Anda di halaman 1dari 6

URGENSI ETIKA DALAM KOMUNIKASI POLITIK

Andy Corry Wardhani


Program Pascasarjana Magister Ilmu Komunikasi, FISIP Universitas Lampung
andy.corry@fisip.unila.ac.id

ABSTRAK

Komunikasi yang beretika, kini menjadi persoalan penting dalam komunikasi


politik. Dalam keseharian, penyampaian pesan sering dijumpai sejumlah hal yang
mencemaskan dari perilaku komunikasi yang kurang santun. Etika komunikasi sering
terpinggirkan, karena etika berkomunikasi belum membudaya sebagai urat nadi
kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dalam menyampaikan informasi, peranan
media massa sangatlah berpengaruh. Pemberitaan media massa yang berisikan
tuntutan, protes dan dukungan dari masyarakat, sering menyebabkan efek yang besar
terhadap lingkungan masyarakat dan kebijakan yang akan diambil. Metode penelitian
yang digunakan adalah kajian pustaka (library research) dan menggunakan analisis
kualitatif.

Kata kunci: Etika, Komunikasi Politik, Media Massa.

PENDAHULUAN
Diperkirakan tahun ini dan tahun mendatang pemberitaan di Indonesia akan
dipenuhi oleh peristiwa politik, dimulai dari pemilihan kepala daerah serentak untuk ketiga
kalinya yang akan berlangsung tahun 2018 dan setahun kemudian 2019 akan berlangsung
pemilihan presiden dan wakil presiden serta pemilihan anggota legislatif. Berdasarkan
pengalaman pada pilkada maupun pilpres yang lalu, iklim politik akan memanas. Tahun
2018 akan menjadi tahun politik. Partai politik dan para politisi akan sibuk melakukan
kegiatan-kegiatan sebagai persiapan untuk dapat mendulang suara dalam pemilu tahun
2019. Tidak heran nanti

memenangi pengaruh dan simpati publik. Petarungan merebut simpati ini dilakukan
dengan berbagai cara. Tampil di media merupakan salah satu cara terpenting untuk
merebut hati publik dan membangun citra. Mereka yang tampil di media memiliki
kesempatan untuk menyampaikan pesan kepada sejumlah besar pemilih dalam waktu
singkat. Tampilan di media dapat mempengaruhi pemilih dalam mengambil keputusan.
Dengan demikian ada peluang intuk mengantarkan politisi maupun partai politik ke
jenjang kekuasaan.

METODE PENELITIAN

Tulisan ini merupakan hasil dari kajian pustaka (library research) dengan
menggunakan analisis kualitatif. Sebagai pembelajar ilmu komunikasi dan media,
penulis ingin memberikan bagaimana pentingnya etika dalam komunikasi politik.

PEMBAHASAN

Komunikasi Politik
Semua orang baik pejabat negara, pemimpin partai maupun warga negara biasa,
memerlukan informasi mengenai apa yang terjadi disekelilingnya. Informasi penting untuk
mengambil keputusan dalam menjalani agenda hidup masing-masing. Informasi dapat

