Anda di halaman 1dari 8

KOMUNIKASI SUATU PENGANTAR

Prijana

PENDAHULUAN

Komunikasi berasal dari bahasa latin, yakni Communicatio yang artinya sama. Pengertian

sama mengandung pemahaman yang amat luas, tidak terbatas pada kata sama ataupun

pada bahasa yang sama. Pengertian disini bersifat dasariah dari kata Komunikasi. Kata yang

sama terkadang memiliki makna yang berbeda, misalnya; kata atos, bagi orang sunda berarti

sudah, akan tetapi bagi orang jawa kata atos berarti keras. Walaupun dalam bahasa yang

sama, terkadang juga masih memiliki makna yang berbeda, misalnya, sama-sama orang

sunda, yang satu mengatakan atos dengan maksud yang sesungguhnya, yakni sudah, tetapi

yang satu lagi yang mendengarkannya menangkap penuh keraguan ...., dengan membalas

kata bener? walau demikian, setidaknya kata sama itu mengandung pengertian sama

makna (meaning) Beberapa pandangan juga ada yang mengatakan bahwa kata sama

berarti sama makna yang ada dalam diri orang, bukan sama makna dalam kata, karena

menurutnya makna itu tidak ada dalam kata, melainkan ada (being) dalam diri orang,

Ada juga yang berpendapat bahwa Komunikasi yang harmonis dapat berlangsung,

apabila Komunikator dan Komunikan memberi arti yang sama kepada lambang atau simbul

yang sama. Karenanya sebelum berkomunikasi orang itu perlu mempelajari arti dari setiap

lambang. Sebagian besar dari lambang lambang tersebut ter-ejawantahkan dalam bahasa

verbal, dan sebagian lagi non-verbal.

Manusia modern sudah terbiasa hidup dengan alam rasionya atau berpikir rasional,

akan tetapi dalam kenyataan hidupnya sehari-hari atau dapat dikatakan dalam kehidupan

realitanya, 75% dari keputusan manusia itu didasarkan pada emosi-nya, bukan pada rasio-

nya. Inilah realita dari manusia modern, atau realita dalam masyarakat.

Selanjutnya juga dikatakan bahwa berkomunikasi itu berpikir logis, yakni berpikir

menggunakan logika, tidak dengan cara yang lain. Sehingga seseorang yang dikatakan

berkomunikasi logis itu, sbb : pertama, berpikir dengan hal-hal yang telah terbuktikan

sebelumnya; kedua, dapat memberi pembuktian berupa hal-hal yang telah diterima secara

universal; ketiga, dapat menggunakan bukti yang dimilikinya dengan tepat (Susanto,1986).

Secara filosofi, John Locke memberikan pandangannya secara lebih konkrit, yakni

lebih mudah untuk dipahami, Apa itu Komunikasi ? Disini John Locke melihat bahwa IDEA
dan PENGALAMAN memiliki hubungan yang erat, yakni berkaitan kuat satu sama lainnya tak

dapat dipisahkan. Jadi berkomunikasi itu menuntut adanya Idea dan Pengalaman, tanpa

Idea dan Pengalaman manusia hampir dapat dipastikan tak mampu melakukan komunikasi,

karena pikiran manusia pada awalnya adalah TABULA RASA.

KOMUNIKAS! ITU BERPIKIR LOGIS DAN TABULA RASA

Dikatakan bahwa berkomunikasi itu berpikir logis, yakni berpikir menggunakan logika atau

akal sehat, tidak yang lain. Sehingga seseorang yang dikatakan berkomunikasi logis itu

adalah sebagai berikut : Pertama, berpikir dengan hal-hal yang telah terbuktikan

sebelumnya; Kedua, dapat memberi pembuktian berupa hal-hal yang telah diterima secara

universal; Ketiga, dapat menggunakan bukti yang dimilikinya dengan tepat (Susanto,1976).

John Locke (1632-1704) seorang filsuf yang pernah memberikan pandangan logis dan

tampaknya lebih mudah dipahami tentang APA ITU KOMUNIKASI ? Disini John Locke (pada

abad xvii) melihat bahwa idea dan pengalaman memiliki hubungan yang erat, yakni

berkaitan satu sama lainnya dan tak dapat dipisahkan. Jadi komunikasi itu menuntut adanya

idea dan pengalaman. Tanpa idea dan pengalaman manusia hampir dapat dipastikan tak

mampu melakukan komunikas, karena pikiran manusia pada awalnya adalah Tabula rasa,

seperti kertas kosong.

Istilah Tabula rasa juga pernah dikemukakan oleh seorang filsuf Persia yang

bernama ibnu Sina (sekitar abad ke XI, sebelum John Locke). la mengemukakan bahwa

pikiran manusia saat lahir adalah batu tulis kosong dan pengetahuan yang diperoleh melalui

pengalaman dengan benda nyata, dan dari pengalaman itu kemudian digunakan untuk

mengembangkan konsep abstrak tentang benda-benda, bukan sebaliknya.

