Anda di halaman 1dari 13

MATERI TEORI KOMUNIKASI PERTEMUAN #2

Tradisi dan Perspektif Komunikasi Implikasi dan Sifat 7 Tradisi pada Metode
Penelitian Komunikasi

Robert T. Craig membagi dunia komunikasi dalam 7 tradisi pemikiran. Tujuh tradisi
pemikiran dalam dunia komunikasi ini dikenal sebagai model Robert T. Craig, yang
dipuji banyak pihak karena mampu menawarkan cara melihat dan merefleksikan
kajian komunikasi dalam cara yang lebih holistik. Metamodel yang dikembangkan oleh
Craig ini memberikan bentuk yang sesuai dan dapat membantu mendefenisikan
permasalahan-permasalahan dan pembahasan tentang asumsi yang menentukan
pendekatan-pendekatan terhadap berbagai teori. Kita harus jujur mengakui,
metamodel yang dikembangkan Craig memberikan sistem andal untuk menyusun
teori-teori komunikasi terbarui. Secara garis besar, Craig membagi dunia komunikasi
dalam 7 tradisi pemikiran yaitu: semiotik, fenomenologis, sibernetika, sosiopsikologis,
sosiokultural, kritis, dan retoris. Adapun berbagai tradisi teori komunikasi tersebut
secara lebih detail dijelaskan sebagai berikut.

TRADISI SEMIOTIKA
Tradisi semiotik berakar dari bahasa. Tradisi ini mencoba membahas hakikat simbol
yang mengandung makna tertentu dalam proses komunikasi. Simbol merupakan
produk budaya suatu masyarakat untuk mengungkapkan ide-ide, makna, dan nilai-
nilai yang ada pada diri mereka. Tradisi semiotik terbentuk atas tiga kajian, yaitu:

1. Semantik
Kajian yang menjelaskan bagaimana tanda-tanda berhubungan dengan apa yang
ditunjukkan oleh tanda-tanda. Di mana semantik mengilustrasikan dua dunia
sekaligus, yakni dunia benda dan dunia tanda serta mencerahkan hubungan antara
dua dunia tersebut. Kapanpun kita memberikan sebuah pernyataan, apa yang
direpresentasikan oleh tanda, maka kita berada dalam ranah semantik. Contoh
sederhana, kamus merupakan buku referensi semantik yang mengatakan apakah arti
kata atau apa yang mereka representasikan. Sebagai prinsip dasar semantik,
representasi selalu dimediasi oleh interpretasi sadar seseorang dan interpretasi atau
arti apa pun bagi sebuah tanda akan mengubah satu situasi ke situasi lainnya.

Contoh: Dalam semantik, kita mempertimbangkan kata "apel". Apel tidak hanya
merujuk pada objek fisik buah yang bisa dimakan, tetapi juga dapat membangkitkan
makna lain berdasarkan konteks, seperti kesehatan ("apel sehari menjauhkan
dokter"), atau bahkan dapat merujuk pada perusahaan teknologi "Apple". Di sini,
semantik berkaitan dengan hubungan antara tanda (kata "apel") dan apa yang
diwakilinya, baik itu objek fisik, konsep kesehatan, atau brand teknologi.

2. Sintatik
Kajian yang menghubungkan satu tanda dengan tanda lain, artinya sebuah tanda
tidak dapat berdiri sendiri. Tanda-tanda sebetulnya, tidak pernah berdiri sendiri.
Sintaktik selalu mengacu pada aturan-aturan yang dengannya orang
mengombinasikan tanda-tanda dalam sistem makna yang kompleks. Semiotik tetap
mengacu pada prinsip bahwa tanda-tanda selalu dipahami dalam kaitannya dengan
tanda-tanda lain. Tentunya, kamus bukan sekadar katalog hubungan antara satu
tanda dengan tanda lainnya (satu kata didefinisikan dengan kata-kata lain). Ketika kita
bergerak dari satu kata menuju sebuah kalimat, kita berhubungan dengan sintaksis
atau struktur bahasa. Isyarat-isyarat selalu dikombinasikan dengan isyarat-isyarat
lainnya untuk membentuk sistem kompleks tanda-tanda nonverbal dan tanda-tanda
nonverbal dipasangkan dengan bahasa untuk mengekspresikan arti-arti yang halus
dan kompleks. Peraturan sintaktik mempermudah manusia menggunakan kombinasi
tanda-tanda yang tidak terbatas untuk mengekspresikan kekayaan makna.