MEMBANGUN ETIKA SOSIAL POLITIK MENUJU


230 MASYARAKAT YANG BERKEADILAN as Lampung pada tanggal
18 Oktober 2017 di Hotel Swiss Bell , Bandar Lampung
diperoleh bila sistem yang menyebarkannya dapat berfungsi dengan baik sehingga setiap
orang mendapat kesempatan memperoleh apa yang diperlukan masing-masing. Selain itu,
informasi tersebut haruslah memenuhi kebutuhan pihak yang membutuhkannya. Salah
satu informasi yang dperlukan masyarakat pada waktu pemilihan umum adalah informasi
politik.
Informasi politik menyangkut berbagai hal. Menjelang pemilu masyarakat
memerlukan banyak informasi tentang politisi dan partai politik. Informasi
ini penting baginya untuk mengambil keputusan politisi atau partai mana
yang akan dipilih pada saat pelaksanaan pemungutan suara. Pernyataan-
pernyataan di atas mengajak kita pada studi komunikasi politik.
Komunikasi politik secara sederhana dapat diartikan sebagai proses
pertukaran pesan-pesan politik diantara partisipan komunikasi. Secara lebih luas
komunikasi politik diartikan oleh Fagen (dalam Nasution, 1990), sebagai segala
komunikasi yang terjadi dalam suatu sistem politik dan antara sistem tersebut dengan
lingkungannya. Kajian studi komunikasi politik umumnya berkisar tentang bagaimana
peranan komunikasi di dalam fungsi politik. Salah satunya adalah studi yang
dilakukan oleh Alfian (1993). Dia menyebutkan bahwa komunikasi politik diasumsikan,
sebagai yang menjadikan sistem politik itu hidup dan dinamis. Komunikasi politik
mempersambungkan semua bagian dari sistem politik, masa kini dengan masa
lampau sehingga aspirasi dan kepentingan dikonversikan menjadi berbagai
kebijaksanaan. Pernyataan Alfian ini, berangkat dari pemikirannya, bahwa komunikasi
itu, sebagai gejala politik. Konsekuensi dari pemikiran itu menempatkan komunikasi
sebagai akibat dari gejala politik.
Komunikasi bukanlah semata-mata akibat dari gejala politik. Studi yang dilakukan
Paul F. Lazarsfeld, Bernerd Berelson dan Hezel Gandet tahun 1940-an membuktikan,
adanya pengaruh komunikasi terhadap perilaku pemilihan umum di Amerika Serikat.
Begitu juga studi komunikasi politik yang dilakukan tahun 1950-an oleh Karl Hovlan,
Irving L. Jenis dan Horald H. Kelly, juga membuktikan peranan komunikasi (massa)
dalam mengubah opini (politik) masyarakat (Panuju, 1997). Studi-studi yang
disebutkan tadi, menunjukkan bahwa gejala komunikasi merupakan variabel bebas
(independent variable), dalam arti dia dapat menjadi penyebab terjadinya peristiwa
politik. Adapun fungsi dari komunikasi politik itu menurut McNair (dalam Cangara,
2009) adalah:
1. Memberikan Informasi kepada masyarakat, apa yang terjadi di sekitarnya.
Dalam hal ini, media komunikasi memiliki fungsi pengamatan dan juga
fungsi monitoring apa yang terjadi dalam masyarakat.
2. Mendidik masyarakat terhadap arti dan signifikansi fakta yang ada. Dalam
konteks ini, para jurnalis diharapkan melihat fakta yang ada sehingga
berusaha membuat liputan yang objektif yang bisa mendidik mayarakat atas
realitas fakta tersebut.
3. Menyediakan diri sebagai platform untuk menampung masalah masalah
politik sehingga bisa menjadi wacana dalam membentuk opini publik dan
mengembalikan hasil opini itu kepada masyarakat. Dengan cara demikian,
bisa memberi arti dan nilai pada usaha penegakan demokrasi.
4. Membuat publikasi yang ditujukan kepada pemerintah dan lembaga-
lembaga politik. Di sini media bisa berfungsi sebagai anjing penjaga
(watchdog) sebagaimana pernah terjadi dalam kasus mundurnya
Nixon sebagai Presiden Amerika Serikat karena terlibat kasus
Watergate.
5. Dalam masyarakat yang demokratis, media politik berfungsi sebagai
saluran advokasi yang bisa membantu agar kebijakan dan program-
program lembaga politik dapat disalurkan kepada media massa.

