Anda di halaman 1dari 15

PAHAM EMPIRISME

A. PENDAHULUAN
Sumber pengetahuan dalam diri manusia itu banyak sekali. Salah
satu paham yang memaparkan tentang sumber pengetahuan adalah
paham empirisme. Empirisme merupakan paham yang mencoba
memaparkan dan menjelaskan bahwa sumber pengetahuan manusia
itu adalah pengalaman.
Ilmu-ilmu empiris ini memperoleh bahan-bahan untuk sesuatu
yang dinyatakan sebagai hasil atau fakta dari sesuatu yang dapat
diamati dengan berbagai cara. Bahan-bahan ini terlebih dahulu harus
disaring, diselidiki, dikumpulkan, diawasi, diverifikasi, diidentifikasi,
didaftar, dan diklasifikasikan secara ilmiah.
Paham empirisme telah banyak didiskusikan oleh orang-orang di
bangku perkuiahan. Banyak yang menyatakan bahwa suatu penelitian
itu harus didasarkan atas data empiris, namun menurut penulis
dengan data empiris saja penelitian tidak cukup dan harus juga
berdasarkan rasionalisme logis. Tuhan telah menciptakan akal bagi
manusia sehingga membedakannya dengan makhluk-makhluk yang
lain. Akal harus difungsikan dalam suatu penelitian agar pembaca
memiliki gambaran yang kuat untuk menerima hasil kajian ilmiah dari
peneliti yang akan dijadikan sebagai pengetahuan.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis ingin menyampaikan
bahwa data empiris mempunyai banyak kekurangan untuk mengkaji
berbagai informasi dan pengetahuan tanpa disandingkan dengan
paham-paham yang lainnya. Dan pada kesempatan ini penulis akan
memadukan paham empirisme dengan beberapa paham untuk
mendapatkan data yang valid dan akuntabel sebagai ilmu
pengetahuan.
Adapun tokoh-tokoh pakar filsafat yang mengembangkan paham
empirisme diantaranya Francis Bacon, Thomas Hobbes, John Locke,

1
George Berkeley, dan David Hume.
Paham empirisme banyak juga menuai sanggahan dari orang-
orang rasionalis karena mengesampingkan akal dalam penelitian.
Sehingga dapat dikatakan bahwa paham rasionalisme ini merupakan
lawan dari paham empirisme.

2
B. PENGERTIAN EMPIRISME
Istilah empirisme diambil dari bahasa Yunani empiria yang berarti
coba-coba atau pengalaman. Sebagai doktrin, empirisme adalah lawan
rasionalisme.1
Kata empirisme menurut Amsal Bakhtiar berasal dari kata Yunani
empereikos yang berarti pengalaman. Menurut aliran ini manusia
memperoleh pengetahuan dari pengalaman inderawi. Hal ini dapat
dilihat bila memperhatikan pertanyaan seperti: “Bagaimana orang
mengetahui es itu dingin?” Seorang empiris akan mengatakan, “Karena
saya merasakan hal itu dan karena seorang ilmuan telah merasakan
seperti itu”. Dalam pernyataan tersebut ada tiga unsur yang perlu, yaitu
yang mengetahui (subjek), yang diketahui (objek), dan cara dia
mengetahui bahwa es itu dingin. Bagaimana dia mengetahui es itu
dingin? Dengan menyentuh langsung lewat alat peraba.dengan kata
lain, seorang empiris akan mengatakan bahwa pengetahuan itu
diperoleh lewat pengalaman-pengalaman inderawi yang sesuai.2
Dalam Juhaya juga menyatakan hal yang sama dengan Amsal
Bakhtiar bahwa pengetahuan itu diperoleh dari pengalaman-
pengalaman inderawi yang sesuai dan pengalaman dapat dijadikan
sebagai sumber pengetahuan bukan rasio.
Oleh sebab itu, empirisme dinisabatkan kepada faham yang
memilih pengalaman sebagai sumber utama pengetahuan yang
dimaksudkan dengannya ialah baik pengalaman lahiriah yang
menyangkut dunia maupun pengalaman batiniyah yang menyangkut
pribadi manusia.3

1
Fuad Ihsan. Filsafat Ilmu. (Jakarta : Rineka Cipta, 2010) hal 163
2
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2012), hlm 98
3
Juhaya S. Praja, Aliran-Aliran Filsafat & Etika, (Jakarta: Kencana, 2005). hal.105

