyarakat tentang masalah yang
berhubungan dengan kepentingan umum atau persoalan sosial;
b) hasil interaksi, diskusi, atau penilaian sosial antarindividu berdasarkan
pertukaran pikiran secara sadar dan rasional;
c) pendapat umum akan dapat dikembangkan, dirubah dan dibentuk oleh
media massa;
d) bisa dilakukan pada penganut paham demokratis (keterbukaan).
6. Citra Politik
Citra Politik menurut Roberts (1977) (Arifin, 2003 : 105) bahwa komunikasi
tidak secara langsung menimbulkan pendapat dan perilaku tetrtentu, tetapi
cenderung mempengaruhi cara khalayak mengorganisasikan citranya tentang
lingkungan, citra (image) adalah gambaran seseorang (figur) yang tersusun
melalui persepsi yang bermakna melalui kepercayaan, nilai dan pengharapan.
Menurut Dan Nimmo (2000 : 6-7) citra politik terjalin melalui pikiran dan
perasaan secara subjektif yang akan memberikan penilaian dan pemahaman
terhadap peristiwa politik tertentu.
Komunikasi politik kekinian dapat juga kita lihat dari penggunaan media yang
dipakai. Media komunikasi politik dapat dibagi menjadi lima jenis tergantung
pada bagaimana komunikasi mengalir melalui media tersebut seperti model
berikut ini (Shahreza dan El-Yana, 2016).
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
1. One to One (Interpersonal Media) Dengan satu arah atau dua arah
komunikasi, komunikasi tatap
muka, lalu menggunakan
perantara tokoh (pemuka
masyarakat) atau Opinion Leader
yang akhirnya diteruskan ke
jaringan bawahan (masyarakat)
dimana peran pengaruh dan
kekuasaannya digunakan (two
flow step communication).
Dengan mendatangi langsung
masyarakat (khalayak) dengan
memangkas prosedural
birokrasi.Bisa dikatakan dengan
istilah kunjungan sampel (diambil
dibeberapa tempat yang menjadi
perwakilan dari populasi), ini bisa
disebut dengan istilah “Turba”
yang artinya turun kebawah atau
dengan istilah “blusukan”.
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Di era teknologi digital, interaksi antar aktor komunikasi politik tidak lagi
dominan atas ke bawah namun juga bawah ke atas. Di zaman ini, partisipasi
publik ikut berperan mengolah pesanpesan politik. Media massa utama
menjadi jembatan komunikasi, dalam menyebarkan pesan pesan yang luas
dan mendapat dukungan dan perhatian masyarakat.
Menurut Lilleker (2006) fungsi utama dari komunikasi politik adalah untuk
membuat masyarakat memikirkan suatu masalah dengan cara yang
menguntungkan bagi pembuat dan pengirim pesan politik. Ini berarti bahwa
setiap organisasi politik yang bermaksud untuk memengaruhi publik secara
politik, harus berusaha untuk mengontrol ide-ide yang dominan dalam ruang
publik. Sebagai contoh, sebelum Pemilu tahun 2014 diselenggarakan untuk
menentukan jumlah perolehan kursi kekuasaan di legislatif, sudah didahului
dengan ramainya iklan politik di televisi oleh calon presiden (capres) dan calon
wakil presiden (cawapres) baik secara berpasangan (satu paket), maupun iklan
capres yang masih belum memiliki cawapres. Apalagi para kontestan capres dan
cawapres serta ketua umum parpol merupakan pemilik perusahaan media
televisi terbesar. Kondisi tersebut akan terjadi saat pilcaleg dan pilpres 2019
mendatang.
Hal tersebut sesuai dengan hasil riset Lembaga Survei Indonesia (Rilis LSI, 2014)
salah satunya yaitu: (1) Sering muncul opini bahwa berita oleh media masa
dibingkai (frame) oleh kepentingan politik dan ekonomi tertentu untuk
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
memengaruhi sikap dan perilaku politik pemilih sesuai dengan framing tersebut.
(2) Efeknya kemudian, bahwa berita media massa diyakini punya pengaruh
partisan, yakni menguntungkan partai tertentu, dan sebaliknya menjatuhkan
partai yang lain.
Jika kekuatan diartikan sebagai penggunaan daya paksa untuk membuat orang
banyak mengikuti dan mematuhi syarat-syarat suatu cara produksi tertentu.
Maka hegemoni berarti perluasan dan pelestarian “kepatuhan aktif” dari
kelompok-kelompok yang didominasi oleh kelas berkuasa lewat penggunaan
kepemimpinan intelektual, moral, politik yang mewujud dalam bentuk bentuk
koopasi institusional dan manipulasi sistemis atas teks dan tafsirannya.
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Menurut Gramsci (dalam Suyanto, 2010), fenomena hegemoni politik dan media
akan tetap berlangsung apabila cara hidup, cara berpikir, dan pandangan
pemikiran masyarakat telah meniru dan menerima cara berpikir dan gaya hidup
dari kelompok elit yang mendominasi dan mengeksploitasi masyarakat. Bentuk
usulan komunikasi politik dalam strategi kampanye yang bisa menjadi alternatif,
dalam rangka mewujudkan demokratisasi yang berpihak kepada rakyat.
Buku yang disunting Steven H. Chaffee (1975) ini juga mengungkap kasus di
lapangan yang masih terbatas pada kegiatan-kegiatan politik praktis. Dalam
operasionalisasinya, komunikasi politik dikembangkan berdasarkan sejumlah
teori tindakan komunikatif terkait rasio dan rasionalisasi masyarakat
dikembangkan para ilmuan komunikasi. Di antaranya, Jurgen Habermas menulis
Theori des Kommunikativen Handelns, secara umum menerangkan bahwa; the
theory of communicative action memiliki tiga tujuan yang terkait satu sama lain.
Dalam perspektif Allan G. Johnson yang menegaskan bahwa sistem sosial dalam
struktur organisasi sebagai alternatif menguatnya pengaruh individu. Jika
perspektif ini diadopsi, maka tampaknya rasionalitas masyarakat dalam
menentukan pilihan politiknya banyak dipengaruhi dari akses berita politik
media. Dalam realitasnya, aspek rasionalitas masyarakat dalam menentukan
pilihan-pilihan politiknya pada umumnya masih dipengaruhi pemberitaan media.
Pilihan politik yang mengedepankan rasionalitas, sejatinya diputuskan
berdasarkan hati nurani atau pilihannya secara personal tanpa intervensi
siapapun.
Kebanyakan komunikasi, baik lisan maupun tertulis, dari yang biasa sampai yang
terinci, terdiri atas aksi-aksi yang kompleks yang membentuk "pesan-pesan" atau
"wacana" (discourse). Sedangkan studi tentang struktur pesan disebut sebagai
analisis wacana (discourse analysis).
Menurut Scott Jacobs, ada tiga hal yang perlu mendapat perhatian dalam studi
ini; Pertama, analisis wacana disusun oleh para komunikator dengan cara dan
prinsip tertentu agar seseorang mengetahui arti yang ingin disampaikan.
Kedua, analisis wacana dipandang sebagai masalah aksi. Sehingga, pengguna
bahasa mengetahui bukan hanya aturan-aturan tata bahasa, melainkan jugs
aturan-aturan untuk menggunakan unit-unit yang lebih besar untuk mencapai
tujuan pragmatik dalam situasi sosial tertentu. Ketiga, analisis wacana dipandang
sebagai suatu pencarian prinsip-prinsip yang digunakan oleh komunikator aktual
dari prespektif mereka, atau dengan kata lain, analisis wacana tertarik pada
aturan-aturan transaksi pesan.
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Menurut Van Dijk (1997), kerangka teoretis yang mendasari perbincangan kita
mengenai wacana politik (political discourse) selalu tidak bisa terlepas dari
kesadaran politik (political cognition) masyarakatnya. Hal ini sangat terkait
dengan berbagai level dan dimensi dari wilayah politik (political domain).
Level yang paling dasar adalah aktor politik yang di dalamnya terdiri atas dimensi
gagasan, pandangan, wacana, dan interaksi dalam situasi politik tertentu. Level
tengah adalah institusi atau kelompok politik, termasuk di dalamnya adalah
keterwakilannya (shared representations) di dalam pergumulan politik, wacana
kolektif, hubungan, dan interaksi yang dibangun. Sedangkan level yang paling
tinggi adalah sistem politik, termasuk di dalamnya adalah dimensi keterwakilan
yang abstrak, aturan wacana (orders of discourse), dimensi sosial politik, budaya,
dan proses sejarah.
Menurut Van Dijk, Critical Discourse Analysis lebih menekankan pada aspek
sosiohistoris yang melingkupi struktur teks. Dengan demikian, tujuan analisis ini
adalah untuk mengetahui lebih dalam mengenai aspek-aspek sosiokultural yang
melingkupi seluruh teks, termasuk juga memahami berbagai hal menyangkut
struktur organisasi dan cara kerja dalam produksi teks. Sementara itu, media kini
mengubah kehidupan masyarakat sehingga membentuk hiper realitas yang
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
1. Kampanye Politik
Kampanye adalah suatu proses kegiatan individu atau kelompok yang
dilakukan secara terlembaga dan bertujuan untuk menciptakan suatu efek
atau dampak tertentu. Kampanye politik adalah bentuk komunikasi politik
yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang atau organisasi politik
dalam waktu tertentu untuk memperoleh dukungan politik dari masyarakat
(Arifin, 2003:23).
Salah satu jenis kampanye politik adalah kampanye massa, yaitu kampanye
politik yang ditujukan kepada massa (orang banyak), baik melalui hubungan
tatap muka maupun dengan menggunakan berbagai media, seperti surat
kabar, radio, televisi, film, spanduk, baligo, poster, folder dan selebaran serta
medium interaktif melalui komputer (internet). Penyampaian pesan politik
melalui media massa merupakan bentuk kampanye yang handal dalam hal
menjangkau khalayak luas.
berita oleh media merupakan cara untuk curi start dalam kampanye
pemilu. Kampanye pemilu itu sebenarnya tujuannya adalah menggiring
pemilih ke bilik suara, orientasi pasar, orientasi dari hasil kerja kandidat.
Di samping itu terdapat pula orang yang sama sekali tidak mempunyai
pendapat tentang hal yang bersangkutan. Keterlibatan seseorang dalam
penentuan pendapat tidak mengadaikan bahwa orang yang bersangkutan
tahu banyak tentang masalah yang bersangkutan. Anda mungkin mau
mengikuti pemilihan umum yang dimaksudkan untuk menetapkan para wakil
rakyat. Tetapi anda belum tentu tahu siapa yang menjadi wakil anda di Dewan
Perwakilan Rakyat.
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Media sosial memberikan pengaruh dalam proses interaksi sosial serta hubungan
sosial yang dilakukan oleh individu dengan individu lainnya. Proses interaksi
sosial dan hubungan sosial yang melibatkan komunikasi berakibat pada pola
komunikasi contohnya pola komunikasi interpersonal maupun pola komunikasi
organisasi. Berikut beberapa pengaruh penggunaan media sosial dalam berbagai
tingkatan komunikasi sebagaimana yang dijelaskan oleh Dr. Kiran Bala dalam
artikelnya bertajuk Sosial Media and Changing Communication Patterns.
Kata strategi berasal dari bahasa Yunani klasik, yaitu “ stratos” yang artinya
tentara dan kata “agein” yang berarti memimpin, dengan demikian, strategi
dimaksudkan adalah memimpin tentara. Lalu muncul kata strategos yang artinya
pemimpin tentara pada tingkat atas. Jadi, strategi adalah konsep militer yang
bisa diartikan sebagai seni perang para jenderal (The art of general) Cangara
(2009 : 292). Pada dasarnya dalam strategi ada prinsip yang harus dicamkan,
yakni tidak ada sesuatu yang berarti dari segalanya kecuali mengetahui apa yang
akan dikerjakan oleh musuh, sebelum mereka mengerjakannya. Clausewitz
(1780-1831) dalam Cangara (2009 ; 292) merumuskan strategi sebagai seni yang
menggunakan sarana pertempuran untuk mencapai tujuan perang.
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Menurut kamus besar bahasa Indonesia dalam Arifin (2011: 130), strategi
merupakan rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sesuatu.
Strategi juga bisa bermakna sebagai rencana yang berskala besar dengan
orientasi kepada masa depan untuk berinteraksi dengan lingkungan persaingan
guna mencapai sasaran-sasaran tertentu. Strategi mencerminkan cara seseorang
tentang bagaimana, kapan dan dimana seseorang harus bersaing, melawan siapa
dan untuk maksud dan tujuan apa.
Pendapat Effendi tersebut mendefinisikan strategi sebagai salah satu cara, siasat
atau taktik operasional yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam
perkembangannya, konsep strategi terus mengalami perubahan dan
perkembangan. Masalah-masalah dalam strategi sering diakitkan dengan
metode, teknik dan taktik, begitupula dalam perumusan strategi komunikasi.
Strategi komunikasi (Effendi, 2000) baik secara makro (Planned
multimedia strategy) maupun mikro (single communication medium strategy)
mempunyai fungsi ganda, yaitu :
Strategi komunikasi yang dikemukakan oleh Arifin (Effendi : 2000) agar dapat
menghasilkan komunikasi efektif, harus dilakukan hal-hal yakni (1) mengenal
khalayak, (2) penyusunan pesan (3) penentuan teknik penyampaian pesan dan
(4) memilih media.
1. Mengenal khalayak
Khalayak dalam pemilihan umum dikenal dengan pemilih, pemilih dalam hal
ini dapat berupa konstituen maupun masyarakat pada umumnya. Memahami
faktor-faktor yang melatar belakangi pemilih dalam menyuarakan
pendapatnya merupakan sesuatu yang penting, baik dalam teori maupun
praktik (Quist &Crano) dalam Firmanzah (2012 : 99). Salah satu model
psikologis yang dapat digunakan dalam menganalisis perilaku pemilih dalam
menentukan pilihannya adalah model kesamaan dan daya tarik. Menurut
model ini setiap individu akan tertarik pada suatu hal atau seorang yang
memiliki sistem nilai, dan keyakinan yang sama dengan dirinya sendiri. Dalam
bahasa lain, semakin dua pihak berbagi karakteristik yang sama akan semakin
meningkat pula rasa saling tertarik satu sama lain.
Terdapat dua hal yang dapat dilakukan oleh kontestan menurut perspektif ini.
Pertama, kontestan pemilu beruasaha memetakan dan kemudian mencoba
memahami karakteristik disetiap kelompok masyarakat. Kemudian setiap
kontestan berusaha menciptakan karakteristik yang sesuai dengan harapan
masyarakat. Kedua, kesamaan karakteristik ini dapat digunakan sebagai
instrumen untuk mencari pendukung. Tema kampanye dan slogan politik
harus memiliki derajat kesamaan yang tinggi dengan apa yang dialami
masyarakat agar masyarakat tertarik dengan kandidat tersebut. Semakin isu
politik mencerminkan apa yang dialami masyarakat, semakin besar pula
kemungkinan kontestan bersangkutan memenangkan pemilu. pemilih dapat
dibagi dalam tiga kategori, yakni konstituen, non-partisan dan pendukung
pesaing.
Standar pengukuran lainnya adalah arti penting dan efek kelompok dalam
memengaruhi opini publik, meskipun kelompok masyarakat tidak memiliki
besaran yang signifikan pengaruh mereka dalam mempengaruhi opini publik
menjadikannya layak didekati oleh kontestan pemilu.
3) Tipe responsif, pemberi suara yang mudah berubah dan mengikuti waktu,
peristiwa politik, dan kondisi-kondisi sesaat.
4) Tipe aktif, pemberi suara yang terlibat aktif dalam menafsirkan
personalitas, peristiwa, isu, dan partai politik, dengan menetapkan dan
menyusun maupun menerima serangkaian pilihan yang diberikan.
2. Penyusunan Pesan
Penentuan isi pesan dimaksudkan pengemasan tema dan materi yang
dibutuhkan dalam mempengaruhi khalayak atas penyampaian pesan tersebut,
sehingga mampu membangkitkan perhatian. Hal ini sesuai dengan AA
Procedures atau From Attention To Action Procedure. Artinya membangkitkan
perhatian (attention) untuk selanjutnya menggerakkan khalayak melakukan
sesuatu (action) sesuai dengan tujuan yang dirumuskan. Selain itu dikenal
pula AIDDA yakni adaption process yang terditi dari attention, interest, desire,
decision dan action.
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Menurut Wilbur Schramm yang dikutip oleh Lynda Lee Kaid dalam
bukunya Political Communication Research (2004), pesan yang akan
disampaikan oleh seorang komunikator, hendaknya memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut :
4. Penggunaan Media
Penggunaan media lebih kepada pertimbangan tentang saluran yang paling
efektif yang akan digunakan dalam mentransfer pesan kepada khalayak.
Dalam ilmu komunikasi dikenal dengan media langsung (face to face) dan
media massa. Penggunaan media terkait dengan kegiatan promosi produk
politik. Promosi menurut Shimp, Terrence (2003) adalah meliputi praktek
periklanan, personal selling, publisitas dan point of purchase
communication (P-O-P). Point Of Purchase Communication adalah komunikasi
di tempat pembelian. Elemen promosi, termasuk displai, poster, tanda-tanda
dan variasi bahan-bahan di toko lainnya, yang di desain untuk mempengaruhi
pilihan pelanggan pada saat pembelian.
