Anda di halaman 1dari 32

BAB II

MODEL TRANSMISI KOMUNIKASI JOHN LOCKE :

A MIST BEFORE OUR EYES

(AFI-ULIL-ULFA-SIGIT)

Terdapat dua konsep utama yang digunakan dalam komunikasi di Amerika pada
abad-19 (James Carey, 1992). Pertama adalah pandangan tentang transmisi. Kedua,
pandangan ritual.

Dalam pandangan ritual, komunikasi lebih berkaitan erat dengan sharing/ berbagi,
partisipasi, asosiasi. Pandangan ritual dalam komunikasi lebih kepada pemeliharaan
masyarakat dan representasi keyakinan bersama. Komunikasi dipahami lebih kepada
upacara sakral yang menggambarkan sekumpulan orang dalam komunitas.

Di abad 20 dan 21, komunikasi merujuk pada penyampaian informasi seperti pada
media cetak dan elektronik. Istilah komunikasi ke arah transmisional telah
mendominasi wacana abad ini.

Sebuah Essay Tentang Pemahaman Manusia

OED (Oxford English Dictionary) mendefiniskan istilah transmisi sebagai berikut:


”Menanamkan, menyampaikan atau mempertukarkan ide, pengetahuan, informasi dll
(melalui lisan, tulisan atau tanda)”. OED memberi contoh penggunaan istilah ini
menggunakan kutipan dari John Locke : ”Untuk membuat kata-kata berguna di akhir
komunikasi”.

Deskripsi Locke tentang menarik' (exciting) ini menggambarkan unsur elektrik yang
bersatu dan menjadi cahaya. Penggambaran cahaya oleh Locke merepresentasikan
seseorang yang memiliki ide begitu sempurna. Penggunaan istilah ‘komunikasi’ dari
Locke dalam essay-nya inilah yang membentuk pergesaran istilah yang saat ini
mendominasi wacana.

Pandangan Locke Tentang Pengetahuan

Menurut pemikir teori pengetahuan empiris, John Locke, seseorang dilahirkan dalam
kondisi pikiran yang kosong layaknya kertas putih. Locke memulai dengan premis
dari kebersihan dan kekosongan pikiran, atau terkenal dengan istilah tabula rasa. Bagi
Locke, tabula rasa ditulis oleh pengalaman melalui panca indera.

Persepsi seseorang dimulai dari objek di dunia. Misalnya pohon, cahaya


memancarkan sinarnya ke pohon dan tertangkap oleh mata. Mata mengirimkan
sinyalnya ke pikiran dan meresponnya, kemudian pikiran merepresentasikan sesuatu
dari pohon tersebut. Pengalaman secara langsung tentang pohon oleh pikiran akan
memunculkan ide sederhana.

Pandangan transmisional mengenai komunikasi sepenuhnya sesuai dengan gambaran


ini. Pandangan transmisional lebih melihat komunikasi sebagai proses pengiriman
pesan dari sender kepada receiver, kemudian receiver mengolah pesan tersebut dan
menginterpretasikannya.

Bagi Locke, setiap orang bebas merepresentasikan dan mempersepsikan setiap hal di
dunia ini. Locke memahami bahwa persepsi sebagai aktivitas dari pikiran dan tidak
sesederhana penerima pasif atau cermin dari dunia luar. Ia juga menyarankan individu
untuk dapat melihat sesuatu seperti apa mereka sebenarnya, bukan atas tampilan dari
institusi dominan, gereja, kekuasaan atau adat istiadat.

Pengetahuan Sejati Komunikasi


Hubungan gagasan sederhana dan bentuk pemahaman manusia merupakan dasar
pertimbangan John Locke atas pengetahuan sejati. Gagasan yang kompleks dibuat
dengan penambahan, pengurangan, kombinasi, dan pengaturan dari gagasan
sederhana.

Locke membedakan dua jenis komunikasi, yaitu komunikasi yang biasa digunakan
untuk percakapan sehari-hari dan filosofi komunikasi untuk mengrekspresikan
kebenaran.

Setiap harinya, menurut Locke, proses dari gagasan datang dari satu ide ke ide lain
dan proses ini berkelanjutan. Komunikasi terjadi di masyarakat dalam konteks
manusia berhubungan dengan yang lain di kehidupan sosial dan budaya. Pandangan
semacam ini mendekati pandangan pandangan ritual.

Konsep baru dari Locke mengenai komunikasi lebih kepada pengetahuan sejati dapat
tersampaikan melalui orang satu ke yang lain, atau satu generasi ke generasi lainnya,
dengan cara yang akurat dan kebenaran yang sebenarnya dapat disampaikan terus
menerus. Konsep ini mengacu pada komunikasi sebagai filosofi.

Pandangan Lock Tentang Komunikasi

Komunikasi adalah sarana yang tidak sempurna untuk menyalurkan ide-ide melalui
kata dan tanda. Menurut Locke, komunikasi adalah permasalahan konsekuensi-
konsekuensi dasar yang butuh untuk dikenali dan diperkecil.

Locke dan George Bakeley memperkenalkan bahasa sebagai prinsip utama dari
pengetahuan manusia. Barkeley mempertimbangkan, penggunaan kata-kata dalam
komunikasi menjadi hambatan dasar dari artikulasi gagasan yang jelas dan berbeda.
Pengetahuan menjadi membingungkan karena penyalahgunaan kata.
Seluruh permasalahan komunikasi bergantung kenyataan bahwa orang-orang tidak
bisa meng-komunikasikan ide-ide mereka secara langsung dan dalam bentuk yang
sesungguhnya (murni).

Locke mengidentifikasikan penggunaan ganda pada kata-kata :

a. Kata-kata, digunakan untuk merekam pemikiran. Seseorang mungkin


menggunakan kata-kata apapun untuk menyatakan ide untuk dirinya sendiri
selama ia menggunakan kata yang sama secara konsisten. Kemampuan seseorang
menentukan kata-kata untuk mengkespresikan ide-idenya juga menyebabkan
munculnya potensi kesalahpahaman antara pengirim dan penerima pesan.

Ada dua cara untuk memahami “gangguan komunikasi” sesuai dengan yang telah
dibahas Locke mengenai komunikasi. (1.) pertama, ide tentang gangguan sebagai
“kegagalan” komunikasi menjadi salah dan menjadi tidak berfungsi. (2.)
membaca gangguan komunikasi dalam sebuah proses, karena terganggu dalam
berbagai tahap yang terjadi dalam komunikasi.

b. Untuk meng-komunikasikan pemikiran kepada orang lain. Menurut Locke, kata-


kata tidak menyediakan pemahaman tentang pemikiran dan ide ide. Mustahil
untuk menggambarkan pemikiran kita secara jelas (murni). Sebaliknya, kita
dipaksa untuk menggunakan media kata-kata, yang mengubah ide-ide kita
menjadi sesuatu yang lain yang hanya bisa mendekati apa yang kita pikirkan.

Kata-kata bisa berubah makna dikarenakan perubahan nada bagaimana mereka


disampaikan ataupun dengan perilku nonverbal. Terdapat banyak kemungkinan
penafsiran pesan oleh penerima pesan.

Komunikator Baik Melakukan Ini


Sejak komunikasi diperlakukan sebagai sebuah masalah, ketertarikan pada
komunikasi adalah untuk mencari solusi. Dalam rezim komunikasi sebagai tranmisi,
komunikator yang baik adalah yang dapat menyandikan dan menyampaikan pesan
dimana ide yang diterima mendekati ide yang disampaikan.

Stainley Deetz dan Sheryl Stevenson(1986), menganjurkan, pertanyaan dasar dalam


menyusun pesan yaitu apa yang dikatakan dan bagaimana mengatakannya.
Penyesuaian pesan akan membuat perbedaan isi dan penyampaian pada situasi dan
pada penyampai yang berbeda. John Locke (1690) mengatakan, prinsip terpenting
dalam menyampaikan pesan adalah mengetahui khalayak sebelum berbicara.