MEMBANGUN ETIKA SOSIAL POLITIK MENUJU


MASYARAKAT YANG BERKEADILAN ung pada tanggal
231
18 Oktober 2017 di Hotel Swiss Bell , Bandar Lampung
Dalam menjalankan fungsinya, komunikasi politik tidak dapat melepaskan diri dari
media yang merupakan perantara, menyambungkan dan menggerakkan bekerjanya
sebuah sistem politik. Melalui media komunikasi politik, orang tua, sekolah, pemuka
agama dan tokoh masyarakat menanamkan nilai-nilai ke dalam masyarakat. Para
pemimpin partai politik dan kelompok-kelompok kepentingan, organisasi kemasyarakatan
menyampaikan aspirasi dan kepentingan masyarakat sebagai kehendak mereka serta
memberi rekomendasi dalam membuat kebijakan. Setelah menerima informasi dari
berbagai pihak, mereka yang duduk di lembaga legislatif, membuat undang-undang yang
relevan yang kemudian dikomunikasikan dengan pihak eksekutif agar dapat dilaksanakan.
Proses pelaksanaan dari undang-undang tersebut, dikomunikasikan kepada masyarakat
dan masyarakat memberikan penilaian terhadap implementasinya. Hasil penilaian tadi
kemudian dikomunikasikan kembali. Proses komunikasi politik seperti ini, menempatkan
media sebagai unsur yang urgen, memainkan peranan menentukan apakah proses
komunikasi politik itu berjalan efektif ataukah tidak.
Media sebagai saluran komunikasi politik memiliki keluasan jangkauan dan
kedalaman pengaruh, media massa selalu menjadi buruan para komunikator politik. Pesan
politik bisa sampai kepada publik, sangat tergantung kepada sejauh mana komunikator
politik bisa menyertakan media dalam setiap aktivitas komunikasi politiknya. Dalam
konteks inilah media massa menjadi sangat penting untuk kepentingan komunikasi politik.
Persaingan politik yang keras antar politisi maupun partai politik ketika pemilihan umum
sering menyeret media dalam pemberitaan=pemberitaan yang cenderung melanggar etika.

Etika Komunikasi Politik


Etika merupakan kajian tentang bagaimana seharusnya manusia itu berbuat,
apakah perbuatan itu baik dan buruk. Sebagai salah satu kajian dari filsafat, etika
diartikan sebagai ilmu tentang apa yang baik dan buruk dan tentang hak dan
kewajiban moral (akhlak). Manusia mempunyai keistimewaan dibanding makhluk lain,
yaitu kemampuan berpikir. Dengan kemampuan berpikir inilah, manusia sadar akan
dirinya, siapa saya dan apa yang harus saya perbuat dan sebagainya, sehingga
manusia akan berpikir sebelum melakukan tindakan. Manusia akan berpikir dan
menimbang, apakah perbuatan yang dilakukannya sesuai dengan harkat
kemanusiannya atau justru sebaliknya. Komunikasi merupakan suatu hal yang amat
penting dalam kehidupan manusia. Kita tidak bisa, tidak berkomunikasi. Kita belajar
menjadi manusia melalui komunikasi. Komunikasi sudah merupakan kebutuhan
manusia, bahkan kesuksesan seseorang sekarang ini, lebih banyak ditentukan pada
kemampuan dia berkomunikasi.
Komunikasi melibatkan interaksi antar anggota masyarakat. Dalam
interaksi diperlukan norma-norma atau aturan-aturan yang berfungsi untuk
pengendalian yang tujuannya adalah untuk tercapainya ketertiban dalam
masyarakat. Salah satu, upaya mewujudkan tertibnya masyarakat adalah adanya
etika komunikasi politik yakni kajian tentang baik buruknya suatu tindakan
komunikasi politik yang dilakukan manusia, suatu pengetahuan rasional yang
mengajak manusia agar dapat berkomunikasi dalam bidang politik dengan baik.
Komunikasi politik selalu melibatkan setidaknya dua orang. Dalam
interaksi poltik selalu diperlukan norma-norma atau aturan-aturan yang berfungsi
untuk pengendalian atau social control. Tujuannya untuk menciptakan
masyarakat yang tertib. Salah satu bentuk untuk mewujudkan tertibnya
masyarakat adalah adanya etika, yakni filsafat yang mengkaji baik-buruknya
suatu tindakan yang dilakukan manusia. Etika komunikasi politik juga dikenal
sebagai suatu pengetahuan rasional yang mengajak pelaku politik agar dapat
berkomunikasi dengan baik.