Selain media antarpersonal dan media massa berkembang media baru atau
media sosial yaitu internet (international networking). Internet merupakan
sistem jaringan yang menghubungkan seluruh dunia. Dengan membawa
pengaruh yang besar dalam komunikasi antarpersona, meliputi (1)
pengumpulan informasi, (2) penyimpanan informasi, (3) pengolahan
informasi, (4) penyebaran informasi, dan (5) balikan informasi (umpan balik).
Dengan pengaruh itu masyarakat dapat melakukan kegiatan jarak jauh,
seperti berpencitraan politik jarak jauh. Seperti penggunaan telpon seluler
(SMS), twitter, facebook, danblog. Penggunaan media sosial dalam berpolitik
pencitraan ini dikenal dengan kampanye online.(Arifin : 2013)
3. Teori kritis merupakan upaya sadar untuk memadukan teori dan praxis
(tindakan). Teori-teori tersebut jelas normatif dan bertindak untuk
mencapai perubahan kondisi yang dapat mempengaruhi masyarakat,
atau sebagaimana dikatakan Della Pollock dan J. Robert Cox, “to read the
world with an eye towards shaping it”. Penelitian kritis bertujuan untuk
mengungkapkan cara di mana kepentingan-kepentingan antar kelompok
saling bersaing dan berbenturan, serta di mana konflik diselesaikan untuk
mendukung kelompok-kelompok tertentu atas yang lain.
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Selain itu perlunya evolusi atau perubahan besar dalam penyampaian pesan
melalui media baru yang di harapkan masyarakat yang flexibel dan luwes
dalam era digital yang sudah dirasa sangat berpengaruh dalam dunia sehari-
hari kita. Pada era modern, ilmu komunikasi kemudian menjelma menjadi
sebuah bidang kajian lintas disiplin (interdisciplinary), yang secara tegas
menantang semua bentuk batasan-batasan konvesional, baik teoritis maupun
metodologis.
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
BAB IV
MEDIA BARU DAN TRANSFORMASI
KOMUNIKASI POLITIK DI INDONESIA
Dalam dunia politik sarat dengan praktik komunikasi politik, mulai dari
pemasaran politik hingga lobi dan negosiasi. Hal ini kian meneguhkan
penguasaan komunikasi politik menjadi keniscayaan dalam praktik politik
modern, terlebih di tengah pasar pemilih demokrasi elektoral seperti sekarang.
Komunikasi politik tak sekadar kajian teoritis dan konseptual, tapi sudah menjadi
ilmu terapan dalam ranah komunikasi yang selalu dinamis. Komunikasi politik
strategis untuk dikuasai dan diimplementasikan di era media baru.
Gun Gun dan Shulhan menggaris bawahi bahwa perjalanan komunikasi politik
sudah memasuki generasi ketiga. Generasi pertama, ditandai dengan
dominannya retorika sebagai aktivitas komunikasi politik. Pada generasi pertama
ini aktor politik mengandalkan kemampuan seni berbicara (art of speech)
misalnya debat publik untuk memengaruhi kebijakan hingga kritik terhadap
sistem yang disampaikan melalui kekuatan berbicara. Generasi kedua,
dijadikannya media massa sebagai saluran politik. Media massa seperti radio,
televisi, koran, majalah, dan sebagainya kerapkali digunakan untuk kampanye,
propaganda politik, publicrelationspolitik, dan lain-lain.
Aktivitas itu disebarkan kepada khalayak melalui media massa yang bersifat
serentakatau one-to-many. Generasi ketiga, ditandai dengan perkembangan new
media. Hal ini diperkuat dengan semakin banyaknya media sosial seperti situs
jejaring sosial (sosial network site) dan weblog interaktif dalam jalinan
komunikasi antarwarga. Hadir-nya ruang publik baru (new public sphere) dengan
menciptakan komunitas-komunitas virtual dalam kehidupan modern sudah tak
terbantahkan lagi.
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Banyaknya aktor politik yang juga memiliki akun di Facebook, Twitter, dan
sejumlah sosial media lain menandakan fenomena pencitraan itu tidak bisa
dihindari dalam laju perkembangan demokrasi di Indonesia. Dengan demikian,
hadirnya teknologi seharusnya turut memperbaiki kualitas komunikasi politik
dalam demokrasi Indonesia.
Seiring perkembangan Tekhnologi Informasi saat ini yang begitu pesat, dapat
dinikmati oleh berbagai kalangan, berkomunikasi mungkin tidak sesukar dulu,
pengaruh perkembangan tehnologi informasi dan komunikasi telah mengubah
cara komunikasi manusia. Salah satu dari tekhnologi informasi dan komunikasi
tersebut adalah sosial media yang sedang menjadi trend di masyarakat
khususnya kaum muda dalam berkomunikasi.
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Kegiatan para pemimpin politik tidak bisa dilepaskan dari kegiatan berpolitik.
Disamping itu para pemimpin itu memanfaatkan segala jenis media massa baik
media tradisional maupun media baru (sosial media) seperti twitter, facebook,
youtube.
Secara filosofis kajian komunikasi politik adalah kajian tentang hakikat kehidupan
manusia untuk mempertahankan hidup dalam lingkungan berbangsa dan
bernegara. Dalam komunikasi politik yang dimaksud dengan komunikator yaitu
individu-individu yang menduduki struktur kekuasaan, individu-individu yang
berada dalam suatu institusi, asosiasi, partai politik, lembaga-lembaga pengelola
media massa dan tokoh-tokoh masyarakat. Sedangkan komunikan dalam
komunikasi politik adalah dapat bersifat perorangan (individual), kelompok
(group), dapat berupa institusi, organisasi, masyarakat, partai politik, dan dapat
pula negara atau pemerintah negara lain.
Isi pesan (konten) dalam komunikasi politik berada pada struktur formal, dan
mengalir berdasarkan jenjang struktur kekuasaan sampai pada sasaran. Media
komunikasi politik memiliki arti yang cukup penting, karena media komunikasi
menjadi pusat perhatian penguasa sebagai alat untuk mendapatkan legitimasi
rakyat didalam melakukan kebijaksanaan dan sekaligus memperkuat kedudukan
penguasa melalui pesan-pesan komunikasi yang telah diinterpretasikan kedalam
simbol-simbol kekuasaan.
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Menurut Lasswell hal ini hanya ditentukan oleh bentuk dan cara
penyampaiannya. Tidak semua komunikasi bersifat dua arah, dengan suatu aliran
yang lancar dan umpan balik yang terjadi antar pengirim dan penerima. Dalam
suatu masyarakat banyak informasi yang disaring oleh pengendali pesan, yang
menerima informasi dan menyampaikannya kepada publik dengan beberapa
perubahan atau penyimpangan. Fungsi penting komunikasi adalah menyediakan
informasi mengenai negara- negara kuat lainnya di dunia. Penting bagi suatu
masyarakat untuk menemukan dan mengendalikan faktor- faktor yang
mengganggu komunikasi yang efisien.
Sosial Media Media sosial atau sosial media adalah sebuah media online, dengan
para penggunanya bisa dengan mudah berpartisipasi, berbagi dan menciptakan
isi meliputi blog, jejaring sosial, wiki, forum dan dunia virtual. media sosial adalah
media online yang mendukung interaksi sosial dan media sosial menggunakan
teknologi berbasis web yang mengubah komunikasi menjadi dialog interaktif.
Kehadiran media baru khususnya media sosial telah memberikan pengaruh yang
sangat besar dalam kehidupan manusia sebagai seorang individu maupun
masyarakat secara umum. Kehadiran teknologi informasi dan komunikasi baru
telah mengubah perilaku manusia dalam menggunakan teknologi.
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Peran sosial media dalam komunikasi politik Komunikasi politik adalah sebuah
public sphare, yaitu suatu tempat dimana para anggota komunitas dapat secara
kolektif membentuk pendapat umum. Komunikasi politik yang baik
membutuhkan partisipasi dari aktor politik, media dan publik. Jenis situs dan
sosial media yang dimanfaatkan bagi proses komunikasi politik ataupun
kampanye salah satunya adalah facebook. Informasi-informasi yang ditanam
dalam facebook sebagai media sosial dalam proses komunikasi politik atau
kampanye adalah informasi pribadi, ide, gagasan serta visi misalnya. Informasi
lain yang paling utama dan dominan adalah opini.
Sebagai sarana dalam komunikasi politik, politikus dapat berkomunikasi dua arah
dengan penggunanya dan pada ujung-ujungnya adalah membentuk opini, yang
kemudian opini inilah diolah dan dimanfaatkan bagi pelaku politik dan timnya
dalam mendulang suara dari masyarakat luas. Perolehan suara adalah target
utama dalam setiap perilaku politik. Dan biasanya para pelaku politik yang
populer di sosial media adalah yang paling banyak dukungan dan terbanyak
suara.
Merujuk pada sejumlah konsep tentang peran sosial media, paling tidak sosial
media bisa menjadi sarana penyebar informasi sebagai mana yang diungkapkan
oleh Ingmar the lange, “Sosial media selain menjadi alat penyampaian informasi,
bisa juga menjadi alat yang ampuh untuk melakukan promosi dan distribusi
“citra” yang menjadi “jualan” para komunikator politik. “...new media
technologies impact our life culture by offering new lifestyles, creating new jobs
and eliminating others, demanding regulations and presenting unique new sosial
issues.” (Straubhaar, 2012)
memobilisasi relawan dan tentu saja menjangkau pemilih muda. Berbeda dengan
rivalnya, John McCain yang hanya fokus beriklan di televisi, Obama
menghabiskan jutaan dollar untuk beriklan di Facebook dan Google sekaligus
menjaring sumbangan dari para pendukungnya melalui medium tersebut.
Ketika kembali mencalonkan diri untuk periode kedua pada tahun 2012, Obama
masih menempuh cara yang sama. Dia menyampaikan informasi penting kepada
pendukungnya melalui Facebook. Para pendukungnya juga bisa melihat
informasi lain tentang Obama, seperti buku favorit, film favorit, hobi, atau acara
televisi kesukaan. Yang menarik dari media sosial adalah demografi penggunanya
yang rata-rata berusia muda. Selain itu, tentu saja, popularitasnya di miliaran
penduduk bumi. Hal ini pula yang membuat efektivitas iklan di media sosial
kadang-kadang lebih efektiv dibanding di televisi. Dalam konteks pemilu AS,
misalnya, konsultan politik Joe Trippi pernah menulis di New York Times bahwa,
video Obama di YouTube lebih efektif dibanding iklan televisi, karena penonton
memilih untuk menontonnya secara sukarela atau menerima rekomendasi dari
teman. Hal ini berbeda dengan televisi, iklan muncul sebagai pengganggu saat
kita menonton acara kesukaan.
Melalui jejaring media sosial, komunikasi bisa melibatkan banyak orang tanpa
berhadap-hadapan secara fisik. Namun di satu sisi juga menjadi tantangan bagi
masyarakat Indonesia yang sebelumnya memiliki tata nilai tersendiri dalam
komunikasi. Tata nilai yang terbangun berdasarkan kultur masyarakat Indonesia
selama ini seperti terabaikan dalam komunikasi media sosial kini. Dapat kita lihat
di halaman-halaman media sosial, tak dapat dibedakan lagi orangtua dan yang
muda terlibat dalam pertengkaran. Begitu juga perdebatan terjadi antara orang-
orang yang berbeda tingkat pengetahuan dan pendidikan serta pengalaman.
Kadang-kadang pernyataan dan komentar sudah menggunakan kata-kata kasar
dan tak memperhatikan azas kepatutan.
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Dalam komunikasi politik saat ini, terutama di tengah dinamika politik jelang
pilkada serentak 2018, Pilcaleg dan pilpres 2019 mendatang, keberadaan media
sosial hendaknya menjadi jalan untuk lebih meningkatkan silaturahmi
kebangsaan kita. Demikian juga para elit dan aktor politik selayaknya tidak terlalu
mengedepankan ambisi kekuasaan dengan mempolitisir situasi dan keadaan. Elit
politik sebaiknya menahan diri untuk memelintir dan merekayasa berbagai fakta
serta mempermainkan emosi dan psikologi masa melalui media massa dan
media jejaring sosial yang ada.
Persatuan dan kesatuan bangsa ini terlalu berharga untuk dipertaruhkan dalam
perbedaan pilihan. Proses dan perjalanan bangsa dalam memperkuat kehidupan
berdemokrasi, berbangsa dan bernegara yang sudah berangsur maju ini juga hal
yang terlalu mahal untuk kita pertaruhkan. Demokrasi yang kita ingin tentulah
demokrasi yang berkeadaban untuk mencapai rakyat yang sejahtera dan
berkeadilan serta membebaskan dari segala ketakutan dan kecemasan. Peran
media baru sangat dominal digunakan oleh para pelaku politik untuk
berkomunikasi guna meraih pendukungnya. Media sosial menjadi media yang
efektif bagi pelaku politik dalam komunikasi dan kampanye politik. Pelaku politik
mampu membangun komunikasi politik dengan para pendukungnya. Arus
informasi yang begitu cepatnya, para aktor politik harus lebih memperhitungkan
peranan sosial media yang ada, karena media sosial memiliki dua sisi yaitu efek
negatif dan positif, terkait citra atau opini yang beredar di masyarakat.
Partai politik (elit partai, anggota, relawan) maupun dengan pihak terkait, harus
bisa mengendalikan informasi yang ada dengan sebaik-baiknya sehingga melalui
medium baru ini para aktor politik dapat memperoleh apa yang diinginkannya
(who gets what) yaitu berupa dukungan dari konstituennya dalam mendapatkan
kekuasaan. Dengan adanya media sosial ini harus bisa meningkatkan silaturahmi
kebangsaan dan memperkuat demokrasi, berbangsa dan bernegara. Jangan
sampai perbedaan pilihan dalam politik dapat menghancurkan semangat
kesatuan.
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Media baru merupakan produk konvergensi berbagai teknologi media yang telah
ada. Internet sebagai media baru menggabungkan radio, film, koran, dan televisi
dan mendistribusikannya melalui ‘push’ technology. M. Poster (1999)
menyatakan bahwa internet melampaui batas-batas model media cetak dan
siaran yang memungkinkan many-to-many conversation; resepsi, alterasi
(alteration), dan redistribusi objek kultural secara simultan; mendislokasi tindak
komunikatif dari batas-batas bangsa; memberikan kontak global yang seketika
itu juga (instantaneous global contact) (dalam Nimmo, 2005, p.138).
Di tahun 2017, internet kini memasuki usianya yang ke-48 tahun. Kehadiran
media baru atau internet tersebut telah merevolusi komunikasi manusia di dunia
ini. Dengan kehadiran internet tersebut, apa yang telah dikatakan oleh Marshall
Mcluhan (1964) menjadi kenyataan, yaitu dunia menjadi global village. Arus
informasi berjalan tanpa bisa dikontrol atau disensor oleh pemerintah manapun.
Internet membawa gelombang demokratisasi, yang tidak bisa dihindari. Melalui
internet, tukar menukar ide dan gagasan tentang kehidupan politik dapat dengan
mudah dilakukan. Misalnya walaupun rakyat Cina hidup dalam pemerintahan
otoriter, tetapi dengan internet mereka tetap saja dengan mudah mengakses
informasi, ide, dan gagasan demokrasi, hak asasi manusia, dan kebebasan. Hal ini
ditegaskan oleh Schudson (2004).
Salah satu contoh penerapan pasal 27 ayat 3 UU ITE, dalam kasus Prita
Mulyasari yang terjadi pada tahun 2009. RS Omni Internasional menuntut dan
mempidanakan Prita Mulyasari atas kasus pencemaran nama baik melalui e-
mail di mailing list-nya. Pada tanggal 9 Desember 2009, Pengadilan Negeri
Tanggerang menjatuhkan hukuman ganti rugi sebesar Rp 204 juta dan pidana
hukuman penjara enam bulan pada Prita. Realitas tersebut merupakan
paradoks demokrasi, yang jika dibiarkan akan mengacam keberlangsungan
demokratisasi di Indonesia, bisa jadi kedepan lebih banyak korban akibat UU
tersebut, termasuk kasus yang melanda artis Luna Maya yang disomasi oleh
Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jaya (Jakarta). Dengan menggunakan
pasal yang sama dengan tuntutan Prita Mulyasari, Luna dituntut akibat
menulis isi hatinya (curhat) di Twitter tentang perilaku wartawan yang lebih
hina dari pelacur.
Sekadar contoh, pada tingkat mikro, walaupun media sudah berusaha untuk
menfokuskan pemberitaan yang terkait dengan kepentingan masyarakat
secara kritis, namun jika masyarakat tidak memiliki cukup kapabilitas untuk
menerima informasi tersebut secara rasional, maka berita tersebut menjadi
tidak banyak bermakna. Faktor yang mempengaruhi kapabilitas individual ini
mencakup ketertarikan pada isu publik, kemampuan literasi, punya akses
terhadap media, dan lain-lain. Idealnya, dalam demokrasi setiap warga negara
sudah memiliki kesadaran politik yang cukup. Dengan kata lain dia tidak hanya
mampu memahami isu-isu politik, melainkan sadar dan terdorong untuk
mencari informasi yang dia gunakan sebagai pedoman untuk menentukan
pilihan politiknya. Faktor-faktor inilah yang ada pada tingkat mikro.
Pada tingkat makro, media awalnya ditentukan oleh sistem politik. Sistem
politik yang otoriter akan membentuk corak media yang terkungkung. Sistem
politik yang demokratis akan menghasilkan media yang liberal (Hackten, 1981;
Siebert, Peterson, & Schramm, 1963). Namun realitas politik di dunia saat ini,
khususnya setelah perang dunia ke dua, media lebih tepat ditempatkan dalam
konteks politik demokrasi. Walaupun harus diakui bahwa keberadaan media
dalam konteks politik demokrasi, tidaklah serta merta akan menjadi tulang-
punggung proses menuju demokrasi yang substantif.