3
Sedangkan menurut Sutarjo menyatakan bahwa empirisme
merupakan aliran yang mengakui bahwa pengetahuan itu pada
hakikatnya didasarkan atas pengalaman atau empiri melalui alat indra
(empiri). Empirisme menolak pengetahuan yang semata-mata
didasarkan akal, karena dapat dipandang sebagai spekulasi belaka
dan tidak berdasarkan realitas sehingga berisiko tidak sesuai dengan
kenyataan. Pengetahuan sejati harus didasarkan pada kenyataan
sejati, yaitu realitas.4
Berbeda dengan Rasionalisme yang mengatakan bahwa akal
itulah alat pencari dan pengukur pengetahuan. Pengetahuan dicari
dengan akal, temuannya diukur dengan akal pula. Dicari dengan akal
artinya dicari dengan berfikir logis. Diukur dengan akal artinya diuji
apakah temuan itu logis atau tidak.bila logis berarti benar, bila tidak
logis berarti salah. Jadi sumber pengetahuan bagi paham
Rasionalisme adalah akal yang logis.5
Dari beberapa uraian di atas tentang empirisme dan rasionalisme
penulis mengatakan bahwa keduanya memiliki kekurangan. Empiris
(pengalaman) belumlah menjadi sebuah pengetahuan, karena masih
merupakan bahan yang belum berbentuk. Pengalaman itu menjadi
sebuah pengetahuan setelah diolah, dibentuk oleh akal kita.
Pandangan ini juga selaras dengan pandangan Kant yang menyebut
dirinya sebagai aliran Kritisme.6 Begitupula dengan akal (rasio) belum
juga dapat menjadi sebuah pengetahuan, karena manusia memiliki
akal yang terbatas. Sehingga terkadang orang menafsirkan sesuatu
dengan akalnya sama-sama logis padahal sesuatu itu tidak sama,
seperti ayam dan telur. Tanpa melibatkan konsep penciptaan tidak
dapat ditemukan mana dari keduanya yang pertama kali ada. Adanya
telur karena ayam, adanya ayam juga karena telur. Karena tidak pernah

4
Sutardjo, Pengantar Filsafat Edisi Revisi,(Bandung: Refika Aditama,2009), hal. 117
5
Ahmad tafsir, Filsafat Ilmu, (Bandung: Rosdakarya, 2006), hal. 30
6
Op. Cit. Sutardjo, hal. 117

4
ditemukan ayam melahirkan seorang anak ayam sebelum telur. Oleh
karena itu pengetahuan perlu ditinjau dari kemungkinan sumber lain.
Adapun kekurangan empirisme menurut positivisme bahwa
empirisme belum terukur. Empirisme hanya sampai pada konsep-
konsep umum, seperti kelereng ini kecil, bulan lebih besar, bumi lebih
besar lagi, matahari sangat besar, demikianlah seterusnya. Konsep ini
belum operasional, karena belum terukur. Jadi, masih perlu alat-alat
lain seperti paham positivisme.
Paham positivisme mengajarkan bahwa kebenaran itu ialah
yang logis, ada bukti empirisnya, dan terukur.”Terukur” inilah yang
menjadi sumbangan penting positivisme. Positivisme akan
mengatakan bahwa air kopi ini panasnya 80 derajat celcius, air
mendidih ini 100 derajat celcius, ini panjangnya satu meter, dan
lainnya.
Oleh karena itu, filsafat empirisme tentang teori makna amat
berdekatan dengan aliran positivisme logis. Akan tetapi, teori makna
dan empirisme selalu harus dipahami lewat penafsiran pengalaman.
Kalau kaum rasionalis berpendapat bahwa manusia sejak lahir di
karuniai idea oleh Tuhan yang dinamakan “idea innatae” ( idea terang
benderang atau idea bawaan) , maka pendapat impiris berlawanan
mereka mengatakan bahwa waktu lahir jiwa manusia adalah putih
bersih ( tabula rasa), tidak ada bekal dari siapapun yang merupakan
“idea innatae”.
Meskipun demikian positivisme telah memberi sumbangan
terhadap paham empirisme yang dapat mengajukan logikanya,
menunjukkan bukti empirisnya yang terukur, namun keduanya masih
pula memiliki kekurangan. Kekurangannya menimbulkan pertanyaan
“ Bagaimana caranya?”oleh karena itu masih diperlukan alat-alat lain
seperti Metode Ilmiah. Metode ilmiah mengatakan, untuk memperoleh
pengetahuan yang benar dilakukan langkah berikut: logico –
hypothetico – verificartif. Maksudnya, buktikan bahwa itu logis,