Tidak hanya isi kesatuan pesan dari penyampai dan penerima. Namun, cara
menyampaikan pesan juga menjadi hal yang penting. Disampaikan pengarang buku,
cara yang baik untuk menyampaikan pesan adalah sebagai berikut :

 Menentukan Jeda : Ambil waktu untuk memandang seluruh audiens untuk


mendapatkan umpan balik dari mereka. Ambil jeda untuk menunjukkan
stuktur pembicaraan.
 Kontak Mata : tanpa kotak mata yang tepat pesan yang terstuktur dan
pembicaraan yang disiapkan dengan bagus pun tidak akan efektif.
 Keberagaman Vokal : melakukan humor dan mungkin menyentuh pengalaman
pribadi audiens menjadi sangat penting. Atau bisa juga memberikan sesuatu
yang mengejutkan.

Kritik :

Locke dihadapkan pada fakta bahwa tidak ada cara yang baik untuk
menyampaikan ide. Bahwa kata, tidak dapat mewakili ide secara murni.
Mengenai pengertian komunikasi adalah untuk mencapai kesamaan makna, maka
pemikiran Lock secara tidak langsung mengatakan bahwa tidak akan ada titik
temu dalam komunikasi.
Padahal pada kenyataannya, seseorang dapat berbagi ide oleh pengirim. Tidak
akan ada kesamaan pemahaman mengenai ide itu sendiri.

Chapter 3

(RIO-NINING-NUZUL-TITIK)

Bagaimana komunikasi diketahui sebagai proses informasi, realitas


kejiwaan yang sebenarnya

Alam bawah sadar merupakan realitas psikis yang sebenarnya, di dalamnya


memberitahu setiap individu tentang realitas dunia luar yang tidak diketahui dan tidak
disajikan secara lengkap oleh alam sadar yang dapat ditangkap oleh pancaindera
komunikasi kita (Sigmund Freud). Ketidaksadaran adalah daerah kesadaran yang
berisi berbagai ide dan efek yang tertekan, yang tidak dapat diingat kembali
karena ditahan oleh efek alam prasadar sebagai sensor. Wittgenstein (1958)
mencoba mempertanyakan dimana letak sisi visualitas. Di saat kita menutup mata,
kita mampu membayangkan seekor kucing, kita menyadari sosok kucing tersebut
seperti yang ada dalam pikiran kita. Namun bagaimana proses kita dalam membentuk
bayangan kucing tersebut dalam pikiran. Hal ini jelas ada kaitannya antara
komunikasi dan ketidaksadaran. Eduart Von Hartman (1884/1931) pertama kalinya
memperkenalkan filsafat ketidaksadaran dalam karyanya yang berjudul Philosophy
Of The Unconscious di Jerman. Hartman merekonstruksi “sesuatu yang lebih” di
bawah aktifitas komunikasi. Dibawah kata – kata adalah makna, di bawah makna
adalah ide, dibawah ide adalah kesadaran pikiran. Dibawah kesadaran pikiran adalah
pikiran ketidaksadaran. Hartman berargumentasi bahwa kita tidak dapat lama
berkonsentrasi di alam kesadaran. Kita harus keluar dari alam kesadaran untuk
mengeksplore dengan lebih. Teori ketidaksadaran banyak menginspirasi para pemikir
lainnya, salah satunya adalah Sigmund Freud. Freud memaparkan bahwa kesadaran
hanyalah sebagian kecil dari seluruh kehidupan psikis. Psikis diibaratkan seperti
fenomena gunung es di tengah lautan luas yang ada dalam alam sadar atau kesadaran
itu sendiri. Sedangkan yang berada dibawah permukaan air laut dan merupakan
bagian terbesar adalah hal – hal yang tidak disadari atau ketidaksadaran. Sehingga
menurut Freud, di dalam ketidaksadaran inilah terdapat kekuatan – kekuatan dasar
yang mendorong sebuah pribadi.

Pembicaraan Ilmiah Mengenai Pengalaman Batin

Pada bagian ini akan menjelaskan mengenai penelitian psikologi yang


menghubungkan proses mental yang terjadi di dalam alam bawah sadar. Tujuan
sebenarnya dari psikologi empiris adalah untuk mengevaluasi serta memunculkan
teori dari “the psychological” berdasarkan kriteria besar dari proses konstruksi dan uji
ilmiah. Hal ini dilakukan agar materi yang dipelajari mendapat pengakuan yang sama
dengan mata pelajaran lainnya dengan psikologi sebagai objek alami dari penelitian
ini dengan sebuah wacana pembingkaian konsentrasi dalam komunikasi. Menurut
Wundt (1896) bahwa psikolog eksperimental tidak dimulai dengan pengalaman
sadar, melainkan dengan fakta – fakta obyektif yang secara empiris tersedia untuk
ilmuwan. Diantaranya adalah sensasi, perasaan, ide, dan hal yang akan menyebabkan
pergerakan alam bawah sadar dengan dasar empiris dan penjelasan ilmiah. Satu –
satunya metode alami yaitu dengan penyelidikan psikologis yang akan dimulai
dengan fakta – fakta tersebut. Dalam psikologi, ditemukan bahwa fenomena mental
yang secara langsung dapat memberikan pengaruh fisik terhadap objek percobaan.
Sehingga kita tidak dapat bereksperimen pada pikiran itu sendiri, tetapi hanya pada
proses luarnya. Panca indera dan gerakan yang secara fungsional terkait dengan
proses mental. Proses mental (sensasi, perasaan, ide, dan hal yang akan menyebabkan
pergerakan alam bawah sadar) merupakan unsur yang mempengaruhi proses
komunikasi. Karena fenomena proses mental dianggap mempengaruhi panca indera
kita dan gerakan yang secara fungsional saat berkomunikasi.

Komunikasi sebagai proses informasi

Ketika Radford bertanya kepada para mahasiswanya tentang komunikasi, hampir


semuanya mengganggap dirinya sebagai mesin. Pikiran bawah sadar diibaratkan
sebagai tempat di mana mesin bekerja. Dalam hal ini komunikasi digambarkan
sebagai produk mesin mental (psikis). Menurut Loftus & Loftus (1976) Sama halnya
ketika seseorang mengambil informasi dari lingkungan dan kemudian menyimpan,
memanipulasi, dan mengkode ulang bagian – bagian dari informasi ini dalam suksesi
tahap memori.

Komputer pun juga demikian, menerima masukan dan, oleh serangkaian


transformasi logis diprogram, menghasilkan jawaban yang berguna. Sebuah sistem
pengolahan informasi manusia dikonseptualisasikan dengan cara yang sama. Menurut
George Miller (1983) bahwa Pengolahan informasi ibarat mesin yang memiliki
memori, dimana memori sewaktu-waktu akan digunakan untuk tujuan tertentu. Proses
pengolahan informasi di kepala manusia juga demikian. Kepala manusia diibaratkan
sebagai mesin yang memiliki memori. Seseorang dipandang konstan mengambil
informasi dari lingkungan dan kemudian menyimpan, memanipulasi, dan merekam
bagian informasi ini dalam keberhasilan tahap memori.
Psikologi kognitif berbicara tentang tiga tahap utama di mana pengolahan stimulasi
sensorik yang masuk berlangsung. Yang pertama dari proses ini adalah memori
sensorik, titik awal kontak antara sistem pengolahan informasi dan lingkungan.
Jumlah informasi yang tersedia untuk sistem dari lingkungan hanya dibatasi oleh
kapasitas aparat sensorik yang menerima rangsangan. Memori sensorik sangat
singkat, tentu tidak lebih dari satu detik, dan merupakan tahap pertama dalam sistem
dimana pilihan dapat berlangsung. Fitur dari data mentah yang dipilih untuk diproses
lebih lanjut yang diteruskan ke memori jangka pendek, yang terdiri dari segala
sesuatu yang Anda alami sekarang dan telah sering disamakan dengan gagasan
kesadaran. Memori jangka panjang adalah tempat penyimpanan pengalaman dan
pengetahuan yang memungkinkan kita untuk memahami lingkungan yang berpotensi
kacau dan acak. Ini memungkinkan kita untuk memesan kata ke dalam kategori,
sehingga kita dapat mengenali setiap situasi baru. Fungsi memori jangka panjang ini
disebut sebagai memori semantik (Tulving 1972). Memori semantik terdiri dari
konsep. misalnya, label cangkir, kursi, atau anjing, semua konsep yang
memungkinkan kita untuk mengenali dan memahami objek psysical tertentu saat kita
menghadapi lingkungan.