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Sejalan dengan itu, pada tingkat makro terdapat dua model pengaturan
media, khususnya media penyiaran, yaitu: public service model3 dan
commercial model4, seperti yang ada di Inggris dan Amerika Serikat. Pembeda
yang paling utama antara keduanya adalah: public service broadcasting lebih
fokus pada berita dan isu-isu publik, features, dokumenter, art, musik,
permainan, sementara commercial broadcasting lebih menekankan hiburan
(Mughan & Gunther, 2000: 10). Sehingga kedua model ini akan memberikan
kadar kontribusi positif yang berbeda pada demokrasi. Pada intinya, sistem
penyiaran publik lebih menyediakan kesempatan bagi tumbuhnya
demokratisasi lewat fungsi media.
Sementara media dalam sistem otoritarian sudah pasti tidak akan berpihak
pada masyarakat. Hal ini disebabkan karena media telah diambil alih oleh
politisi sebagai alat propaganda. Sementara itu, dalam demokrasi media juga
belum tentu berpihak pada kepentingan masyarakat: keberpihakan itu
misalnya dapat ditunjukkan lewat orientasi pemberitaannya.
Ketidakberpihakan media pada demokrasi ini disebabkan oleh media telah
banyak mengabdi pada kepentingan bisnis. Pada akhirnya media konvensional
(khususnya televisi) yang awalnya diharapkan dapat berperan sebagai ujung
tombak sarana komunikasi politik dan ruang, malah tergerus oleh
kepentingan pemilik modal.
Media baru yang dapat juga disebut digital media, memiliki ciri-ciri di mana
informasi menjadi mudah dimanipulasi, berjejaring, padat, mudah diperkecil,
dan seolah tidak punya pemilik. Sebagian kalangan mengangap media baru
berbeda dengan media sosial. Media sosial merupakan seluruh bentuk media
jejaring di internet yang berfungsi untuk menciptakan jejaring komunitas
virtual, seperti Facebook dan Twitter. Pada kesempatan ini media sosial
dipandang sebagai bagian dari media baru. Artinya media sosial adalah salah
satu bentuk media baru.
Dalam konteks politik, media baru yang paling banyak diaplikasikan selain
homepage atau website dan e-mail adalah bentuk-bentuk media jejaring
tersebut. Media jejaring atau media sosial ini memiliki ciri politis karena dapat
menyatukan para pengguna secara virtual layaknya sebuah organisasi dalam
kehidupan nyata (riil). Antony Mayfield (2008) dari organisasi iCrossing
menjelaskan bahwa, media sosial lebih tepat dipahami sebagai a group of new
kinds of online media, yang memiliki karakteristik berikut:
Sejalan dengan itu, setidaknya hingga saat ini media sosial dapat dibedakan ke
dalam enam jenis (Mayfield, 2008), yaitu:
1. Sosial networks (Friendster, MySpace, Facebook, Bebo),
2. Blogs (blogspot, wordpress, multiply),
3. Wikis (Wikipedia), podcasts (iTunes),
4. Forums (mailing list, website),
5. Content communities (flickr, del.icio.us, YouTube), dan microblogging
seperti Twitter.
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Keseluruhan bentuk media sosial ini telah digunakan secara simultan, dan
saling terhubung. Struktur media baru yang memberi kontribusi pada ruang
publik adalah yang dapat memfasilitasi proses perbincangan politik secara in-
group. Maka media yang lazim dipakai adalah sosial networks, blog, dan
mailing list.
Peter Dahlgren (2005: 153) menyatakan bahwa bentuk ruang publik virtual di
media baru (net-based public sphere), bisa diklasifikasi dalam lima kategori,
yaitu:
1. E-government,
2. Advocacy/activist domain,
3. Civic forums,
4. Parapolitical domain, dan
5. Journalism domain.
Dengan sifatnya yang virtual, interaktif, konvergen, dan global, maka internet
hadir sebagai ruang publik yang lebih luas. Media baru membentuk ruang
publik berskala internasional. Aplikasi teknologi informasi dan komunikasi
bagi politik dan demokrasi dapat dibagi dalam empat kategori (van Dijk,
2000: 40), yaitu:
1. Allocution, menyangkut aspekaspek: computerized election campaigns,
computerized election information, computerized civic service and
information centers
2. Consultation, menyangkut aspekaspek: mass public information system,
advanced public information system (internet)
3. Registration, menyangkut bidang: registration system for government
and public administration, computer-assisted citizens enquiries,
electronic polls, electronic referenda, electronic elections
4. Conversation, mencakup bidang: bulletin board systems, discussion lists,
electronic mail and teleconferencing, electronic town halls, group
discussion support system.
Twitter, Facebook, dan blog/website sebagai bentuk media baru paling tren
menawarkan potensi untuk ruang interaktif tersebut. Dulu sempat ada sebuah
web blog yang sengaja dirancang untuk diskusi politik yaitu Politikana.com,
tetapi sudah tidak beroperasi lagi. Saat ini, diskusi yang menekankan unsur
interaktif ini terlihat pada kolom komentar yang tersedia baik pada website
media, blog, Facebook, Twitter, maupun Youtube.
Sebagai gambaran berikut ditunjukkan satu contoh diskusi di salah satu web
berita media nasional. Dalam diskusi terkait ricuh pemungutan suara di
Hongkong karena banyak yang tidak dapat memberikan suara mereka, para
netizen membahas dengan serius. Dari 284 orang yang terlibat dalam diskusi
tersebut, terdapat 685 komentar hingga satu hari setelah kejadian tersebut.
Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa ada upaya saling jawab antar
para komentator tersebut yang memberi kualitas interaktif pada diskusi ini.
Inilah struktur ruang publik yang transformatif yang bisa diakses secara bebas
oleh siapapun (publik) di mana pun. Ruang publik transformatif ini
meruntuhkan struktur ruang publik lama yang cenderung membatasi tidak
hanya partisipasi, tetapi juga informasi lewat proses gatekeeping.
Penggunaan media baru dalam komunikasi politik yang lebih tren saat ini adalah
e-government, kampanye lewat internet, komunikasi politik online warga, serta
relasi horizontal antara warga negara dengan warga negara lain baik dalam
bentuk kelompok virtual maupun dalam konteks pendidikan politik antarwarga.
Menjelang pemilu mendatang muncul sejumlah kelompok masyarakat terdidik
yang berupaya untuk memperkuat kesadaran politik warga negara lewat
diseminasi informasi politik secara online yang menjadikan para netizens sebagai
target.
Satu hal yang menarik perhatian adalah disediakannya kolom Aspirasi atau
rubrik untuk menyampaikan aduan dan kritik dari masyarakat. Tren ini seolah
membangkitkan kembali spirit demokrasi langsung (participatory democracy)
zaman Yunani kuno. Di samping itu, e-government dapat mewujudkan budaya
pemerintahan yang bersih, transparan, dan dapat dipercaya (accountable).
Wujud e-government ini berupa website pemerintahan di seluruh lini.
Facebook, Twitter, YouTube, dan lain sebagainya bukan lagi sesuatu yang “aneh”.
Berbagai platform media sosial inilah yang telah menjadikan dunia hanya sebesar
ujung jari. Pesan dapat dikirimkan secara instant dan massal hanya dalam
hitungan detik. Kemudahan media sosial untuk diakses dan dijangkau oleh
semua orang telah menjadikan media sosial sebagai sarana baru untuk
berkomunikasi dan telah dimanfaatkan secara positif maupun negatif oleh
berbagai pihak untuk mencapai tujuannya. Berbagai pengaruh media sosial
dalam kehidupan sehari-hari dan kaitannya dengan komunikasi antar manusia
telah banyak dikaji secara ilmiah oleh para peneliti.
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Rheingold (1993) percaya bahwa orang-orang akan menjadi lebih terlibat dalam
proses demokrasi, seperti melalui debat online, dan Rash (1997) menyatakan
bahwa internet akan membuka kesempatan untuk partai-partai baru dan
mengembangkan ideologinya. Saphiro and Leone (1999) menghubungkan
internet dengan "the control revolution" dimana kontrol berganti dari institusi
besar menjadi individual. Ini seharusnya menjadi 6 keistimewaan dari internet
yang dapat meningkatkan kontrol individual, yaitu (1) many-to-many interactivity
(2) digital content, membuat komunikasi bersifat fleksibel dalam artian
bagaimana itu disimpan, digunakan, dan dimanipulasi (3) desain dari internet
sebagai jaringan berbasis paket (4) kemampuan dapat dioperasikan siapa saja,
sehingga informasi dapat mengalir bebas melalui jaringan tanpa kemacetan dan
rintangan (5) kapasitas broadband dan (6) akses yang universal.
Internet telah menjadi alat yang powerful bagi partai politik, organisasi
nonpemerintah, dan kampanye yang berkaitan dengan dewan perwakilan dan
kelompok aktivis lokal (Browning and Weitzner, 1996; Corrado, 2000; Davis,
1999; Rash, 1997). Hal itu memungkinkan aktor politik memonitor atau
mengawasi catatan pemilihan, menilai kontribusi kampanye dan keuangan,
memimpin fokus grup online, meningkatkan akses pemilih, menyimpan berita
terbaru dan terlama, mendapatkan donasi kampanye lebih cepat dan lebih
efisien (seperti melalui online payment dan kredit), dan sebagainya. Studi UCLA
(2000) membandingkan pengguna internet dengan yang bukan pengguna
internet, dan pengguna internet sedikit lebih perhatian dan terlibat dalam
kelompok atau organisasi, lebih memungkinkan bersosialisasi dengan anggota
rumah atau untuk tau nama tetangga, dan memiliki tingkat yang sama dalam
bersosialisasi dengan teman, waktu tidur dan jumlah teman diluar rumah.
Menurut Katz and Rice (2002) pengguna internet lebih banyak berorganisasi
pada komunitas dan organisasi yang bersifat untuk bersenang-senang, tetapi
tidak dengan organisasi keagamaan. Tetapi ada juga yang berpendapat bahwa
internet justru menyebabkan hal yang kurang baik terhadap partisipasi
masyarakat dalam berpolitik. Hill and Hughes (1998) menyatakan bahwa
pengguna internet dan aktivis yang menggunakan internet untuk alasan politik
kebanyakan adalah orang yang muda. Walaupun pengguna internet dan aktivis
lebih berpendidikan daripada publik secara umum (yang tidak menggunakan
internet), mereka lebih banyak mengumpulkan dan lebih tahu tentang isu politik
terkini. Namun, karena terlalu banyak informasi mengenai politik di internet,
justru akan semakin sulit untuk mencari tahu kebenaran yang ada di dalam
informasi internet tersebut dan akan menyebabkan pengambilan keputusan
yang salah. (Van Dijk, 1999).
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Contoh nyata di Indonesia saat ini, banyak politisi yang menggunakan internet
dan media sosial dalam berkampanye dan menyosialisasikan program kerjanya
kepada masyarakat. Karena itu, bukan hal yang mengherankan jika saat ini di
media sosial seperti Facebook, Twitter atau Instagram banyak berisi konten-
konten politik. Hal tersebut sebagai salah satu cara komunikasi politik yang
dilakukan oleh para pelaku politik. Tapi yang perlu diwaspadai adalah kebebasan
menulis informasi di internet justru dapat merugikan bagi para pelaku politik
dengan adanya berita-berita hoax yang juatru menjelek-jelekan para aktor
politik.
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Memang, internet membantu orang untuk lebih mengerti dan lebih tau tentang
politik. Munculnya pandang optimis dan pandangan kritis yang mempertanyakan
'benarkan internet akan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
perpolitikan' dapat digunakan sebagai referensi publik, sebagai pengguna
internet agar tetap dapat bersikap kritis dan bijak dalam menggunakan teknologi
bernama internet ini agar dapat memperoleh keuntungan dari hadirnya internet,
bukannya justru mempersulit dan merugikan.
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
BAB V
MEDIA SOSIAL DALAM KOMUNIKASI
POLITIK DI INDONESIA
Koneksi internet tanpa batas ruang dan waktu. Keterhubungan ini membuka
komunikasi dua arah. Individu tidak lagi sebatas konsumen informasi, namun
berpeluang untuk memproduksinya. Salah satu modanya adalah berpendapat
dan berorasi di media sosial. Komunikasi politik di media sosial berjejaring
(khususnya Facebook) dipermudah oleh keterhubungan citra visual, tekstual, dan
verbal. Komunikasi politik dalam hal ini berarti cara menyampaikan pesan politis
atau berpolitik dengan mempengaruhi orang lain. Komunikasi sendiri berarti
mekanisme perpanjangan informasi, pemikiran dan/atau kekuasaan.
Televisi (TV), yang juga mampu menghadirkan ketiga citra tadi, merupakan salah
satu instrumen perpanjangan kuasa yang berpengaruh di Indonesia sejak 50
tahun lalu. Perkembangan komunikasi politiknya dapat dibagi dalam tiga fase,
sebagai (1) corong negara, (2) corong pasar, dan (3) corong pengusaha.
Kehadiran media sosial menambahkan fase lain sebagai (4) corong individu. Hal
ini tentu mempengaruhi perubahan isi informasi, rezim, publik, dan ruang
komunikasi antara rezim dan publik.
pengusaha memiliki lebih dari satu stasiun TV. Misalnya, PT Media Nusantara
Citra (MNC) milik Hary Tanoe menguasai RCTI, TPI, dan Global TV; PT Trans
Media Corporation milik Chairul Tanjung menguasai Trans TV dan Trans7; atau
PT Cakrawala Andalas Televisi milik Anindya Bakrie menguasai ANTV dan TV
One.
Ada dua komponen utama media sosial yang terkait dengan komunikasi
politik, yaitu “ruang” privat individu untuk berekspresi, dan informasi publik.
Kedua komponen ini saling mempengaruhi. Hal ini menjadikan media sosial
sebagai sebuah panggung tempat mendengar-melihat dan didengar-dilihat,
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Fokus pandangan politik beralih dari ideologi yang diusung golongan menjadi
citra yang dibawa oleh seorang persona. Komunikasi dua arah juga membuat
ruang relasi antara publik dan rezim menjadi intim dan personal. Walaupun
berwujud ideal, citra hanyalah sebuah representasi yang memiliki jarak
dengan realita. Representasi memiliki cacat dengan berasumsi bahwa tanda
dan realita itu sebanding apa yang diperlihatkan citra merupakan
realita. Padahal, citra akan mendegradasi realita dalam empat tahap:
1) mencerminkan realita,
2) menutupi dan menyalahgunakan realita,
3) menutupi ketidakhadiran realita, dan akhirnya
4) citra tidak menanggung realita tadi dan menjadi simulakra sejati.
Ruang corong individu pun tak luput dari masalah kesubjektivitasan yang
dapat mempertajam friksi antar individu atau antara individu dengan rezim
yang lebih personal dan emosional – antara kami dan kalian. Antara kubu pro-
Jokowi dan kubu pro-Prabowo, kubu anti-Jokowi dan anti-Prabowo, kubu
Islam Liberal dan anti-Islam Liberal, antara pro-ANIES dan pro-AHOK. Masih
perlu waktu agar bijak dalam menggunakan media ini sebagai alat komunikasi
politik.
opininya dengan segera. Opini mengalahkan verifikasi. Fakta tak lagi menjadi
dogma milik pemerintah atau transaksi pengusaha, melainkan berada di
tangan individu. Karenanya, kita dituntut lebih kritis dan skeptis terhadap
informasi dengan:
Media sosial yang termasuk media baru memiliki kesamaan saluran tertentu
yang dibedakan berdasarkan jenis, kegunaan, konten dan konteks (Rice,
dalam Mc.Quail, 2010: 143). Lima macam media baru tersebut adalah:
Data dari APJII tahun 2016 menerangkan bahwa rata-rata pengakses internet
di Indonesia menggunakan perangkat genggam. Rinciannya adalah 67,2 juta
orang atau 50,7 persen mengakses melalui perangkat genggam dan computer,
63,1 juta orang atau 47,6 persen mengakses dari smartphone, sedangkan 2,2
juta orang atau 1,7 persen mengakses hanya dari komputer. Melihat
pengakses internet menggunakan perangkat genggam, sudah barang tentu
terkait pula dengan pengguanaan media sosial.
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Media sosial memiliki fungsi antara lain untuk memperluas interaksi sosial
manusia menggunakan internet dan teknologi web, mentransformasikan
praktik komunikasi searah media siaran dari satu institusi media ke banyak
audience (one to many) menjadi praktik komunikasi dialogis antar banyak
audience (many to many).
Pengguna media sosial yang beragam dan berasal dari tingkat sosial, ekonomi
dan politik yang berbeda, diikat oleh satu kebiasaan dan perilaku yang
berhubungan dengan kultur literasi malas membaca dan mencari kebenaran.
Situs Berita Satu mengungkapkan, kondisi masyarakat Indonesia pada
umumnya tidak lekat dengan budaya membaca dan menulis, ingin yang
serbainstan, serta daya kritis masih rendah. Gejala ini tidak hanya dimiliki oleh
mereka yang berpendidikan rendah, kelas menengah dengan pendidikan
tinggi pun banyak yang seolah kehilangan akal sehat manakala menerima
materi informasi yang tidak akurat. Informasi itu diamini hanya karena sesuai
dengan sentimen pribadi atau kelompoknya tanpa pikir panjang tentang
apakah benar, apakah membahayakan, apakah memecah belah atau tidak,
informasi kemudian dibagikan kepada yang lain (Berita Satu, 2017).
