Anda di halaman 1dari 7

Paradigma Filsafat Barat semua orang mengakui memiliki pengetahuan dan

persoalannya dari mana pengetahuan itu diperoleh atau lewat apa pengetahuan
didapat, dari sini timbul pertanyaan bagaimna caranya kita memperoleh pengetahuan
atau darimana sumber pengetahuan kita ?

Pengetahuan yang ada pada kita diperoleh dengan menggunakan berbagai alat yang
menggunakan sumber pengetahuan tersebut. Sumber al Qur’an ini bukan hanya
mendampingi sumber pengetahuan lain, misalnya sumber empiris yang faktual/induktif.
Sumber pengetahuan yang mendasari kebenaran pada pengalaman ini diistilahkan
dengan empirisme (Jujun S. Surisumantri, 1982)

Empiris merupakan salah sumber ilmu pengetahuan . Aliran ini beranggapan bahwa
seluruh ide datang suatu benda dalam (experience) dan tidak ada proporsi tentang
suatu benda dalam kenyataan yang dapat diketahui sebagai kebenaran yang
independent dari pengalaman.

Empirisme adalah sebuah paham yang menganggap bahwa pengetahuan manusia


didapatkan dan hanya didapatkan melalui pengalaman konkret, bukan penalaran
rasional yang abstrak, apalagi pengalaman kewahyuan dan instuisi yang sulit
memperoleh pembenaran faktual.

Menurut kelompok ini, gejala alamiah bersifat konkret, dan dapat dinyatakan lewat
tangkapan pancaindera manusia. Paham kelompok ini, menjadikan pengetahuan
sebagai kumpulan fakta-fakta, Paham ini, pada hampir mirip paham naturalisme yang
menganggap bahwa hanya alam otentik yang dapat dipercaya.

Empirisme
Paham selanjutnya adalah empirisme atau realisme, yang lebih memperhatikan arti
penting pengamatan inderawi sebagai sumber sekaligus
alat pencapaian pengetahuan (Harold H. Titus dkk.;1984). Aristoteles (384-322
SM) yang boleh dikata sebagai bapak empirisme ini, dengan tegas
tidak mengakui ide-ide bawaan yang dibawakan oleh gurunya, Plato. Bagi
Aristoteles, hukum-hukum dan pemahaman itu dicapai melalui proses panjang
pengalaman empirik manusia. (Amin Abdullah;1996).

Dalam paradigma empirisme ini, sungguhpun indra merupakan satu-satunya


instrumen yang paling absah untuk menghubungkan manusia dengan dunianya, bukan
berarti bahwa rasio tidak memiliki arti penting. Hanya saja, nilai rasio itu tetap diletakkan
dalam kerangka empirisme (Harun Hadiwiyoto;1995). Artinya keberadaan akal di sini
hanyalah mengikuti eksperimentasi karena ia tidak memiliki apapun untuk memperoleh
kebenaran kecuali dengan perantaraan indra, kenyataan tidak dapat dipersepsi (Ali
Abdul Adzim;1989).

Mengenal Teori Jhon Lock


Berawal dari sinilah, John Locke berpendapat bahwa manusia pada saat dilahirkan,
akalnya masih merupakan tabula (kertas putih). Maksudnya ialah bahwa manusia itu
pada mulanya kosong dari pengetahuan, lantas pengalamannya mengisi jiwa yang
kosong itu, kemudian ia memiliki pengetahuan. Di dalam kertas putih inilah kemudian
dicatat hasil pengamatan Indrawinya (Louis O. Katsof;1995).

Empirisme adalah sebuah paham yang menganggap bahwa pengetahuan manusia


hanya didapatkan melalui pengamatan konkret, bukan penalaran rasional yang abstrak,
apalagi pengalaman kewahyuan dan institusi yang sulit memperoleh pembenaran
factual. David Hume, salah satu tokoh empirisme mengatakanbahwa manusia tidak
membawa pengetahuan bawaan dalam hidupnya. Sumber pengetahuan adalah
pengamatan.