John Locke (1690) dalam essay concerning human understanding pernah

mengingatkan tentang pentingnya pengalaman. Awalnya manusia memulai dengan konsep

yang sederhana, lalu dilanjutkan dengan konsep yang lebih komplek. Let us then suppose

the mind to be, as we say white paper void of all characters, without any ideas. How comes

it to be furnished ? Whence come it by that vast store which the busy and boundless fancy of

man has painted on it with an almost endless variety ? Whence has it all the materials of

reason and knowledge? To this I answer, in the one word, from experience (Dawkins, 2009

dalam Muttakhidah, 2016).

John Locke (1690) menganggap bahwa otak manusia adalah sebuah penerima pasif
yang memperoleh pengetahuan dari pengalaman, dan diserap melalui panca indera.

Berbagai gagasan sederhana yang kemudian digabungkan menjadi pemikiran yang

berkaitan. Informasi dimasukkan kedalam pikiran, diproses, dan dibentuk oleh pengalaman

sensoris secara murni, dan manusia bebas mengolah pikirannya sendiri.

John Locke (1632-1704) membedakan antara rangsangan dalam (reflexion) dan

rangsangan luar (stimulus). Manusia memiliki pengalaman karena rangsangan inderanya,

kemudian membentuk pengalaman atas rangsangan pada dirinya. Disini John Locke

mencoba mengupas APA ITU IDEA ? Menurutnya, Idea adalah faktor sebab manusia

berpikir. Di dalam Longman Dictionary of Contemporary English (ed) Paul Procter (1982)

disebutkan bahwa I'dea is a picture in the mind (idea adalah sebuah gambaran yang ada

dalam pikiran), Selanjutnya dalam The Contemporary English - Indonesian Dictionary, Peter

Salim (2008) disebutkan bahwa Idea bisa dalam bentuk buah pikiran, atau gagasan, atau

masih dalam bentuk rencana, atau sebuah pemahaman, atau sebuah cita-cita, atau sebuah

maksud, atau sebuah saran, atau sebuah gambaran, atau sebuah pemikiran, dan yang

lainnya.

GAGASAN JOHN LOCKE TENTANG IDEA

John Locke secara konseptual menguraikan tentang jenis-jenis idea yang dapat dijelaskan

kedalam tiga bagian, yakni sebagai berikut : 1/Simple idea; 2/Complex ideas; 3/ Compound

ideas, seperti yang tampak dalam gambar 1.1 berikut:

Gambar 1:

JENIS-JENIS IDEA DALAM DIRI MANUSIA

Simple Idea

Complex Ideas

Compound Ideas

IDEA

Sumber : John Locke dalam Susanto (1976), diolah (2018).

Bila rangsangan (stimulus) yang diterima adalah hanya satu indera penglihatan atau

satu indera pendengaran saja, maka yang dimiliki manusia tentang sesuatu itu dalam bentuk

simple idea. Disini yang dimaksud satu indera penglihatan adalah melihat satu gambar,

bukan dua gambar, atau lebih. Begitu juga dengan indera pendengaran, yakni mendengar

dari satu sumber, bukan dari dua sumber, atau lebih. Bila yang diterima lebih dari satu
indera misalnya dua indera (seperti melihat atau mendengar), maka itu dinamakan complex

ideas (seperti ketika menonton televisi. Manusia akan menggunakan mata dan telingan, jadi

dua indera). Bila beberapa complex ideas ada dalam diri manusia dan menjadi satu kesatuan

dalam dirinya, maka itu dinamakan compound ideas (misalnya sumber televisi mengatakan

hari ini hujan dan berawan. Demikian orang mendengarkan informasi itu dengan jelas, maka

ia lalu membangun idea dengan apa yang mereka dengar, lihat, dan mereka miliki atas

pengalamannya), Di dalam komunikasi media baru (New media) misalnya para pengguna

media Whatsapp (WA), apakah Users dalam group condong memilih menggunakan simple

ideo, ataukah complex ideas, ataukah compound ideas. Bagaimana proses komunikasi yang

berlangsung dalam setiap episode.

Gambar 2:

JENIS-JENIS IDEA

YANG DIGUNAKAN DALAM AKTIVITAS KOMUNIKASI

Simple idea

Complex ideas

Aktivitas

Komunikasi

Compound ideas

Sumber : John Locke dalam Susanto (1976), diolah (2018).