Keberagaman pengguna ini diikat oleh suatu kepentingan yang merujuk
kepada ketidaksukaan atau kecintaan terhadap suatu entitas yang mereka
percaya dapat memberikan hal yang lebih baik.
Gerakan sosial politik dunia maya kemungkinan ada yang diikat oleh
kepentingan politik dalam memburu kekuasaan dan tujuan bisnis di level elite
atau masyarakat tingkat atas. Di sisi lain dalam posisi sebagai massa pada
umumnya, bukan mustahil mereka diikat oleh nilai-nilai sektarian, semangat
sub-nasional, komunalisme dan semangat permurnian kepercayaan yang
menguat, tentu ada juga ikatan lain yang muncul dalam penggunaan media
sosial adalah kepentingan-kepentingan lain yang merujuk kepada perasaan
senasib sebagai warga yang kurang beruntung, mereka yang terpinggirkan
oleh sistem sosial ekonomi dan politik yang dibangun oleh kekuasaan.
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Kelompok pengguna bahkan ada yang sama sekali tidak menghiraukan etika
kehidupan bernegara karena perilaku hedonisme yang menggejala. Pengguna
media sosial yang heterogin dari aspek sosial budaya, ekonomi dan politik itu,
tidak dapat disangkal bahwa mereka dapat bertindak sebagai pribadi ataupun
kelompok yang memanfaatkan media sosial untuk kepentingannya yang
beragam dan berhubungan dengan opini publik demi memenuhi kebutuhan
informasi menyenangkan meski tidak benar dan menyesatkan. Majalah
Tempo mengemukakan kecenderungan hoax adalah berita buruk, orang ramai
diharapkan tidak sesuka hati menyebarkan berita tidak sahih. Kenyataannya,
tanpa pemeriksaan yang cermat, sebagian orang turut menikmati berita
bohong karena isi kabar tersebut memenuhi harapannya tentang keadaan
orang atau lembaga yang menjadi korban hoax (Sahidah, Tempo 2017:62)
Penggunaan media sosial dalam struktur politik yang melekat pada elite
cenderung untuk memenuhi kesenangan semata terhadap informasi tentang
lawan politiknya, melampiaskan dendam politik, membangun konflik,
meminimalisir konflik, mencari dukungan massa untuk meraih atau
mempertahankan jabatan publik, pencitraan, dan perilaku lain yang bermuara
kepada kepentingan politik. Informasi dan pesan yang disebarkan tersebut
sebagai respon terhadap pemberitaan positif maupun negatif, bisa tidak
sesuai kenyataan, penuh rekayasa ataupun tidak dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Media sosial pada level massa sebagai basis suara kelompok politik, dipakai
sebagai alat untuk mencari informasi yang dapat memenuhi kebutuhan yang
bersifat positif, seperti memberikan pembelajaran, pemahaman luas terhadap
kehidupan bernegara dan menyuarakan harapan untuk kehidupan yang lebih
baik. Media sosial memiliki sisi lain yang dipakai untuk mencari informasi yang
bersifat negatif terhadap individu maupun kelompok yang tidak disukai,
misalnya pesan yang memanaskan pertikaian antar kelompok, kebencian
terhadap mereka yang tidak disukai, mengunggulkan kelompoknya dan
bersifat etnosentrisme, sektarianisme, komunalisme, semangat sub- nasional
dan pesan atau berita negatif lainnya yang memberikan kepuasan dalam jerat
konflik yang laten maupun manifes. Dalam pemberitaan di Surat Kabar Tribun
Timur, tampak perbedaan penggunaan media sosial oleh elite, pada konteks
ini. Walikota Makassar dan masyarakat pada umumnya. Dalam pemberitaan
itu, pada intinya, banyaknya keluhan tentang saluran drainase yang tersumbat
disampaikan masyarakat melalui media sosial, dan Walikota Makassar Dani
Poemanto, juga menanggapinya melalui media sosial.
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Pasar digital Indonesia pada 2014 mencapai US$ 12 miliar, meningkat US$ 8
miliar dibandingkan 2013. Diprediksi pada tahun 2020, Indonesia bakal
menjadi pasar digital terbesar di Asia Tenggara (http://www.
indotelko.com/?c=in&it, akses 27 Oktober 2017). Media sosial sering
dihubungan dengan kebebasan demokrasi informasi karena mengubah
seseorang dari pembaca konten, menjadi penerbit konten. Ini merupakan
pergeseran dari mekanisme siaran, berakar pada percakapan antara penulis,
orang, dan teman sebaya.
Secara umum media sosial dapat menghilangkan batas privasi, karena budaya
pengungkapan pribadi yang aktif tanpa seleksi kebenaran, etika dan nilai-nilai
sosial yang ada di masyarakat. Seringkali terjadi penyalahgunaan data yang
diungkapkan melalui ruang publik membawa implikasi buruk terhadap
hubungan antar manusia dan lingkungannya. Kecenderungan mengungkapkan
informasi yang sepele dalam pesan singkat sebagaimana melakukan update
status, merupakan kedangkalan yang menjadikan, ”media sosial hanya cocok
untuk hiburan daripada pekerjaan yang profesional” (Andrew, 2007).
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Media tradisional atau media massa yang memiliki filter ketat untuk menjaga
kualitas pesan, memiliki etika dan norma yang sangat ketat dalam urusan
penyebaran informasi. Kecermatan dan ketelitian serta sederet aturan
tersebut yang memposisikan media massa sebagai media tradisional.
Keunggulan yang dmiliki bersifat elitis, namun media massa dinilai oleh
kelompok progresif dalam pemberitaan sudah ketinggalan, dan masuk dalam
perangkap birokrasi institusi media yang terikat oleh jam kerja, batas
penayangan pemberitaan dan sederet aturan lain yang menghambat
kecepatan diseminasi pesan kepada khalayak. Berlainan dengan, ”media sosial
yang menghilangkan keseimbangan kerja, dan memiliki potensi untuk
memperpanjang hari kerja dan dan aspek-aspek lain kehidupan” (Carr,
2010:11).
Media sosial disebut pula sebagai media baru karena memiliki karakter
interaktif, dan berbeda dari media utama, sedangkan media utama
dikategorikan sebagai media lama. Media utama juga didukung pula oleh
kekuatan teknologi komunikasi. Media lama tetap memiliki khalayak dan
sebagai rujukan yang dapat dipertanggungjawabkan. Kategorisasi media lama
dan media baru bukan karena media lama yang konvensional penuh dengan
etika dan peraturan itu menghilang, tetapi ada media baru, yaitu media sosial
yang membawa perubahan dalam penyebaran pesan kepada khalayak.
audio visual. Surat Kabar Kompas menuliskan Newsroom Baru Hadapi Media
Sosial. Untuk mengimbangi kekuatan media sosial, digunakan Model Data-
Driven Journalism menyajikan paket berita multi media secara cepat, efisien,
dan murah. Newsroom konvergen untuk mendukung industri pemberitaan.
Perpaduan media dengan teknologi multi media. Berbagai informasi dalam
bentuk teks, audio, dan visual dapat dipertukarkan untuk penyiaran media
cetak, elektronik (audio dan video), serta online.
Seorang jurnalis dapat menggunakan sumber dari situs web yang gratis di
internet misalnya google, dan memanfaatkan media sosial seperti facebook,
twitter dan youtube (Lau Joon Nie, Asisten Direktur Newsplex Asia). Dic
Costolo, CEO twitter menyatakan Indonesia sangat vital bagi twitter. Akhir
tahun 2013 meraih keuntungan sebesar 20,5 triliun rupiah, kuartal kedua
tahun 2014 pendapatan total twitter sebesar US$ 312 juta dolar Amerika
Serikat. Dari jumlah tersebut, sebagian besar dari pemasukan iklan. Situs
microblogging itu diakses sekitar 270 juta pengguna aktif, dengan 500 juta
cuitan tiap hari (Kavita Media, 26 Oktober 2017). Secara umum media sosial
memiliki pemasukan dari iklan sangat memadai karena para pemilik usaha
mengetahui bahwa pengguna ataupun khalayak media sosial sangat banyak,
sehingga produk yang diiklankan juga dengan cepat dikenal masyarakat luas.
Transaksi informasi politik ada yang terus berlangsung secara vertikal antara
elite dan massa, atau secara horisontal diantara massa maupun antar elite
dalam stratifikasi politik masyarakat. Enam lapisan stratifikasi politik, yaitu:
Setiap lapisan memiliki relasi dan komunikasi politik yang terbuka, sehingga
bisa saja tidak ada jarak yang tegas, khususnya yang menyangkut satu lapisan
ke atas dan satu lapisan ke bawah (Putnam, 2013:10-14). Berdasarkan
pemaparan Susanto (2013), lapisan pertama, proximate decession maker
terdiri dari pejabat partai politik tingkat tinggi dan para anggota legislatif,
yang terlibat langsung dalam dan memiliki otoritas membuat kebijakan
pemerintahan dan negara.
maupun pejabat politik. Kelompok ini adalah warga negara yang aktif dalam
kehidupan politik dan pemerintahan. Mereka terdiri dari partai politik,
birokrat tinggi menengah, editor surat kabar lokal, dan para penulis.
Pada tabel dapat disimpulkan bahwa lapisan pertama sampai ketiga memiliki
kecenderungan sebagai pengorganisasi pesan dan membangun opini publik di
media sosial. Ketiga kelompok ini juga mempunyai kepentingan untuk memburu
jabatan publik maupun jabatan politik. Kelompok ke-empat sampai ke-enam
memiliki posisi sebagai penerima informasi dan memberikan umpan balik
sebagai bentuk dukungan dan penguatan opini negatif terhadap entitas politik di
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Pesan pada media baru dibangun dengan kerjasama khusus antar pihak-pihak
yang berkomunikasi. Proses beroperasi pembentukan pesan dilakukan secara
horisontal diantara aktor-aktor politik dan juga vertikal ke atas sebagai respon
opini publik terhadap mereka yang berwenang (Chekuvanol, et.al., 2013:4).
Pemahaman makna terhadap pesan politik dari pengguna media sosial sangat
dinamis, sehingga posisi dan tujuan ketika memanfaatkan media sosial bisa
dengan cepat berubah. Dalam upaya membangun kesamaan makna, kelompok
pertama sampai ketiga memposisikan penyebaran informasi sebagai alat untuk
memperoleh dukungan melalui komunikasi yang integratif. Sejalan dengan
Komunikasi dalam perspektif politik, sebagai alat menafsirkan peristiwa, dan
membentuk tanggapan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah.
Keberhasilannya ditentukan oleh cara membingkai pesan yang diterima
masyarakat (Győri, 2016 : 14).
Media sosial (media sosial) telah menjadi bagian tidak terpisahkan bagi
kehidupan masyarakat Indonesia. Mewarnai berbagai bidang kehidupan,
membentuk culture komunikasi baru. Bahkan media sosial menjadi sumber yang
paling cepat dalam memberikan informasi terkait kontestasi politik. Sampai hari
ini masyarakat pengguna media sosial masih merasakan panasnya “perang”
media sosial jelang pilkada, pilcaleg dan isu seputar pemilihan presiden
mendatang.
Perdebatan politik masih dominan mewarnai laman media sosial kita. Seperti
ditulis Tempo, penelitian Semiocast – lembaga riset media sosial yang berpusat
di Paris, Prancis – menemukan fakta bahwa jumlah pemilik akun Twitter di
Indonesia menduduki peringkat terbesar kelima di dunia. Sedangkan untuk
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Seiring perkembangan zaman, keperluan pada internet tak hanya milik orang-
orang kota atau kalangan eksekutif saja. Namun sudah menjalar, hingga ke
pelosok-pelosok pedesaan. Para pengguna jejaring sosial berasal dari berbagai
kalangan, mulai dari anak-anak, remaja, dan orang-orang dewasa. Kenyataannya
ketika isu-isu tertentu dimunculkan di jejaring sosial, informasi itu tersebar
dengan cepat kepada seluruh anggota jejaring sosial. Sehingga dalam waktu yang
singkat, isu dimaksud mendapat tanggapan publik.
Para politisi, baik presiden, anggota legislatif, calon kepala daerah, tampak
bersileweran dengan akun-akun media sosialnya. Mereka juga terlihat aktif
sebagai anggota jejaring sosial terkemuka, khususnya twitter dan Facebook, baik
dalam usaha menarik pengikut sebanyak-banyaknya, membangun citra atau
menyampaikan komunikasi-komunikasi politik. Tujuannya, tentu saja meraih
dukungan khalayak, guna menduduki jabatan yang mereka inginkan. Terlepas
apakah pengelolanya adalah mereka sendiri atau yang khusus ditugaskan untuk
itu. Namun ada juga media yang mengatakan akun sebagian pengikut dari tokoh
tersebut diduga palsu dan sebagian akun lagi tidak aktif. Politisi ini dapat
menggalang dukungan lewat media sosial, namun tak jarang juga mereka
sekaligus mendapatkan serangan dari khalayak lain yang tak menyukai mereka di
media sosial tersebut.
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Dalam pengamatan penulis, masih banyak akun-akun media sosial para politikus
dan calon kepala daerah yang menyampaikan pesan komunikasi politik dengan
pola-pola lama. Mereka seakan masih terfokus dan jadi penganut teori
komunikasi politik jarum hipordemik atau hypordemic needle theory. Di mana,
pesan yang disampaikan di media begitu perkasa, pesan politik apapun yang
disampaikan kepada khalayak, apalagi melalui media massa termasuk media
sosial, pasti akan berdampak positif berupa citra yang baik, penerimaan atau
dukungan. Tak peduli apakah pesan-pesan politik tersebut kadang harus
menafikan fakta-fakta, nilai-nilai, bahkan logika. Tak jarang, pesan-pesan politik
yang disampaikan terkesan nyeleneh dan dipaksakan. Bahkan ada yang malah
terkesan lebay. Untuk khalayak yang pasif dan awam, boleh saja cara-cara ini
masih ampuh. Lalu bagaimana dengan kondisi masyarakat yang kian kritis, kian
dewasa dan mulai cerdas, yang mulai bisa membedakan antara hanya lip service,
pencitraan dan kebenaran.
Dalam komunikasi politik, khalayak memiliki daya tangkal dan daya serap
terhadap terpaan semua pesan kepada mereka. Komunikasi merupakan transaksi
pesan, pesan yang masuk akan diseleksi, kemudian akan disaring diterima atau
ditolak melalui filter konseptual. Adapun pola penyampaian pesannya, fokus
pada pengamatan terutama pada komunikan. Melalui pendekatan psikologis dan
sosiologis. Salah satu di antara tokoh politik kita yang telah menerapkan pola ini
diantaranya Wali Kota Bandung Ridwan Kamil dan Wali Kota Bogor Bima Arya.
Para politisi, baik calon kepala daerah dan calon anggota legislatif, bahkan dalam
proses pilpres tampak bersileweran dengan akun-akun media sosialnya. Mereka
juga terlihat aktif sebagai anggota jejaring sosial terkemuka, khususnya twitter
dan Facebook, baik dalam usaha menarik pengikut sebanyak-banyaknya,
membangun citra atau menyampaikan pesan komunikasi-komunikasi politik.
Tujuannya, tentu saja meraih dukungan khalayak, guna menduduki jabatan yang
mereka inginkan. Terlepas apakah pengelolanya adalah mereka sendiri.
Lebih lanjut Deddy Mulayana mengungkapkan bahwa para pejabat, politisi atau
tokoh nasional yang aktif menggunakan media sosial. Namun ada juga media
yang mengatakan akun sebagian pengikut dari tokoh tersebut diduga palsu dan
sebagian akun lagi tidak aktif. Terlepas dari itu semua, meskipun para politisi ini
dapat menggalang dukungan lewat media sosial, namun tak jarang juga mereka
sekaligus mendapatkan serangan dari khalayak lain yang tak menyukai mereka di
media sosial tersebut. Tentu saja ini merupakan fenomena sosial yang harus jadi
pertimbangan para politikus yang aktif menggunakan media sosial tersebut.
Gebrakan jejaring sosial ini juga telah merambah kedalam kehidupan sosial-
politik. Pada tingkat tertentu, media ini menjadi kekuatan sosial yang tak boleh
diabaikan. Dengan akun-akun pribadi atau anonim, banyak pengguna jejaring
sosial ini ikut menyampaikan dan mengkritisi berbagai fenomena sosial,
mengomentari pejabat-pejabat yang kurang mereka sukai, ikut serta mengontrol
kebijakan-kebijakan publik dan menggalang opini publik untuk membela
kepentingan individu atau kelompok tertentu.
Paling tidak ini juga menandakan masyarakat sudah semakin kritis, yang
menuntut komunikator-komunikator politik harus lebih profesional, cerdas dan
bijak dalam menyampaikan pesan-pesan politiknya. Alih-alih mendapatkan
keuntungan, yang didapat malah bisa saja sebaliknya. Khalayak menjadi kurang
simpati, dan meruntuhkan citra negatif pada diri sang politikus. Tak peduli
apakah pesan-pesan politik tersebut kadang harus menafikan fakta-fakta, nilai,
bahkan logika. Tak jarang, pesan-pesan politik yang disampaikan terkesan
nyeleneh dan dipaksakan. Bahkan ada yang malah terkesan lebay. Untuk
khalayak yang pasif dan awam, boleh saja cara-cara ini masih ampuh.