Pengamatan memberikan dua hal, yaitu kesan-kesan (empressions) dan pengertian-


pengertian atau ide-ide (ideas). Yang dimaksud kean-kesan adalah pengamatan
langsung yang diterima dari pengalaman, seperti merasakan tangan terbakar. Yang
dimaksud dengan ide adalah gambaran tentang pengamatan yang samara-samar yang
dihasilkan dengan merenungkan kembali atau terefleksikan dalam kesan-
kesan yang diterima dari pengalaman.(Amsal Baktiar; 2002).
Berdasarkan teori ini, akal hanya mengelola konsep indrawi, hal itu dilakukannya
dengan menyusun konsep tersebut atau membagi-baginya.(Muhammad baqir as-
Shadar;1995).Jadi dalam empirisme, sumber utama untuk memperoleh pengetahuan
adalah data empiris yang diperoleh dari panca indra. Akal tidak berfungsi banyak,
kalaupun ada,itu pun sebatas ide yang kabur. Namun aliran ini mempunyai banyak
kelemahan, antara lain:

1. Indra terbatas, benda yang jauh kelihatan kecil, apakah ia benar-


benar kecil?.Ternyata tidak.indralah yang menggambarkan seperti itu.Dari
sini akan terbentuk pengetahuan yang salah.
2. Indra menipu, pada yang sakit malaria gula rasanya pahit, udara akan terasa
dingin. Ini akan menimbulkan pengetahuan empiris yang salah juga.
3. Objek yang menipu, contohnya fammorgana dan ilusi. Jadi obyek itu tidak
sebagaimana ia ditangkap oleh indra, ia panca indra.
4. Berasal dari indra dan objek sekaligus. Dalam hal ini indra mata tidak melihat
seekor kerbau secara keseluruhan, dan kernau itu juga tidak pat
memperlihatkan badanya secara keseluruhan. Kesimpulannya ialah empirisme
lemah karena keterbatasan indra manusia.
Ajaran pokok Empirisme
 Pandangan bahwa semua ide atau gagasan merupakan abstraksi yang dibentuk
dengan menggabungkan apa yang dialami.
 Pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber pengetahuan, dan bukan akal
atau rasio.
 Semua yang kita ketahui pada akhirnya bergantung pada data inderawi.
 Semua pengetahuan turun secara langsung, atau di simpulkan secara tidak
 langsung dari data inderawi (kecuali beberapa kebenaran definisional logika dan
matematika).
 Akal budi sendiri tidak dapat memberikan kita pengetahuan tentang realitas
tanpa acuan pada pengalaman inderawi dan penggunaan panca indera kita.
Akal budi mendapat tugas untuk mengolah bahan bahan yang di peroleh dari
pengalaman.
 Empirisme sebagai filsafat pengalaman, mengakui bahwa pengalaman sebagai
satu-satunya sumber pengetahuan.
Beberapa Jenis Emperisme
Empiris-Kritisisme
Disebut juga Machisme. Sebuah aliran filsafat yang bersifat subyaktif-idealistik. Aliran
ini didirikan oleh Avenarius dan Mach. Inti aliran ini adalah ingin “membersihkan”
pengertian pengalaman dari konsep substansi, keniscayaan, kausalitas, dan
sebagainya, sebagai pengertian apriori.

Sebagai gantinya aliran ini mengajukan konsep dunia sebagai kumpulan jumlah
elemen-elemen netral atau sensasi-sensasi (pencerapan-pencerapan). Aliran ini dapat
dikatakan sebagai kebangkitan kembali ide Barkeley dan Hume tatapi secara
sembunyi-sembunyi, karena dituntut oleh tuntunan sifat netral filsafat. Aliran ini juga anti
metafisik.

Empirisme Logis
Analisis logis Modern dapat diterapkan pada pemecahan-pemecahan problem filosofis
dan ilmiah. Empirisme Logis berpegang pada pandangan-pandangan berikut:

1. Ada batas-batas bagi Empirisme. Prinsip system logika formal dan prinsip
kesimpulan induktif tidak dapat dibuktikan dengan mengacu pada pengalaman.
2. Semua proposisi yang benar dapat dijabarkan (direduksikan) pada proposisi-
proposisi mengenai data inderawi yang kurang lebih merupakan data indera
yang ada seketika
3. Pertanyaan-pertanyaan mengenai hakikat kenyataan yang terdalam pada
dasarnya tidak mengandung makna.
Empirisme Radikal
Suatu aliran yang berpendirian bahwa semua pengetahuan dapat dilacak sampai pada
pengalaman inderawi. Apa yang tidak dapat dilacak secara demikian itu, dianggap
bukan pengetahuan. Soal kemungkinan melawan kepastian atau masalah kekeliruan
melawan kebenaran telah menimbulkan banyak pertentangan dalam filsafat.