Intinya adalah bahwa segala sesuatu tentang persepsi dan perhatian terjadi di dalam
pikiran seseorang. Namun meskipun fenomena sebuah pesta koktail mewakili situasi
komunikasi akrab, perhatian penelitian tidak berusaha untuk menjelaskan
komunikasi. Sebaliknya perhatian peneliti menggunakan kemampuan kita untuk
berkomunikasi (untuk membedakan yang berarti dari simbol non-bermakna,
misalnya) sebagai sarana untuk mengeksplorasi bagaimana mekanisme filter internal
yang mampu menyaring atau memilih suatu arus informasi tertentu dari lingkungan
itu.

Wacana psikologis komunikasi menentukan hubungan tertentu antara pikiran dan


komunikasi. Psikologi menggunakan komunikasi sebagai sarana menjelaskan dan
memahami sifat pikiran. Ini tidak menggunakan deskripsi pikiran untuk
mengartikulasikan pemahaman komunikasi. Seperti filosofi Locke pada tahun 1690,
pemahaman komunikasi benar-benar sekunder untuk tugas utama menangani sifat
pikiran yang menghasilkan komunikasi. Kebenaran komunikasi tidak terletak pada
pesan atau bahkan perilaku, tetapi dalam mental tertentu dari diri individu.
Komunikasi hanya bertindak sebagai saluran untuk bergerak di sekitar ide-ide
independen diciptakan oleh proses mental yang objektif. Ketika salah satunya
mengadopsi pandangan psikologis ini komunikasi menjadi sebuah konsekuensi yang
signifikan muncul sebagai sebuah cara di mana komunikasi dibicarakan dan diteliti.
Komunikasi dibuat untuk berdiri dalam hubungan tertentu dengan kondisi mental.
Oleh karena itu studi komunikasi juga berdiri dalam hubungan tertentu dengan
disiplin psikologi kognitif

Bahwa "pemahaman pengetahuan individu, kapasitas kognitif dan emosi


adalah titik keberangkatan yang diperlukan untuk membangun teori-teori
komunikasi yang memadai" (Hewes & Planalp, 1987, p.172).

Komentar :

 Bahwa dalam bab ini berbicara tentang hubungan antara psikologi dan
komunikasi
 Psikologi dianggap menjadi pembahasan yang dominan dan
mempengaruhi bahasan komunikasi

 Ada istilah limen, yaitu batas antara sadar dan tidak sadar, dimana
belum adanya keterangan konkrit mengenai batas dari hal tersebut.

 Dalam psikologi komunikasi (Jalaluddin Rakhmat) perkembangan


komunikasi memang dibesarkan oleh para peneliti psikolog.

 Bahwa Radford ingin meluruskan dua hal antara Psikologi dan


Komunikasi, memang berhubungan. Namun keduanya tetap memiliki
ranah yang berbeda. Komunikasi adalah transmisi ide dari satu individu
ke individu lainnya. Psikologi adalah disiplin yang bisa menjelaskan
bagaimana pikiran melakukannya (transmisi ide).
BAB 4

Information and the Mathematical Theory of Communication:

A Very Proper and Discreet Girl

(PAMOR-OJI-TAQWIM)

A. Pendahuluan
“An engineering communication theory is just like a very proper and discreet
girl accepting your telegrams. She pays no attention to the meaning, whether
it be sad or joyous or embrassing. But she must be prepared to deal with all
that comes to her desk (Warren Weaver).”
seseorang tidak selalu memfokuskan hanya pada makna atas sebuah pesan
yang diterima tetapi pada keseluruhan prosesnya.
Menurut Radford, wacana komunikasi dari cara berpikir modern,
sudah di bingkai menggunakan filososfi empiris Jhon Locke, berdasarkan
dari sebuah perwujudan alam bawah sadar serta metafora komputer
(pemrosesan informasi), wacana the golden treasure of the unconsicious
dalam bidang psikologi kognitif.

B. Teori Matematika Komunikasi Shannon


Claude Shannon (1949) mengutarakan tentang Mathematical Theory
of Communication. Teori ini memfokuskan diri pada reproduksi dan prediksi
pesan yang akan digunakan pada saat tertentu. Dalam teori ini, Shannon
juga menyatakan bahwa Shannon menyatakan bahwa:di dalam pesan terdapat
sebuah arti , yang merujuk kepada bentuk fisik atau konsep tertentu, dan
menurut Shannon, aspek-aspek semantik tersebut tidak relevan dengan
masalah teknik komunikasi. (Shanon,1949, 31)
Selanjutnya, Shannon memperkenalkan lima model tahapan sistem
komunikasi di dalam teori ini. Ke lima model tahapan tersebut adalah:
a. Information source atau Sumber informasi, merupakan pembuat
dari sebuah pesan yang akan disampaikan kepada recipient.
b. Transmitter atau pemancar , merupakan bagian yang yang
mengubah pesan menjadi isyarat yang sesuai dengan saluran atau
channel yang digunakan

c. Chanel atau saluran merupakan media yang digunakan untuk


mengirimkan sinyal dari transmitter ke recipient.

d. Receiver atau penerima biasanya melakukan operasi kebalikan


dari yang dilakukan oleh transmitter, dalam hal ini mengubah
sinyal menjadi pesan.

e. Destination atau tujuan merupakan orang (atau benda) yang


dituju oleh pesan ini .

Teori Matematika Shannon ini dapat di gambarkan dalam bagan


sebagai berikut;

Bagan 1: The Communication System

Sumber :Shannon,(1964:7)

Berdasar bagan di atas, dapat di pahami bahwa sistem komunikasi


mampu memindahkan tanda dan pesan tanpa menghiraukan pemahaman
makna dari pesan tersebut. Hal ini dipertegas oleh Jhon Searle (1986) yang
menyatakan bahwa sebuah sistem komunikasi memungkinkan symbol untuk
melewati sumber menuju ke tujuan yang di tuju, tetapi sistem itu sendiri tidak
memahami makna ataupun pesan dari simbol - simbol yang dimanipulasi
tersebut.

C. Sifat Dari Informasi


Dari sudut pandang ilmu fisika, informasi merupakan fenomena yang
menarik karena ini tidak sama seperti konsep masa atau energi, Berbeda
dengan informasi, ketika seseorang memiliki sebuah informasi dan
menyampaikannnya pada orang lain, orang yg diberi informasi tersebut
mungkin dapat memiliknya, begitu juga saya. Dalam Teori matematika
Shannon, diungkap bahwa komunikasi tidak berhubungan langsung dengan
informasi itu sendiri tetapi lebih kepada representasi fisik dari informasi.Di
sini, informasi dapat dimaknai sebagai unit dan dihitung, kemudian teori
matematika komunikasi dapat berguna.

Nilai dari informasi berasal dari pilihan tertentu, terkait dengan


kemungkinan informasi tersebut untuk dipilih. Informasi merupakan nilai
tambahan, sesuatu yang ditambahkan atas sesuatu yang sudah diketahui.
Manusia memiliki Lemari arsip yang dibangun sedemikian rupa untuk
mengakses berbagai pesan yang dipengaruhi oleh pilihan sebelumnya.
Informasi yang mengandung pesan tertentu selalu berhubungan dengan
pengetahuan sebelumnya dari penerima pesan.

Salah satu konsep yang disampaikan oleh Shannon adalah


Redundancy, merupakan sesuatu yang bisa diramalkan atau diprediksi.
Apabila prediksibilitas tinggi maka informasi rendah. Redudansi apabila
dikaitkan dengan masalah teknis maka dapat digunakan untuk mengatasi
masalah komunikasi.. Contohnya: ketika berkomunikasi dengan telepon dan
mengalami gangguan karena sinyal terganggu maka pesan yang disampaikan
dapat dilakukan dengan mengeja.
D. Not Particulary Concerning Shannon

Teori matematik dikembangkan oleh Warren Weaver dengan


mengidentifikasi 3 level dalam komunikasi

a. level A. bagaimana symbol komunikasi ditransimisikan secara akurat?


b. level B. bagaimana symbol menyampaikan maksud yang dikehendaki
secara tepat?
c. level C. bagaimana efektif makna yang diterima dapat mempengaruhi
perilaku dengan cara yang diinginkan?