Contoh: Pertimbangkan sebuah kalimat, "Anjing itu menggonggong." Dalam sintaktik,


kita melihat bagaimana kata "anjing" berhubungan dengan kata "menggonggong"
dalam struktur kalimat. Sintaktik tidak hanya terbatas pada struktur kalimat ini saja,
tetapi juga bagaimana kata-kata dapat dikombinasikan dalam berbagai cara untuk
menghasilkan makna yang berbeda. Misalnya, perubahan urutan kata dapat
mengubah makna secara signifikan, seperti perbedaan antara "Anjing itu
menggonggong pada pemiliknya" dan "Pemiliknya menggonggong pada anjing itu."

3. Pragmatik
Mengkaji bagaimana tanda dapat membuat perbedaan dalam kehidupan manusia
atau penggunaan praktis serta berbagai akibat dan pengaruh tanda pada kehidupan
sosial. Cabang semiotik ini memiliki pengaruh yang paling penting dalam teori
komunikasi karena tanda-tanda dan sistem tanda dilihat sebagai alat komunikasi umat
manusia. Karenanya, pragmatik saling melengkapi dengan tradisi sosial budaya.
Tanda nonlinguistik menciptakan permasalahan pragmatik khusus dan nonverbal juga
telah menarik minat para peneliti komunikasi. Contohnya, kode-kode visual lebih
terbuka dalam makna potensialnya, interpretasinya sangat subjektif serta lebih
dihubungkan dengan persepsual internal dan proses-proses pemikiran penonton
daripada representasi konvensional. Gambar memerlukan pengenalan bentuk,
organisasi, dan diskriminasi, bukan hanya hubungan-hubungan representatif.
Karenanya, makna gambaran visual sangat bergantung pada persepsi serta
pengetahuan individu dan sosial.

Contoh: Ketika seseorang berkata, "Bisakah kamu membuka jendela?", dalam


konteks pragmatik, kita tidak hanya memahami kalimat tersebut secara harfiah
sebagai permintaan untuk membuka jendela. Bergantung pada situasi, ucapan ini bisa
juga diartikan sebagai permintaan agar udara segar masuk atau mungkin karena
ruangan terasa pengap. Pragmatik memperhatikan bagaimana makna dapat berubah
berdasarkan konteks dan bagaimana tanda-tanda (dalam hal ini, kata-kata) digunakan
dalam situasi sosial tertentu untuk mencapai tujuan komunikatif, yang dalam kasus ini
adalah membuat ruangan menjadi lebih nyaman.
TRADISI FENOMENOLOGI
Tradisi Fenomenologi merupakan studi mengenai pengalaman dan bagaimana
pengalaman tersebut terbentuk. Pengalaman yang dimaksud adalah pengalaman
subjektif dan intensionalitasnya.

Studi ini mengasumsikan bahwa orang-orang secara aktif menginterpretasi


pengalaman-pengalamannya dan mencoba memahami dunia dengan pengalaman
pribadinya. Tradisi ini memperhatikan pada pengalaman sadar seseorang. Proses
mengetahui dengan pengalaman langsung merupakan wilayah kajian fenomenologis.
Jika semiotik cenderung memperhatikan tanda dan fungsinya, maka fenomenologis
lebih melihat pada sosok penafsir sebagai komponen utama dalam proses
komunikasi. Fenomenologis merupakan cara yang digunakan umat manusia untuk
memahami dunia melalui pengalaman langsung.

Pakar tradisi fenomenologis Maurice Merleau-Ponty, menyatakan semua


pengetahuan akan dunia, bahkan pengetahuan ilmiahnya, diperoleh dari beberapa
pengalaman akan dunia. Dengan begitu, fenomenologis membuat pengalaman nyata
sebagai data pokok sebuah realitas.

Menurut Stanley Deetz, menyimpulkan ada 3 prinsip dasar fenomenologis:


1. Pengetahuan ditemukan secara langsung dalam pengalaman sadar. Kita akan
mengetahui dunia ketika kita berhubungan dengannya.

2. Makna benda terdiri atas kekuatan benda dalam kehidupan seseorang.


Dengan lain kata, bagaimana Anda berhubungan dengan benda menentukan
maknanya bagi Anda. Contoh kecil, Anda ingin mengambil kajian teori
komunikasi dengan serius sebagai pengalaman di bidang pendidikan ketika
Anda mengalaminya sebagai sesuatu yang akan memberikan pengaruh positif
pada kehidupan Anda.

3. Bahasa merupakan kendaraan makna. Kita mengalami dunia melalui bahasa


yang digunakan untuk mendefinisikan dan mengekspresikan dunia itu. Kita
mengetahui kunci karena bahasa yang kita hubungkan dengannya: "menutup",
"membuka", "besi", "berat", dsb.

