Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

EMPIRISME

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Umum

Dosen Pengampu : Gianto, M. PdI

Disusun oleh:

Kelompok 08

Abdurrahman Sidiq Pramono : 2111203047


Afrianti Tita : 2111203020
Muhammad Syahril : 2111203008

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SULTAN AJI MUHAMMAD IDRIS


SAMARINDA

2022

1
BAB I

PEMBAHASAN

A. EMPIRISME
Untuk memahami isi doktrin ini perlu dipahami lebih dahulu dua ciri
pokok empirise, yaitu mengenai teori tentang makna dan teori tentang
pengetahuan. Empirisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang menyatakan
bahwa semua pengetahuan berasal dari pengalaman manusia.

Teori makna pada aliran empirisme biasanya dinyatakan sebagai teori tentang asal
pengetahuan, yaitu asal-usul ide atau konsep. Pada Abad Pertengahan teori ini
diringkaskan dalam rumus Nihil est in intellectu quod non prius fuerit in sensu
(tidak ada sesuatu di dalam pikiran kita selain didahului oleh pengalaman).
Sebenarnya pernyataan ini merupakan tesis Locke yang terdapat di dalam
bukunya An Essay Concerning Human Understanding, yang dikeluarkannya
tatkala ia menentang ajaran ide bawaan (innate idea) pada orang-orang rasionalis.
Jiwa (mind) itu tatkala orang. dilahirkan, keadaannya kosong. laksana kertas putih
atau tabula rasa, yang belum ada tulisan di atasnya, dan setiap ide yang
diperolehnya mestilah datang melalui pengalaman, yang dimaksud dengan
pengalaman di sini ialah pengalaman inderawi. Atau pengetahuan dengan alat
yang oleh Locke disebut inner sense (penginderaan dalam)."

Pada abad ke-20 kaum empirisme cenderung menggunakan teori makna mereka
pada penentuan apakah suatu konsep diterapkan dengan benar atau tidak, bukan
pada asal-usul pengetahuan Salah satu contoh penggunaan empirisme secara
pragmatis ialah pada Charles Sanders Pierce dalam kalimat "Tentukanlah apa
pengaruh konsep itu pada praktek yang dapat dipahami kemudian konsep tentang
pengaruh itu, itulah konsep tentang objek tersebut."

Filsafat empirisme tentang teori makna amat berdekatan dengan aliran positivism
logis (logical positivism) dan filsafat Ludwig Wittgenstein.Akan tetapi, teori
makna dan empirisme selalu harus dipahami lewat penafsiran pengalaman. Oleh
karena itu, bagi orang empiris jiwa dapat dipahami sebagai gelombang

2
pengalaman kesadaran, materi sebagai pola (pattern) jumlah dapat diindera, dan
hubungan kausalitas sebagai urutan peristiwa yang sama.

Teori yang kedua yaitu teori pengetahuan, dapat diringkaskan sebagai berikut.
Menurut orang rasionalis ada beberapa kebenaran umum seperti "setiap kejadian
tentu mempunyai sebab", dasar-dasar matematika, dan beberapa prinsip dasar
etika, dan kebenaran-kebenaran itu benar dengan sendirinya yang dikenal dengan
istilah kebenaran apriori yang diperoleh lewat intuisi rasional. Empirisme
menolak pendapat itu. Tidak ada kemampuan intuisi rasional itu. Semua
kebenaran yang disebut tadi adalah kebenaran yang diperoleh lewat observasi jadi
ia kebenaranan a posteori.

Perlu ditegaskan bahwa sains meneliti objek-objek yang ada dan empiris.Seorang
yang beraliran empirisme biasanya berpendirian bahwa pengetahuan didapat
melalui penampungan yang secara pasif menerima hasil hasil penginderaan
tersebut. Ini berarti semua pengetahuan betapapun rumitnya dapat dilacak kembali
dan apa yang tidak dapat bukanlah ilmu pengetahuan. Empirisme radikal
berpendirian bahwa semua pengetahuan dapat dilacak sampai kepada pengalaman
inderawi dan apa yang tidak dapat dilacak bukan pengetahuan. Lebih lanjut
penganut empirisme mengatakan bahwa pengalaman tidak lain akibat suatu objek
yang merangsang alat-alat inderawi, kemudian di dalam otak dipahami dan akibat
dari rangsangan tersebut dibentuklah tanggapan-tanggapan mengenai objek yang
telah. merangsang alat-alat inderawi tersebut. Empirisme memegang peranan yang
amat penting bagi pengetahuan, malah barangkali merupakan satu-satunya sumber
dan dasar ilmu pengetahuan menurut penganut empirisme Pengalaman inderawi
sering dianggap sebagai pengadilan yang tertinggi.”Sains merupakan bagian dari
empiris. Cara memperoleh pengetahuan sains dengan cara empiris.