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Di era virtual, media sosial menjadi kekuatan publik yang sangat besar sehingga
ia tidak bisa diremehkan. Media sosial telah benar-benar mampu menjadi
jembatan suara-suara publik yang sesungguhnya. Melalui jejaring sosial, banyak
orang menjadi “wartawan” atau “jurnalisme warga” yang menceritakan berbagai
persoalan mulai dari yang kecil sampai yang besar, dari persoalan pribadi sampai
persoalan publik. Tentu saja, tidak hanya saat ini, pada masa mendatangpun
komunikasi politik di Indonesia akan semakin menarik, seiring dengan muncul
berbagai media terutama media sosial. Apalagi, dalam dunia politik di Indonesia,
jumlah massa mengambang terutama di kalangan generasi muda kian
bertambah. Ini berarti bahwa politisi perlu meningkatkan kepiawaian mereka
untuk mempengaruhi mereka sebagai pemilih pemula.
a. Rasional Voter
Fenomena perang media sosial ini bisa dibilang juga akan mewarnai
pilkada serentak 2018, pilcaleg dan pilpres 2019. Terutama di daerah
perkotaan yang rata-rata penduduknya pengguna media sosial aktif. Media
sosial telah menjadi sebuah kapital politik. Hal ini tidak terlepas dari
pesatnya pertumbuhan pengguna internet indonesia, yang sudah
menembus angka 132,7 juta (APJII, 2016).
Seringkali kita lihat tim kampanye kandidat sibuk saling perang opini yang
tujuannya untuk memenangkan kandidatnya di media sosial. Memang
terlihat seru, tapi sebenarnya itu keluar dari substansi komunikasi
politiknya. Komunikasi politik di media sosial mengedepankan komunikasi
yang berdasarkan kompetensi, kapasitas, dan kapabilitas. Rangsangannya
bersifat edukatif dan informatif, karena memang yang menjadi sasaran di
media sosial adalah pemilih rasional. Kalau kandidat atau tim sibuk
melakukan komunikasi yang hanya menunjukkan timnya banyak dan eksis
di media sosial, justru akan bias dan menjauhkan dari sasarannya.
Dalam konteks politik voter, komunitas ini tetap diisi oleh 3 kategori
pemilih. (1) Tradisional, (2) Transaksional, (3) Rasional. Dari 3 kategori ini
yang memang bisa di influence di medos adalah pemilih rasional. Ketika
bisa meyakinkan mereka, maka mereka pasti akan memilih, bahkan
bergerak dengan sendirinya untuk memenangkan kandidat. Tanpa harus
ada iming-iming uang atau jabatan.
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Faktanya masih banyak kandidat atau tim suksesnya yang keliru dalam
menerapkan pola strategi komunikasi politik di media sosial. Banyak yang
beranggapan, semakin ramai di media sosial semakin bagus untuk
popularitas, akseptabilitas, dan elektabilitas. Oreantasinya hanya
banyaknya viewer, commentt, dan like, seringkali melupakan
substansi. Memang benar adanya, menjadi viral atau banyak disukai itu
penting. Tapi, jangan lupa bahwa targetnya adalah rasional voter.
Contentnya juga harus berbobot dan bernilai. Misalnya mencanangkan
terobosan program baru yang memang realistis dan terukur, sehingga
membuat para rasional voter tertarik untuk mendiskusikannya,
memberikan masukan, dan kemudian mengkampanyekannya.
Intinya seorang kandidat dan tim media sosialnya harus lebih menonjolkan
tentang apa yang sedang dan pernah dilakukan untuk masyarakat. Bukan
hanya sekedar tentang foto dan tagline. Misalkan seorang kandidat
berlatar belakang pengusaha. Publish tentang perannya dalam
pengembangan kewirausahaan di masyarakat, yang memang sudah
dilakukan jauh hari sebelum pilkada dimulai. Dengan begitu masyarakat
pun akhirnya tahu langkah konkrit apa saja yang pernah dibuat kandidat.
Apa saja legacy yang sudah diberikan kepada masyarakat. Ada ukurannya
yang jelas untuk dinilai. Hal-hal seperti inilah yang dimunculkan. Sebuah
bukti yang akhirnya menarik simpati dan keberpihakkan para rasional
voter.
b. Kualitas Demokrasi
Media sosial memang telah menambah warna politik Indonesia. Interaksi
dengan masyarakat pun lebih terasa. Tidak ada sekat bagi politisi dan
masyarakat di media sosial, yang akhirnya membentuk dialektika yang
lebih aktif dan mendalam. Membuat masyarakat bisa mengukur secara
langsung kualitas, kapasitas, dan kapabilitas seseorang.
Komunikasi politik media sosial bisa dikatakan memiliki kualitas yang lebih
baik dari cara konvensional. Karena mengedepankan komunikasi yang
berdasarkan karakter, budaya, dan keilmuan. Sehingga tidak terlalu
mementingkan rangsangan materi. Bentuk komunikasi politik seperti ini
tentunya semakin membawa dampak positif bagi perkembangan
demokrasi Indonesia.
Akun media sosial, ibarat mulut manusia yang tidak bisa dikekang. Dia
bebas bersuara, berteriak, berpendapat, dan tidak bisa dipaksa tunduk
pada orang atau kelompok tertentu. Dia hanya tunduk pada aturan yang
telah disepakati, dipahami, dan dipatuhi bersama, tanpa pandang
bulu. Seperti itulah hakekat demokrasi yang sesungguhnya. Selama tidak
melanggar peraturan hukum yang berlaku, semua rakyat Indonesia
memiliki hak yang sama. Bebas bersuara, menilai, dan mendapatkan
kesempatan yang sama untuk menyuarakan aspirasinya.
Media sosial memang mulai dilirik dalam kurun waktu sekitar lima tahun
terakhir. Para politisi dalam kampanye pemilihan umum pilkada dan pilpres
lalu telah aktif memanfaatkan YouTube untuk memposting video kampanye
kreatif mereka. Bahkan sempat ada game online yang memiliki alur cerita
seperti game Angry Birds, dengan tokoh utama Jokowi.
Para aktor politik harus siap-siap saja menghadapi kritik (bahkan beberapa
di antaranya cenderung pedas) user lain. Media sosial merupakan rimba
raya, dan praktis tidak ada peraturan di dalamnya (Fitch, 2009). Apabila
tantangan itu tidak dihadapi dengan bijak, maka hasilnya aktor politik
tersebut justru malah menjadi bahan cibiran di dunia maya. Diberitakan,
ada pejabat publik, beberapa kali terlibat perdebatan –dan itu mengenai
hal-hal yang tidak substantif—dengan user lain di media sosial. Selain itu
para aktor politik tidak bisa lagi menggunakan media sosial sebagai sarana
untuk “curhat”.
Politisi dan partai politik sekadar latah menggunakan jejaring sosial untuk
berinteraksi. Media sosial masih dimanfaatkan sebagai media kampanye,
belum interaktif, belum aspiratif. Padahal media sosial memiliki potensi
sebagai sarana untuk mendengarkan suara masyarakat. Di era interaktif
digital, produksi pesan dan citra politik malah justru menjadi hal yang
rawan untuk "diganggu". Pelaku politik harus mempertimbangkan
kemungkinan bahwa pesan-pesan mereka akan dimodifikasi oleh pihak lain
ketika pesan tersebut disampaikan melalui media sosial.
Lewat media sosial, penyebaran cukup dari satu titik namun jangkauan
langsung menyebar ke seluruh pelosok yang masih terjangkau daya
internet. Harga yang harus dikeluarkan juga menjadi pertimbangan utama
dari penggunaan media sosial sebagai alat branding. Cukup dengan
mengoptimalkan peran fitur di media sosial, maka pesan akan sampai
dengan sendirinya kedalam benak masyarakat. Hanya dengan kekuatan
internet satu pesan dapat tersebar ke banyak pihak, sesuai dengan sifat
internet, yakni many to many. Namun masih banyak juga tokoh politik yang
mengedepankan old fashion branding dengan pemasangan baleho,
spanduk, hingga poster yang menonjolkan kemampuan serta kelebihan
yang ditawarkan oleh dirinya jika terpilih. Hal ini dikarenakan banyak tokoh
politik yang masih percaya bahwa pemilih yang tinggal di pelosok tidak
mahir dan belum paham akan penggunaan internet.
Citra juga terkait dengan identitas sebuah partai politik dan tokoh-tokoh
politik yang terlibat di dalamnya. Citra adalah kesan, perasaan, gambaran diri
publik terhadap perusahaan; kesan yang dengan sengaja diciptakan diri suatu
objek, orang atau organisasi. Dari ungkapan tersebut , citra itu dengan sengaja
perlu diciptakan agar bernilai positif. Citra itu sendiri merupakan salah satu
aset terpenting dari suatu perusahaan atau organisasi. Istilah lain
adalah favorable opinion.
Fasilitas situs jejaring media sosial dimanfaatkan oleh tokoh politik untuk
bersosialisasi dengan mengunggah foto-foto maupun video kegiatan atau
program yang sedang dan telah di jalankan. Tokoh politik juga seringkali
bersikap responsif melalui media sosial terhadap isu atau pemberitaan yang
negatif terkait dengan dirinya. Melalui situs jejaring media sosial, para tokoh
politik menggunakannya untuk berbagai macam kepentingan politik salah
satunya adalah kampanye politik. Kekuatan situs jejaring sosial facebook dan
twitter tidak diragukan lagi memiliki dampak yang cukup signifikan bagi
perubahan sosial masyarakat. Bahkan Presiden Indonesia Joko Widodo
(Jokowi) membuat akun facebook dan Twitter pribadi untuk berkomunikasi
dengan masyarakat secara langsung.
masyarakat pengguna medsos untuk berkuasa. Ide, gagasan, dan isu politik
akan dapat dengan mudah ditransfer dan dikomunikasikan melalui media
sosial. Hal ini membuat kekuasaan politik tidak hanya ada di tangan partai
politik, tetapi juga siapa pun yang memiliki kemampuan untuk memengaruhi
kebijakan publik. Kenyataan tentang pentingnya media sosial bagi partai
politik/politisi telah lama disadari.
Di dunia maya, setiap orang dapat berpengaruh bagi orang lain. Di media
sosial tidak lagi berlaku one man one vote, tetapi satu orang bisa memiliki
kekuatan setara puluhan, ratusan, atau ribuan lebih orang. Inilah kelebihan
media sosial: efektif sebagai sarana pertukaran ide. Penyebaran berbagai ide,
termasuk isi kampanye via media sosial, berlangsung amat cepat dan hampir
tanpa batas. Di Twitter, misalnya, hanya dengan men-twit, informasi tersebar
luas ke seluruh follower, begitu seterusnya dengan cara kerja seperti multi-
level marketing.
Efektivitas media sosial tidak hanya karena jumlah penggunanya yang masif.
Karakteristik media sosial sendiri juga merupakan kekuatan. Media sosial
adalah sarana untuk komunikasi di mana setiap individu saling memengaruhi.
Setiap orang memiliki pengaruh di komunitasnya. Pengguna media sosial
yang well inform tidak mudah dibohongi, tapi mudah terpengaruh dan
simpati pada hal-hal yang membuat mereka tersentuh. Ketenaran dan
kekuatan politik yang sekarang menempel pada Jokowi, misalnya, disumbang
besar oleh perbincangan di media sosial yang mengarah pada kekaguman
setiap orang pada keotentikan dan keseriusan Jokowi selama ini dalam
mengurus rakyat.
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Di dalam ruang media sosial hanya informasi yang sesuai fakta yang berharga.
Untuk mencapai keyakinan bahwa informasi itu sesuai fakta, sering kali
muncul perdebatan. Dalam berbagai hal yang menarik perhatian publik terjadi
tesis yang dilawan oleh argumen antitesis. Keajaiban sering kali muncul di
media sosial berupa tercapainya sintesis. Tidak perlu ada seseorang yang
menyimpulkan, tapi dari perdebatan tersebut sering kali muncul "kesepakatan
sunyi" di antara pihak-pihak yang berdebat beserta para "pendengarnya".
Karena sifatnya yang memiliki rentang waktu panjang, media sosial tidak
memiliki pengaruh signifikan untuk kampanye yang sifatnya mobilisasi. Kerja-
kerja di media sosial bergerak perlahan dengan membincangkan visi, misi, ide,
ideologi. Pengguna media sosial bukan orang yang bisa digiring, tapi bergerak
dengan kemauan dan kesadaran sendiri.
Dunia politik tidak terlepas dari opini mainstream, yaitu citra di media
manistream dan survey-survey pilkada. Opini mainstream tersebut menjadi
acuan untuk perkiraan kemenangan paslon. Akan tetapi dalam dalam
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
perkembangan media baru sekarang ini, opini mainstream tidak bisa diterima
begitu saja, karena jaringan media sosial sekarang telah menjadi kekuatan
sibernetika milik rakyat. Jaringan sibernetika ini mampu menjaring sampai ke
level personal dan terbukti mampu menggerakkan jutaan orang untuk suatu
gerakan. Kita dapat melihat contoh riil yaitu kegiatan Aksi Bela Islam 1,2,3 dan
terakhir 112.
Gerakan ini tidak lagi dijaring melalui media mainstream dan lembaga-
lembaga survey. Akan tetapi dibangun melalui WA, facebook, twitter dan
media-media sosial lainnya. Sehingga jargon kali ini berbeda dengan jargon
tahun tahun sebelumya, yaitu barang siapa menguasai media mainstream dan
lembaga survey maka akan menguasai dunia. Jargon kekinian, siapa yang
kuasai media sosial, maka kuasai dunia. Kembali pada persoalan pilpres 2019
mendatang, komunikasi sibernetika rakyat mampu membuat kategori kelas
politik terkini. Yaitu kelas penguasa melawan kelas rakyat. Sebagai contoh,
bergelombangnya aksi bela Islam yang diorganisir oleh GNPF-MUI, menjadi
contoh nyata yang kita akui bahwa organisasi Islam ini memimpin kekuatan
rakyat. Apa yang diputuskan oleh GNPF-MUI dengan Habib Rizieq sebagai
Imam Besar, mampu menggerakkan jutaan rakyat bukan hanya dari kelompok
Islam saja, akan tetapi dari kelompok non Islam yang sama-sama
berseberangan dengan kelas penguasa. Dan GNPF-MUI telah memutuskan
untuk tetap mendukung pilkada dki dengan jujur, adil dan mengajak rakyat
untuk mengawasi bersama. Dan tentunya mengajak rakyat untuk tidak
memilih Basuki-Djarot sebagai paslon yang cagubnya penista agama. Selain itu
juga menolak gubernur non muslim. Realitas ini akhirnya menegaskan bahwa
kekuatan rakyat akan memenangkan pertarungan ini. Dan sudah tergambar,
jika kelas penguasa terbukti melakukan kecurangan, maka rakyat akan mampu
bergerak dengan kekuatannya sendiri.
3. Bias Persepsi
Informasi yang disampaikan dalam media sosial tidak selamanya objektif atau
apa adanya. Seringkali terdapat bias informasi. Masyarakat Pengguna media
sosial seringkali menginterpretasikan secara berbeda informasi yang diterima
dari sumber informasi. Interpretasi pengguna medsos mempunyai peran yang
lebih besar ketimbang informasi dari sumber yang menulis. Hal ini membuat
informasi melenceng (umpamanya dipolitisasi, diplesetkan) apa yang
sesungguhnya terjadi atau dikatakan.
Hoax atau berita bohong adalah salah satu fenomena yang meramaikan
penggunaan media sosial di Indonesia. Ketua Masyarakat Indonesia Anti-Fitnah,
Septiaji Nugroho (Kompas, 9 Juni 2017), menyatakan bahwa banyak akun di
medsos yang menebar konten provokatif. Akun-akun itu menyusup ke facebook,
twitter, youtube, dan saluran media sosial lainnya. Menebar isu dan kebencian
secara masif dan terdistribusi di jejaring media sosial. Fenomena ini semakin
“menggeliat” jelang suksesi pemilihan umum. Akun-akun palsu tersebut masif
menebar fitnah dan isu SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan). Hoax
tersebut, turut membentuk persepsi negatif masyarakat terhadap politik hingga
mengusik harmoni sosial dan nilai dan tatanan demokrasi di tanah air. Media
sosial sebagai produk teknologi yang secara filosofis bebas nilai, menjadi
berwajah ganda ketika berada di jagat pragmatisme politik: digunakan sebagai
oksigen demokrasi, tapi secara kontradiktif juga digunakan untuk “membunuh”
demokrasi.
Pertanyaan fundamental yang muncul: media sosial akan menjadi kawan atau
lawan demokrasi? Ada 3 (tiga) aliran: pesimistik, optimistik, dan realistik. Aliran
pertama tak yakin media sosial bisa menjadi kawan setia demokrasi, malah
sebaliknya: menusuk dari belakang. Aliran optimistik percaya betul media sosial
akan memperkuat demokrasi di tataran global maupun lokal. Aliran ketiga
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
mencoba berdiri seimbang di antara dua titik ekstrem mendorong sisi demokratis
media sosial, sembari tetap mengakui sekaligus memininalisasi sisi
antidemokrasinya (Anthony G. Wilhelm: 2003)
Ketika awal mula kelahirannya, karakter inilah yang diyakini akan mengangkat
demokrasi analog ke level yang lebih tinggi kualitasnya, yaitu demokrasi digital.