Proses pemberian makna atau interpretasi inilah yang menurut Littlejohn dan Foss
(2011) menjadi inti bagi sebagian besar pemikiran fenomenologi. Interpretasi adalah
proses memberikan makna secara aktif kepada sebuah pengalaman. Dalam tradisi
fenomenologi, interpretasi secara literal membentuk apa yang nyata bagi seseorang.
Dengan kata lain, realitas tidak dapat dilepaskan dari interpretasi. Lebih lanjut,
Littlejohn dan Foss menjelaskan bahwa interpretasi merupakan proses pikiran yang
aktif atau tindakan kreatif yang mengklasifikasi pengalaman personal. Interpretasi
merupakan proses pemberian makna yang berkesinambungan terhadap apa yang
kita lihat dan lakukan.
Aliran dalam Tradisi Fenomenologi (Littlejohn dan Foss, 2011)

1. Fenomenologi Klasik
Fenomenologi klasik biasanya dihubungkan dengan Edmund Husserl, yang selama
pertengahan abad ke-20 mengembangkan metode "meyakini kebenaran melalui
kesadaran yang terfokus." Baginya, kebenaran dapat diyakinkan melalui pengalaman
langsung, dengan catatan kita harus disiplin mengalami sesuatu. Untuk mencapai
kebenaran melalui perhatian sadar, orang harus mengesampingkan kebiasaan-
kebiasaan pribadi, kategori-kategori subyektif yang ada di dalam diri seseorang. Oleh
karena itu, metode Husserl merupakan sebuah pendekatan yang sangat bersifat
obyektivistik.

2. Fenomenologi Persepsi
Fenomenologi persepsi, dipelopori oleh Maurice Merleau-Ponty, adalah mazhab
atau aliran kedua yang menentang metode obyektif dari Husserl. Baginya, manusia
merupakan sosok gabungan antara fisik dan mental yang menciptakan makna di
dunia. Kita dapat mengetahui sesuatu hanya lewat pengalaman kita berhubungan
dengan benda itu. Manusia adalah penafsir untuk memberikan makna kepada benda
itu. Metode ini sangat menekankan subyektivitas.

3. Fenomenologi Hermeneutik
Fenomenologi hermeneutik, merupakan kelanjutan dari kedua fenomenologi di atas,
tetapi tradisinya lebih luas dalam bentuk penerapan yang lebih lengkap dalam
komunikasi. Tokoh penting dalam aliran ini adalah filsuf eksistensialis Martin
Heidegger, yang mengemukakan pemikiran tentang "hermeneutic of Dasein" yang
berarti interpretasi tentang "keberadaan". Baginya, untuk mengetahui kebenaran
melalui pengalaman, maka unsur yang penting adalah bahasa. Di dalam bahasa,
sesuatu menjadi ada. Maka, komunikasi (lewat bahasa) merupakan kendaraan yang
menentukan makna dari sebuah realitas berdasarkan pengalaman.
TRADISI SIBERNETIKA
Sebuah studi interdisiplin tentang struktur sistem regulasi. Sibernetika berhubungan
erat dengan teori informasi, teori pengendalian, dan teori sistem, setidaknya dalam
bentuk urutan pertamanya. Istilah sibernetika berasal dari Yunani kuno κυβερνήτης
(kybernētēs, jurumudi, gubernur, pilot, atau kemudi - akar yang sama dengan
pemerintah). Sibernetika adalah bidang studi yang sangat luas, tetapi tujuan penting
dari sibernetika adalah untuk memahami dan menentukan fungsi dan proses dari
sistem yang memiliki tujuan dan yang berpartisipasi dalam lingkaran rantai sebab
akibat yang bergerak dari aksi/tindakan menuju ke penginderaan lalu membandingkan
dengan tujuan yang diinginkan, dan kembali lagi kepada tindakan. Mempelajari
sibernetika menyediakan sarana untuk memeriksa desain dan fungsi dari sistem
apapun, termasuk sistem sosial seperti manajemen bisnis dan pembelajaran
organisasi, termasuk tujuan untuk membuat mereka menjadi lebih efisien dan efektif.