Aliran ini berpendapat, bahwa empiri atau pengalamanlah yang menjadi sumber
pengetahuan, baik pengalaman yang batiniah maupun lahiriah. Akal bukan jadi
sumber pengetahuan, tetapi akal mendapat tugas untuk mengolah bahan-bahan
yang diperoleh dari pengalaman.Metode yang diterapkan adalah induksi.”

3
Ajaran-ajaran pokok empirisme yaitu pandangan bahwa semua ide atau gagasan
merupakan abstraksi yang dibentuk dengan menggabungkan apa yang dialami.
Pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber pengetahuan, dan bukan akal
atau rasio.Semua yang kita ketahui pada akhirnya bergantung pada data
inderawi.Semua pengetahuan turun secara langsung, atau di simpulkan secara
tidak langsung dari data inderawi (kecuali beberapa kebenaran definisional logika
dan matematika). Akal budi sendiri tidak dapat memberikan kita pengetahuan
tentang realitas tanpa acuan pada pengalaman inderawi dan penggunaan panca
indera kita. Akal budi mendapat tugas untuk mengolah bahan bahan yang di
peroleh dari pengalaman Empirisme sebagai filsafat pengalaman, mengakui
bahwa pengalaman sebagai satu-satunya sumber pengetahuan.

B. Tokoh-tokoh Empirisme
a. John Locke ( 1632-1704 )

John Locke adalah filosof Inggris. Ia lahir di Wrington, Somersetshire, pada tahun
1632. Tahun 1647-1652 ia belajar di Westminster. Tahun 1652 ia memasuki
Universitas Oxford, mempelajari agama Kristen. Sementara ia mempelajari
vaknya, ia juga mempelajari pengetahuan di luar tugas pokoknya. Filsafat Locke
dapat dikatakan antimetafisika. Ia menerima keraguan sementara yang diajarkan
oleh Descartes, tetapi ia menolak intuisi yang diguna kan oleh Descartes. Ia juga
menolak metode deduktif Descartes dan menggantinya dengan generalisasi
berdasarkan pengalaman Jadi, induksi. Bahkan Locke menolak juga akal (reason).
Ia hanya menerima pemikiran matematis yang pasti dan cara penarikan dengan
metode induksi. Buku Locke, Essay Concerning Human Understanding (1689),
ditulis berdasarkan satu premis, yaitu semua pengetahuan datang dari pengalaman
(Solomon: 108). Ini berarti tidak ada yang dapat dijadikan idea atau konsep
tentang sesuatu yang berada di belakang pengalaman, tidak ada idea yang
diturunkan seperti yang diajarkan oleh Plato. Dengan kata lain, Locke menolak
adanya innate idea, termasuk apa yang diajarkan oleh Descartes, Clear and
distincidea. Adequate idea dari Spinoza, truth of reason dari Leibniz, semuanya
ditolaknya. innate (bawaan) itu tidak ada. Inilah argumennya.

4
1. Dari jalan masuknya pengetahuan kita mengetahui bahwa innate itu tidak
ada. Memang agak umum orang beranggapan bahwa innate itu ada. La itu
seperti distempelkan pada jiwa manusia, dan jiwa membawanya ke dunia
ini. Sebenarnya kenyataan telah cukup menjelaskan kepada kita ba
gaimana pengetahuan itu datang, yakni melalui daya-daya yang alamiah
tanpa bantuan kesan-kesan bawaan, dan kita sampai pada keyakinan tanpa
suatu pengertian asli.
2. Persetujuan umum adalah argumen yang terkuat. Tidak ada sesua tu yang
dapat disetujui oleh umum tentang adanya innate idea itu sebagai suatu
daya yang inhern. Argumen ini ditarik dari persetujuan umum. Bagaimana
kita akan mengatakan innate idea itu ada padahal umum tidak meng akui
adanya.
3. Persetujuan umum membuktikan tidak adanya innate idea.
4. Apa innate idea itu sebenarnya tidaklah mungkin diakui dan sekali gus
juga tidak diakui adanya. Bukti-bukti yang mengatakan ada innate idea
justru saya jadikan alasan untuk mengatakan ia tidak ada.
5. Tidak juga dicetakkan (distempelkan) pada jiwa sebab pada anak idiot,
idea yang innate itu tidak ada. Padahal anak normal dan anak idiot sama-
sama berpikir.. Argumen ini secara lurus menolak adanya innate idea,
sekalipun ada, itu tidak dapat dibuktikan adanya. Lebih jauh ia berkata: “
Marilah kita andaikan jiwa itu laksana kertas kosong, tidak berisi apa apa,
juga tidak ada idea di dalamnya. Bagaimana ia berisi sesuatu? Untuk
menjawab pertanyaan ini saya hanya mengatakan: dari pengalaman,
didalamnya seluruh pengetahuan didapat dan dari sana seluruh
pengetahuan berasal.”