Tujuan dari pengajuan ketiga sistem kateogori ini adalah untuk


menempatkan teori shannon sebagai respon atas permasalahan komunikasi
level A, permasalahan dari keakuratan transmisi, dan secara jelas menunjukan
perbedaan nya dari level B dan C. Waever berusaha keras untuk menunjukkan
bahwa Teori Shannon itu tidak memperhatikan dimensi semantik atau
efektivitas

Weaver secara eksplisit membahas masalah komunikasi yang dijumpai


dalam level B, yang terkait dengan makna “Permasalahan semantik (makna)
pesan terkait kedekatan penerima dengan pesan, dalam interpretasi”.
Sedangkan level C yakni masalah Efektifitas terkait dengan keberhasilan dari
penyampaian makna kepada receiver yang mengarah kepada tingkah laku
yang diinginkan dari dirinya

E. Communication, Effectiveness and Control


Dalam catatan pendahuluan Weaver, ia menyebut bahwa Dr Shannon
menekankan bahwa teori komunikasi berhutang banyak kepad Prof. Norbet
Wiener utuk berbagai filosofi dasar. Wiener akan menggunakan komunikasi
sebagai sarana pengolahan sistem informasi yang dapat berinteraksi dengan
dan menanggapi sesuai dengan lingkungannya. Yg kemudian disebut dengan
cybernetics.
Cybernetik adalah istilah yang mencakup banyak aspek yang berbeda
dan luas dari teori pesan Wiener. Aspek - aspek ini termasuk teori teknik
kelistrikan dari transmisi pesan, sejenis dengan yg dikembangkan Shannon.
Inti tulisan Wiener tentang cybernetics adalah masyarakat dapat dipahami
melalui penelitian mengenai pesan dan fasilitas komunikasi yang ada di
dalamnya. Namun Wiener menggunakan kata komunikasi yang mendekati dan
berhubungan dg permasalahan komunikasi level C dari Weaver, yaitu
efektivitas daripada dengan masalah level A Shannon mengenai transmisi.

Pada Model Wiener (1954 ) " informasi adalah nama untuk konten dari
apa yang dipertukarkan dengan dunia luar yang telah kita sesuaikan dengan
dunia luar dan membuat penyesuaian kitaatasnya” Wiener juga fokus untuk
mendalami tentanghubungan komunikasi dan kontrol, terutama dalam hal
peran pemrosesan secara mental dari data sensori dalam pembentukan
feedback.Wiener menyimpulkan bhw pesan yg memiliki sifat sangat
kompleks , dikirim dan diterima oleh sistem saraf organisme melalui bagian
saraf dan tubuh tertentu yg terhubung oleh otot dan daging.

Regime Communication Wiener : komunikasi adalah sesuatu yang


terjadi di dalam ( diri organisme) yang dapat di manipulasi oleh pengaruh luar
( lingkungan).Simpson (1994) menunjukan bahwa banyak keinginan dan
permintaan untuk membuat penelitian riset bidang ilmu pengetahuan yg
berbeda - bedanamun dengan tujuan yang sama. Ketertarikan dalam bidang
ilmu dalam sifat- sifat komunikasi sebagai alat, bahkan di tahun 1950an
dianggap sebagi alat/senjata dalam perang.

Harold laswell (1948) menyarankan bhw cara terbaik utk


menggambarkan tindakan dlm komunikasi adalah menjawab pertanyaan2
berikut “WhoSays whatIn which channelTo whomWith effect”. Model ini
lebih sederhana dan masuk akal bagi seseorang nonspesialis, serta sangat sulit
untuk membantah bahwa komunikasi berjalan seperti ini.

Filosofi Jhon Locke, wacana alam bawah sadar, pikiran sbg proses
informasi, deskripsi chanel komunikasi matematis Shannon, hubungan
sistematis komunikasi dan kontrol Wiener, pendanaan dari pemerintah
Amerika Serikat utk ilmu sosial dlm pengembangan Psychological Warfare
menghasilkan rejim komunikasi yg di simpulkan oleh James carey
(1977)sebagai berikut:

“Penelitian komunikasi di Amerika berdasarkan pada sudut pandang


transmisi atau transportasi mereka melihat komunikasi , sebagai proses
mentransfer pesan dalam jarak tertentu utk tujuan melakukan kontrol.pola
dasar dari kasus komunikasi, kemudian persuasi, perubahan sikap, modifikasi
tingkah laku, sosialisasi melalui transmisi informasi,pengaruh atau
pengkondisian.”

Kritik

Jika mengikuti beberapa pernyataan dari Radford kepada mahasiswanya


yang telah hidup dan berkembang di jaman rezime komunikasi transmisi. Rad
ford berpendapat bahwa “Teori transmisi model Shannon tidak bisa diaplikasikan
ke dalam dunia nyata” sebab proses transmisi model Shannon hanya diaplikasian
untuk sistem komputer, (RadFord,2005:65).

Dan juga dengan mengacu beberapa pemikir Kritis yang megawali


lahirnya teori Frankfurt School, Teori matematika komunikasi adalah bentuk dari
perkembangan pemikiran John Locke (empirik) yang disebut oleh Horkheimer
sebagai teori tradisional. Yang menganggap teori masyarakat itu netral, Ahistoris
dan lepas dari praksis. Padahal sebaliknya, yakni kritis. (Horkheimer, 1957 dalam
Hardiman, 2009:62)

Komunikasi bukan hanya ditekankan pada prosesnya saja, tapi pada


keseluruhan. Termasuk pemaknaan yang dilakukan oleh penerima setelah pesan
sampai kepadanya.

Chapter 6:
Learning To Speak Differently About Communication:
Which Do You Wish?
(RITA-ALKOMARI-JEAN)