Gagasan Utama dari Tradisi Sibernetika


Ide sistem membentuk pemikiran sibernetika. Sistem merupakan seperangkat
komponen-komponen, yang saling berinteraksi, yang bersama-sama membentuk
sesuatu yang lebih dari sekedar sejumlah bagian-bagian. Bagian apapun dari sebuah
sistem selalu dipaksa oleh ketergantungan bagian-bagian lainnya dan bentuk saling
ketergantungan inilah yang mengatur sistem itu sendiri. Namun sistem tidak akan
bertahan tanpa mendatangkan asupan-asupan baru dalam bentuk input. Oleh karena
itu sebuah sistem mendapatkan input dari lingkungan, memproses, dan menciptakan
timbal balik berupa hasil kepada lingkungan. Input dan output terkadang berupa
materi-materi nyata atau dapat pula berupa energi dan informasi. Karena saling
ketergantungan inilah, sistem juga dicirikan dengan regulasi-diri dan kontrol. Dengan
kata lain, monitor sistem, mengatur, dan mengontrol keluaran mereka agar stabil serta
mencapai tujuan. Sistem tersebut harus dapat beradaptasi dan mampu berubah
karena sistem ada dalam lingkungan yang dinamis. Dalam sistem yang kompleks,
sejumlah putaran timbal balik menghubungkan semua bagian. Putaran timbal balik ini
disebut network (jaringan).

Luasnya penerapan sistem dalam lingkungan nyata, fisik, dan sosial sehinggan tradisi
sibernetika tidaklah monopolitik. Disinilah kita akan membuat pembedaan diantara
keempat variasi teori sistem yaitu:

1. Teori Sistem Dasar (basic system theory)


Pendekatan ini menggambarkan sistem-sistem sebagai bentuk-bentuk nyata yang
dapat dianalisis dan diobservasi dari luar. Anda dapat melihat bagian-bagian dari
sistem dan bagaimana semuanya berinteraksi. Mengobservasi dan dengan objektif
mengukur kekuatan bagian dari sistem mendeteksi input dan output sebuah sistem.
Lebih jauh lagi hingga mengoperasikan/memanipulasi sistem dengan mengubah input
sistem tersebut dan mengerjakannya sembarangan dengan mekanisme
pemrosesannya.

2. Sibernetika (cybernetics)
Menurut Nobert Wiener, Sibernetika merupakan cabang dari teori sistem yang
memfokuskan diri pada putaran timbal-balik dan proses-proses kontrol. Dengan
menekankan pada kekuatan-kekuatan yang tidak terbatas, sibernetika menantang
pendekatan linier yang menyatakan bahwa 1 hal dapat menyebabkan hal lainnya.
Konsep ini mengarahkan kita pada pertanyaan tentang bagaimana sesuatu saling
mempengaruhi satu sama lainnya dalam cara yang tidak berujung, bagaimana sistem
mempertahankan kontrol, bagaimana mendapatkan keseimbangan, serta bagaimana
putaran timbal balik dapat mempertahankan keseimbangan dan membuat perubahan.

3. Teori Sistem Umum (general system theory – GST)


Ludwig Von Bertalanffy menyatakan tradisi ini menggunakan prinsip-prinsip sistem
yang menunjukan bagaimana benda-benda dalam banyak kajian yang berbeda
serupa satu sama lainnya, membentuk kosakata umum bagi komunikasi dalam
banyak kajian. GST menyadari sistem universal pada semua bentuk berkaitan dengan
kejamakan diantara sistem yang tampaknya beragam.

4. Sibernetika Tingkat Dua (second-order cybernetics)


Menyakini bahwa para peneliti tidak pernah dapat melihat bagaimana sistem dapat
bekerja dengan berada diluar sistem itu sendiri karena peneliti selalu diikat secara
sibernetika dengan sistem yang diobservasi. Berdasarkan pada perspektif ini,
kapanpun anda mengobservasi sistem, anda mempengaruhi dan dipengaruhi
olehnya.