Hanya premis inilah yang dipertahankan dan digunakan oleh Locke. Dengan ini
pula ia menyerang innate idea dengan cara induksi. Akan tetapi, di sini Locke lupa
bahwa untuk menarik idea dari pengalaman-pengalaman itu diperlukan prinsip.
Prinsip itu, sialnya, bukan diambil dari pengalaman. Leibniz, orang yang menjadi

5
arah serangan Locke, mengatakan prinsip itu ada di dalam pikiran, dan bukan dari
pengalaman. Dengan mengikuti cara Locke itu, kata Leibniz, ia tidak berhasil
meniadakan innate idea. Prinsip itu tadi adalah innate idea.

Locke tidak melanjutkan debatnya dengan Leibniz karena ia harus meng hadapi
banyak persoalan yang menjadi kepeduliannya. Ia tetap pada posisi nya. Akan
tetapi, debat itu berlangsung dalam bentuk-bentuk lain. Kebang kitan antropologi
pada abad ke-19 kelihatannya mendukung pendapat Locke yang mengatakan
innate idea tidak ada. Akan tetapi, pada abad ke-19 itu ma sih banyak juga filosof
yang membela innate idea. Kant mengajukan argumen yang kuat tentang adanya
innate idea itu. Pada permulaan abad ke-20 pendapat semakin mendukung Locke,
tetapi sayap lain, yaitu sayap Leibniz, anehnya mendapat dukungan justru dari
kaum antropolog. Gerakan yang besar dalam pengetahuan sosial, yang biasanya
disebut strukturalisme (tokoh utamanya adalah Claude Levi Strauss di Prancis),
mengajukan argumen bahwa dalam kebanyakan masyarakat ada struktur dasar
(basic structure) yang universal dan innate. Di Amerika konsep innate idea
muncul sekali lagi dalam karya Chomsky. Menurut Chomsky, beberapa
kemampuan bahasa tertentu dibawa sejak lahir. Kemampuan ini menjadikan
orang-orang tidak hanya mempunyai persamaan dalam berpikir (ini diserang oleh
Locke), tetapi juga dalam kemam puan mempelajari berbagai bahasa. Debat
Locke-Leibniz masih sering muncul ke permukaan. Pandangan tabula rasa dari
John Locke merupakan konsep epistemologi yang terkenal. Dan inilah teori
pengetahuan empirisisme.

Tabula rasa (blank tablet, kertas catatan kosong) yang digambarkan sebagai
keadaan jiwa adalah pandangan epistemologi yang terkenal menurut Locke.
Selain ini, hanya tinggal satu pandangan lagi, yaitu hubungan antar idea seperti
dalam matematika, logika,dan konsep-konsep kebenaran trivial seperti “kuda
adalah hewan,” dan semua idea itu juga datang dari pengalaman. Sekarang
epistemologi dan filsafat pada umumnya menjadi semacam psikologi, dan me
mang kedua bidang ini sulit dibedakan. Di dalam teori ini John Locke meng
gunakan tiga istilah: sensasi (sensation), yang oleh orang empirisis modern sering

6
disebut data inderawi (sense-data), idea-idea (ideas) bukan idea dalam ajaran
Plato, melainkan berupa persepsi atau pemikiran atau pengertian yang tiba tiba
tentang suatu obyek; dan sifat (quality) seperti merah, bulat, berat. Inilah
argumennya.