HUBUNGAN AKTIVITAS KOMUNIKASI DENGAN DERAJAT KEBENARAN

Sehubungan dengan penggunaan Idea dalam aktivitas komunikasi, John Locke merasa perlu

menghubungkannya dengan derajat Kebenaran tentang sesuatu itu (something or

anythingh, Bahwa manusia itu memiliki perseps, yakni berupa : 1/ Intuis; 2/Demontrasi;

3/Sensasi. Intuisi adalah idea yang dimiliki manusia tanpa diragukan lagi kebenarannya,

seperti kesadaran akan ruang dan waktu. Instuisi merupakan suatu pengetahuan tanpa

harus membuktikannya lagi. Menurut John Locke, Intuisi inilah yang mendekati kebenaran

yang sesungguhnya. Membangun kesadaran ruang dan waktu ini penting dalam era

komunikasi media baru (New Media), karena gate keeper ada pada diri kita sendiri, bukan

pada media. Kebenaran akan ruang dan waktu merupakan indikator yang saat ini dapat

dijadikan petunjuk untuk mengkoreksi atas kebenaran yang sesungguhnya. Misalnya

kejadian gempa Palu (2018) yang disertai Tsunami dapat ditunjukkan oleh gambar video
yang dikirim user dari Palu yang menunjukkan bahwa benar adanya bahwa di Palu terjadi

gempa dan disertai Tsunami. Informasi tentang kekuatan gempa sR dan jumlah korban jiwa

tidak lagi dikatakan sebagai instuisi, melainkan demontrasi. Disini instuisi cukup dijelaskan

oleh kejadian dalam ruang dan waktu, bukan yang lainnya. Contoh lain misalnya kasus Hoax

Ratna Sarumpaet (2018) yang bikin heboh nasional,. Jelas bahwa ruang dan waktu TKp

(tempat kejadian perkara) sudah berbeda, maka sudah jelas bukanlah instuisi.

Gambar 3:

HUBUNGAN INSTUISI DENGAN AKTIVITAS KOMUNIKASI

Aktivitas

INSTUISI

Komunikasi

DERAJAT KEBENARAN

Sumber : John Locke dalam Susanto (1976), diolah [2018).

John Locke mencoba kembali memahami apa itu idea? Idea is contents of the mind.

Dimana terbentuknya idea itu adalah proses, melalui rangsangan yang mengakibatkan orang

memiliki kesan tentang sesuatu (something and anything), yang kemudian akan membentuk

idea dalam dirinya, yakni idea sebagai copy dari kesan yang dimilikinya tadi (susanto, 1986).

Begitujuga filsuf Plato menekankan adanya peranan intuisi. Plato beranggapan

bahwa pengetahuan sejati itu adalah pengetahuan tunggal yang tidak berubah-ubah, yakni

pengetahuan yang menangkap idea-idea. Jadi pengetahuan manusia itu bersifat a priori di

dalam rasionya, yakni idea-idea. Untuk itu manusia harus terus-menerus berupaya

membersihkan pengetahuannya itu dari unsur-unsur yang berubah-ubah agar dapat

menembus hakekat idea-idea itu sendiri (Hardiman, 1993).

Berikutnya adalah demontrasi. Disini yang dimaksud demontrasi adalah pernyataan

(statement) atau pendapat yang masih didasarkan pada pembuktian, dan menunjukan

pikiran manusia, dan memiliki kebenaran yang terbatas. Contoh misalnya dalam kasus Hoax

Ratna Sarumpaet (2018) yang bikin heboh nasional. Ratna Sarumpaet (2018) dalam siaran

pers mengatakan bahwa dirinya diculik disiksa oleh tiga orang tak dikenal di Bandung

setelah turun di bandara Husen Satranegara, dengan muka lebam. Sontak berita ini menjadi

viral dan mengundang simpatik banyak orang, termasuk petinggi partai Gerinda, dan

sejumlah petinggi DPR RI. Disini jelas bahwa pernyataan (statement) Ratna Sarumpaet perlu
pembuktian dan tentu memiliki kebenaran terbatas. Sehingga pernyataan Ratna Sarumpaet

dapat dikatagorikan sebagai demontrasi, bukan instuisi. Disini hubungan demontrasi dengan

aktivitas komunikasi dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 4:

HUBUNGAN DEMONTRASI DENGAN AKTIVITAS KOMUNIKASI

DEMONTRASI

AKTIVITAS

KOMUNIKASI

DERAJAT KEBENARAN

Sumber : John Locke dalam Susanto (1976), diolah (2018).