Tradisi sibernetika menjadi bagian dalam komunikasi yang popular dan berpengaruh,
sehingga bermanfaat bagi pemahaman komunikasi secara umum, sama halnya
dengan komunikasi yang terjadi dalam sehari-hari. Karena pengaruh-pengaruh
sistem, kosakata umum menjadikan teori-teori tersebut sesuai dan berguna sebagai
kelompok. Meskipun teori-teori tradisi sibernetika sangat bagus untuk pemahaman
terhadap sebuah hubungan, tetapi kurang efektif dalam membantu kita memahami
perbedaan-perbedaan individu di antara bagian-bagian sistem. Sebaliknya, tradisi
berikut sangat berguna dalam membantu kita memahami individu manusia sebagai
pelaku komunikasi.
TRADISI SOSIO-PSIKOLOGI
Tradisi sosiopsikologi adalah studi yang menginvestigasi bagaimana pemikiran,
perasaan, dan perilaku individu dipengaruhi oleh kehadiran orang lain baik aktual
maupun imajinatif. Tradisi sosiopsikologis ruang lingkupnya mencakup antara
perhatian kepada perilaku individu, kepribadian, pengaruh dan sifat individu
melakukan suatu persepsi. Dalam teori ini, kajian individu disangkutkan kepada
makhluk sosial yang merupakan sebuah tujuan dari tradisi sosiopsikologis ini.
Psikologi sosial berdasarkan dari sebuah tradisi yang memiliki tradisi lain yang kuat di
dalam komunikasi. Tradisi Sosiopsikologi ini banyak digunakan dalam kajian tentang
diri individu, percakapan, pesan, hubungan interpersonal, kelompok, media,
organisasi, budaya bahkan masyarakat. Meskipun teori ini memiliki banyak sekali
perbedaan, namun memperhatikan suatu perilaku dan sifat pribadi dan juga sebuah
proses kognitif yang berhujung kepada sebuah perilaku.

Carl I Hovland
Tokoh tradisi Sosiopsikologis ini adalah Carl I Hovland, dia adalah seorang yang ahli
psikologi dan juga peletak dasar dari penelitian maupun eksperimen yang berkaitan
tentang efek-efek dari komunikasi. Penelitiannya bertujuan untuk menjadi dasar
proposisi empirik yang berhubungan dengan hubungan yang terjadi antara stimulus
komunikasi, perubahan opini dan kecenderungan audiens serta memberikan langkah
awal yang bertujuan membangun teori-teori berikutnya. Efek yang utama diukur
adalah perubahan atau perbedaan pendapat yang dinyatakan dengan sikap yang
diberikan dan pesan disampaikan oleh komunikator untuk komunikan.

The Yale Attitude Studies


Menurut pengertian dari The Yale Attitude Studies dalam formula who says, whom,
what to, with what effect, ada 3 variabel yang dapat disebut memiliki sifat persuasif,
yaitu:

- Who: sumber pesan (menyangkut keahlian dan kredibilitas).


- What: isi pesan (topik dan argumen).
- Whom: karakter penerima pesan (kepribadian, kognisi).

Cabang Tradisi Sosiopsikologis


Tradisi sosiopsikologi ini dibagi menjadi 3 cabang:

1. Teori Perilaku: Perilaku ini memberikan perhatian tentang bagaimana


seseorang dapat berperilaku atau bertindak dalam berbagai situasi dan proses
komunikasi yang dihadapinya.
2. Teori Kognitif: Teori kognitif memberikan pengertian bagaimana manusia
memproses informasi dan juga berpusat kepada suatu bentuk pemikiran.
3. Teori Biologis: Faktor biologis mengungkapkan tentang bagaimana peran dari
struktur & fungsi otak dan faktor genetis yang sudah dimiliki seseorang dapat
mempengaruhi perilakunya.
TRADISI SOSIO-KULTURAL
Tradisi sosiokultural mengkaji teori komunikasi tentang pemahaman, makna, norma,
aturan yang terjadi di luar interaksi komunikasi. Tradisi ini fokus pada interaksi antar
individu daripada karakteristik individu. Tradisi sosiokultural merupakan salah satu
tradisi dalam teori komunikasi. Di dalam tradisi sosiokultural terdapat teori tentang
hubungan yang terdiri dari:

1. Teori Pengelolaan Identitas: Bagaimana suatu hubungan dapat memperoleh


identitasnya dengan komunikasi.
2. Teori Dialogis : Hubungan dapat menggabungkan sebuah campuran dari berbagai
macam suara yang menarik serta mendorong hubungan itu secara terus-menerus.
3. Teori Dialektis (Mikhail Bakhtin): Menelusuri tekanan yang disebabkan oleh
kekuatan yang tidak sesuai dalam hubungan.
4. Teori Pengaturan Privasi (Sandra Petronio): Bagaimana hubungan sebenarnya
dapat mempengaruhi pengaturan pengungkapan serta rahasia pribadi.

