Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

EMPERISME
Disusun untuk memenuhi tugas
Mata kuliah : Filsafat Ilmu
Dosen Pengampu : Hadi Fathurrizka, S.Fil.I., M.Ag.

Oleh :
Maulvi Nazir Syahab : 12105056
Nikolas Saputra : 12105063

KELAS C
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS USULUDIN ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONTIANAK
PENDAHULUAN

Ilmu telah lahir bersamaan dengan penciptaan alam semesta, namun pengetahuan
lahir saat manusia telah diciptakan. Tentu konsep ilmu dan pengetahuan nantinya dikenal
saat induk dari segala penemuan manusia yaitu filsafat lahir dan diperkenalkan kepada
masyarakat di mana filsafat itu muncul hingga saat ini. Saat semua berpikir bahwa filsafat
berasal dari Yunani, pandangan lain menyatakan bahwa filsafat sesungguhnya telah lahir
dalam kehidupan umat Islam. Hal ini terjadi dikarenakan ajaran Islam yang mampu melihat
kelemahan-kelemahan dari ideologi yang diilhami ilmuwan Barat yang sering berbicara
terkait filsafat, budaya dan pendidikan.1
Empirisme merupakan aliran filsafat yang muncul pada zaman modern sebagai reaksi
terhadap aliran sebelumnya yaitu rasionalisme. Empiris merupakan suatu doktrin filsafat
yang mengutamakan peranan pengalaman manusia untuk memperoleh pengetahuan dan
menomorduakan peranan akal. Secara etimologis, empirisme berasal dari bahasa Inggris
yaitu empiricism dan experience. Akar kata ini berasal dari Yunani yaitu empeiria dan
experietia yang memiliki tiga makna, berpengalaman dengan‖, berkenalan dengan‖,
terampil untuk‖.2Dengan kata lain, empirisme adalah aliran filsafat yang menekankan
pengalaman sebagai modal utama untuk mendapatkan pengetahuan dalam kehidupan dan
menganggap akal sebagai metode kedua setelah pengalaman telah dicapai.Sumber
pengetahuan dalam diri manusia itu banyak sekali. Salah satu paham yang memaparkan
tentang sumber pengetahuan adalah paham empirisme. Empirisme merupakan paham yang
mencoba memaparkan dan menjelaskan bahwa sumber pengetahuan manusia itu adalah
pengalaman.Paham empirisme telah banyak didiskusikan oleh orang-orang di bangku
perkuliahan. Banyak yang menyatakan bahwa suatu penelitian itu harus didasarkan atas
data empiris, namun menurut penulis dengan data empiris saja penelitian tidak cukup dan
harus juga berdasarkan rasionalisme logis.Akal harus difungsikan dalam suatu penelitian
agar pembaca memiliki gambaran yang kuat untuk menerima hasil kajian ilmiah dari
peneliti yang akan dijadikan sebagai pengetahuan.

PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN EMPIRISME
Istilah empirisme diambil dari bahasa Yunani empiria yang berarti coba-coba atau
pengalaman. Sebagai doktrin, empirisme adalah lawan rasionalisme.3
Kata empirisme menurut Amsal Bakhtiar berasal dari kata Yunani empereikos yang
berarti pengalaman. Menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan dari pengalaman
inderawi. Hal ini dapat dilihat bila memperhatikan pertanyaan seperti: “Bagaimana orang
mengetahui es itu dingin?” Seorang empiris akan mengatakan, “Karena saya merasakan hal
itu dan karena seorang ilmuan telah merasakan seperti itu”. Dalam pernyataan tersebut ada
tiga unsur yang perlu, yaitu yang mengetahui (subjek), yang diketahui (objek), dan cara dia
mengetahui bahwa es itu dingin. Bagaimana dia mengetahui es itu dingin? Dengan

1
Muhammad Saleh Tajuddin, Pemikiran Dan Gerakan Politik Organisasi Wahdah Islamiyah (Wi) Di Sulawesi
Selatan, Al-Fikr Vol 17 No 1. 2013, hal. 220
2
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum : Akal Dan Hati Sejak Thales Sampai James. (Jakarta: Remaja Rosdakarya, 1999),
hal. 136
3
Fuad Ihsan. Filsafat Ilmu. (Jakarta : Rineka Cipta, 2010) hal 163