1. Mengenai idea sederhana (simple ideas) tentang sensasi, sebagaima na


telah diputuskan, apa saja yang ada di dalam alam ini, yang mempe
ngaruhi penginderaan kita, akan menyebabkan adanya persepsi dalam ji
wa dan menghasilkan pengertian sederhana (simple idea).
2. Jadi, idea tentang panas dan dingin, berat dan ringan, hitam dan pu tih,
bergerak dan diam sama jelasnya di dalam jiwa sekalipun tidak begitujelas
bagaimana proses itu terjadi sejak masuknya obyek idea-idea yang jelas
tanpa memperhitungkan caranya berproses. Memang di sini ada dua hal
yang harus dibedakan, yaitu obyek yang dipahami dan kita mengeta hui
obyek (putih, hitam, dan sebagainya).
3. Untuk mengenali idea-idea kita itu lebih baik mengenai sifatnya, se
baiknya kita pisahkan dengan jelas istilahnya; pertama idea sebagai pe
ngertian (tentang obyek) yang ada dalam jiwa kita, dan kedua idea sebagai
perubahan-perubahan matter dalam bodies yang menyebabkan persepsi pa
da kita. Yang terakhir ini, menurut pikiran saya, bukan gambaran (image)
obyek itu yang inheren dalam jiwa saya.
4. Apa pun yang dipahami oleh jiwa dalam dirinya sendiri, atau beru pa
persepsi tiba-tiba tentang obyek, saya sebut idea, dan daya yang meng
hasilkan idea dalam jiwa saya sebut quality dalam subyek. Oleh karena itu,
bola es memiliki power untuk menghasilkan dalam jiwa kita idea tentang
putih, bulat, dingin. Daya pada obyek itu (disini bola es) saya sebut
qualities. Dan karena qualities itu merupakan sensasi atau persepsi dalam
pemahaman kita, maka ia saya sebut idea.

7
b. David Hume (1711-1776)

David Hume adalah empirisme terkemuka. Pemikirannya disebut tokoh sebagai


puncak empirisme modern. Ia lahir dekat Eidinburg, Scotlandia. Hume belajar
hukum, sastra dan filsafat dan bekerja sebagai diplomat di Inggris, Prancis,
Austria, dan Italia. Sewaktu Hume tinggal di Paris ia bertemu dengan Jean
Jacques Rousseau. Hume seorang yang berupaya keras untuk terkenal melalui
pemikiran dan tulisannya. Bukunya, Treatise of Human Nature, sedikit dibaca dan
dipahami di masanya. Karena itu, Hume menyatakan, “Buku ini sudah mati sejak
masih di percetakan” (Lavin, 2002: 139, Roninson Dave & Bill Mayblin, 2004:
60-111). Tulisan-tulisannya yang terpenting: (1) A Treatise on Human Nature
(Karangan tentang Kodrat manusia) (1738-1740). (2) An Inquiry Concerning
Human Understanding (Pemeriksaan tentang Pengertian Manusia) (1748). (3) An
Inquiry in to the Principles of Morals (Pemeriksaan tentang dasar-dasar Moral)
(1753) (Hamersma, 1983: 22).

Hume mengemukakan pandangannya salah satunya lewat bukunya Treatise on


Human Nature, yang ia tulis semasa ia masih berumur 26 tahun. Buku ini terdiri
dari tiga bagian. Pertama, membahas problem epistemologi. Kedua, membahas
masalah emosi. Ketiga, membahas prinsip-prinsip moral. Hume mempertanyakan
apa yang sudah menjadi perhatian kaum empiris sebelumnya. Masalah utama
yang ia pertanyakan adalah (1) bagaimana kita (Anda) tahu? Dan (2) apa yang
menjadi sumber atau asal mula ilmu pengetahuan itu?

Untuk menolak pandangan tentang sumber pengetahuan yang telah dibicarakan


kaum empiris dan rasionalis, Hume menyatakan bahwa sumber pengetahuan
hanya satu, yaitu: persepsi pancaindra. Hume berusaha meruntuhkan filsafat lama

8
yang berpendapat bahwa ada dua sumber pengetahuan. Dua sumber pengetahuan
itu dapat dijelaskan seperti ini. Plato dan Descartes menganggap bahwa rasio
adalah sebagai sumber pengetahuan tingkat tinggi yang dalam istilah plato sebut
episteme. Episteme (pengetahuan yang tidak berubah) bersumber dari rasio atau
penalaran deduktif sebagai dasarnya untuk memperoleh pengetahuan yang pasti
mengenai dunia idea. Bagi Plato pengetahuan yang bersumber dari empiri adalah
pengetahuan rendah (opini), sementara bagi Descartes, sebagai pengetahuan yang
membingungkan (diragukan). Bagi Descartes pengetahuan yang pasti harus yang
bersumber dari gagasan yang jelas dan terpilah. Bagi Descartes, kejelasan dan
kejernihan ide menjadi kriteria kepastian dan kebenaran ilmu pengetahuan
(Lavine, 2002: 140). Jadi, bagi Plato dan Descartes, ada dua jenis pengetahuan:
pertama, pengetahuan biasa (tingkat rendah) yang bersumber dari pengalaman
pancaindra; kedua, pengetahuan rasional yang mengatasi pengetahuan tingkat
pertama (idea) (pengetahuan yang abadi dan sempurna). Inilah dua sumber
pengetahuan yang dimaksudkan tadi.