5
kemudian ajukan hipotesis berdasarkan logika itu, kemudian lakukan
pembuktian hipotesis itu secara empiris.7
C. TOKOH-TOKOH ALIRAN EMPIRISME
Sebagai aliran filsafat, empirisme merupakan salah satu dari dua
cabang filsafat modern yang lahir pada zaman pencerahan.
Bertentangan dengan rivalnya, rasionalisme, yang menempatkan rasio
sebagai sumber utama pengetahuan, empirisme justru memilih
pengalaman sebagi sumber utama pengetahuan baik lahiriah maupun
batiniah.
Aliran ini bertanah air di Inggris. Francis Bacon (1561-1626) bisa
dikatakan sebagai peletak dasar lahirnya empirisme yang untuk kali
pertama menyatakan pengalaman sebagai sumber kebenaran yang
paling terpercaya. Kemudian paham ini diikuti dan dikembangkan oleh
Thomas Hobbes (1588-1679), Jhon Locke (1632-1704), George
Berkeley (1685-1753) dan mencapai puncaknya dalam filsafat David
Hume (1711-1776).8
1. Francis Bacon (1561-1626 M)
Menurut Francis Bacon bahwa pengetahuan yang sebenarnya
adalah pengetahuan yang diterima orang melalui persentuhan
indrawi dengan dunia fakta. Pengalaman merupakan sumber
pengetahuan sejati. Kata Bacon selanjutnya, kita sudah terlalu
lama dpengaruhi oleh metode deduktif. Dari dogma-dogma diambil
kesimpulan, itu tidak benar, haruslah kita sekarang memperhatikan
yang konkret mengelompokkan, itulah tugas ilmu pengetahuan.
2. Thomas Hobbes (1588-1679 M)
Ia seorang ahli pikir Inggris lahir di Malmesbury. Pada usia 15
tahun ia pergi ke Oxford untuk belajar logika Skolastik dan Fisika,
yang ternyata gagal, karena ia tidak berminat sebab gurunya
beraliran Aristotelien. Sumbangan yang besar sebagai ahli pikir

7
Ibid. Hal. 32-33
8
Zubaedi dkk. Filsafat Barat, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. 2007). hal. 31

6
adalah suatu sistem materialistis yang besar, termasuk juga
kehidupan organis dan rohaniah. Dalam bidang kenegaraan ia
mengemukakan teori teori Kontrak Sosial.9
Materialisme yang dianut Hobbes yaitu segala yang bersifat
bendawi. Juga diajarkan bahwa segala kejadian adalah gerak yang
berlangsung secara keharusan. Bedasarkan pandangan yang
demikian manusia tidak lebih dari satu bagian alam bendawi yang
mengelilinginya. Manusia hidup selama jantungnya tetap bergerak
memompa darahnya. Dan hidup manusia merupakan gerak
anggota-anggota tubuhnya. Menurutnya pula akal bukanlah
pembawaan melainkan hasil perkembangan karena kerajinan.
Ikhtiar merupakan suatu awal gerak yang kecil yang jikalau
diarahkan menuju kepada sesuatu yang disebut keinginan, dan jika
diarahkan untuk meninggalkan sesuatu disebut keengganan atau
keseganan. Menurutnya pula pengalaman adalah keseluruhan atau
totalitas pengamatan, yang disimpan didalam ingatan dan
digabungkan dengan suatu pengamatan, yang disipan dalam
ingatan dan digabungkan dengan suatu pengharapan akan masa
depan sesuai dengan apa yang telah diamati pada masa yang
lampau.10
Pendapatnya tentang ilmu filsafat yaitu suatu ilmu
pengetahuan yang sifatnya umum. Karena filsafat adalah suatu
ilmu pengetahuan tentang akibat-akibat atau tentang gejala-gejala
yang diperoleh dari sebab-sebabnya. Sasaran filsafat adalah fakta
yaitu untuk mencari sebab-sebabnya. Segala yang ada ditentukan
oleh sebab, sedangkan prosesnya sesuai dengan hukum ilmu
pasti/ilmu alam.
Menurut Thomas Hobbles berpendapat bahwa pengalaman
indrawi sebagai permulaan segala pengetahuan. Hanya sesuatu