1
menyentuh langsung lewat alat peraba.dengan kata lain, seorang empiris akan mengatakan
bahwa pengetahuan itu diperoleh lewat pengalaman-pengalaman inderawi yang sesuai.4
Dalam Juhaya juga menyatakan hal yang sama dengan Amsal Bakhtiar bahwa
pengetahuan itu diperoleh dari pengalaman-pengalaman inderawi yang sesuai dan
pengalaman dapat dijadikan sebagai sumber pengetahuan bukan rasio.
Oleh sebab itu, empirisme dinisabatkan kepada faham yang memilih pengalaman
sebagai sumber utama pengetahuan yang dimaksudkan dengannya ialah baik pengalaman
lahiriah yang menyangkut dunia maupun pengalaman batiniyah yang menyangkut pribadi
manusia.5
Sedangkan menurut Sutarjo menyatakan bahwa empirisme merupakan aliran yang
mengakui bahwa pengetahuan itu pada hakikatnya didasarkan atas pengalaman atau empiri
melalui alat indra (empiri). Empirisme menolak pengetahuan yang semata-mata didasarkan
akal, karena dapat dipandang sebagai spekulasi belaka dan tidak berdasarkan realitas
sehingga berisiko tidak sesuai dengan kenyataan. Pengetahuan sejati harus didasarkan pada
kenyataan sejati, yaitu realitas.6
Berbeda dengan Rasionalisme yang mengatakan bahwa akal itulah alat pencari dan
pengukur pengetahuan. Pengetahuan dicari dengan akal, temuannya diukur dengan akal
pula. Dicari dengan akal artinya dicari dengan berfikir logis. Diukur dengan akal artinya
diuji apakah temuan itu logis atau tidak.bila logis berarti benar, bila tidak logis berarti
salah. Jadi sumber pengetahuan bagi paham Rasionalisme adalah akal yang logis.7
Dari beberapa uraian di atas tentang empirisme dan rasionalisme penulis mengatakan
bahwa keduanya memiliki kekurangan. Empiris (pengalaman) belumlah menjadi sebuah
pengetahuan, karena masih merupakan bahan yang belum berbentuk. Pengalaman itu
menjadi sebuah pengetahuan setelah diolah, dibentuk oleh akal kita. Pandangan ini juga
selaras dengan pandangan Kant yang menyebut dirinya sebagai aliran Kritisme. 8
Begitupula dengan akal (rasio) belum juga dapat menjadi sebuah pengetahuan, karena
manusia memiliki akal yang terbatas. Sehingga terkadang orang menafsirkan sesuatu
dengan akalnya sama-sama logis padahal sesuatu itu tidak sama, seperti ayam dan telur.
Tanpa melibatkan konsep penciptaan tidak dapat ditemukan mana dari keduanya yang
pertama kali ada. Adanya telur karena ayam, adanya ayam juga karena telur. Karena tidak
pernah ditemukan ayam melahirkan seorang anak ayam sebelum telur. Oleh karena itu
pengetahuan perlu ditinjau dari kemungkinan sumber lain.
Adapun kekurangan empirisme menurut positivisme bahwa empirisme belum terukur.
Empirisme hanya sampai pada konsep-konsep umum, seperti kelereng ini kecil, bulan lebih
besar, bumi lebih besar lagi, matahari sangat besar, demikianlah seterusnya. Konsep ini
belum operasional, karena belum terukur. Jadi, masih perlu alat-alat lain seperti paham
positivisme Empirisme ini lemah disebabkan karna keterbatasan indera manusia..
Paham positivisme mengajarkan bahwa kebenaran itu ialah yang logis, ada bukti
empirisnya, dan terukur.”Terukur” inilah yang menjadi sumbangan penting positivisme.
Positivisme akan mengatakan bahwa air kopi ini panasnya 80 derajat celcius, air mendidih
ini 100 derajat celcius, ini panjangnya satu meter, dan lainnya.