Disampaikan pada Seminar MEMBANGUN ETIKA SOSIAL POLITIK MENUJU


232 MASYARAKAT YANG BERKEADILAN
18 Oktober 2017 di Hotel Swiss Bell , Bandar Lampung
Dalam perspektif komunikasi, upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat
melalui pemilihan umum, barangkali bisa terealisasi, ketika etika komunikasi politik
bisa terpenuhi sebagaimana gagasan Karl Wallace (Johannesen, 1996) yakni
pedoman etika yang berakar dalam nilai-nilai demokrasi, antara lain : Komunikator
harus menumbuhkan kebiasaan bersikap adil dalam memilih dan menampilkan fakta
dan pendapat secara terbuka. Komunikasi tidak boleh menyelewengkan atau
menyembunyikan data yang mungkin dibutuhkan untuk mengevaluasi argumen
komunikator politik yang adil.
Para komunikator politik, misalnya calon pemimpin hendaknya mengajarkan
kejujuran dalam komunikasi, melalui tranparansi pesan yang dilontarkan.
Komunikator harus terbiasa mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan
pribadi. Apa yang menjadi keinginan dan cita-cita bersama warga daerahnya lebih
didahulukan. Artinya seorang calon pemimpin dituntut secara etis untuk memikirkan
nasib dan kebersamaan dengan pihak lain dalam lingkungan tempat ia berada.
Komunikator Politik menanamkan kebiasaan menghormati perbedaan
pendapat dengan mendorong berbagai ragam argumen dan pendapat. Artinya proses
pemilu betul-betul dijadikan momentum untuk membiasakan perbedaan argumen dan
pilihan namun saling menghormati, sehingga berimplikasi positif bagi kepuasan batin
individual lengkap dengan risiko pilihannya. Membiasakan menerima beragam
perbedaan dengan bijak adalah fundamen mahal bagi terwujudnya bagunan
demokrasi.
Johannesen (1996), mengemukakan, dalam perspektif politik
diperlukan empat pedoman etika, yaitu:

1. Menumbuhkan kebiasaan bersikap adil dengan memilih dan


menampilkan fakta dan pendapat secara terbuka.
2. Mengutamakan motivasi umum dari pada motivasi pribadi.
3. Menanamkan kebiasaan menghormati perbedaan pendapat.

Selanjutnya, Nilsen (dalam Johannesen, 1996), mengatakan bahwa


untuk mencapai etika komunikasi, perlu diperhatikan sifat-sifat berikut:
1. Penghormatan terhadap seseorang sebagai person tanpa
memandang umur, status atau hubungannya dengan si pembicara.
2. Penghormatan terhadap ide, perasaan, maksud dan integritas orang lain.
3. Sikap suka memperbolehkan, keobjektifan, dan keterbukaan
pikiran yang mendorong kebebasan berekspresi.
4. Penghormatan terhadap bukti dan pertimbangan yang rasional
terhadap berbagai alternatif
5. Terlebih dahulu mendengarkan dengan cermat dan hati-hati
sebelum menyatakan persetujuan atau ketidaksetujuan.

Dalam menyampaikan informasi, peranan media massa sangatlah berpengaruh.


Pemberitaan media massa yang berisikan tuntutan, protes dan dukungan dari masyarakat,
seringkali menyebabkan efek yang besar terhadap lingkungan masyarakat dan kebijakan
yang akan diambil. Misalnya, demontrasi anarkis yang selalu ditayangkan berulang-ulang
di stasiun televisi, dapat menyebabkan orang takut dan trauma. Begitu juga tuntutan yang
disertai kata-kata yang kasar, dapat membuat orang benci dan tidak simpati. (Wardhani,
2009).
Media mempunyai kebebasan dalam memberitakan, tetapi tentu saja kebebasan yang
dipunyainya bukanlah kebebasan yang mutlak. Kebebasan itu harus disertai dengan tanggung
jawab sosial, bukan justru menyalahgunakan kebebasan. Berkaitan dengan perilaku media ini,