Realita komunikasi yang kita ketahui bahwa adanya speaker dan receiver,
yaitu speaker memproduksi ide-ide yang dia harapkan untuk disampaikan ke dalam
pikirannya yang mana ide-ide itu melalui proses encode nantinya. Sedangkan,
receiver yang akan menerima kata-kata dari speaker dan ia menginterpretasi dan
memahami simbol-simbol. Wittgenstein (1958) mengatakan bahwa komunikasi
merupakan hasil dari dua bagian: the inorganic dan the organic.
• The inorganic : produksi dan transmisi tanda-tanda dari satu tempat ke
tempat lain
• The organic: pemahaman dari tanda-tanda tersebut dan proses yang
secara serentak dari interpretasi, berpikir, dan memaknai.
Jika dikatakan bahwa berpikir adalah sebagai proses mental, maka hal tersebut
sebenarnya agak salah arah. Melainkan, menurut Wittgenstein, berpikir (thinking)
adalah proses mengoperasikan tanda-tanda. Sehingga, ketika kita menulis, maka kita
‘berpikir dengan tangan’, ketika kita berbicara, kita ‘berpikir dengan mulut dan
larink’.
Menurutnya, ekspresi dari kepercayaan, dan pemikiran, hanyalah sebuah
kalimat-dan kalimat hanya masuk akal jika termasuk dalam sistem bahasa. Kita telah
terhalangi oleh hipotesis yang mengatakan bahwa makna dari sebuah kata menetap
pada sesuatu di luar kata tersebut.
“Thought” muncul dalam ekspresi, percakapan, dan pidato. Tetapi, untuk
memahami “thought” itu, tidak penting mencari tahu pada proses mental, melainkan
kita lihat dari bagaimana kata tersebut digunakan dalam sebuah sistem bahasa.
Seperti, tempatnya dimana? Istilah apa yang berhubungan dengan kata tersebut? Pada
jenis ekspresi dan pidato apa kata tersebut muncul?
Contohnya, saat seorang teman menceritakan kegiatannya kepada saya dan
juga kepada teman yang lainnya, penggunaan bahasa dan kata yang ia pilih mungkin
akan berbeda karena saat bercerita kepada saya, ia ingin menanyakan saran, tetapi
ketika bercerita kepada teman yang lain, ia ingin berbagi pengalaman.
Kesimpulannya, menurut Wittgenstein, penggunaan kata akan merujuk pada
bagaimana kata tersebut digunakan dalam sistem bahasa, bagaimana istilah lain
berhubungan dengan kata yang digunakan tersebut, serta pada kegiatan apakah kata
tersebut digunakan. Karena, penggunaan kata atau bahasa akan berbeda sesuai
dengan tujuan dan kepentingan masing-masing.
Karya besar Wittgenstein adalah Philosopichal Investigations : Makna adalah
Kegunaan. Wittgenstein menentang dan mengkritisi pemikirannya sendiri yang
tertuang dalam karya sebelumnya, Tractatus. Menurutnya, makna suatu pernyataan
bergantung pada jenis bahasa tertentu : meaning in use. Wittgenstein
memperkenalkan suatu istilah : permainan bahasa.
Pada Chapter ini, Radford menggunakan contoh novel karangan George
Orwell ‘’1984’’ yang mengisahkan bagaimana seorang penguasa dalam Party
bernama O’Brien melakukan brainwash terhadap pegawai rendahan bernama Winston
Smith untuk kembali mengabdi kepada Big Brother (BB), sosok ilusi yang
dituhankan oleh Party.
Disebutkan, seorang anggota Party, tidak boleh mempergunakan benak,
pikiran, dan perasaannya pengabdian dan cinta kepada Big Brother. Kekuasaan Party
digambarkan melalui Kementrian Kebenaran (Minitrue) yang mengatur berita,
hiburan, pendidikan, dan seni. Kementrian Perdamaian (Minipax), menangani bidang
perang. Kementrian Cinta Kasih (Miniluv) mengurusi hukum dan ketertiban,
sedangkan Kementrian Tumpah Ruah (Miniplenty) bertanggung jawab dalam
masalah perekonomian.
Winston dianggap telah melakukan pengkhianatan terhadap BB karena
melakukan percintaan dengan Julia. Winston ditangkap dan disiksa menggunakan
kursi listrik untuk kembali mengabdi dan menyerahkan cintanya kepada BB. O’Brien
melakukan penyiksaan itu dengan membuang semua kenangan dan perasaan Winston
terhadap Julia. Tidak menggunakan kalimat dan bahasa, tetapi menggunakan tekanan
psikologis untuk mengubah pikiran dan hasrat Winston.
Pembahasan Radford pada Chapter ini menegaskan penelitian komunikasi
sebagai perang psikologis. Psikologi komunikasi menganalisis penyebab, dampak,
cara mengendalikan peristiwa mental, dan behavioral yang erat kaitannya dengan
pengalaman kesadaran. Komunikasi dipertimbangkan sebagai alat senjata perang
sehingga melengkapi ranah psikologi dalam membuat strategi.
Sebuah kritik yang ditujukan pada Chapter ini adalah : berhasilkah brainwash
yang digambarkan O’Brien mengubah pikiran dalam benak Winston.
Pada kenyataanya, masih ada memori di dalam diri Winston terhadap
keberadaan Julia. Ini ditunjukkan dengan pertemuan keduanya pada akhir kisah 1984.
Meskipun pada akhirnya perasaan ‘’cinta’’ Winston kepada Julia ‘’kosong’’, tetapi dia
masih mengingat keberdaan gadis itu saat mereka bersama. Di sini, terlihat adanya
pemisahan antara memory, thought dan self.

CHAPTER 7

A Semiotic and a Phenomenological Discourse of Communication:


The Author Should Die

(GANIS- ANGGA- JOKO)

Rezim transmisi dalam kajian komunikasi mensyaratkan bahwa definisi mengenai


komunikasi harus berangkat dari premis dimana pertukaran pesan antara pengirim
dan penerima terjadi. Ini berarti, pesan yang dibentuk dalam pikiran pengirim
(sender) akan sama ketika diterima oleh pikiran si penerima pesan (receiver). Namun
mungkinkah kita mendefinisikan kembali makna komunikasi yang tidak berkaitan
sama sekali dengan metafora transmisi? Mungkinkah kita membuat suatu penjelasan
mengenai komunikasi yang, tidak berkaitan dengan pikiran individu, tidak
berdasarkan pada asumsi yang telah dikemukakan John Locke di tahun 1690, dan
sama sekali tidak mensyarakat harus terjadinya persamaan pemahaman antara
pengirim dan penerima? Pada bagian ini akan dijelaskan konsep dan definisi
komunikasi yang memiliki perbedaan dengan rezim transmisi. Penjelasan ini berasal
dari konsep dan definisi komunikasi yang diutarakan oleh Umberto Eco (tokoh
semiotika) dan Edmund Husserl (penggagas kajian fenomenologi) dalam bukunya
Logical Investigations (1900). Berikut adalah penjelasan mengenai makna
komunikasi dari sudut pandang kedua tokoh itu.

Kajian Semiotika Mengenai Komunikasi


Semiotika versi Eco memberikan perhatian penuh pada hubungan antara teks dan
pembaca, daripada pengirim (sender) dan penerima (receiver). Eco berusaha untuk
mengartikulasikan pemahaman individu pada situasi dimana ia tengah membaca
tanda (sign) dan intrepetasi dalam teks tertentu. Secara garis besar, pemikiran
semiotika Eco ingin menjawab pertanyaan seperti: (1) Apa arti dari teks untuk
pembaca? (2) Kompetensi apa yang diperlukan untuk memahami teks? (3)
Bagaimana misintrepretasi muncul? (4) Apakah ada batasan dari intrepretasi? dan
berbagai pertanyaan lain yang muncul ketika seorang individu bersentuhan dengan
tanda yang ada dalam teks.
Dalam bukunya, Radford (2005:136) menjelaskan kajian semiotika berasal
dari bahasa Yunani, seme seperti pada kata semiotikos, yang berarti proses intrepretasi
tanda, dimana tanda diartikan sebagai konvensi sosial yang menggambarkan/berdiri
untuk hal lain (established social convention that can be taken as standing for
something else). Kajian ini berkembang dari ilmu kedokteran yang melakukan
intrepretasi terhadap gejala penyakit tertentu (semeiotics). Pada perkembangannya,
semiotika masuk dalam kajian komunikasi yang secara khusus mempelajari mengenai
intrepretasi simbol (symbol) dan tanda (sign) yang berlaku dalam berbagai macam.
Tanda dapat berupa berbagai macam hal salah satunya seperti rambu lalu lintas.
Lebih jauh lagi, setiap tanda yang ada di sekitar kita membutuhkan
intrepretasi. Hubungan antara tanda dan proses intrepretasi ini, memungkinkan untuk
menjelaskan proses komunikasi bukan sebagai proses transmisi ala Locke. Bagi Eco,
hubungan komunikasi bukan semata hubungan receiver dan sender. Komunikasi
adalah proses yang menghubungkan antara pembaca teks (reader) dan teks yang
ditulis oleh seseorang. Hubungan ini mengakibatkan titik perhatian bergeser bukan
pada kesamaan ide, tetapi pada latarbelakang pembaca teks itu. Dengan begitu, sangat
dimungkinkan adanya perbedaan antara satu pembaca dengan pembaca lain
dikarenakan latar belakang yang beragam. Latar belakang individu ini diistilahkan
oleh Eco sebagai social treasury, berbagai macam pengetahuan mengenai aspek
bahasa seperti perbendaharaan kata dan aturan grammar, berbagai konvensi dan
budaya tempat pembaca berada serta pengalaman yang pernah pembaca lakukan
ketika membaca teks lain. Singkatnya, percampuran antara social treasury dengan
text adalah fokus utama dari semiotika versi Eco (Ratford, 2008:138). Contohnya
adalah, dengan kata “Darah”. Untuk mereka yang mempelajari ilmu medis, darah
merupakan suatu yang mereka pelajari berkaitan dengan penyakit dan bagian dari
tubuh manusia. Sementara itu mereka yang mempelajari ilmu budaya dan bahasa,
darah bisa diartika sebagai keturunan. Ini menunjukkan interpretasi dipengaruhi
social treasury.
Selanjutnya, untuk memahami suatu teks terdapat aturan yang membimbing
pembaca untuk memahami logika yang ada pada teks itu. Aturan ini dikenal dengan
istilah Model Reader, suatu kewajiban teks yang memberikan gambaran bagaimana
seharusnya teks itu dibaca. Selain Model Reader terdapat pula empirical readers,
kebebasan yang dimiliki pembaca untuk memposisikan teks yang ia baca. Apakah
teks yang dibaca diposisikan sebagai sebuah hiburan, cara untuk mengisi waktu
luang, atau berbagai cara lainnya. Empirical reader juga dapat dimaknai sebagai
keadaan dimana berbagai konvensi dan budaya tempat pembaca berada bersentuhan
dengan teks. Singkatnya, seperti yang dinyatakan oleh Eco: setiap tindakan membaca
adalah transaksi rumit yang terjadi antara kompetensi pembaca (empirical readers)
dan jenis kompetensi yang diberikan teks untuk mendalilkan suatu aturan (Model
Reader) agar dapat dipahami secara efektif. Lalu, apa yang terjadi jika Model Reader
dan empirical readers memiliki perbedaan yang ekstrim? Untuk memahami lebih
jelas perhatikan contoh proses Model Reader dan empirical readers berlangsung.