4
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2012). hal 98
5
Juhaya S. Praja, Aliran-Aliran Filsafat & Etika, (Jakarta: Kencana, 2005). hal.105
6
Sutardjo, Pengantar Filsafat Edisi Revisi,(Bandung: Refika Aditama,2009), hal. 117
7
Ahmad tafsir, Filsafat Ilmu, (Bandung: Rosdakarya, 2006). hal. 30
8
Sutardjo, Pengantar Filsafat Edisi Revisi,(Bandung: Refika Aditama,2009). hal. 117

2
Oleh karena itu, filsafat empirisme tentang teori makna amat berdekatan dengan
aliran positivisme logis. Akan tetapi, teori makna dan empirisme selalu harus dipahami
lewat penafsiran pengalaman. Kalau kaum rasionalis berpendapat bahwa manusia sejak
lahir di karuniai idea oleh Tuhan yang dinamakan “idea innatae” ( idea terang benderang
atau idea bawaan) , maka pendapat impiris berlawanan mereka mengatakan bahwa waktu
lahir jiwa manusia adalah putih bersih ( tabula rasa), tidak ada bekal dari siapapun yang
merupakan “idea innatae”.
Meskipun demikian positivisme telah memberi sumbangan terhadap paham
empirisme yang dapat mengajukan logikanya, menunjukkan bukti empirisnya yang terukur,
namun keduanya masih pula memiliki kekurangan. Kekurangannya menimbulkan
pertanyaan “ Bagaimana caranya?”oleh karena itu masih diperlukan alat-alat lain seperti
Metode Ilmiah. Metode ilmiah mengatakan, untuk memperoleh pengetahuan yang benar
dilakukan langkah berikut: logico – hypothetico – verificartif. Maksudnya, buktikan bahwa
itu logis, kemudian ajukan hipotesis berdasarkan logika itu, kemudian lakukan pembuktian
hipotesis itu secara empiris.9

B. TOKOH-TOKOH ALIRAN EMPIRISME


Sebagai aliran filsafat, empirisme merupakan salah satu dari dua cabang filsafat
modern yang lahir pada zaman pencerahan. Bertentangan dengan rivalnya, rasionalisme,
yang menempatkan rasio sebagai sumber utama pengetahuan, empirisme justru memilih
pengalaman sebagi sumber utama pengetahuan baik lahiriah maupun batiniah.
Aliran ini bertanah air di Inggris. Francis Bacon (1561-1626) bisa dikatakan sebagai
peletak dasar lahirnya empirisme yang untuk kali pertama menyatakan pengalaman sebagai
sumber kebenaran yang paling terpercaya. Kemudian paham ini diikuti dan dikembangkan
oleh Thomas Hobbes (1588-1679), Jhon Locke (1632-1704), George Berkeley (1685-1753)
dan mencapai puncaknya dalam filsafat David Hume (1711-1776).10

1. Francis Bacon (1561-1626 M)


Menurut Francis Bacon bahwa pengetahuan yang sebenarnya adalah pengetahuan
yang diterima orang melalui persentuhan indrawi dengan dunia fakta. Pengalaman
merupakan sumber pengetahuan sejati. Kata Bacon selanjutnya, kita sudah terlalu lama
dpengaruhi oleh metode deduktif. Dari dogma-dogma diambil kesimpulan, itu tidak
benar, haruslah kita sekarang memperhatikan yang konkret mengelompokkan, itulah
tugas ilmu pengetahuan.

2. Thomas Hobbes (1588-1679 M)


Ia seorang ahli pikir Inggris lahir di Malmesbury. Pada usia 15 tahun ia pergi ke
Oxford untuk belajar logika Skolastik dan Fisika, yang ternyata gagal, karena ia tidak
berminat sebab gurunya beraliran Aristotelien. Sumbangan yang besar sebagai ahli
pikir adalah suatu sistem materialistis yang besar, termasuk juga kehidupan organis dan
rohaniah. Dalam bidang kenegaraan ia mengemukakan teori teori Kontrak Sosial.11
Materialisme yang dianut Hobbes yaitu segala yang bersifat bendawi. Juga
diajarkan bahwa segala kejadian adalah gerak yang berlangsung secara keharusan.