MEMBANGUN ETIKA SOSIAL POLITIK MENUJU


MASYARAKAT YANG BERKEADILAN pung pada tanggal
233
18 Oktober 2017 di Hotel Swiss Bell , Bandar Lampung
kita memerlukan etika komunikasi. Ada tiga pertimbangan mengapa perlu
penerapan etika komunikasi (Haryatmoko, 2007):
Pertama, media mempunyai kekuasaan dan efek yang dahsyat
terhadap publik. Media mudah memanipulasi dan mengalienasi khalayak.
Dengan demikian etika komunikasi mau melindungi publik yang lemah.
Kedua, etika komunikasi merupakan upaya untuk menjaga
keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan tanggung jawab.
Ketiga, mencoba menghindari sedapat mungkin, dampak negatif
dari logika instrumental. Logika ini cenderung mengabaikan nilai dan
makna, yang penting adalah mempertahankan kredibilitas pers di depan
publik, tujuan media sebagai instrumen pencerahan kurang mendapat
perhatian.
Berkaitan dengan perilaku media, ada beberapa penelitian yang pernah dilakukan,
diantaranya penelitian Roni Tabroni (2012) mengungkapkan adanya perilaku tidak etis
yang dilakukan para politisi, yang pada sisi tertentu kemudian justru melakukan kerjasama
dengan pihak media massa. Media massa yang dalam menjalankan profesinya mesti taat
pada Kode Etik Jurnalistik, namun kenyataannya menjadi lebih fleksibel ketika dihadapkan
pada realitas politik di lapangan. Temuan ini semakin memperjelas bahwa minimnya
pengetahuan tentang etika dalam komunikasi politik bagi politisi dan timnya, menjadi
problem dalam menyampaikan pesan-pesan politik lewat media massa. Penelitian lain
dilakukan Budiyono (2016) yang menyatakan bahwa pemanfaatan media sosial juga telah
meningkatkan modal sosial bagi pelaku politik yaitu terbukanya jaringan komunikasi
politik, relasi politik dan partisipasi politik masyarakat. Meskipun demikian, terdapat
beberapa persoalan dalam konteks komunikasi politik melalui media sosial, diantaranya
komunikasi politik dalam menyampaikan pesan-pesan komunikasi yang buruk,
menjatuhkan, dan menyerang pribadi. Ini jelas menimbulkan persoalan-persoalan etis
komunikasi.

KESIMPULAN
Dalam kehidupan demokrasi, komunikator politik memang berhak dan bebas
berpendapat tanpa takut terhadap setiap tekanan dari pihak mana pun. Namun, setiap
pribadi maupun kelompok atau media tertentu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
hendaknya memiliki kekuatan pengendalian, Kita harus memiliki kebebasan yang
bertanggung jawab dan dikomunikasikan dengan kesantunan. Jika tidak, maka yang
terjadi ketidakberaturan, keacakan, bahkan ketidakpastian nilai yang tak terkendali. Media
mempunyai kekuasaan dan efek yang dahsyat terhadap publik. Media mudah
memanipulasi dan mengalienasi khalayak politik. Dengan demikian etika komunikasi
politik diperlukan untuk melindungi publik yang lemah. Selain itu etika komunikasi politik
merupakan upaya untuk menjaga keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan
tanggung jawab

DAFTAR PUSTAKA
Alfian.(1993).
Utama.

Rajawali Pers.
Haryatmoko. (2007). Etika Komunikasi: Manipulasi Media, Kekerasan dan Pornografi.
Kanisius. Yogyakarta.

MEMBANGUN ETIKA SOSIAL POLITIK MENUJU


234 MASYARAKAT YANG BERKEADILAN dilaksanakan oleh FISIP Universitas Lampung pada tanggal
18 Oktober 2017 di Hotel Swiss Bell , Bandar Lampung
Johannesen, Richard L. 1996. Ethics in Human Communication. Prospect Heights, III.
Waveland Press.
Nasution, Zulkarimein.(1990)

. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Tabrni, Roni. (2012). Jurnal Ilmu Komunikasi Volume 10, Nomor 2, Agustus 2012,

Volume 1,

No.1. Maret 2009.

MEMBANGUN ETIKA SOSIAL POLITIK MENUJU


MASYARAKAT YANG BERKEADILAN aksanakan oleh FISIP Universitas Lampung pada tanggal
235
18 Oktober 2017 di Hotel Swiss Bell , Bandar Lampung

Anda mungkin juga menyukai