Ada pihak yang belum dapat menerima pernyataan bahwa penyelidikan empiris hanya
dapa memberikan kepada kita suatu pengetahuan yang belum pasti (Probable). Mereka
mengatakan bahwa pernyataan- pernyataan empiris, dapat diterima sebagai pasti jika
tidak ada kemungkinan untuk mengujinya lebih lanjut dan dengan begitu tak ada dasar
untuk keraguan.

Dalam situasi semacam ini, kita tidak hanya berkata: Aku merasa yakin (I feel certain),
tetapi aku yakin. Kelompok falibisme akan menjawab bahwa: tak ada pernyataan
empiris yang pasti karena terdapat sejumlah tak terbatas data inderawi untuk setiap
benda, dan bukti-bukti tidak dapat ditimba sampai habis sama sekali.
Metode filsafat ini butuh dukungan metode filsafat lainnya supaya ia lebih berkembang
secara ilmiah. Karena ada kelemahan-kelemahan yang hanya bisa ditutupi oleh metode
filsafat lainnya. Perkawinan antara Rasionalisme dengan Empirisme ini dapat
digambarkan dalam metode ilmiah dengan langkah-langkah berupa perumusan
masalah, penyusunan kerangka berpikir, penyusunan hipotesis, pengujian hipotesis
dan penarikan kesimpulan.

Tokoh-tokoh Empirisme
Aliran empirisme dibangun oleh Francis Bacon (1210-1292) dan Thomas Hobes (1588-
1679), namun mengalami sistematisasi pada dua tokoh berikutnya, John Locke dan
David Hume.

Jonh Locke (1673-1704)


Ia lahir tahun 1632 di Bristol Inggris dan wafat tahun 1704 di Oates Inggris. Ia juga ahli
politik, ilmu alam, dan kedokteran. Pemikiran John termuat dalam tiga buku pentingnya
yaitu essay concerning human understanding, terbit tahun 1600; letters on tolerantion
terbit tahun 1689-1692; dan two treatises on government, terbit tahun 1690.

Aliran ini muncul sebagai reaksi terhadap aliran rasionalisme. Bila rasionalisme
mengatakan bahwa kebenaran adalah rasio, maka menurut empiris, dasarnya ialah
pengalaman manusia yang diperoleh melalui panca indera. Dengan ungkapan singkat
Locke :

Segala sesuatu berasal dari pengalaman inderawi, bukan budi (otak). Otak tak lebih
dari sehelai kertas yang masih putih, baru melalui pengalamanlah kertas itu
terisi.Dengan demikian dia menyamakan pengalaman batiniah (yang bersumber dari
akal budi) dengan pengalaman lahiriah (yang bersumber dari empiri).

David Hume (1711-1776)


David Hume lahir di Edinburg Scotland tahun 1711 dan wafat tahun 1776 di kota yang
sama. Hume seorang nyang menguasai hukum, sastra dan juga filsafat. Karya
tepentingnya ialah an encuiry concercing humen understanding, terbit tahun 1748 dan
an encuiry into the principles of moral yang terbit tahun 1751.

Pemikiran empirisnya terakumulasi dalam ungkapannya yang singkat yaitu I never


catch my self at any time with out a perception (saya selalu memiliki persepsi
pada setiap pengalaman saya). Dari ungkapan ini Hume menyampaikan bahwa seluruh
pemikiran dan pengalaman tersusun dari rangkaian-rangkaian kesan (impression).
Pemikiran ini lebih maju selangkah dalam merumuskan bagaimana sesuatu
pengetahuan terangkai dari pengalaman, yaitu melalui suatu institusi dalam diri
manusia (impression, atau kesan yang disistematiskan ) dan kemudian menjadi
pengetahuan.
Di samping itu pemikiran Hume ini merupakan usaha analisias agar empirisme dapat di
rasionalkan teutama dalam pemunculan ilmu pengetahuan yang di dasarkan pada
pengamatan “(observasi ) dan uji coba (eksperimentasi), kemudian menimbulkan
kesan-kesan, kemudian pengertian-pengertian dan akhirnya pengetahuan.