9
Asmoro Achmadi. Filsafat Umum. (Jakarta: Rajawali Press,2003) hal 112
10
Harun Hadiwidodo. Sari Sejarah Filsafat Barat, (yogyakarta : Kanikus 2005) hal 31

7
yang dapat disentuh dengan indralah yang merupakan kebenaran.
Pengetahuan intelektual (rasio) tidak lain hanyalah merupakan
pengabungan data-data indrawi belaka.
3. Jhon Locke (1632-1704 M)
John Locke lahir tanggal 29 Agustus 1632 di
Wrington/Somersetshire dan meninggal di Oates/Essex tanggal 28
Oktober 1704. Ia dilahirkan dari keluarga yang memihak parlemen.
Sikap puritan ayahnya sedikit banyak menularkan kepada anaknya
sebuah sikap tidak suka pada aristokrasi.11
Menurutnya segala pengetahuan datang dari pengalaman,
sedangkan akal tidak melahirkan pengetahuan dari dirinya sendiri.
Seluruh pengetahuan kita peroleh dengan jalan menggunakan dan
membandingkan gagasan-gagasan yang diperoleh dari
pengindraan dan refleksi. Akal manusia hanya merupakan tempat
penampungan yang secara pasif menerima hasil penginderaan kita.
Sedangkan obyek pengetahuan adalah gagasan-gagasan atau idea
-idea, yang timbulnya karena pengalaman lahiriyah (sensation) dan
pengalaman batiniah (reflection) dalam upaya mencari kebenaran
atas pengetahuan.12 Reflection itu pengenalan intuitif serta
memberi pengetahuan apakah kepada manusia lebih baik lebih
penuh dari pada sensation. Sensation merupakan suatu yang
memiliki hubungan dengan dunia luar tetapi tak dapat meraihnya
dan tak dapat mengerti sesungguhnya. Tetapi tanpa sensations
manusia tak dapat juga suatu pengetahuan. Tiap-tiap pengetahuan
itu terjadi dari kerja sama antara sensation dan reflections. Tetapi
haruslah ia mulai dengan sensation sebab jiwa manusia itu waktu
dilahirkan merupakan yang putih bersih; tabula rasa, tak ada bekal

11
F. Budi Hardiman, Filsafat Modern: Dari Machiavelli Sampai Nietzsche, Cet. 2, (Jakarta;
Gramedia Pustaka Utama, 2007), Hal. 74
12
Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, Cet. 20, (Yogyakarta; Kanisius, 2007),
hal. 36

8
13
dari siapa pun yang merupakan ide bawaan.
Fokus filsafat Locke adalah antitesis pemikiran Descrates. Ia
menyarankan bahwa akal budi dan spekulasi abstrak agar kita
harus menaruh perhatian dan kepercayaan pada pengalaman
dalam menangkap fenomena alam melalui pancaindera.
Pengenalan manusia terhadap seluruh pengalaman yang dilaluinya
seperti mencium, merasa, mengecap dan mendengar menjadi
dasar bagi hadirnya gagasan-gagasan dan pikiran sederhana.
Gagasan yang datang dari indra tadi diolah dengan cara berpikir,
bernalar, memercayai dan meragukannya dan inilah akhirnya
disebut bagian aktivitas merenung dan perenungan.14
4. George Berkeley (1685-1753)
George Berkeley lahir pada tanggal 12 Maret 1685 di Dysert
Castle Irlandia dan meninggal tanggal 14 Januari 1753 di Oxford.15
Sebagai penganut empirisme mencanangkan teori yang dinamakan
immaterialisme atas dasar prinsip-prinsip empirisme. Ia bertolak
belakang dengan pendapat John Locke yang masih menerima
substansi dari luar. Berkeley berpendapat sama sekali tidak ada
substansi-substansi material dan yang ada hanya pengalaman ruh
saja karena dalam dunia material sama dengan ide-ide. Berkeley
mengilustrasikan dengan gambar film yang ada dalam layar putih
sebagai benda yang riil dan hidup. Pengakuannya bahwa “aku”
merupakan suatu substansi rohani. Tuhan adalah asal-usul ide itu
ada yang menunjukkan ide-ide pada kita dan Tuhanlah yang
memutarkan film pada batin kita.16
Pandangan Berkeley ini sekilas seperti rasionalisme karena
memutlakkan subjek. Jika diperhatikan lebih lanjut padangan ini
13
I.R. Poedjawijatna, Pembimbing ke Arah Alam Filsafat, Jakarta: Rineka Cipta, 1990,
hal. 105
14
Ali Maksum, Pengantar Filsafat: Dari Masa Klasik Hingga Postmodernisme,
(Jogjakarta; Ar-Ruzz Media, 2008), hal. 133
15
Op. Cit, Budi Hardiman, hal. 83
16
Op. Cit, Juhaya S. Praja, hal. 111-112