9
Ibid. Hal. 32-33
10
Zubaedi dkk. Filsafat Barat, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. 2007). hal. 31
11
Asmoro Achmadi. Filsafat Umum. (Jakarta: Rajawali Press,2003) hal 112

3
Bedasarkan pandangan yang demikian manusia tidak lebih dari satu bagian alam
bendawi yang mengelilinginya. Manusia hidup selama jantungnya tetap bergerak
memompa darahnya. Dan hidup manusia merupakan gerak anggota-anggota tubuhnya.
Menurutnya pula akal bukanlah pembawaan melainkan hasil perkembangan karena
kerajinan. Ikhtiar merupakan suatu awal gerak yang kecil yang jikalau diarahkan
menuju kepada sesuatu yang disebut keinginan, dan jika diarahkan untuk meninggalkan
sesuatu disebut keengganan atau keseganan. Menurutnya pula pengalaman adalah
keseluruhan atau totalitas pengamatan, yang disimpan didalam ingatan dan
digabungkan dengan suatu pengamatan, yang disipan dalam ingatan dan digabungkan
dengan suatu pengharapan akan masa depan sesuai dengan apa yang telah diamati pada
masa yang lampau.12
Pendapatnya tentang ilmu filsafat yaitu suatu ilmu pengetahuan yang sifatnya
umum. Karena filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan tentang akibat-akibat atau
tentang gejala-gejala yang diperoleh dari sebab-sebabnya. Sasaran filsafat adalah fakta
yaitu untuk mencari sebab-sebabnya. Segala yang ada ditentukan oleh sebab,
sedangkan prosesnya sesuai dengan hukum ilmu pasti/ilmu alam.
Menurut Thomas Hobbles berpendapat bahwa pengalaman indrawi sebagai
permulaan segala pengetahuan. Hanya sesuatu yang dapat disentuh dengan indralah
yang merupakan kebenaran. Pengetahuan intelektual (rasio) tidak lain hanyalah
merupakan pengabungan data-data indrawi belaka.

3. Jhon Locke (1632-1704 M)


John Locke lahir tanggal 29 Agustus 1632 di Wrington/Somersetshire dan
meninggal di Oates/Essex tanggal 28 Oktober 1704. Ia dilahirkan dari keluarga yang
memihak parlemen. Sikap puritan ayahnya sedikit banyak menularkan kepada anaknya
sebuah sikap tidak suka pada aristokrasi.13
Menurutnya segala pengetahuan datang dari pengalaman, sedangkan akal tidak
melahirkan pengetahuan dari dirinya sendiri. Seluruh pengetahuan kita peroleh dengan
jalan menggunakan dan membandingkan gagasan-gagasan yang diperoleh dari
pengindraan dan refleksi. Akal manusia hanya merupakan tempat penampungan yang
secara pasif menerima hasil penginderaan kita. Sedangkan obyek pengetahuan adalah
gagasan-gagasan atau idea-idea, yang timbulnya karena pengalaman lahiriyah
(sensation) dan pengalaman batiniah (reflection) dalam upaya mencari kebenaran atas
pengetahuan.14 Reflection itu pengenalan intuitif serta memberi pengetahuan apakah
kepada manusia lebih baik lebih penuh dari pada sensation. Sensation merupakan suatu
yang memiliki hubungan dengan dunia luar tetapi tak dapat meraihnya dan tak dapat
mengerti sesungguhnya. Tetapi tanpa sensations manusia tak dapat juga suatu
pengetahuan. Tiap-tiap pengetahuan itu terjadi dari kerja sama antara sensation dan
reflections. Tetapi haruslah ia mulai dengan sensation sebab jiwa manusia itu waktu
dilahirkan merupakan yang putih bersih; tabula rasa, tak ada bekal dari siapa pun yang
merupakan ide bawaan.15

12
Harun Hadiwidodo. Sari Sejarah Filsafat Barat, (yogyakarta : Kanikus 2005) hal 31
13
F. Budi Hardiman, Filsafat Modern: Dari Machiavelli Sampai Nietzsche, Cet. 2, (Jakarta; Gramedia Pustaka
Utama, 2007), hal. 74
14
Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, Cet. 20, (Yogyakarta; Kanisius, 2007), hal. 36
15
I.R. Poedjawijatna, Pembimbing ke Arah Alam Filsafat, Jakarta: Rineka Cipta, 1990, hal. 105