Hume menolak keduanya dengan mengemukakan, pengetahuan yang dicapai


melalui rasio tentang dunia idea (metafisika) seperti yang dikemukakan Plato
adalah ilusi, kebohongan (anti metafisika). Metafisika seperti yang diakui oleh
Plato, Descartes, atau Thomas Aquinas, bagi Hume adalah suatu kesombongan
yang gegabah” atau “keluguan takhayul” dari orang-orang yang meyakininya.
Hume mengemukakan bahwa kita tidak akan pernah tahu alam realitas yang
sebenarnya. Gagasan-gagasan yang kita peroleh adalah, menurut Hume, gambaran
kesan-kesan pengalaman indrawi, yang tinggal dalam pemikiran, penalaran, dan
pengingatan kita. Ketika kita berada dalam ruang atau kamar tidur umpamanya,
maka yang kita lihat adalah sensasi tentang ukuran (panjang, lebar, tinggi,
volume, berat) dari: meja, kursi, buku, lampu, dan lain-lain. Kita di sini
memperoleh kesan-kesan mengenai kamar tidur. Hume mengemukakan: “Ketika
aku menutup mataku dan memikirkan kamarku, gagasan yang kubentuk
merupakan representasi kesan yang kurasakan; dan tidak ada sesuatu pun yang

9
tidak berkaitan… gagasan dan kesan selalu berkaitan satu sama lain” (Lavin,
2002: 143).

Hume membedakan antara dua macam persepsi: Impression (kesan-kesan) dan


Ideas (ide-ide). Kesan-kesan adalah persepsi indrawi yang masuk ke akal-budi,
kesan ini bersifat kuat dan hidup. Sementara ide-ide merupakan gambaran yang
kabur dari kesan-kesan dalam pemikiran kita. Jadi, ada kaitan antara kesan-kesan
dengan ide-ide kita. Selanjutnya, Hume membedakan antara: kesan-kesan tunggal
(simple impression) dengan kesan-kesan majemuk (complex impressions) serta
ide tunggal (simple ideas) dengan ide majemuk (complex ideas). Kesan tunggal
adalah kesan tentang objek tunggal sedangkan kesan-kesan majemuk terdiri dari
kumpulan kesan tentang objek.Setiap persepsi menghasilkan kesan, dan kesan itu
menghasilkan ide-ide. Ide tunggal berasal dari kesan tunggal, dan ide tunggal itu
merepresentasikan kesan (tentang objek) tunggal dengan tepat.

Hume membedakan kesan atas kesan-kesan sensasi (bersifat material) dan kesan-
kesan refleksi/ide-ide (bersifat rohani). Meja kita ketahui tidak secara langsung,
akan tetapi melalui perantaraan sensasi tentang meja, Di sini dibedakan antara: 1)
objek yang diketahui (meja); 2) subjek yang mengetahui, dan 3) sensasi yang
darinya objek kita simpulkan. (Pandangan ini adalah realisme kritis yang tidak
menerima begitu saja kesamaan, kesejajaran antara objek (reality) yang diketahui
dengan penampakannya melalui indra kita (appearance)).

Pemikiran Hume merupakan penantangan terhadap rasionalisme, terutama tentang


gagasan ide-ide bawaan (innate ideas) yang selalu dijadikan landasan ontologis
bagi kaum rasionalis dalam memahami dunia sebagai satu kesatuan yang
berinterrelasi. Hume juga menolak empirisme (Locke dan Berkeley) dengan
mengakui adanya keterbatasan metode empiris itu. Hume mengemukakan bahwa
seluruh ilmu pengetahuan berkaitan dengan hakikat manusia. Bahkan, ia
menganggap bahwa pengetahuan tentang manusia merupakan pusat seluruh ilmu
pengetahuan. Meskipun demikian, ia beranggapan bahwa metode ilmu-ilmu alam
(eksperimen) adalah metode yang paling tepat untuk ilmu pengetahuan tentang

10
manusia, karena metode ini telah dibuktikan keberhasilannya dalam ilmu-ilmu
alam (Copleston, 1959).