Tapi kenyataan tak seindah harapan. Faktanya, rezim di beberapa negara
ternyata juga sukses memanfaatkan internet untuk memperkuat kuasa
totaliternya. Mereka memanfaatkan media sosial untuk kapitalisasi ekonomi
saja, namun membungkamnya ketika masuk domain politik. Benar yang
dikatakan David Gompert (1998), teknologi informasi adalah sine qua non dari
globalisasi dan kekuatan. Teknologi mengintegrasikan ekonomi dunia dan
menyebarkan kebebasan, tapi pada saat yang sama menjadi faktor penting bagi
militer dan bentuk-bentuk kekuatan lainnya.
Dalam The New Digital Age (2013), Eric Schmidt dan Jared Cohen, dua punggawa
Google, mengkhawatirkan terjadinya kebangkitan teroris peretas. Kelompok ini
sangat tertolong dengan adanya platform digital untuk merencanakan,
mengerahkan, mengeksekusi, dan yang terpenting merekrut anggota
kelompoknya. Di sisi lain, Schmidt dan Cohen melihat cerahnya masa depan
dunia dengan kehadiran teknologi digital. Pada wilayah politik, faktanya semakin
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
anomalis: Barack Obama yang moderat dan proglobalisasi lahir dari rahim media
sosial, tapi Donald Trump yang konservatif dan proteksionis juga lahir dari “ibu”
yang sama. Bahkan, dalam batas tertentu, Trump dimenangkan oleh “hoax”
(berita bohong), sisi gelap dari media sosial itu sendiri. Salah satu bukti, betapa
ambivalesinya media sosial.
Fenomena “hoax” ada dalam konteks ambivalen ini. Karenanya, membedah hoax
dengan fokus pada instrumen atau alatnya kurang tepat. Ini sesuatu yang
integral dalam teknologi komunikasi-informasi, dan tidak bisa dipecah-pecah
ketika demokrasi mengakomodasinya sebagai instrumennya. Yang harus
dilakukan adalah mengantisipasi sisi gelap media sosial (hoax), sekaligus
memaksimalkan sisi terangnya (demokrasi). Karena media sosial hanyalah satu
instrumen di antara sekian banyak instrumen yang mewarnai sejarah panjang
perjalanan demokrasi.
Sebelumnya telah lahir instrumen teknokratis lain, dan ke depan juga akan
digantikan oleh yang lebih inovatif. Black campaign marak terjadi di era awal
munculnya media cetak dan televisi. Namun, dengan kedua media itu demokrasi
mencapai kematangannya dan memperluas area partisipasi publiknya. Media
sosial juga dimanfaatkan secara kreatif oleh pemilih sebagai alat partisipasi
politik yang baru. Hoax merupakan implikasi tak terpisahkan dari alat partisipasi
politik baru yang bernama media sosial ini. Potensi terjadinya konflik sosial-
politik semakin mudah karena difasilitasi secara maya. Media sosial alat yang
sangat potensial untuk memperkuat sekaligus memperluas demokrasi yang
mengalami krisis partisipasi.
Media sosial juga telah menjadi energi baru yang membuat kekuatan sipil
tumbuh menjadi “Daud” sosial-politik yang mampu menandingi supremasi
“Goliath” kekuasaan. Media sosial membuat masyarakat sipil lebih mudah
menjalankan perannya sebagai kekuatan penyeimbang kekuasaan dan
penyangga negara. Namun, di sisi lain, potensi positifnya ini paralel dengan
potensi negatifnya untuk mencederai dan melemahkan demokrasi. Lihat saja
bagaimana Amerika Serikat marah bukan kepalang menuduh Rusia telah
mengintervensi pemilihan presiden dan mendorong kemenangan Trump. Negeri
punggawa demokrasi dengan sistem pemilihan umum paling aman dan canggih
teryata bisa dibobol dengan kecanggihan tekhnologi. Tekhnologi yang oleh
Gedung Putih digunakan sebagai pagar mengamankan penyelengagran pilpres,
teryata menjadi kuda Troya yang merusaknya dari dalam. Ini sisi gelap media
sosial yang bukan hanya mengancam Indonesia, tapi juga negara-negara besar.
Gerakan anti hoax harus dijalankan sebagai bagian dari tanggung jawab gerakan
sipil.
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Sejak era klasik demokrasi selalu memiliki cara beradaptasi dengan perubahan
zaman, termasuk revolusi teknologi komunikasi-informasi. Demokrasi terbukti
memiliki cara, pola pendekatan, dan energi khas untuk memaksimalkan sisi
positif sebuah instrumen baru, sekaligus meminimalisasi sisi negatifnya. Dan
pada setiap era baru teknologi komunikasi-informasi, demokrasi selalu membuka
dirinya untuk dikoreksi kelemahan-kelemahannya, direvisi kesalahannya, dan
“disulam” bagian-bagiannya yang “bolong”. Energi subtil demokrasi yang
membuatnya bisa bertahan melewati bermacam era peradaban. Gerakan-
gerakan sipil anti hoax yang kini digalakkan adalah bagian dari cara demokrasi
beradaptasi dengan instrumen baru yang bernama media sosial. Pada akhirnya
akan terbentuk sebuah fatsun berdemokrasi di dunia digital (media sosial hanya
salah satunya), sebagaimana dahulu sudah dialami era media cetak dan
elektronik. Demokrasi akan dapat menciptakan keseimbangan baru dalam
korelasinya dengan instrumen baru yang digunakannya, baik dengan cara
melihat ke dalam dirinya maupun mempengaruhi ke luar dirinya.
Buzzer sendiri, meminjam istilah dari Twitter buzzer adalah pengguna media
sosial yang dapat memberikan pengaruh pada orang lain dengan
menyebarkan tulisan. Ia harus mempunyai kemampuan mempengaruhi orang
lain. Pengertian serupa diungkapkan oleh Silih Agung Wasesa dan Jim
Macnamara (2010:395), bahwa buzz lebih mirip dengungan suara lebah,
walaupun tampaknya seperti dengungan tidak beraturan, sekarang Public
Relations memperlihatkan bahwa dengungan tersebut beraturan dan memiliki
pola yang bisa dikembangkan. Ia sendiri mengistilahkannya dengan
istilah buzzword.
Menurut Silih dan Jim, dengungan suara lebah adalah dengungan yang
memiliki banyak makna, tentu saja buat lebah sendiri, bukan buat kita. Bagi
lebah setiap dengung memiliki arti, sekalipun kita menandainya sama.
Sebetulnya bukan hanya pada lebah, pada setiap kita pun memiliki dengungan
yang berbeda, dan dimaknai yang berbeda ketika kita adalah anggota
kelompok yang tidak sama.
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Buzz menjadi salah satu kata kunci dalam pemasaran dan public relations
politik terkini, tak pelak metode ini digunakan pada pilpres 2014 lalu dan terus
berkembang sampai sekarang. Metode ini marak digunakan para politisi,
parpol, Tak kercuali pula masing-masing calon presiden (capres) mendatang
untuk mendapatkan dukungan yang fantastis di media sosial. Bukan sekedar
dukungan, juga ‘promosi’ dari para pendukungnya.
politisi yang banyak diperbincangkan oleh orang ketiga. Sebagai orang ketiga
atau orang yang tidak termasuk ke dalam tim sukses, mereka menggunakan
bahasa mereka sendiri untuk mempromosikan capresnya masing-masing
sehingga bahasanya tidak seragam, bercampur antara bahasa public relations
dan marketing.
Dengan penceritaan oleh orang ketiga tersebut, mereka tidak hanya pandai
menyampaikan tetapi juga menguasai ‘product knowledge’, mereka menjadi
narasumber-narasumber baru yang mandiri, menyampaikan informasi capres
yang mereka idolakan. Materi yang mereka sampaikan di media sosial sangat
beragam, dari mulai ketokohan, argumentasi kenapa harus menjatuhkan
pilihan pada calon, rekam jejak, kegiatan-kegiatan harian, sampai bicara
silsilah keluarga calon presiden.
Menurut Silih (2011:118), orang ketiga dalam public pelations politik sengaja
diciptakan sebagai penyampai pesan utama. Oleh karena itu, buzzword tepat
berdiri sebagai public relations, sementara iklan politik yang disampaikan
orang ketiga dijadikan sebagai pemberi testimoni. Orang ketiga
dalam buzz public relations berbicara berdasarkan keyakinan dan kompetensi
orang tersebut, mereka berdiri di atas komunitas sosialnya. Mereka berbicara
dari sudut pandangnya sendiri terhadap kapabiltas capres. Dalam hal ini peran
merekasebagai buzzer mensinergikan antara panggung, actor, dan peran yang
harus dimainkan.
segala ruang di atas; media massa, sosial media, atau kelompok target
audiens. Berikut perbedaan iklan politik dan public relations politik:
Dalam konteks politik siber (cyber politic), buzz public relations lebih banyak
dilakukan oleh orang ketiga melalui media sosial baik blog, jejaring sosial,
forum, video sharing, microblog, atau pun instagram. Orang ketiga tersebut,
selain isi pesannya beragam, mereka juga berasal dari berbagai latar belakang,
budaya, agama, pendidikan. Mereka disatukan oleh visi yang sama tanpa
terhambat oleh jarak.
Pemilu 2014 lalu, dinamika dan hiruk pikuk politik lebih terasa di ruang-ruang
media sosial. Oleh karena itu, wajar jika pengamat dan media mengatakan,
pilpres tahun 2014 menjadi fenomenal karena diramaikan dan
melibatkan buzzer yang di media sosial. Iklan politik yang disampaikan
melalui buzz walaupun dengan bahasa yang sangat halus, seperti dinyatakan
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Kegiatan buzz public relations yang dilakukan melalui media sosial, memenuhi
karakteristiknya yang membutuhkan waktu cukup lama. Berbeda dengan iklan
yang bisa dengan singkat melakukan pencitraan. Bagian tulisan ini merupakan
sejumlah kasus-kasus buzz public relations yang dilakukan melalui media sosial
yang dianalisis berdasarkan konsep-konsep yang telah dijelaskan di atas, baik
media sosial, buzzword, ataupun public relations.
3. Klasifikasi Buzz
Menurut Dudi Rustandi (2014: 54) kegiatan buzzing dapat diklasifikasikan
sebagai buzz berbayar atau dalam konteks komunikasi konvensional dapat
disebut sebagai iklan. Juga ada buzz gratis sebagaimana halnya world of
mouth dalam pemasaran konvensional. Di samping itu, proses kemunculannya
ada yang disengaja, tidak disengaja, ada yang dikoordinir juga tak
terorganisasi tapi muncul begitu saja sebagai gerakan populis.
4. Strategi Buzzing
Menyangkut proses keseluruhan bagaimana tujuan buzzing public
relations tercapai. Dudi Rustandi (2014:56) mengutif Silih dan Jim dalam buku
‘Strategi Public Relations’ menilainya cukup sederhana. Menurutnya
stretegi Buzzing dilakukan melalui kombinasi antara Character,
Consideration, dan Communication. Character merupakan komunitas dimana
audiensi target berkembang dan merasa nyaman, consideration adalah
pertimbangan masyarakat untuk mengambil keputusan ataupun mengubah
pendapat, dan communication adalah pola komunikasi di antara komunitas
utama, komunitas pendukung dan masyarakat dalam arti luas (Silih & Jim,
2010: 397).
Apa yang disampaikan oleh Silih dan Jim tersebut dalam konteks kegiatan kopi
darat (offline), kini berlaku di era daring. Jika pada awalnya, perusahaan
tersebut tidak sadar kenapa itu bisa terjadi dan sulit untuk mempertahankan
buzz ini, seperti yang dinyatakan oleh Silih. Di era siber, buzz lebih sering dan
banyak diciptakan oleh lembaga laba ataupun laba baik besar, kecil, swasta,
pemerintah, nasional atau multinasional.
media word of mouth atau publikasi dan iklan gratis untuk kegiatan
komunikasi politik dan kampanye. Metode yang popular dalam
menyampaikan pesan-pesan politik sebagaimana halnya word of
mouth dalam kegiatan marketing atau publikasi kini popular disebut buzz atau
buzzing .
Selain yang sukarela karena simpati terhadap salah satu capres, terdapat
juga buzzer yang dikelola oleh team sukses. Mereka adalah para pekerja
professional yang mempercakapkan capres tertentu namun tidak menunjukan
identitasnya sebagai tim sukses. Amin Rais menyebutnya sebagai cybertroops
namun juga ada yang terang-terangan menunjukan identitas diri mereka
seperti misalnya Jasmev sebagai pasukan media sosialnya dari Joko Widodo.
Pada dasarnya, buzz dalam konteks pemilihan presiden tahun 2014 lalu
merupakan pesan komunikasi politik team kampanye masing-masing kandidat
Presiden. Buzz ini tidak muncul dengan sendirinya, tetapi hasil rekayasa pesan
team media masing-masing Capres. Walaupun pada dasarnya terdapat
relawan atau pendukung yang sama sekali tidak terkait secara struktural
dengan team kampanye, hal tersebut merupakan efek dari buzz-buzz yang
diciptakan oleh team kampanye di media sosial masing-masing calon
presiden. Capres dikonstruksi oleh buzzer sehingga yang muncul adalah capres
yang telah terkonsrtuk baik secara positif ataupun negatif.
Pada era internet, buzz-buzz dengan mudah diciptakan melalui media sosial
yang terkoneksi ke dalam jaringan global (internet), buzz-buzz bisa dengan
cepat diciptakan dan tesebar ke setiap komunitas. Media sosial dan para
pengguna di dalamnya, menjadi partisipan aktif bagaimana melakukan
pencitraan, mempromosikan, bahkan memasarkan politisi yang didukungnya
dengan efektif dan efisien, sehingga dampaknya, bagaimana dukungan yang
terus menguat baik terhadap figur politisi tersebut. Misal, Joko Widodo pun
memiliki team sukses yang secara khusus bergerak di media sosial menjelang
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Niken Satyawati, satu dari blogger yang menulis sosok Joko Widodo secara
konsisten. Dari laman-laman tulisannya, Niken menulis semua hal tentang
Joko Widodo; mulai dari Teh Jokowi, peluang menjadi Gubernur, prestasi,
Ibunya, dan lain sebagainya. Dwiki Setyawan melalui laman blog juga menjadi
salah satu blogger yang menulis tentang Joko Widodo. Buku berjudul ‘Jokowi
Bukan untuk Presiden’ merupakan buzz yang dibukukan. Penulisnya adalah
orang ketiga atau yang tidak terkait dengan tim sukses. Baik itu yang sudah
simpatik dengan rekam jejak Joko Widodo ataupun mereka yang tertarik agar
tulisannya dibukukan.
Pada sisi lain, sosok Prabowo yang sudah muncul ke permukaan wacana untuk
mencalonkan diri menjadi Presiden. Para buzzer yang tergabung dalam
komunitas relawan juga membuat web/ blognya dengan khusus seperti
relawan Prabowo-Hatta melalui bloggersatu.com, relawannusantara.com.
indonesiabangkit.org, korps08.blogspot. com, mediaprabowo, dan lain
sebagainya. Di samping itu beberapa media Partai Keadilan Sejahtera menjadi
salah satu media yang melakukan buzzing Prabowo-Hatta. Juga relawan Joko
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Selain melalui blog yang dikelola oleh masing-masing relawan, mereka juga
bergerak secara individu dan terkoordinir melalui akun-akun media sosial.
Seperti diketahui, kedua capres didukung oleh banyak relawan. Di era media
sosial, para relawan tidak hanya bergerak di dunia nyata, juga di dunia maya
sebagai tempat terhubung dengan orang-orang tanpa terhalang oleh ruang
dan waktu. Mereka juga menciptakan grup-grup di akun media sosial.
Berbagai grup relawan menjadi ajang pertemuan, seperti pada grup Facebook
dan Twitter. Facebook dan Twitter menjadi media yang dapat saling
menghubungkan satu sama lain. Facebook dan Twitter juga menjadi media
untuk membagikan berbagai tautan tulisan berbagai blog/ web/ atau berita
tentang kedua capres tersebut. Melalui media sosial, relawan buzzer tersebut
saling mempengaruhi satu sama lain, saling menguatkan antar sesama fans
capresnya melaui status-status facebook serta twit bahkan menjurus menjadi
twitwar—perang twit antar kubu.
Perang buzz tentang capres tersebut tidak hanya dilakukan saat menjelang
pemilihan, juga setelah pemilihan, bahkan perang buzz terus berlanjut hingga
saat ini. Prabowo dan Joko Widodo seolah mewakili koalisi partainya masing-
masing saat pemilu presiden. Para pendukung yang masih
melakukan buzz tentang isu kedua koalisi tersebut melalui media sosial. Hal
tersebut tersebut akan terus berlanjut pada pilpres 2019 yang akan datang
dalam metode dan bentuk pergerakan yang lebih agresif, terstruktur,
terdistribusi dan masif.
Aturan diatas terjadi pada media jejaring sosial seperti pada kasus buzzing
karena seperti yang dinyatakan oleh Christakis dan James (2010: 44) emosi
menyebar dari orang ke orang karena dua sifat interaksi manusia: punya
kecenderungan biologis untuk meniru orang lain, dan ketika meniru, kita juga
jadi mengalami keadaan internal seperti mereka sehingga sifat
kencederungan terpengaruhi secara efektif dari metode komunikasi buzzing
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Jika satu orang melakukan buzz kemudian di buzz ulang (sharing/ retwit) oleh
anggota dalam jaringannya karena memiliki tujuan yang sama untuk saling
menyebaran buzz kemungkinan informasi yang disampaikan berpengaruh
terhadap kognitif, afektif, sekaligus psikomotoriknya. Pada sisi lain, sifat
jaringan komunikasi yang terjadi dalam media sosial lebih egaliter, satu sama
lain, tanpa membedakan status structural dalam kelembagaan team
kampanye akan cukup efektif dalam mempengaruhi para anggota dalam
jaringannya. Apalagi jika terjadi saling apresiasi isi kampanye yang secara
bebas dilakukan oleh buzzer, ini menjadi bagian kohesi yang terjadi dalam
kelompok tersebut. Sehingga pesan-pesan kampanye, sekalipun negatif akan
diamini oleh anggota dalam jaringannya tersebut.