4
Fokus filsafat Locke adalah antitesis pemikiran Descrates. Ia menyarankan bahwa
akal budi dan spekulasi abstrak agar kita harus menaruh perhatian dan kepercayaan
pada pengalaman dalam menangkap fenomena alam melalui pancaindera. Pengenalan
manusia terhadap seluruh pengalaman yang dilaluinya seperti mencium, merasa,
mengecap dan mendengar menjadi dasar bagi hadirnya gagasan-gagasan dan pikiran
sederhana. Gagasan yang datang dari indra tadi diolah dengan cara berpikir, bernalar,
memercayai dan meragukannya dan inilah akhirnya disebut bagian aktivitas merenung
dan perenungan.16

4. George Berkeley (1685-1753)


George Berkeley lahir pada tanggal 12 Maret 1685 di Dysert Castle Irlandia dan
meninggal tanggal 14 Januari 1753 di Oxford.17 Sebagai penganut empirisme
mencanangkan teori yang dinamakan immaterialisme atas dasar prinsip-prinsip
empirisme. Ia bertolak belakang dengan pendapat John Locke yang masih menerima
substansi dari luar. Berkeley berpendapat sama sekali tidak ada substansi-substansi
material dan yang ada hanya pengalaman ruh saja karena dalam dunia material sama
dengan ide-ide. Berkeley mengilustrasikan dengan gambar film yang ada dalam layar
putih sebagai benda yang riil dan hidup. Pengakuannya bahwa “aku” merupakan suatu
substansi rohani. Tuhan adalah asal-usul ide itu ada yang menunjukkan ide-ide pada
kita dan Tuhanlah yang memutarkan film pada batin kita.18
Pandangan Berkeley ini sekilas seperti rasionalisme karena memutlakkan subjek.
Jika diperhatikan lebih lanjut padangan ini termasuk empirisme, sebab pengetahuan
subjek itu diperoleh lewat pengalaman, bukan prinsip-prinsip dalam rasio, meskipun
pengalaman itu adalah pengalaman batin. Selanjutnya, dengan menegaskan tentang
adanya sesuatu yang sama dengan pengertiannya dalam diri subjek dan juga ia
beranggapan bahwa dunia adalah idea-idea kita.19

5. David Hume (1711-1776)


Hume lahir pada tanggal 7 Mei 1711 di Edinburgh Inggris dan meninggal pada
tanggal 25 Agustus 1776.20 Empirisme mendasarkan pengetahuan bersumber pada
pengalaman, bukan rasio. Hume memilih pengalaman sebagai sumber pengetahuan.
Pengalaman itu bersifat lahiriyah (yang menyangkut dunia) dan dapat pula bersifat
batiniah (yang menyangkut pribadi manusia).21 Hume mengkritik tentang pengertian
subtansi dan kausalitas (hubungan sebab akibat).22 Ia tidak menerima subtansi, sebab
yang dialami manusia hanya kesan-kesan saja tentang beberapa ciri yang selalu ada

16
Ali Maksum, Pengantar Filsafat: Dari Masa Klasik Hingga Postmodernisme, (Jogjakarta; Ar-Ruzz Media,
2008), hal. 133
17
F. Budi Hardiman, Filsafat Modern: Dari Machiavelli Sampai Nietzsche, Cet. 2, (Jakarta; Gramedia Pustaka
Utama, 2007), hal. 83
18
Juhaya S. Praja, Aliran-Aliran Filsafat & Etika, (Jakarta: Kencana, 2005). hal.111-112
19
F. Budi Hardiman, Filsafat Modern: Dari Machiavelli Sampai Nietzsche, Cet. 2, (Jakarta; Gramedia Pustaka
Utama, 2007), hal. 85
20
Ibid, hal. 86
21
Ali Maksum, Pengantar Filsafat: Dari Masa Klasik Hingga Postmodernisme, (Jogjakarta; Ar-Ruzz Media,
2008), hal. 135
22
Juhaya S. Praja, Aliran-Aliran Filsafat & Etika, (Jakarta: Kencana, 2005). hal. 112