Gb. 1 Pembacaan Vlog Nikita Mirzani – Mandi Kucing

Empirical Reader:

Model Reader: Budaya dan konvensi


masyarakat ketimuran
Menampilkan kehidupan merasa vlog Nikita
sehari-hari Nikita Mirzani syarat dengan unsur
Tanda
agar netizen tahu seperti pornografi.
Video: Vlog Nikita Mirzani-
apa keseharian Nikita,
Mandi Kucing

Intrepretasi:

Teks tidak dapat terintrepetasi sesuai


dengan Model Reader, intrepretasi di
masyarakat Nikita tidak sopan.
Kajian Fenomenologi Mengenai Komunikasi
Dalam bukunya, Radford (2005:141) memulai penjelasan fenomenologi menurut
Edmund Husserl berdasarkan definisinya mengenai tanda (sign). Sebelumnya,
Husserl secara eksplisit mengatakan fenomenologi yang ia gagas adalah bentuk
perlawanan terhadap cara berfikir psikologis (refutation of psychologism), yang
mensyaratkan pola logika berfikir secara teratur. Bentuk perlawanan ini bergantung
pada dua konsep utama dari Husserl, tanda (sign) dan ekspresi (expression). Menurut
Husserl tanda adalah sesuatu yang hadir, ada dan muncul untuk mewakili hal lain.
Kemampuan tanda untuk mewakili sesuatu ini disebut sebagai indication. Indication
menjadi hal penting untuk menjelaskan hubungan antara tanda (sign) dan suatu benda
(referent) karenanya ia menjadi properti dari seseorang. Indikasi muncul sebagai
akibat koneksi antara indikasi dan tanda yang dianggap logis dan pantas oleh
seseorang. Indication hanya akan muncul ketika seseorang akan mengutarakan apa
yang ingin ia ungkapkan. Untuk itu, indication membutuhkan pengetahuan yang
sebelumnya pernah dimiliki oleh seseorang (preexisting state of knowledge), agar
proses indication antara tanda (sign) dan benda (referent) dapat berjalan dengan
sempurna. Singkatnya, indication dapat diartikan sebagai tindakan untuk menilai
indicating dan indicated states of affairs yang ada dalam pikiran seseorang. Hal lain
yang perlu dipahami adalah indication bersifat hipotesis dan probabilitas. Artinya,
meski indication muncul karena adanya preexisting knowledge, indication hanya
bersifat dugaan mengenai sesuatu. Secara singkat, proses tanda dan intrepretasi dapat
dilihat dari hubungan berikut ini. Saat di kampus, teman kita tiba-tiba tersenyum
kepada kita. Senyuman merupakan suatu tanda. Tanda itu terkoneksi dengan indikasi,
yang berasal dari penerima. Senyum menonjolkan hal lain yang dibentuk dari hasil
preexisting state of knowledge dalam diri penerima, yang mengintreptasikan senyum
sebagai suatu kebahagiaan. Akan tetapi, intrepretasi itu bersifat hipotesis karena
seperti yang dikatakan oleh Husserl, tanda menjelaskan sesuatu sebagai suatu
indikasi. Kita tidak pernah memahami arti senyuman itu sebenarnya, karena yang kita
lihat sebenarnya adalah suatu indikasi tertentu.
Selanjutnya, proses indikasi dalam tanda dapat dipahami menyerupai konsep
komunikasi yang diutarakan oleh John Locke. Husserl menjelaskan, ketika seseorang
(pembicara) berkomunikasi (baik berupa suara, tulisan dan berbagai macam tanda
lainnya), tanda itu akan diubah menjadi communication bit of speech, ketika ia
menghasilkannya dengan keinginan untuk mengekspresikan dirinya melalui makna
dari tanda itu pada orang lain. Kegiatan ini hanya mungkin terjadi jika orang yang
diajak berkomunikasi memahami keinginan pembicara. Komunikasi harus
berlangsung dalam bentuk korespondensi. Apa yang ada dipikiran orang yang diajak
berkomunikasi (pendengar) harus berkorespondensi (sesuai) dengan apa yang ada
dalam pikiran seseorang yang mengajak berkomunikasi (pembicara). Husserl
menjelaskan konsep ini dengan istilah intimating function dari expresi verbal. Hal ini
hanya akan terjadi jika keduanya menganggap seseorang sebagai manusia yang
berusaha mengekspresikan sesuatu. Tanda yang diekspresikan pembicara menjadi
indikasi yang diterima oleh pendengar.
Dari penjelasan di atas muncul pertanyaan: mungkinkah suatu tanda tidak
mewakili sama sekali konsep mental tertentu? Bagi Husserl, hal ini sangat mungkin
dilakukan. Ia mencontohkan ketika seseorang melakukan dialog dengan diri sendiri,
maka kata-kata dalam dialog tetap bermakna meski tidak mewakili keadaan mental
tertentu. Posisi pendengar untuk memahami makna apa yang kita pikirkan itu
kemudian menjadi tidak penting. Dengan begitu, ekspresi yang dimiliki makna tidak
membutuhkan persetujuan dengan keintiman, yang saat ini menjadi basis dari
komunikasi. Bagi Husserl, tidak ada pemisahan antara pemikiran dan tanda. Indikasi
bersifat fundamental unity, dimana apa yang kita pikirkan mengenai the mental state
yang diwakilkan oleh suatu tanda bersifat satu kesatuan. Konsep ini mengkritik rezim
transmisi yang menjelaskan bahwa komunikasi merupakan proses dimana seseorang
berdiri lepas dari dunia, menerima sensasi, membawa dalam persepesi objek dan
membuat interpretasi mengenai hal itu.
Selanjutnya, pendekatan Husserl mengenai komunikasi melebihi aspek fisik
dari pesan untuk memahami struktur penalaran dan struktur makna dengan
menggunakan metode bracketing. Metode ini mengharuskan seluruh asumsi
mengenai alam dan fenomena empiris, dalam berbagai realitas, harus diletakkan
dalam parenthesis, dan disingkirkan karena dianggap tidak relevan dalam
pengalaman. Dengan kata lain, berbagai macam asumsi Locke mengenai komunikasi
transmisi, (diletakkan dalam parenthesis) dan dikesampingkan. Hal ini termasuk
berbagai bentuk fisik dari pesan dan penampilannya, mental empiris dari penerima
serta pengirim pesan harus dikesampingkan dalam parenthesis.
Sebagai contoh, jika kita diminta menunjukkan seperti apa yang dimaksud
dengan mobil maka yang kita lakukan adalah menunjuk merek dari mobil itu, bukan
esensi dari maksud mobil itu sendiri. Bagi Husserl, sifat fisik dari ekspresi diartikan
sebagai token. Dalam hal ini, merk mobil adalah token dari ekspresi mobil. Dengan
begitu, Honda Civic adalah mobil. Toyota Agya adalah mobil, begitu juga dengan
Karimun, Pajero, dan berbagai merek lainnya. Seluruh mobil ini memiliki manifestasi
fisik yang berbeda, baik berupa warna, bentuk maupun fasilitas. Akan tetapi,
perbedaan manifestasi fisik antarmerk tidak mengakibatkan kita memberikan makna
yang berbeda pada merk itu. Hal yang kita maknai sebagai mobil melebihi bentuk
empiris dari mobil itu sendiri. Inilah yang disebut sebagai type oleh Husserl, bentuk
non-fisik dari sesuatu yang membantu kita memahami apa itu mobil. Type tidak
dihasilkan dari memori, mental state, pengalaman yang disimpan, ataupun letupan di
otak. Esensi selalu bersifat suci dalam dirinya sendiri dan beroperasi diluar kenyataan
empiris. Berbagai bentuk empiris dari mobil mengalami proses bracketing, masuk
dalam parenthesis sehingga kita dapat menunjuk berbagai merk meski secara empiris
mobil dengan merk tertentu punya manifestasi fisik yang berbeda. Bracketing
mengungkapkan wilayah yang absolut yang tidak bergantung sama sekali dengan
manifestasi fisik, karena manifestasi fisik itu berubah secara konstan (secara terus-
menerus). Konsep esensi melebihi empiris ini digunakan untuk membentuk
pengalaman seseorang mengenai sesuatu. Esensi sesuatu bersifat kontinuitas dan
transenden, sehingga membantu kita untuk memahami berbagai pengalaman.
Pengalaman dilibatkan dalam pandangan esensial bahkan ketika pandangan itu, hanya
berupa kemungkinan atau bahkan bukan merupakan korealasi perseptual
(kemampuan intelek untuk mencarikan makna yang diterima oleh panca indera).
Dengan bracketing, yang tersisa adalah pandangan esensial. Fakta dengan begitu
bersifat bergantung pada suatu hal lain, dimana pandangan eksperiental dalam
kontingensi itu bersifat esensial. Saat kita berkomunikasi seringkali kita tidak
ditunjukkan objek yang kita komunikasikan. Meskipun begitu, kita dapat
berkomunikasi dengan orang lain. Hal ini terjadi karena kita memiliki pandangan
mengenai esensi dari type. Esensi bukan menyatu dalam pengalaman subjek, tetapi
objek pengalaman, ia juga tidak terikat oleh ruang dan waktu, dan merupakan
kebutuhan fundamental dari proses komunikasi.