Gagasan Dasar Tradisi Sosiokultural


Pendekatan sosiokultural terhadap teori komunikasi menunjukkan bagaimana kita
memahami makna, norma, peran serta peraturan yang dijalankan secara interaktif
dalam komunikasi. Bagi kita, apa yang saat ini sedang terjadi merupakan sebuah
refleksi dari kata-kata. Pandangan kita terhadap suatu realitas sebenarnya telah
dibentuk melalui bahasa yang kita gunakan sejak lahir. Ahli bahasa yang berasal
Universitas Chicago, yaitu Edward Sapir dan rekannya Benyamin Lee Whorf, mereka
merupakan pencetus dari tradisi sosiokultural. Penggunaan bahasa sekedar untuk
mengatasi persoalan-persoalan dalam berkomunikasi atau hanya sebagai sebuah
refleksi tertentu. Bahasa secara fungsional yaitu sebagai alat pengungkap gagasan
(socially shared), karena bahasa dapat dipahami saat adanya kesepakatan sesama
anggota kelompok sosial dalam penggunaannya. Penggunaan bahasa selalu
diungkapkan dengan berbagai kata-kata yang mempunyai arti atau makna.

Teori yang Berhubungan dengan Teori Sosiokultural


1. Communication Privacy Management Theory (Teori Manajemen Privasi
Komunikasi).
Pertama kali dikembangkan oleh Sandra Petronio pada tahun 1991. Bagaimana kita
memutuskan apa yang harus diungkapkan dan apa yang harus dirahasiakan. Di mana
itu merupakan tindakan penyeimbangan yang berlangsung secara terus-menerus.
Ada 3 asumsi yang terdapat dalam teori ini, yaitu:
- Manusia adalah pembuat keputusan.
- Manusia adalah pembuat dan pengikut aturan.
- Keputusan dan aturan yang dibuat oleh manusia berdasarkan pertimbangan orang
lain dan dirinya sendiri.

Teori Manajemen Privasi Komunikasi, mengajukan lima asumsi dasar, yaitu:


- Informasi privat
- Batasan privat
- Sistem manajemen berdasarkan aturan
- Kontrol dan kepemilikan
- Dialektika manajemen
2. Groupthink Theory
Menurut Irving Janis (1972), Groupthink adalah istilah untuk keadaan ketika sebuah
kelompok membuat keputusan yang tidak masuk akal untuk menolak anggapan/opini
publik yang sudah nyata buktinya, dan memiliki nilai moral. Marshall Scott Poole
(1998) berpendapat bahwa kelompok kecil harus mengadopsi proses pengambilan
keputusan yang fleksibel dan responsif, yang memungkinkan untuk adaptasi terhadap
berbagai situasi dan masukan dari semua anggota kelompok, guna menghindari
jebakan groupthink dan meningkatkan kreativitas serta efektivitas keputusan.

Ada 3 asumsi yang terdapat dalam teori ini, yaitu:


- Terdapat kondisi-kondisi di dalam kelompok yang mempromosikan kohesivitas
tinggi.
- Pemecahan masalah kelompok merupakan proses yang menyatu.
- Kelompok dan pengambilan keputusan oleh kelompok bersifat kompleks.

Faktor-Faktor terbentuknya Groupthink


- Kohesivitas Kelompok
Terjadinya Groupthink karena didukung oleh kohesivitas kelompok. Adanya
kekompakan dan kohesif, membuat suatu kelompok lebih antusias dalam
menyelesaikan tugas-tugas mereka. Meskipun adanya rasa antusias di dalam
kelompok, mereka bisa saja mendapatkan tekanan yang besar pada sesama anggota
kelompoknya untuk memenuhi standar kelompok yang kohesif.
- Faktor Struktural
Kurangnya kepemimpinan imparsial, prosedur dalam pengambilan keputusan yang
kurang jelas serta para anggota kelompok yang mempunyai latar belakang bersifat
homogenitas.
- Tekanan Kelompok (Group Stress)
Ketika ada sebuah kelompok yang mengambil keputusan sedang mengalami tekanan
atau stres, di saat itu juga mereka tidak mampu mengontrol emosinya. Akibatnya,
mereka bisa saja menghalalkan segala cara agar masalah tersebut tuntas tanpa
mempergunakan akal sehat.

3. Teori Ekologi Media (Media Ecology Theory)


Teori Ekologi Media ditemukan oleh Marshall McLuhan, seorang pakar komunikasi
yang menjelaskan bagaimana teknologi dapat mempengaruhi masyarakat secara
radikal dan membuat masyarakat bergantung pada teknologi. Teori ini memiliki tiga
asumsi utama:
- Media menanamkan setiap aksi dan perilaku dalam masyarakat.
- Media mencakup setiap tindakan dalam masyarakat.
- Media memperbaiki persepsi serta mengorganisasikan berbagai pengalaman kita.

Media berdampak pada cara manusia menilai, merasakan, dan bereaksi terhadap
berbagai hal, mengikat dunia kita bersama-sama. Setiap peristiwa yang terjadi di
belahan dunia lain dapat diketahui oleh bagian belahan dunia lainnya.