9
termasuk empirisme, sebab pengetahuan subjek itu diperoleh
lewat pengalaman, bukan prinsip-prinsip dalam rasio, meskipun
pengalaman itu adalah pengalaman batin. Selanjutnya, dengan
menegaskan tentang adanya sesuatu yang sama dengan
pengertiannya dalam diri subjek dan juga ia beranggapan bahwa
dunia adalah idea-idea kita.17
5. David Hume (1711-1776)
Hume lahir pada tanggal 7 Mei 1711 di Edinburgh Inggris dan
meninggal pada tanggal 25 Agustus 1776.18 Empirisme
mendasarkan pengetahuan bersumber pada pengalaman, bukan
rasio. Hume memilih pengalaman sebagai sumber pengetahuan.
Pengalaman itu bersifat lahiriyah (yang menyangkut dunia) dan
dapat pula bersifat batiniah (yang menyangkut pribadi manusia).19
Hume mengkritik tentang pengertian subtansi dan kausalitas
(hubungan sebab akibat).20 Ia tidak menerima subtansi, sebab
yang dialami manusia hanya kesan-kesan saja tentang beberapa
ciri yang selalu ada bersama-sama. Dari kesan muncul gagasan.
Kesan adalah hasil pengindraan langsung atas realitas lahiriah,
sedang gagasan adalah ingatan akan kesan-kesan.
Hume membagi kesan menjadi dua: kesan sensasi dan kesan
refleksi. Kesan sensasi adalah kesan-kesan yang masuk ke dalam
jiwa yang tidak diketahui sebab-musababnya. Misalnya (kita
melihat sebuah meja kayu): benda yang saya lihat di depan adalah
meja. Kesan refleksi adalah hasil dari gagasan. Gagasan jika
muncul kembali ke dalam jiwa akan membentuk kesan-kesan baru.
Kesan baru hasil pencerminan dari ide sebelumnya inilah yang
disebut dengan kesan refleksi. Misalnya, (kita melihat sebuah meja
dari besi): itu meja besi. Kita dapat menentukan bahwa itu meja

17
Op. Cit, Budi Hardiman, hal. 85
18
Ibid, hal. 86
19
Op. Cit, Ali Maksum, hal. 135
20
Op. Cit, Juhaya, hal. 112

10
walaupun terbuat dari bahan yang berbeda, karena sebelumnya
kita sudah ada kesan sensasi terhadap meja kayu.
Sedangkan ia menolak tentang kausalitas dan menurutnya
bahwa pengalaman hanya memberi kita urutan gejala, tetapi tidak
memperlihatkan kepada kita urutan sebab-akibat. Hume lebih suka
menyebut urutan kejadian. Jika kita bicara tentang hukum alam
atau sebab akibat, sebenarnya kita membicarakan apa yang kita
harapkan, yang merupakan gagasan kita saja, yang lebih didikte
oleh kebiasaan atau perasaan kita saja.21
Pengalaman lebih memberi keyakinan dibandingkan
kesimpulan logika atau kemestian sebab akibat. Hukum sebab
akibat tidak lain hanya hubungan saling berurutan saja dan secara
konstan terjadi seperti api membuat air mendidih. Dalam api tidak
bisa diamati adanya "daya aktif" yang mendidihkan air. Daya aktif
yang disebut hukum kausalitas itu tidak bisa diamati. Dengan
demikian kausalitas tidak bisa digunakan untuk menetapkan suatu
peristiwa yang akan datang berdasarkan peristiwa terdahulu.22