Indikasi dan Self Disclosure

Inti dari analisis Husserl dan Eco akan membawa pada penjelasan kebenaran yang
selama ini kita percayai bukan lagi berasal dari pengirim informasi. Kebenaran adalah
hasil intrepretasi penerima informasi yang secara aktif mengolah berbagai macam
tanda yang dikirimkan padanya. Melalui konsep-konsep yang telah dijelaskan seperti
tanda, intreptasi, indikasi, ekspresi, dan esensi yang Radford kutip dari karya Eco dan
Husserl, dapat kita pahami bahwa ada kemungkinan pengirim tidak melakukan apa
yang menjadi dasar dari aksioma komunikasi, yaitu kejujuran. Seperti yang dikatakan
Radford (2005:144): “It’s entirely possible that the person is telling a lie…” Secara
logis, yang dikatakan oleh Radford benar, karena penerima informasi memiliki hak
untuk dapat mengintrepretasi dan memaknai pesan yang ia terima berdasarkan
pemahamannya sendiri. Akan tetapi, Radford tidak memberikan penjelasan secara
gamblang, akan kejujuran yang mungkin diberikan oleh pengirim informasi. Apakah
tanda selalu bersifat indikasi jika komunikasi berlangsung dalam konteks hubungan
personal? Dalam konteks teoritis, berbagai pertanyaan di atas berada pada teori yang
Gb. 1 Pembacaan Vlog Nikita Mirzani – Mandi Kucing

Empirical reader:

Budaya dan konvensi


membahas mengenai keterbukaan diriModel Reader:
(self-disclosure), yaitu Teori Penetrasi Sosial.
masyarakat ketimuran
Menampilkan kehidupan
Secara singkat teori ini memposisikan keterbukaan diri sebagai cara utama merasa
yang apa yang
sehari-hari Nikita Mirzani agar dilakukan Nikita sarat
Tanda netizen tahu seperti apa
digunakan untuk menuju hubungan yang lebih intim. Griffin (2011:114), menjelaskan
Video: Vlog Nikita Mirzani-
akan unsur pornografi,
keseharian Nikita, termasuk merendahkan moral, dan
Mandi Kucing
keterbukaan diri sebagai kemauan ketika
secara sukarela untuk membagi informasi
Nikita melakukan bertentangan dengan
aktivitas yang bersifat privasi. nilai kesopanan
berkaitan dengan diri seperti sikap, gagasan, ide, nilai dan hal lainnya kepada orang
lain. Jika komunikasi berada pada lingkungan yang positif, dimana individu saling
mendukung, penuh cara pendewasaan, toleransi mengenai perbedaan, dan berbagai
hal positif lain, maka individu ini akan mudah untuk menjadi lebih intim. Sementara
Intrepretasi:

itu, jika komunikasi penuh dengan kerugian, seperti kritik, evaluasi


Teks dan lainnya,
tidak dapat terintrepetasi sesuai dengan
Model Reader, intrepretasi di masyarakat
sangat sulit untuk membangun hubungan komunikasi yang lebih Nikita
intim, tidaksehingga
sopan, Nikita merendahkan nilai
moral, cari sensasi ingin tenar, dan berbagai
tendensi untuk mengakhiri komunikasi lebih besar daripada mempertahankannya
bentuk lainnya.

(Turner dan West, 2009:204; Taylor dan Altman, 1975:20-21). Jika pernyataan yang
diungkapkan oleh Radford mengenai apa yang kita tahu hanya berupa indikasi yang
bersifat hipotesis, maka proses komunikasi tidak akan mencapai pada tingkat
keintiman. Ini dikarenakan sikap kritis dalam mempertanyakan kebenaran yang
diungkapkan oleh salah satu pihak pada kegiatan komunkasi itu. Dari hal ini yang
ingin dikatakan adalah Radford melupakan satu sifat tanda sebagai bagian dari
ekspresi yang dikemukakan oleh Husserl. Husserl (1970:107) menjelaskan dua hal
yang penting untuk diperhatikan dalam hal indikasi yaitu intuisi yang bersifat adekuat
(adequate intuition) sehingga mencukupi untuk mendekati kebenaran dan intuisi yang
bersifat prediksi (putative grasp of what is on a basis of inadequate) pada tanda yang
dilihat atau dipresentasikan. Intuisi yang bersifat adekuat dapat dimaknai sebagai
intuisi yang tidak memiliki kendala (apprehension) konseptual seperti berbicara
dengan nada tinggi yang mengindikasikan marah. Sementara itu, intuisi yang bersifat
prediksi berupa tanda yang tidak ter-verbalkan secara cukup sehingga yang dapat
dilakukan oleh pendengar hanyalah melakukan prediksi atau hipotesis atas apa yang
ia rasakan. Konsep ini menjadi kritik yang seharusnya dijelaskan oleh Radford untuk
mengelaborasi lebih jauh persamaan konsep Locke dengan Husserl dan menjadi pintu
masuk untuk menganalisis posisi tanda yang memiliki tendensi berbeda dalam
memaknai proses komunikasi pada rezim transmisi.

CHAPTER 8

Hermeneutika

(ANNA-LUSI-SAPTONO)

Hermeneutika adalah membaca komunikasi dengan cara lain, bukan dengan cara
transmisional. Hermeneutika bertentangan dengan rezim transmisi. Hermeneutika
merupakan rezim potensial yang bisa menjadi tandingan rezim transmisi.

Rezim, sebagaimana dimaksudkan Grossberg yang dikutip Gary P. Radford


dalam bukunya On the Phylosophy of Communication, adalah sebuah deskripsi
tentang bagaimana kita dipaksa menggunakan cara-cara tertentu ketika
membincangkan makna komunikasi (dalam Radford, 2005: 7).

Dalam konteks hermeneutika, komunikasi tidak dimaknai sebagai transmisi


ide dari satu orang ke orang lain. Melainkan, proses menciptakan makna secara
bersama sebagai perwujudan ‘genuine conversation’ diantara sesama pelaku
komunikasi. Komunikasi hermeneutika dilihat sebagai “interpretasi”, “pengertian”,
dan “perbincangan”.