Konsep yang berkaitan dengan teori ini meliputi:


- Interaksionisme Simbolis: pembentukan sosial mengenai diri sendiri dan emosi, serta
pembawaan diri.
- Teori Komunikasi mengenai Identitas.
Sudut Pandang Tradisi Sosiokultural:
1. Paham Interaksi Simbolis (Symbolic Interactionism):
Berakar dari sosiologi melalui kajian Herbert Blumer dan George Herbert Mead,
menekankan pentingnya observasi partisipatif dalam mengeksplorasi hubungan
sosial.

2. Konstruksionisme (Constructionism):
Menjelaskan bagaimana interaksi sosial membentuk pengetahuan manusia.

3. Sosiolinguistik (Ludwig Wittgenstein):


Menggambarkan bagaimana manusia menggunakan bahasa secara berbeda dalam
kelompok budaya dan sosial.

4. Filosofi Bahasa:
Menyatakan bahwa bahasa memiliki filosofi tersendiri.

5. Etnografi:
Mempelajari bentuk-bentuk komunikasi yang digunakan dalam kelompok sosial
tertentu, termasuk penggunaan kata-kata dan maknanya bagi mereka.

6. Etnometodologi:
Mengkaji cara individu mengelola atau menghubungkan perilaku dalam interaksi
sosial pada waktu tertentu.
TRADISI KRITIS
Tradisi kritis adalah sebuah aliran pemikiran yang menekankan penilaian reflektif dan
kritik terhadap masyarakat dan budaya dengan menerapkan pengetahuan dari ilmu
sosial dan humaniora. Littlejohn menyatakan bahwa teori ini menunjukkan bahwa
kekuasaan, penindasan, dan keistimewaan adalah produk dari bentuk komunikasi
tertentu dalam masyarakat. Dengan demikian, tradisi kritis menjelaskan bahwa
kekuasaan dan keistimewaan yang dimiliki suatu kelompok, serta penindasan yang
dilakukan oleh kelompok tertentu terhadap kelompok lain, merupakan produk dari
bentuk komunikasi tertentu yang ada di masyarakat.

Tujuan teori kritis adalah menghilangkan berbagai bentuk dominasi dan mendorong
kebebasan, keadilan, dan persamaan. Teori ini menggunakan metode reflektif dengan
mengkritik secara terus menerus terhadap tatanan atau institusi sosial, politik, atau
ekonomi yang ada, yang cenderung tidak kondusif bagi pencapaian kebebasan,
keadilan, dan persamaan. Esensi dari teori kritis adalah konstruktivisme, memahami
keberadaan struktur sosial dan politik sebagai produk dari intersubyektivitas dan
pengetahuan yang secara alamiah memiliki karakter politis, terkait erat dengan
kehidupan sosial dan politik.

Percabangan Teori Kritis


1. Marxisme
Berasal dari pemikiran Karl Marx, Marxisme menekankan bahwa alat produksi
ekonomi dalam masyarakat menentukan sifat dan bentuk masyarakat itu sendiri.
Dalam sistem ekonomi kapitalis, keuntungan mendorong produksi yang pada
gilirannya menindas buruh dan kaum pekerja. Ajaran Marxisme berpendapat bahwa
masyarakat ditindas oleh pemilik pabrik dan tanah, yaitu kaum kapitalis, melalui
penindasan oleh kelas penguasa atas kelompok lain.

2. Frankfurt School
Merupakan salah satu teori dalam aliran teori kritis, yang dipelopori oleh Theodor
Adorno dan Max Horkheimer bersama dengan Institute for Social Research yang
didirikan di Frankfurt pada tahun 1923. Anggota Frankfurt School, yang memiliki latar
belakang pendidikan yang beragam, berkumpul untuk mengintegrasikan berbagai
disiplin ilmu—filsafat, sosiologi, ekonomi, dan sejarah—dalam upaya mendorong
pemikiran sosial yang luas dan komprehensif. Pemikiran ini bertujuan untuk
mendorong perubahan atau transformasi dalam masyarakat, budaya, ekonomi, dan
kesadaran, dikenal sebagai teori kritis atau pemikiran kritis.