Hal ini sesuai dengan teori kerja buzzing yang ditulis oleh Silih Agung Wasesa
dan Jim McNamara, yaitu adanya pelestarian pendapat dalam kelompok
utama (main buzz spot) kemudian ruang pendukung di dalam jaringan
menjadi perantara agar sampai kepada audiens target (main buzz point).
Melalui Buzz point, pesan-pesan politik diciptakan dan menghasilkan
pembicaraan tentang Capres yang mereka dukung sehingga buzzing politik
menular ke anggota komunitas hingga ke luar anggota komunitas.
Menilik prosesnya, titik ini adalah komunitas kelas menengah yang menjadi
rujukan dalam komunitas netizen. Seperti kita ketahui banyak komunitas-
komunitas netizen yang aktif berbagi ilmu sehingga terbentuk komunitas
seperti internet sehat, Relawan TIK, Indonesia Mengajar, atau komunitas-
komunitas blogger. Dalam komunitas tersebut, mereka memiliki figure
rujukan yang dijadikan anutan, katakanlah seperti Onno W. Purbo pakar IT
yang juga ‘gaul’ dengan netizen, atau Nukman Luthfie, konsultan dan
pemerhati media sosial. Juga rujukan-rujukan intelektual seperti Yusril Ihza
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Dalam twitter misalnya muncul tanda pagar (tagar/ hashtag) yang menjadi
trending topic.Buzz-buzz inilah yang kemudian menjadi pusat
keterpengaruhan massa digital dibandingkan dengan iklan karena sifatnya
yang langsung menuju target audiens karena tingkat kredibilitasnya yang
tinggi. Menjadi publikasi gratis atau word of mouth. Dengan menggunakan
bahasa lisan yang dituliskan melalui media sosial dan lebih personal
menjadikan pesan komunikasi menjadi efisien dan efektif. Menurut Roger
Fidler (2003:85), bahasa lisan memberi manusia cara untuk menyampaikan
pengetahuan kolektif, pengalaman, dan kepercayaan-kepercayaan kepada
generasi mendatang, namun dalam konteks ini kepada para netizen.
Konstruksi sosial yang dilakukan oleh para netizen di media sosial akan cepat
mewujud, kerena sifatnya yang mendangkalkan pikiran seperti dinyatakan
oleh Marshall McLuhan. Orang terperangkap di dalam informasi konten yang
dibawanya. Media social membentuk apa yang kita lihat dan bagaimana kita
melihatnya. Jika kita cukup sering menggunakannya, ia akan mengubah siapa
diri kita, sebagai individu dan masyarakat. Efeknya tidak terjadi pada tataran
pendapat atau konsep, tetapi mengubah pola persepsi secara terus menerus.
Hal yang Yang menarik dari gegap gempita Buzz dan buzzing di media sosial
adalah fenomena unfriend dan unfollow. Banyak pengguna Facebook terpaksa
mengambil keputusan unfriend terhadap kawan-kawannya yang berbeda
pilihan dan memberi komentar yang dianggap kurang pas. Ada juga yang
memutuskan untuk unfollow, yang artinya tetap bersahabat tetapi tidak ingin
berbagi posting sahabatnya dibaca di linimasa (timeline)-nya.
Betapa dahsyatnya dampak Buzz dan buzzing politik dalam dunia maya,
perbedaan pilihan politik harus memutus persahabatan di dunia maya. Oleh
karena itu melalui strategi penyampaian pesan yang tepat, melalui komunitas
di media sosial, menggunakan komunitor yang dijadikan sumber rujukan para
netizen, dengan karakteristik yang dimiliki oleh media sosial, buzz yang
diciptakan oleh para buzzer telah melakukan konstruksi sosial terhadap capres
pada pemilu 2014 lalu. Melalui konstruksi sosial bukan hanya mengubah
pendapat tapi juga mengubah seseorang menjadi bagian dari komunitas
sosial, mereka didangkalkan pikirannya oleh pesan-pesan yang diciptakan
secara terus menerus oleh para buzzer. Wajar jika pada akhirnya,
para buzzer bukan hanya melakukan buzz mereka juga menjadi pecinta yang
aktif terhadap politisi yang didukungnya.
Deddy Mulyana, (2013; 22) dalam bukunya komunikasi Politik, pada masa
mendatang komunikasi politik di Indonesia akan semakin menarik. Media massa
baik televisi, surat kabar dan juga internet, menjadi media utama kampanye
politik menjelang pilkada, pilcaleg, dan pemilihan presiden 2019 mendatang.
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Tentu saja ini merupakan penomena sosial yang harus jadi pertimbangan para
politkus yang aktif menggunakan media sosial tersebut. Jika di cermati,
banyak masyarakat pengguna media sosial mengkritisi bahkan menghujat
langsung para politikus yang dianggap gagal dalam menuntaskan persoalan-
persoalan yang terjadi dimasyarakat. Kebijakan-kebijakan pemerintah yang
dianggap gagal dan merugikan masyarakat. Paling tidak ini juga menandakan
masyarakat sudah semakin kritis, yang menuntut komunikator-komunikator
politik harus lebih professional, cerdas dan bijak dalam menyampaikan pesan-
pesan politiknya.
Dalam komunikasi politik, khalayak memiliki daya tangkal dan daya serap
terhadap terpaan semua pesan kepada mereka. Komunikasi merupakan
transaksi pesan, pesan yang masuk akan diseleksi, kemudian akan disaring
diterima atau ditolak melalui filter konseptual. Adapun pola penyampaian
pesannya, fokus pada pengamatan terutama pada komunikan. Melalui
pendekatan psikologis dan sosiologis. Para komunikator politik kita
sebenarnya sudah jauh melangkah kearah pola Teori empati dan homofili.
Dimana asumsinya, Komunikasi politik akan sukses, bila mampu
memproyeksikan diri kedalam sudut pandang orang lain. Komunikasi ini
didasarkan oleh kesamaan (homofili) akan lebih lancar ketimbang oleh ketidak
samaan. Tokoh tokohnya; Berlo (1960) Baniel Lierner (1978). Teori ini pun erat
kaitannya dengan citra diri sang komunikator untuk menyesuaikan pikirannya
dengan alam pikir khalayak.
Berita elektronik menjadi salah satu media yang paling dominan dari
pengguna internet di Indonesia (Lim 2011). Pemilih pemula sering mengakses
portal berita elektronik sebagai sumber informasi Pemilu karena kecepatan
informasi dan judul informasi yang menarik disertai rasa ingin tahu yang tinggi
oleh pemilih pemula. Selain itu, Facebook dan Twitter menjadi sumber
informasi internet yang banyak dipilih oleh pemilih pemula. Kemenangan
Obama pada pemilihan umum 2009 merupakan hasil dari penggunaan dan
pengelolaan TIK, khususnya media sosial dalam pengumpulan dari dukungan
pemilih (Aekar et al. 2006). Twitter menjadi sarana pembentukan opini publik
sedangkan Facebook sebagai penguatan jaringan yang kuat antara akun
dengan teman (Ramadhan et al. 2014).
Jelajah situs atau mesin pencari otomatis menjadi peringkat ketiga karena
kemudahan pemilih mencari informasi yang dibutuhkan dengan cepat dan
tepat. Motif pencarian informasi dan kenyamanan dalam menelusuri
informasi pada umumnya adalah bentuk kepuasan dalam mencari dan
memperoleh informasi yang digunakan untuk perubahan, kebebasan berpikir,
aktualisasi diri, dan membantu kegiatan menjadi lebih efisien dan efektif.
Informasi tersebut termasuk dengan isu isu politik terkini yang terjadi di tanah
air (Setianto 2012).
BAB VI
GENERASI MILLENNIAL
DAN KOMUNIKASI POLITIK
Salah satu generasi yang paling mencolok karena terkenal dengan keragaman
yang berada di dalamnya adalah Generation Y atau yang biasa dikenal dengan
“Echo Boomers” atau pun “Millennials” (Solomon, 2009). Untuk dapat
membatasi lingkup generasi ini, terdapat pembatasan tahun kelahiran agar tetap
mempunyai karakteristik yang serupa. Kelahiran 1977 hingga 1994 dikenal
sebagai Generation Y untuk tahun 2010 atau dengan kata lain generasi ini
mencakup umur 16 hingga 33 tahun (Hawkins dan Mothersbaugh, 2010).
Generasi ini dikarakteristikan sebagai remaja yang tergolong remaja yang lebih
tua dan dewasa yang muda. Secara umum, diharapkan generasi ini merupakan
generasi yang paling tinggi tingkat pendidikannya, tentunya dengan tingkat
pendapatan yang akan mengikuti. Kebanyakan dari “Echo Boomers” ini telah
memasuki dunia perkuliahan atau pun dunia kerja. Mereka juga sadar akan
teknologi dan menggunakan e-mail, telfon selular, dan juga SMS untuk
berkomunikasi.
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Lebih dai 90% dari kelompok umur 18 hingga 29 tahun melakukan online, yang
merupakan prosentase yang lebih tinggi dari generasi sebelumnya. Selain itu,
kelompok umur 18 hingga 24 tahun memimpin pada penggunaan layanan telfon
selular, seperti SMS sampai internet. Generasi ini juga menikmati media dan
program TV yang memang diciptakan untuk mereka, seperti MTV, Maxim,
American Idol, Big Brother 4, dan juga CSI (Hawkins dan Mothersbaugh, 2010).
Millennials rata-rata mengalihkan perhatiannya dari berbagai gawai, seperti PC,
smartphone, tablet, dan televisi 27 kali setiap jamnya. Angka ini meningkat dari
17 kali per jam di generasi sebelumnya.
Saat kebanyakan ahli lain melihat tren anak muda yang semakin ‘parah’ dari
tahun ke tahun, kedua sejarawan AS ini meramalkan angka kriminalitas
remaja, kehamilan di luar nikah, konsumsi alkohol, dan rokok di bawah umur
akan menurun. Hal ini terbukti benar saat generasi Millennial melalui masa
remaja. Bahkan budaya pop yang disebut-sebut akan semakin diwarnai
kekerasan dan seks eksplisit juga berganti menjadi lebih bersahabat dan
dinaungi merek-merek besar. Sebagai contoh, generasi Millennial saat remaja
memiliki tokoh populer bernama Justin Bieber. Selain kedua prediksi yang
telah disebutkan, Strauss dan Howe juga berhasil memprediksi iklim politik
dan ekonomi di AS sehingga teori ini menjadi populer di berbagai bidang.
Berangkat dari asumsi dan batasan tersebut, Strauss dan Howe berpendapat
bahwa terdapat enam generasi yang masih hidup hingga kini. Setiap generasi
memiliki nama yang berbeda bergantung pada peristiwa yang terjadi pada
masa hidupnya. Secara singkat, Tabel 1 di atas merangkum keenam generasi
tersebut.
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Dari pola ini akan terbentuk empat pola dasar generasi atau archetypes.
Setiap warna pada Tabel 2 yang diberikan melambangkan tiap archetype.
Warna biru elambangkan Prophet, warna ungu melambangkan Nomad,
warna kuning melambangkan Hero dan warna hijau melambangkan Artist.
Tabel 8. Archetypes
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Prophet lahir setelah sebuah perang besar atau krisis lainnya sewaktu
kehidupan masyarakat diremajakan dan terbentuk konsensus. Prophet
menjalani masa kanak-kanak dalam keadaan dimanja pada masa
pascakrisis, tumbuh besar sebagai crusader yang narsis, moralistik pada
usia paruh baya dan menjadi lansia yang bijak. Mereka dikenal karena visi,
nilai-nilai dan keagamaannya.
Nomad lahir saat kebangkitan spiritual, masa di mana ideal sosial dan
agenda spiritual saat pemuda menyerang institusi yang berkuasa. Nomad
menjalani masa kanak-kanak dalam keadaan kurang diproteksi, tumbuh
besar dengan keadaan teralienasi, menjadi pemimpin yang pragmatis pada
usia paruh baya dan menjadi lansia yang tangguh. Mereka dikenal karena
kebebasan, survival dan kehormatannya.
Artist lahir saat perang atau krisis besar, di mana institusi menjadi agresif
sehingga tercipta konsensus publik dan pengorbanan pribadi. Artist
menjalani masa kanak-kanak dalam keadaan overpretected, tumbuh besar
sebagai pribadi yang sensitif, menjadi pemimpin yang sulit menentukan,
kemudian menjadi lansia yang berempati. Mereka dikenal kaerna
pluralisme, keahlian dan proses hukum yang adil.
Banyak hal krusial yang berhubungan dengan generasi, apabila kita melihat
hasil survei tersebut. Arah pergerakan generasi sekarang mulai berubah.
Generasi terdahulu yang diceritakan berhasil menumbangkan rezim orde
baru adalah generasi X sedangkan generasi sekarang mayoritas merupakan
generasi Y atau Z.
Selain arah pergerakan generasi yang mulai berubah, tidak dapat dipungkiri
bahwa metode kaderisasi ataupun pendekatan lainnya dalam berpolitik juga
ikut berubah. Terbukti bahwa metode yang lama tidak berhasil
diimplementasikan pada saat ini sehingga hasil pergerakan poltik ataupun
kaderisasi politik tidak sesuai harapan. Walaupun studi yang dilakukan oleh
Strauss dan Howe berlokasi di Amerika Serikat. Namun, teori ini cukup
berlaku di Indonesia. Hal ini didasarkan pada populasi generasi millennial
yang berasal dari kota-kota maju seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya
sangatlah besar sedangkan tim peneliti Strauss dan Howe mengatakan bahwa
mereka menemukan pola yang sama di negara-negara maju. Selain itu,
peristiwa G30SPKI pada tahun 1965 dan runtuhnya rezim orde baru saat
krisis 1998 adalah suatu bentuk kemiripan dengan siklus sejarah di Amerika
Serikat.
Teori generasi Strauss dan Howe cukup berlaku di Indonesia. Keabsahan teori
ini tidak 100% karena banyak faktor mikro berpengaruh, seperti budaya
daerah yang masih cukup kental. Kita perlu menyadari bahwa teori ini
memiliki asumsi dan batasannya tersendiri. Namun, teori ini dapat dijadikan
landasan berpikir untuk menentukan metode ataupun arah politik dan
demokrasi sekarang.
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Sumber : http://www.timesindonesia.co.id/millennials
b. Ekspresi Politik
Generasi millennials adalah anak-anak muda yang kerap mendapat
perhatian khusus untuk berbagai kepentingannya, dengan ditinjau dari
berbagai aspek perilakunya, seperti dalam pendidikan, hubungan sosial,
pandangan politik, etos kerja, hingga penguasaan teknologi. Seperti
generasi lainnya, generasi ini memiliki cara tersendiri dalam
mengaktualisasikan kebebasan dan keberpihakannya dalam kehidupan
demokrasi hari ini. Dari berbagai literatur yang dihimpun,
karakteristik Millennials jika di tinjau melalui pendekatan psikis dan empiris
dalam mengekspresikan sikap politik mereka. Berbagai fenomena sosial
yang dialami, setidaknya ada lima karakteristik sebagai berikut:
perlu dikemas model komunikasi politik yang dinamis, hal ini juga dapat
berwujud dialogis, testimoni maupun visual kreatif. Sosialisasi
(kampanye) politik dengan gaya formal dan normatif mulai dihindari
oleh generasi ini.
Nilai dan gagasan idealis menjadikan generasi ini lebih kritis menilai
berbagai fenomena disekitarnya, sikap ini kerap diterjemahkan sebagai
oposisi bahkan mungkin skeptis kepada para pejabat publik. Sejatinya
kondisi ini sangat menguntungkan partai politik (parpol), politisi serta
para pemangku kebijakan dengan memposisikan mereka untuk
membantu menyerap aspirasi dengan jangkauan lebih luas dan lebih
dalam. Mereka dapat difasilitasi dengan diberi ruang serta akses
tertentu, dan secara bersamaan diberi tugas dan tanggungjawab
konstruktif di tengah-tengah masyarakat.
1. Geliat Kebangkitan
Tahun 2012 - 2014 merupakan masa penyegaran dalam kehidupan
berpolitik dan berdemokrasi di Indonesia. Di era inilah, banyak generasi
muda memutuskan terjun sebagai relawan bagi jagoan-jagoan politik
mereka. Dengan caranya yang kreatif, mereka membangun sistem,
jejaring, dan memikirkan strategi paling efektif untuk
mengomunikasikan gagasan ideal kehidupan berpolitik dan
berdemokrasi yang bersih dan kondusif bagi masa depan mereka di
Indonesia. Berpartisipasi aktif menjadi relawan atas keprihatinan politik
melihat wakil-wakil rakyat yang harusnya menyuarakan kepentingan
bangsa justru lebih sibuk mengurusi kepentingan golongan dan
mengukuhkan kekuasaannya sendiri dan terjadinya korupsi di semua
lini.