Nalar Hume tentang Empirisme


Empirisme menganjurkan agar kita kembali kepada kenyataan yang sebenarnya (alam)
untuk mendapatkan pengetahuan, karena kebenaran tidak ada secara apriori di benak
kita melainkan harus diperoleh dari pengalaman. Melalui pandangannya, pengetahuan
yang hanya dianggap valid adalah bentuk yang dihasilkan oleh fungsi pancaindra selain
daripadanya adalah bukan kebenaran (baca omong kosong).

Dan mereka berpendapat bahwa tidak dapat dibuat sebuah klaim (pengetahuan) atas
perkara dibalik penampakan (noumena) baik melalui pengalaman faktual maupun
prinsip-prinsip keniscayaan. Artinya dimensi pengetahuan hanya sebatas persentuhan
alam dengan pancaindra, diluar perkara-perkara pengalaman yang dapat tercerap
secara fisik adalah tidak valid dan tidak dapat diketahui dan tidak dianggap keabsahan
sumbernya.

Usaha manusia untuk mencari pengetahuan yang bersifat, mutlak dan pasti telah
berlangsung dengan penuh semangat dan terus-menerus. Walaupun begitu, paling
tidak sejak zaman Aristoteles, terdapat tradisi epistemologi yang kuat untuk
mendasarkan din kepada pengalaman manusia, dan meninggalkan cita-cita untuk
mencari pengetahuan yang mutlak tersebut.

Doktrin Empirisme
Doktrin empirisme merupakan contoh dan tradisi ini. Kaum empiris berdalil bahwa
adalah tidak beralasan untuk mencari pengetahuan mutlak dan mencakup semua segi,
apalagi bila di dekat kita, terdapat kekuatan yang dapat dikuasai untuk rneningkatkan
pengetahuan manusia, yang meskipun bersifat lebih lambat namun lebih dapat
diandalkan. Kaum empiris cukup puas dengan mengembangkan sebuah sistern
pengetahuan yang rnempunyai peluang yang besar untuk benar, meskipun kepastian
mutlak takkan pernah dapat dijamin.

Kaum empiris memegang teguh pendapat bahwa pengetahuan manusia dapat


diperoleh lewat pengalaman. Jika kita sedang berusaha untuk meyakinkan seorang
empiris bahwa sesuatu itu ada, dia akan berkata “Tunjukkan hal itu kepada saya”.

Dalam persoalan mengenai fakta maka dia harus diyakinkan oleh pengalamannya
sendiri. Jika kita meng takan kepada dia bahwa ada seekor harimau di kamar
mandinya, pertama dia minta kita untuk menceriterakan bagairnana kita sampai pada
kesimpulan itu. Jika kemudian kita terangkan bahwa kita melihat harimau itu dalam
kamar mandi, baru kaum empiris akan mau mendengar laporan mengenai pengalaman
kita itu, namun dia hanya akan menerima hal tersebutjika dia atau orang lain dapat
memeriksa kebenaran yang kita ajukan, denganjalan melihat harimau itu dengan mata
kepalanya sendiri.

Dua aspek dan teori empiris terdapat dalam contoh di atas tadi. Pertama adalah
perbedaan antara yang mengetahui dan yang diketahui. Yang mengetahui adalah
subyek dan benda yang diketahui adalah obyek. Terdapat alam nyata yang terdiri dan
fakta atau obyek yang dapat ditangkap oleh seseorang. Kedua, kebenaran atau
pengujian kebenaran dan fakta atau obyek didasarkan kepada pengalaman manusia.
Agar berarti bagi kaum empiris, maka pernyataan tentang ada atau tidak adanya
sesuatu haruslah memenuhi persyaratan pengujian publik.