Genuine conversation, sebagaimana dinyatakan Hans-George Gadamer adalah


ketiadaan penguasaan makna dari sender kepada receiver. Makna dalam hermenutika
dicapai dengan kesetaraan posisi antara sender dan receiver, guna mencapai mutual
meaning.

Istilah hermenutics diidentikkan dengan Hermes, dewa orang Yunani. Kata


“hermeneutika” berasal dari mitos tentang Hermes. Hermes merupakan utusan Dewa
dalam mitologi Yunani, bertugas menyampaikan pesan (atau wahyu) dari Dewa.
Untuk itu, Hermes harus mampu berbicara dalam bahasa Dewa di satu sisi dan di sisi
yang lainnya juga harus mampu berbahasa sebagaimana manusia biasa yang mana
pesan atau wahyu tersebut ditujukan. Hermes memiliki dua tugas utama. Pertama, dia
harus mengerti dan menerjemahkan bagi dirinya sendiri apa-apa yang Dewa inginkan
melalui pesan atau wahyu-Nya. Kedua, dia juga harus menerjemahkan dan
mengartikulasikan pesan atau wahyu tersebut kepada manusia.

Gambaran di atas mirip dengan komunikasi dalam paradigma transmisi,


padahal sangat jauh berbeda. Hermes membawa pesan dari Dewa (sender) untuk
disampaikan kepada manusia (the receiver). Akan tetapi fokus utama hermeneutika
tidaklah berkaitan dengan upaya menyamakan ide di dalam benak Dewa dengan ide
dalam benak manusia. Hermeneutika lebih memusatkan perhatian kepada bagaimana
peran Hermes dan kemampuannya dalam memahami sebuah wacana di satu wilayah
(Dewa) dan mengartikulasikan pemahaman tersebut ke dalam wilayah yang lainnya
yang berbeda (manusia). Hermes memerlukan usaha untuk mampu membaca dan
memahami teks-teks yang diproduksi di suatu waktu dan tempat tertentu dan
kemudian mengartikulasikan pemaknaannya di dalam ruang dan waktu yang sama
sekali berbeda.

Dalam rezim transmisi, yang ditekankan adalah kesamaan mind pada sender
dan mind pada receiver. Sedangkan yang ditekankan pada hermeneutika adalah peran
Hermes. Artinya, hermeneutika sebagai sebuah metode menuntun kepiawaian seorang
interpreter untuk menafsirkan teks dari masa lalu ke masa sekarang.

Sebagaimana dinyatakan David Linge, bahwa hermeneutika concern pada


bagaimana seorang interpreter menjelaskan sebuah teks dari masa lalu yang sangat
asing untuk masa kini. Implikasinya, proses pemaknaan suatu teks mutlak
membutuhkan interpretasi, tidak bisa dipahami saat itu juga.
Menurut Paul Ricoeur, tugas interpretasi adalah membuka maksud terdalam
untuk mengatasi perbedaan jarak budaya dan mencocokkan pembaca dengan sebuah
teks asing (proses ini bukan aktivitas transmisi). Proses ini fokus pada upaya untuk
melahirkan makna yang dilakukan pembaca untuk bisa memahami teks yang aneh
dan asing.

Menurut Deetz, pada awalnya hermeneutik merupakan cara sistematis untuk


secara tepat menerjemahkan bibble dan teks-teks suci. Sebagai sebuah ilmu tafsir
kitab suci, hermeneutik mempersilahkan ahli kitab menafsirkan secara akurat dan
benar pesan Tuhan bagaimana diekspresikan melalui kitab suci. Kemudian, ia
mengekspresikan makna yang telah ia peroleh interpretasinya kepada komunitas
kegamaan di era sekarang.

Bahasa Tuhan bersifat tetap dan universal. Sedangkan bahasa pembaca punya
konteks sosial-historis beragam sehingga perlu interpretasi. Akibatnya, komunitas
bahasa yang satu bisa menafsirkan kata-kata Tuhan secara berbeda dengan komunitas
bahasa yang lain berdasarkan ensiklopedi kultural masing-masing. Cara pandang
masing-masing masyarakat akan pesan dari Tuhan tersebut dapat berbeda-beda
menyesuaikan pemahaman yang berlaku sesuai dengan tempat dan waktu dimana
masyarakat itu berada.

Ini bukan sebuah kekurangan. Justru sebuah kelebihan. Karena pada dasarnya,
hermeutika telah meredakan ketegangan antara pendekatan naturalistis dan
humanistik. Hermeneutik sejatinya mengkritik konsep proses komunikasi yang erat
kaitannya dengan cognitive information processing, sebagaimana dinyatakan Harre
dan Secord.

Peran hermeneutika terhadap studi komunikasi manusia hingga kini secara


subtansif tetap berpegang pada pendapat Dilthey. Ia menyatakan, tidak ada peristiwa
yang terisolasi, pengalaman apapun logis dan bermakna ketika diletakkan dalam
relasi dengan pengalaman lain sebagai sebuah konteks peristiwa.
Melalui hermeneutika, Dilthey memberikan definisi baru terhadap
pengalaman, makna dan pemahaman. Ia sendiri menyandarkan pada karya seni
sebagai objek hermeneutiknya. Dengan metode sejarah, Dilthey mencoba
memberikan pemahaman baru dalam menginterpretasi rangkaian pengalaman
manusia.

Memahami orang lain tidak dengan cara mengetahui secara persis apa yang
ada di benak orang itu. Namun, dengan memperhatikan rangkaian tanda-tanda yang
diekspresikan orang tersebut dalam aliran temporal kehidupannya (autobiografi).

Esensi komunikasi yaitu pemahaman pada apa yang orang lakukan dan
katakan. Receiver melakukan interpretasi dan evaluasi tindakan komunikatif yang
mengacu pada aliran percakapan dimana tindakan komunikatif tersebut terjadi.

Dalam memahami seseorang, harus menghargai konteks kehidupan seseorang,


dari lahir hingga meninggal. Inilah yang menjadi dasar bagi Dilthey yang menyatakan
sebuah bentuk pemahaman autobiography sebagai pembelajaran hidup yang paling
tinggi nilainya. Autobiography merupakan akar pemahaman historis. Autobiography
dari sisi pembaca adalah tentang memahami seseorang dan makna peristiwa yang
dialami orang tersebut laksana kita sendiri sebagai pembaca (interpreter) yang
mengalaminya.

Menurut Gadamer, proses memahami adalah tidak merubah pemahaman


receiver. Untuk memahami perkataan orang lain adalah dengan cara memahami
persoalan yang dikatakan sehingga menemukan kembali pengalaman orang tersebut.

Kesimpulan

Menurut Dilthey, Husserl dan Gadamer bahwa komunikasi bukanlah


mereplikasi mind orang lain. Artinya, receiver mengkreasi makna yang melekat pada
teks. Hermeneutika melihat proses komunikasi bukan sebagai proses transmisi,
melainkan percakapan (dialog).
Kata kunci dari bab ini adalah : Konteks. Berbeda dengan rezim transmisi
yang melihat proses komunikasi ke dalam pikiran individu, hermeneutika berfokus ke
luar diri individu (makna yang tercipta) yang terkait dengan konteks di dalamnya.
Konteks terkait dengan dua hal, yakni : 1) Now, yang berkaitan dengan waktu dan
sejarah, dan 2) Here, yang berkaitan dengan kondisi ketika teks itu muncul dalam
sebuah percakapan.

Hermeneutika Dilthey berusaha memahami suatu teks berdasarkan konteks


munculnya teks itu. Autobiografi komunikator sangat relevan.

Hermeneutika Gadamer : dalam memaknai teks tidak perlu tau apa yang
dimaksud oleh komunikator, yang lebih penting adalah makna teks tersebut bagi kita.

Kritik

Wilhelm Dilthey adalah satu dari sekian hermeneut besar yang pernah ada di dalam
sejarah. Namun kebesarannya itu seringkali terkubur oleh nama-nama besar lainnya
seperti Schleiermacher, Martin Heidegger, Hans Georg Gadamer dan lainnya.

Anda mungkin juga menyukai