3. Postmodernisme
EM Griffin dalam bukunya "A First Look at Communication Theory" (2003),
mengemukakan enam pernyataan yang menjelaskan tentang pemikiran
postmodernisme:

- Postmodernisme menolak jargon-jargon modernisme, memandang skeptis


terhadap narasi besar atau metanaratif yang mengklaim memiliki kebenaran tunggal
dan universal.
- Menurut Marshall McLuhan, perkembangan media massa yang pesat telah
memberikan pengaruh signifikan dalam membentuk kehidupan kita, menunjukkan
bagaimana teknologi informasi dan komunikasi mengubah cara kita memahami dunia.
- Postmodernisme memiliki pandangan yang sangat kritis terhadap klaim mengenai
kebenaran dan kepastian moral, meragukan setiap klaim yang dibuat oleh berbagai
sistem pemikiran—baik itu sistem kepercayaan, ideologi, maupun agama—yang
menyatakan dirinya sebagai yang paling benar untuk semua orang. Ini mencerminkan
sikap postmodern terhadap pluralitas pandangan dan penolakan terhadap
universalisme.

- Pemahaman Bahwa Pengetahuan Adalah Konstruksi Sosial: Postmodernisme


menganggap pengetahuan tidak sebagai sesuatu yang objektif atau universal,
melainkan sebagai hasil dari konstruksi sosial, bergantung pada konteks budaya dan
sejarah tertentu.

- Perayaan Terhadap Pluralitas dan Perbedaan: Daripada mencari keseragaman,


postmodernisme merayakan pluralitas, perbedaan, dan 'the other'. Ini berarti
mengakui dan menerima berbagai cara pandang, identitas, dan ekspresi kehidupan
sebagai bagian dari realitas sosial yang kompleks.

- Kritik Terhadap Pusat Kekuasaan dan Hierarki: Postmodernisme secara kritis


mengeksplorasi dan menantang pusat-pusat kekuasaan dan struktur hierarki yang
mendominasi dalam masyarakat, menyoroti bagaimana kekuasaan ini mempengaruhi
pembentukan pengetahuan, identitas, dan hubungan sosial.
TRADISI RETORIKA
Tradisi retorika menguraikan bahwa esensi dari komunikasi terletak pada persuasi,
yakni ketika seorang pembicara berupaya mengubah sikap khalayak melalui
penyampaian pesannya. Aristoteles berpendapat bahwa suatu komunikasi akan
berjalan apabila ada 3 unsur utama komunikasi yaitu pembicara (speaker), pesan
(message), dan pendengar (audience). Ia juga memfokuskan komunikasi pada
komunikasi retoris atau yang lebih di kenal saat ini dengan komunikasi publik (public
speaking) atau pidato, sebab pada masa yunani kuno seni berpidato merupakan
keterampilan penting.

Teori retorika Aristoteles berpijak pada dua asumsi penting

1. Pertimbangan Terhadap Khalayak


Efektivitas seorang pembicara sangat bergantung pada seberapa baik mereka
mempertimbangkan khalayaknya. Asumsi ini menyoroti bahwa komunikasi
adalah proses transaksional, dimana pembicara harus memahami bahwa
khalayak bukanlah massa yang homogen tetapi individu dengan motivasi dan
keputusan yang beragam. Sehingga, pembicara harus melakukan analisis
khalayak untuk menyusun dan menyampaikan pidato yang resonan.

2. Penggunaan Bukti dalam Presentasi


Keefektifan pembicara juga ditentukan oleh bukti yang mereka sampaikan
dalam pidato. Aristoteles mengidentifikasi tiga jenis bukti yang merupakan
kunci persuasi:
- Ethos: Menyangkut kredibilitas atau karakter pembicara yang dipandang oleh
khalayak.
- Logos: Penggunaan logika, argumen, dan bukti dalam pidato.
- Pathos: Kemampuan membangkitkan emosi khalayak.

Jenis-Jenis Retorika

1. Retorika Forensik:
Berkaitan dengan situasi di mana pembicara berusaha menimbulkan persepsi
bersalah atau tidak bersalah pada khalayak. Biasanya diaplikasikan dalam
konteks hukum, retorika forensik fokus pada peristiwa masa lalu.

2. Retorika Epideiktik:
Merupakan retorika yang menangani pujian atau cemoohan, seringkali dalam
konteks pidato seremonial. Tujuan utamanya adalah untuk memuji atau
mengkritik, sering berfokus pada isu sosial saat ini.

3. Retorika Deliberatif:
Ditujukan untuk mengarahkan khalayak dalam menentukan tindakan yang
harus atau tidak harus dilakukan, biasanya dalam konteks pidato politik. Fokus
utamanya adalah pada masa depan.

Dengan memahami kedua asumsi dan jenis-jenis retorika ini, kita dapat
mengapresiasi kedalaman strategi komunikasi Aristoteles dalam mempengaruhi dan
mengubah sikap serta tindakan khalayak

Anda mungkin juga menyukai