Telaah Kritis atas Pemikiran Filsafat Empirisme


Meskipun aliran filsafat empirisme memiliki beberapa keunggulan bahkan memberikan
andil atas beberapa pemikiran selanjutnya, kelemahan aliran ini cukup banyak. Prof. Dr.
Ahmad Tafsir mengkritisi empirisme atas empat kelemahan, yaitu:

1. Indera terbatas, benda yang jauh kelihatan kecil padahal tidak. Keterbatasan
indera ini dapat melaporkan obyek tidak sebagaimana adanya.
2. Indera menipu, pada orang sakit malaria, gula rasanya pahit, udara panas
dirasakan dingin. Ini akan menimbulkan pengetahuan empiris yang salah juga.
3. Obyek yang menipu, conthohnya ilusi, fatamorgana. Jadi obyek itu sebenarnya
tidak sebagaimana ia ditangkap oleh alat indera; ia membohongi indera. Ini jelas
dapat menimbulkan pengetahuan inderawi salah.
4. Kelemahan ini berasal dari indera dan obyek sekaligus. Dalam hal ini indera (di
sisi meta) tidak mampu melihat seekor kerbau secara keseluruhan dan kerbau
juga tidak dapat memperlihatkan badannya secara keseluruhan.
5. Metode empiris tidak dapat diterapkan dalam semua ilmu, juga menjadi
kelemahan aliran ini, metode empiris mempunyai lingkup khasnya dan tidak bisa
diterapkan dalam ilmu lainnya. Misalnya dengan menggunakan analisis filosofis
dan rasional, filosuf tidak bisa mengungkapkan bahwa benda terdiri atas
timbuanan molekul atom, bagaimana komposisi kimiawi suatu makhluk hidup,
apa penyebab dan obat rasa sakit pada binatang dan manusia. Di sisi lain
seluruh obyek tidak bisa dipecahkan lewat pengalaman inderawi seperti hal-hal
yang immaterial.
KESIMPULAN
Emperisme merupakan suatu doktrin filsafat yang menekankan peranan pengalaman
dalam memperoleh pengetahuan dan mengecilkan peranan akal. Sebagai suatu doktrin
empirisme merupakan lawan dari rasionalisme. Empirisme berpendapat bahwa
pengetahuan tentang kebenaran yang sempurna tidak diperoleh melalui akal,
melainkan di peroleh atau bersumber dari panca indera manusia.

Dengan demikian berfikir secara induktif merupakan suatu rekayasa dari berbagai
macam kasus yang unik atau khusus yang kemudian dikembangkan menjadi suatu
penalaran tunggal yang menggabungkan kasus tersebut kedalam suatu bentuk
pemahaman yang umum. Secara singkat berfikir secara induktif berarti berfikir dari
kasus menjadi kasus umum. By. Dewi Budi Satrio Novianto
DAFTAR PUSTAKA
Ihsan Fuad. Filsafat Ilmu . (Jakarta : Rineka Cipta, 2010)
Bakhtiar Amsal, Filsafat Ilmu , (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2012)S.
Praja Juhaya, Aliran-Aliran Filsafat & Etik (Jakarta: Kencana, 2005)
Sutardjo, Pengantar Filsafat Edisi Revisi ,(Bandung:Refika Aditama,2009)
Tafsir Ahmad, Filsafat Ilmu, (Bandung: Rosdakarya, 2006)
Zubaedi dkk. Filsafat Barat , (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. 2007)Achmadi
Asmoro. Filsafat Umu. (Jakarta: Rajawali Press,2003)
Harun Hadiwidodo. Sari Sejarah Filsafat Barat, (yogyakarta : Kanikus 2005)
Hardiman F. Budi, Filsafat Modern: Dari Machiavelli Sampai Nietzsche , Cet. 2,(Jakarta;
Gramedia Pustaka Utama, 2007)
Hadiwijono Harun, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, Cet. 20 , (Yogyakarta;Kanisius, 2007)
I.R. Poedjawijatna, Pembimbing ke Arah Alam Filsafat, (Jakarta: Rineka Cipta,1990)
Maksum Ali, Pengantar Filsafat:Dari Masa Klasik Hingga Postmodernisme ,(Jogjakarta;
Ar-Ruzz Media, 2008)

Anda mungkin juga menyukai