21
Op. Cit, Ali Maksum, hal. 136-137
22
Op. Cit, Amsal Bahtiar, hal. 100-101

11
D. KESIMPULAN
Istilah empirisme diambil dari bahasa Yunani empiria yang berarti
coba-coba atau pengalaman. Sebagai doktrin, empirisme adalah lawan
rasionalisme. Pandangan ini menurut Fuad Ihsan. Berbeda dengan Amsal
Bakhtiar menyatakan bahwa empirisme berasal dari kata empereikos
yang berarti penngalaman.
Dalam paham empirisme ini, memilih pengalaman sebagai sumber
utama pengetahuan, baik pengalaman lahiriyah yang menyangkut dunia
maupun pengalaman batiniyah yang menyangkut pribadi manusia.
Pengalaman yang dimaksud adalah pengalaman atau empiri melalui alat
indera. Paham empirisme ini dipertentangkan dengan paham
rasionalisme yang mengatakan akal (rasio) sebagai sumber pengetahuan.
Kedua paham ini menurut Kant memiliki kekurangan, sehingga selain
harus dipadukan antara keduanya juga harus ditinjau dari kemungkinan
sumber lain,agar menghasilkan pengetahuan yang benar dan tidak
meragukan. Seperti contoh yang ditambahkan oleh paham positivisme
menambahkan selain logis, empiris, juga harus terukur. Selain itu juga
diperlukan alat-alat lain agar tidak menimbulkan pertanyaan cara
melakukan penelitian. Alat-alat yang dimaksud adalah Metode Ilmiah.
Metode ilmiah mengatakan untuk memperoleh pengetahuan yang benar
dilakukan langkah berikut: logico – hypothetico – verificartif. Maksudnya,
buktikan bahwa itu logis, kemudian ajukan hipotesis berdasarkan logika
itu, kemudian lakukan pembuktian hipotesis itu secara empiris.
Adapunt tokoh-tokoh empirisme adalah Francis Bacon yang dikatakan
sebagai peletak dasar lahirnya empirisme yang kemudian diikuti dan
dikembangkan oleh Thomas Hobbes, Jhon Locke, George Berkeley, dan
mencapai puncaknya dalam filsafat David Hume.

12
DAFTAR ISI

A. PENDAHULUAN 1
B. PENGERTIAN EMPIRISME 3
C. TOKOH-TOKOH EMPIRISME 5
1. Francis Bacon 6
2. Thomas Hobbes 6
3. John Locke 7
4. George Berkeley 8
5. David Hume 9
D. KESIMPULAN 11

13
PAHAM EMPIRISME
MAKALAH

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah pengantar filsafat

Dosen pengampu :...........................................

Oleh:
SALMA NANDINI

PROGRAM STUDI AHWAL AL SYAKHSIYYAH


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NURUL IMAN
PARUNG - BOGOR
2023 M / 1444 H

14
DAFTAR PUSTAKA

Ihsan Fuad. Filsafat Ilmu. (Jakarta : Rineka Cipta, 2010)


Bakhtiar Amsal, Filsafat Ilmu, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2012)
S. Praja Juhaya, Aliran-Aliran Filsafat & Etika, (Jakarta: Kencana, 2005)
Sutardjo, Pengantar Filsafat Edisi Revisi,(Bandung: Refika Aditama,2009)
Tafsir Ahmad, Filsafat Ilmu, (Bandung: Rosdakarya, 2006)
Zubaedi dkk. Filsafat Barat, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. 2007)
Achmadi Asmoro. Filsafat Umum. (Jakarta: Rajawali Press,2003)
Harun Hadiwidodo. Sari Sejarah Filsafat Barat, (yogyakarta : Kanikus
2005)
Hardiman F. Budi, Filsafat Modern: Dari Machiavelli Sampai Nietzsche,
Cet. 2, (Jakarta; Gramedia Pustaka Utama, 2007)
Hadiwijono Harun, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, Cet. 20, (Yogyakarta;
Kanisius, 2007)
I.R. Poedjawijatna, Pembimbing ke Arah Alam Filsafat, (Jakarta: Rineka
Cipta, 1990)
Maksum Ali, Pengantar Filsafat: Dari Masa Klasik Hingga
Postmodernisme, (Jogjakarta; Ar-Ruzz Media, 2008)

15

Anda mungkin juga menyukai