Selanjutrya adalah sensas. Disin! sensasi adalah pernyataan (statementh, atau

pendapat dengan derajat kebenaran yang patut diragukan. TIingkat kebenaran yang

didasarkan pada sensas; ini adalah opin. Dalam Longman Dictionary of Contemporary

English led, Paul Procter (1982) disebutkan bahwa opinion is that which a person thinks

about something lopinl adalah suatu pemikiran personal tentang sesuatu, atau opinion is

that which people in general think about something lopini adalah pemikiran

people/masyarakat tentang sesuatuy, Jadi opini itu bisa bersifat personal ataupun

komunal/masyarakat. Contoh misalnya dalam kasus Hoax Ratna Sarumpaet (2018) yang

mengundang reaksi keras petinggi DPR RI bernama Fahri Hamzah yang tampak berupaya

menggiring opini ke ranah publik/masyarakat. Opini-opini yang dibangun petinggi DPR RI ini

menurut John Locke, kebenarannya patut dipertanyakan. Disini hubungan sensasi dengan

aktivitas komunikasi dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 5:

HUBUNGAN SENSASI DENGAN AKTIVITAS KOMUNIKASI

SENSASI

Aktivitas

Komunikasi

DERAJAT KEBENARAN

Sumber : John Locke dalam Susanto (1976), diolah (2018).

PENUTUP
Gagasan John Locke tentang komunikasi itu berpikir logis masih terasa aktual. Idea-idea yang digagas
secara konseptual mengantarkan idea-ideanya terasa baru sepanjang masa,

yang digagas secara konseptual

dan masih mampu menjelaskan fenomena komunikasi kekinian, khususnya tentang Hoax.

Penalaran intuitif terkadang menjebak cara berpikir manusia dewasa, yakni nalar

transduktif. Penalaran transduktif, yakni cara berpikir bukan induktif atau deduktif, tetapi

cara berpikir logis yang bisa muncul diluar kebiasaan nalar.

John Locke menawarkan gagasan yang mudah dipahami tentang Idea dan

pengalaman yang sering digunakan dalam aktivitas komunikasi. Bahkan John Locke

mengatakan bahwa tanpa idea dan pengalaman, aktivitas komunikasi tak dapat berlangsung

dengan lancar. Idea merupakan sumber yang tak pernah habis ketika manusia melakukan

aktivitas komunikasi. Dengan idea sajalah aktivitas komunikasi bisa terjadi. Bahkan John

Locke meletakkan kerangka dasar komunikasi, yakni bahwa persepsi merupakan inti dasar

dari komunikasi. John Locke secara sederhana dan mudah dipahami ketika menjelaskan

tentang persepsi yang berkaitan dengan aktivitas komunikasi, dengan menawarkan konsep

dasar tentang instuisi, demontrasi, dan sensasi yang dikaitkan dengan derajat

kebenarannya. Yang sampai saat ini gagasan John Locke tersebut mampu menjelaskan

ruang ruang yang hampir tak mampu lagi untuk dijelaskan ketika komunikasi menghadapi

prahara dengan diciptakannya Hoax oleh pelaku komunikasi. Gagasan tentang instuisi telah

mengantarkan kepada kita semua kepada suatu kesadaran baru akan kebenaran suatu

pernyataan (statement) atau pendapat. Kesadaran ini hampir tenggelam bersama waktu.

Disamping juga John Locke telah mengajarkan tentang jenis-jenis idea secara jelas dan

mudah dipahami. Gagasan ini juga telah membangun kesadaran baru tentang pentingnya

pengetahuan tentang idea dasar manusia. Bahwa manusia memiliki tiga idea dasar, yakni

simple idea, complex ideas, dan compound ideas.

Ketika idea dasar ini kita bicarakan kembali, komunikasi media baru telah lahir

dengan kharakteristiknya yang khas, yakni feedback verbal, feddback non-verbal, dan zero

feedback. Sebelumnya kita hanya cukup mengenal istilah delay feedback, immideate

feedback, external feedback, dan internal feedback. Komunikasi media baru sepertinya juga

membawa idea-idea baru dalam aktivitas komunikasinya. Komunikasi media baru pada

akhirnya menegaskan tentang feedback langsung (immidiate feedback) seperti halnya


komunikasi yang terjadi pada komunikasi tatap muka (face to face communication).

DAFTAR PUSTAKA

Effendy, O.u. (1984) Imu Komunikasi: Teori dan Praktek. Bandung, Remadja Karya.

Muttakhidah, RR, Imamul (2016). Pergeseran Perspektif Human Mind John Locke.

AdMathEdu, vol.6 (1), 45-58.

Hardiman (1993).Kritik Ideologi Pertautan Pengetahuan dan Kepentingan. Yogyakarta,

Kanisius.

Prijana (ed).(2018). Catcall di Media Facebook. Bandung, Unpad Press

Prijana& Suwandi (ed).(2019) Komunikasi Media Baru Feedback Verbal, Seri Kajian

Komunikasi dan Informasi. Bandung, Pustaka Utama Bandung

Susanto, Astrid (1976). Filsafat Komunikasi. Bandung, Binacipta

West, R. & Turner, L.H. (2008). Pengantar Teori Komunikasi : Analisis dan Aplikasi. Jakarta,

Salemba Humanika.

Anda mungkin juga menyukai