Geliat ini nyata di media sosial, terutama melalui hujan hashtag atau
tagar. Beberapa di antaranya cukup fenomenal, seperti
#KemenanganJokowiJK yang menduduki No. 1 di Indonesia pada masa
pilpres 9 Juli 2014. Tagar ini bahkan masuk 10 besar trending topic
dunia. Tahun 2017, pilkada Jakarta, jagat Twitter juga ramai dengan
berbagai tagar, seperti #AniesSandi, atau #AHOKJAROT. Saking
fenomenalnya, cuitan perpolitikan di Indonesia, membuat Twitter,
setelah 10 tahun beroperasi, akhirnya memutuskan membuka kantor
perwakilannya di Indonesia. Keputusan ini seolah sah mengangkat
Indonesia tidak hanya sebagai ibu kota media sosial dunia, tapi juga
sebagai #Republiktwitter
Era teknologi digital, jejaring sosial menjadi media baru dengan cakupan
siar tak berbatas dan gratis. Sementara, tagar menjadi ‘corong’ untuk
menyuarakan aspirasi generasi millennial yang mobile. Mulai dari aksi
penggalangan opini, kultwit tentang analisis politik, perang tagar antara
pendukung tokoh politik, atau saling lempar meme yang membungkus
pesan politik dengan kesegaran komedi satir. Dengan memainkan
hashtag # cuitan akan ramai jadi trending topic. Melalui tagar, tim,
relawan politik memberi ruang bagi warga untuk men-tweet. Jelang
pilkada dan pilpres 2019 para penggiat media sosial memainkan hashtag
dan tagar # untuk meraih simpati khalayak media sosial. Tim relawan
politik sejak awal telah mengoptimalkan media sosial. Media dengan
jaringan ‘tanpa kapling’ yang tersedia secara gratis. Dengan media ini,
penyajian konten bisa dikutak-katik sekreatif mungkin, hingga menjadi
viral.
Salah satu contoh yang menarik, tim relawan Ahok yang rata rata anak
muda, sukses dalam pembuatan video pengumpulan 1 juta KTP warga
Jakarta sebagai bentuk dukungan terhadap Ahok sebagai calon
perorangan dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017. Sebelum video
tayang, sulit bagi mereka mengumpulkan KTP. Dalam sehari bisa jadi
hanya 100 KTP yang berhasil terkumpul. Padahal, untuk target 1 juta
KTP dalam setahun, setidaknya mereka harus mengumpulkan 3.000 KTP
sehari. Video animasi kreatif itu berhasil menggambarkan betapa
sulitnya mengumpulkan 1 juta KTP dalam satu tahun. Saking viralnya,
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Hal yang paling mencolok yang membedakan antara generasi Y dan generasi
sebelumnya adalah generasi Y tumbuh dalam lingkungan serba digital. Generasi
Y adalah generasi yang terhubung hampir 24 jam sehari dengan teknologi digital
dan sangat bergantung kepadanya. Mereka percaya bahwa teknologi digital
mengubah hidup menjadi lebih praktis, efisien dan inovatif. Bila diakumulasikan,
semua faktor tersebut membentuk generasi Y menjadi generasi digital, efisien,
terbuka, optimis, inovatif, kritis, pragmatis dan egaliter.
Saat ini sudah tidak zaman lagi para elit melakukan manuver politik semaunya
karena dengan penguasaan generasi Y terhadap internet mereka bisa
mendorong aksi kolektif menciptakan perlawanan di media sosial. Sebagai
langkah antisipatif untuk mengetahui dan memilih pemimpin, generasi Y
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Generasi Y adalah generasi yang tidak percaya perubahan bisa diciptakan oleh
partai politik. Kegagalan partai politik untuk mendorong situasi menjadi lebih
baik ditambah kondisi partai yang hierarkis, oligarkis dan kurang visioner
memaksa mereka untuk mencari cara berkontribusi dengan cara lain.
Generasi Y lebih tertarik menciptakan perubahan dengan membangun
perusahaan start up atau bekerja di lembaga non-profit.
Masih kita temukan saat ini perbedaan generasi antara para elit politik dan
generasi muda memunculkan kesulitan dalam mendialogkan isu-isu tersebut
dengan pikiran lebih terbuka. Kebebasan berpendapat dalam era media baru,
pesatnya perkembangan media digital dan keterbukaan pikiran dari generasi Y
akan mendorong banyaknya isu-isu sensitif dibicarakan dalam ranah publik.
Parpol mesti mendesain cara agar bisa memikat hati generasi millennial.
Mereka memiliki pengaruh bagi pesta demokras di Indonesia. Generasi
millennial memiliki gaya yang khas, Soliditas dan solidaritas sosial mereka
lebih ekspansif. Parpol, para tokoh politik mengakomodasi kehadiran mereka
dalam perhelatan politik. Menarik simpati generasi millennial. Menyiapkan
figur yang yang dapat mempersatukan dan memantik energi politik yang ada
pada generasi millennial. Kampanya-kampanye yang kreatif, progresif,
dinamis dengan menggunakan media sosial ataupun dengan berbagai kreasi
dan modifikasi memanfaatkan teknologi informasi.
3. Dimensi Edukatif
Parpol tidak hanya menjadikan generasi millennial sebagai alat politik untuk
mencapai kepentingan pragmatis. Menginstrumentalisasi generasi millennial
untuk mendukung hasrat parsial tertentu, memenuhi kepentingan politik
parpol. Mereduksi idealisme dan semangat generasi millennial kedalam
kerangka dan paradigma politik jangka pendek. Mengakomodasi generasi
millennial dalam setiap gerakan politik tidak sama dengan memposisikan
mereka sebagai obyek politik yang bisa dipakai sesuai dengan agenda seting
politik. Mengintegrasikan mereka kedalam gerakan politik harus dilandasi
oleh kepedulian dan kesadaran bahwa mereka merupakan generasi masa
depan bangsa. Agen-agen transformasi sosial. Generasi millennial bukanlah
komoditas politik untuk memback-up hasrat parpol. Menarik simpati politik
generasi millenial melalui edukasi politik merupakan tanggung jawab dan
afirmasi dimensi sosial dari parpol.
Secara lebih mikro, generasi millennial dibagi menjadi dua kategori, yaitu
Pertama, Generasi Millennial Tua (GMT), mereka yang lahir 1981 – 1990 yang
berusia 29 – 38 tahun pada tahun 2019. Kedua, Generasi Millennial
Muda (GMM), mereka yang lahir 1991 – 1999 yang berusia 20 – 28 tahun
padan tahun 2019. Secara jumlah, GMM sedikit lebih besar dari dari GMT.
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Meski sama-sama millennial, GMT dan GMM memiliki perbedaan perilaku dan
karakteristik. Karakter dan perilaku GMT masih terpengaruh oleh Gen X,
“saudara” tua generasi millennial, sementara GMM sudah terbebas sama
sekali dari pengaruh generasi-generasi sebelumnya, GMM inilah millennial
sesungguhnya. perbedaan mencolok bisa kita lihat dari perilaku menggunakan
internet, konsumsi internet GMM sangat tinggi dibanding dengan GMT.
Karena melihat potensi suara yang begitu besar, beberapa partai dan kandidat
yang akan bertarung dalam kontestasi pemilu sudah mulai dengan serius
melirik generasi millennial, dari yang masih malu-malu hingga ada yang sudah
terang benderang menyatakan diri sebagai partai millennial. Salah satu
karakter yang menonjol dari generasi millennial adalah mereka tidak memiliki
loyalitas yang tinggi terhadap institusi termasuk partai dan mereka tidak
mudah tunduk dan patuh terhadap garis instruksi.
Sebuah studi yang dilakukan oleh Pew Research Center tahun 2014 tentang
generasi millennial di Amerika Serikat menunjukkan hasil yang
mencengangkan. Pandangan politik generasi millennial berbeda secara
signifikan secara ras dan etnis. Sekitar setengah dari milenium kulit putih
(51%) mengatakan mereka independen secara politik, sisanya terafilisasi
Partai Republik (24%) dan Partai Demokrat (19%). Di lain pihak, Generasi
Millennial non-kulit putih, sekitar 47% mengatakan mereka independen
secara politik, tapi hampir dua kali lipat (37%) mengidentifikasi sebagai
terafiliasi dengan Partai Demokrat dan hanya 9% mengidentifikasi terafiliasi
dengan Partai Republik.
Mendekati pemilih millennial, setidaknya ada tiga cara yang bisa dilakukan.
1) Pertama, pahami karakter dan perilakunya.
Dalam buku Millennial Nusantara ada tiga karakter yang sangat menonjol
dari generasi millennial yaitu creative (kreatif), confidence (percaya diri),
dan connected (terhubung satu sama lain).
2) Kedua, Bicara dengan bahasa mereka.
Generasi Millennial terutama GMM, agak alergi dengan bahasa dan
jargon-jargon politik, partai politik atau politisi. Dari Kajian Alvara
Research Center ada tiga topik yang sangat menarik dan sering
diperbincangkan oleh generasi millennial, yaitu olahraga, music/film, dan
teknologi informasi.
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
Partai politik, para politisi tidak bisa hanya sekedar on-off, millennial perlu
disapa dan diajak bicara, mereka juga tidak suka komunikasi searah, mereka
lebih suka komunikasi dua arah, karena itu sosial media bisa digunakan
sebagai platform komunikasi dua arah antara partai/kandidat dengan
generasi millennial. Menyambut pilkada, pilcaleg, dan pilpres mendatang,
para politisi harus menyiapkan jurus khusus meraih suara pemilih pemula.
Perlu menyiapkan strategi model kampanye kreatif dan inspiratif untuk
meraih suara generasi millennial.
DAFTAR PUTAKA
Corey, Gerald, 2003, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung:
Refika Aditama. Dan Nimmo. 2005. Komunikasi Politik. Komunikator, Pesan,
dan Media.(Edisi terjemahan oleh Tjun Surjaman). Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Deddy Mulyana. 2007. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: PT.
Remaja Rosda Karya.
DeVito, Joseph A., 1986, The Interpersonal Communication Book, Fourth
Edition New York: Harper and Row Publisher.
Dwi Tiyanto, Pawito, Pam Nilan, dan Sri Hastjarjo. 2009. Persepsi mengenai
Politik Indonesia Menuju Pemilihan Umum 2009. Surakarta: Universitas
Sebelas Maret.
Dudi Rustandi (2013) Pencitraan Politik Daring, Strategi Memenangkan Massa
Digital Menjelang Pemilu 2014. Bandung: Jurnal Observasi Volumer 11
Nomor 2.
__________, (2014) Buzz Cyber Public Relations, Jurnal Ilmu Komunikasi
Volume 7 No 1 tahun 2014, Politeknik LP3I Bandung.
Graber, Doris A. 1984. Mass Media and American Politics. Washington DC: CQ
Press
Gun Gun Heryanto dan Irwa Zarkasy (2012) Public Relation Politik. Jakarta:
Ghalia Indonesia
Gudykunst, William B., Stella T. Toomey, and Elizabeth Chua, 1988, Culture
And Interpersonal Communication. London: SAGE Publications.
Van Dijk, Jan A.G.M. (1999). The Network Society, Social Aspects of New
Media. London, Thousand Oaks, New Delhi: Sage.
Van Dijk, Jan. (2000). “Models of Democracy and Concepts of
Communication.” Dalam Van Dijk, Jan & Hacker, Kenneth L. (eds). Digital
Democracy: Issues of Theory and Practice. London, Thousand Oaks, New
Delhi: Sage Publication, hal. 30-53.
Van Dijk, Jan & Hacker, Kenneth L. (eds). (2000). Digital Democracy: Issues of
Theory and Practice. London, Thousand Oaks, New Delhi: Sage Publication
Wilhelm, Anthony G. 2003. Demokrasi di Era Digital, Tantangan Kehidupan
Politik di Ruang Cyber, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
SUMBER INTERNET
Absher, Katherine and Amidjaya, Mary Rose. 2008. Teaching Library
Instruction to The Millennial Generation. From Marymount University,
Arlington, VA. Diakses dalam
http://www.vla.org/Presentations/VLA_presentation_draft072208.ppt
tanggal 23 Oktober 2017.
Do Media. 2009. Efektifitas iklan partai dalam pemilu 2009 pada media
massa. Diambil pada 25 Maret 2010. dari
http://dumadimengguggat.blogspot.com. Fakhrurrozi Amir. 2008. Pilkada
dan Pentingnya Political Marketing. Diambil 23 Oktober 2017 dari
http://www.siwah.com.
J_Putra, 2012. Definisi atau pengertian istilah Social Media apa yang
dimaksud dengan Social Media, http://jayaputrasbloq.blogspot
.co.id/2011/02/definisi-ataupengertian-istilah-social.html
Kacung Marijan. 2007. Pilkada Langsung: Resiko Politik, Biaya Ekonomi,
Akuntabilitas Politik, dan Demokrasi Lokal. Diambil 24 Oktober 2017 dari
http://www.komunitasdemokrasi.or.id/article/piljkt.pdf.
Kamaruddin Hasan. 2010. Komunikasi Politik dan Pencitraan (Analisis Teoritis
Pencitraan Politik di Indonesia). Diambil 23 Oktober 2017 dari
http://kamaruddin-blog.blogspot.com.
Hasil Survey JakPat App. Preferensi Politik Generasi Millennial. Dipublikasikan
pada 30 September 2017
Hasil Survey Alvara Research Center. The Urban Middle-Class Millenials
Indonesia. Financial and Online Behavior. Februari 2017
Howe, N. & Nadler, R. (2012). WHY GENERATIONS MATTER: Ten Findings
from LifeCourse Research on the Workforce. Diperoleh 28 Oktober 2017, dari
https://www.lifecourse.com/assets/files/Why%20Generations%20Matter%2
0LifeCourse%20Associates%20Feb%202012.pdf
http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&task=view&id=
78761 &Itemid=82 (diakses, 18 Agustus 2017)
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
http://asrudiancenter.wordpress.com
http://id.wikipedia.org/wiki/Media_sosial
http://indeks.kompas.com/tag/media-sosial
http://kaltim.tribunnews.com/tag/millennials
https://merdeka.com/
https://plus.google.com/110104319132030403095
https://tirto.id/
https://www.jawapos.com/tag/124861/komunikasi-politik-media-sosial
http://www.jurnas.com/halaman/6/2013-04-18/241953
https://www.koran-sindo.com/node/319505
http://www.statista.com/topics/2431/internet-usage-in-indonesia.
http://www.timesindonesia.co.id/millennials
https://seratalphacasa.wordpress.com/author/abdurrahmanhaqiqi/
Safranek, Rita, The emerging of Social Media in Political and Regime Change,
dalam http://www.csa.com/discoveryguides/discoevryguides-main.php
released March 2012 diakses tanggal 13 September 2017
http://indonesiasatu.kompas.com/read/2014/03/29/1153482/media.sosial.d
alam.kampanye.politik
https://www.facebook.com/media/set/?set=a.472017769524730.110363.47
2005732859267&type=1
http://www.tempokini.com/2014/06/peran-sosial-media-sebagai-media-
kampanye-politik/
http://www.robymuhamad.com/2012/09/13/riset-facebook-buktikan-
keampuhan-kampanye-media-sosial/
http://www.pks-petir.org/2013/01/5-alasan-menggunakan-social-media-
dalam-kampanye-politik.html
Marichal, J., 2012. Facebook Democracy. Farnham dan Burlington: Ashgate.
Gladwell, M., 2010. “Small Change: Why the revolution will not be tweeted.”
The New Yorker [online] 4 Oktober. Diakses dari:
http://www.newyorker.com/magazine/2010/10/04/small-change-malcolm-
gladwell[Diakses 5 Oktober 2017].
Noviandari, L., 2014. “Facebook temukan 200 juta perbincangan seputar
pemilu presiden 2014 di Indonesia.” TechinAsia *online+ 11 Juli. Diakses dari:
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
https://id.techinasia.com/facebook-temukan-200-juta-perbincangan-
seputarpemilu-2014-indonesia/ [Diakses 21 Oktober 2017].
Nielsen, 2014. “The Asian Mobile Consumer Decoded.” Nielsen *online+ 14
Januari. Diakses dari:
http://www.nielsen.com/ph/en/insights/news/2014/asian-mobile-
consumers.html [Diakses 2 Oktober 2017].
Purnell, N., 2014. “Facebook Users in Indonesia Rise to 69 Million.”
WallStreetJournal [online] 27 Juni. Diakses dari:
http://blogs.wsj.com/digits/2014/06/27/facebook-users-in-indonesia-rise-to-
69-million/ [Diakses 5 Oktober 2017].
Uwes Fatoni. 2006. Komunikator Politik. Diambil 25 Oktober 2017 dari
http://komunikasipolitik.blogspot.com.
Ya'cob Billiocta, 2014. “Ini beda kampanye relawan Prabowo dan Jokowi di
media sosial,” https://www.merdeka.com/pe ristiwa/ini-beda-
kampanyerelawan-prabowo-dan-jokowidi-media-sosial.html
_______, Pengertian Media Sosial, Peran serta Fungsinya,
https://ptkomunikasi.wordpre ss.com/2012/ 06/11/ pengertian-media-
sosialperan-serta-fungsinya/
Urgensi Social Media Dalam Pemenangan Pemilu ... - Yimg
xa.yimg.com/.../Urgensi+Social+Media+Dalam+Pemenangan+Pemilu+20...
http://budisansblog.blogspot.com/2014/03/media-sosial-dalam-kampanye-
politik.html
Visa.(2012). “Connecting with the Millennials-A Visa Study”. Singapore.
https://www.bcgperspectives.com/content/articles/center_consumer_custo
mer_insight_consumer_products_indonesias_rising_middle_class_aduent_co
nsumers/?chapter=3.
Komunikasi Politik di Dunia Virtual
BIODATA PENULIS