KESIMPULAN

Empirisme adalah suatu doktrin filsafat yang menekankan peranan pengalaman


dalam memperoleh pengetahuan dan mengecilkan peranan akal. Empirisme secara
etimologis berasal dari kata bahasa Inggris empiricism dan experience. Kata-kata
ini berakar dari kata bahasa Yunani έμπειρία (empeiria) dan dari kata experietia
yang berarti “berpengalaman dalam”, “berkenalan dengan”, “terampil untuk”.
Sementara menurut A.R. Lacey berdasarkan akar katanya empirisme adalah aliran
dalam filsafat yang berpandangan bahwa pengetahuan secara keseluruhan atau
parsial didasarkan kepada pengalaman yang menggunakan indera. Sebagai suatu
doktrin, empirisme adalah lawan rarasionalisme.

Tokoh-tokoh Empirisme :

1. John Locke ( 1632 – 1704 )


John Locke adalah filosof Inggris. Ia lahir di Wrington, Somersetshire, pada tahun
1632. Tahun 1647-1652 ia belajar di Westminster. Tahun 1652 ia memasuki
Universitas Oxford, mempelajari agama Kristen. Sementara ia mempelajari
vaknya, ia juga mempelajari pengetahuan di luar tugas pokoknya. Filsafat Locke
dapat dikatakan antimetafisika. Ia menerima keraguan sementara yang diajarkan
oleh Descartes, tetapi ia menolak intuisi yang diguna kan oleh Descartes. Ia juga
menolak metode deduktif Descartes dan menggantinya dengan generalisasi
berdasarkan pengalaman.

11
2. David Hume ( 1711 – 1776 )
David Hume adalah empirisme terkemuka. Pemikirannya disebut tokoh sebagai
puncak empirisme modern. Ia lahir dekat Eidinburg, Scotlandia. Hume belajar
hukum, sastra dan filsafat dan bekerja sebagai diplomat di Inggris, Prancis,
Austria, dan Italia. Sewaktu Hume tinggal di Paris ia bertemu dengan Jean
Jacques Rousseau. Hume seorang yang berupaya keras untuk terkenal melalui
pemikiran dan tulisannya. Bukunya, Treatise of Human Nature, sedikit dibaca dan
dipahami di masanya. Karena itu, Hume menyatakan, “Buku ini sudah mati sejak
masih di percetakan” (Lavin, 2002: 139, Roninson Dave & Bill Mayblin, 2004:
60-111). Tulisan-tulisannya y terpenting: (1) A Treatise on Human Nature
(Karangan tentang Kodrat manusia) yang (1738-1740). (2) An Inquiry Concerning
Human Understanding (Pemeriksaan tentang Pengertian Manusia) (1748). (3) An
Inquiry in to the Principles of Morals (Pemeriksaan tentang dasar-dasar Moral)
(1753) (Hamersma, 1983: 22).

12
DAFTAR PUSTAKA

Akhyar Yusuf. Dekonstruksi Epistemologi Modern: Dari Postmodernisme,


Studies. Jakarta: Indonesia Satu, 2006
Laurence, Newman W. Social Research Methods Qualitative and Quantitative
Approaches. Pearson: University of Wisconsin, 2006.
Lavin, T. Z. Petualangan Filsafat dari Sokrates ke Sartre. (Terjemahan).
Yogyakarta: Jendela, 2002.
Leche, John. Fifty Key Contemporary Thinkers: From Structuralism to
Postmodernism. London-New York: Routledge, 1994.
LeCompte, M. D. & Priessle, J. Ethnography and Qualitative Design in
Educational Research. New York: Academic Press, 1993.
LeGoult, Michael R. Think. (Terjemahan Arfan Achyar). Jakarta: PT Transmedia,
2006.
Lehrer, Keith. Knowledge. Oxford: Oxford University Press, 1974.
Liang, Gie The. Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Yayasan Studi Ilmu dan
Teknologi, 1991.
Lincoln, Y., & Guba E. Naturalistic Inquiry. Beverly Hills, CA: Sage, 1985.
Longino, H. Science as Social Knowledge. Princeton: Princeton University Press,
1990.

13
Lose, John. Philosophy of Science and Historical Inquiry. Oxford: Clarendon,
1987.
Suriasumantri, Jujun S., 1998, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan

14

Anda mungkin juga menyukai