5
bersama-sama. Dari kesan muncul gagasan. Kesan adalah hasil pengindraan langsung
atas realitas lahiriah, sedang gagasan adalah ingatan akan kesan-kesan.
Hume membagi kesan menjadi dua: kesan sensasi dan kesan refleksi. Kesan
sensasi adalah kesan-kesan yang masuk ke dalam jiwa yang tidak diketahui sebab-
musababnya. Misalnya (kita melihat sebuah meja kayu): benda yang saya lihat di depan
adalah meja. Kesan refleksi adalah hasil dari gagasan. Gagasan jika muncul kembali ke
dalam jiwa akan membentuk kesan-kesan baru. Kesan baru hasil pencerminan dari ide
sebelumnya inilah yang disebut dengan kesan refleksi. Misalnya, (kita melihat sebuah
meja dari besi): itu meja besi. Kita dapat menentukan bahwa itu meja walaupun terbuat
dari bahan yang berbeda, karena sebelumnya kita sudah ada kesan sensasi terhadap
meja kayu.
Sedangkan ia menolak tentang kausalitas dan menurutnya bahwa pengalaman
hanya memberi kita urutan gejala, tetapi tidak memperlihatkan kepada kita urutan
sebab-akibat. Hume lebih suka menyebut urutan kejadian. Jika kita bicara tentang
hukum alam atau sebab akibat, sebenarnya kita membicarakan apa yang kita harapkan,
yang merupakan gagasan kita saja, yang lebih didikte oleh kebiasaan atau perasaan kita
saja.23
Pengalaman lebih memberi keyakinan dibandingkan kesimpulan logika atau
kemestian sebab akibat. Hukum sebab akibat tidak lain hanya hubungan saling
berurutan saja dan secara konstan terjadi seperti api membuat air mendidih. Dalam api
tidak bisa diamati adanya "daya aktif" yang mendidihkan air. Daya aktif yang disebut
hukum kausalitas itu tidak bisa diamati. Dengan demikian kausalitas tidak bisa
digunakan untuk menetapkan suatu peristiwa yang akan datang berdasarkan peristiwa
terdahulu.24

Fenomena Masyarakat Terkait Emperisme

Pada akhir tahun 2013 perhatian masyarakat Indonesia dijejali dengan


pemberitaan korupsi Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah Chasan.Yang menarik dari
kasus ini ialah adanya tindakan korupsi yang dilakukan oleh sebuah dinasti
pemerintahan yang dikuasai oleh keluarga Ratu Atut. Kasus korupsi ini tidak hanya
dilakukan oleh seorang kepala daerah (Ratu Atut) saja, akan tetapi juga melibatkan
pejabat-pejabat pemerintahan yang ternyata memiliki ikatan keluarga dengan Ratu
Atut.
Sejak penangkapan Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, banyak pihak yang
menilai bahwa Ratu Atut turut andil dalam pemberian suap Rp 1 miliar kepada Akil
Mochtar pada penanganan kasus sengketa Pemilihan Kepala Daerah Lebak, Banten.
Benar saja, pada 17 Desember 2013 Ketua KPK, Abraham Samad, mengumumkan
status tersangka Ratu Atut setelah KPK berhasil menemukan lebih dari dua alat bukti
keterlibatan Atut dalam pemberian Rp 1 miliar kepada Akil Mochtar terkait sengketa
Pilkada Lebak, Banten. Selain tersandung kasus suap dalam sengketa Pilkada Lebak
Banten, Ratu Atut juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus Alat Kesehatan
Banten.

23
Ali Maksum, Pengantar Filsafat: Dari Masa Klasik Hingga Postmodernisme, (Jogjakarta; Ar-Ruzz Media,
2008), hal. 136-137
24
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2012).hal. 100-101

6
Secara sederhana penulis menghubungkan aliran empirisme dan kasus ini
dengan argumen adalah bahwa seorang manusia tidak dilahirkan dengan bakat untuk
melakukan korupsi.Tetapi lingkungan serta pengalaman hidup yang terbiasa dengan
pola hidup yang serba „instan‟, mempengaruhi perbuatanya untuk melakukan
korupsi.Seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwa Empirisme adalah suatu doktrin
filsafat yang menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan dan
mengecilkan peranan akal.Empirisme berpendapat bahwa pengetahuan tentang
kebenaran yang sempurna tidak diperoleh melalui akal, melainkan di peroleh atau
bersumber dari panca indera manusia, yaitu mata, lidah, telinga, kulit dan hidung.
Pengalaman melakukan korupsi mereka terkadang tanpa disadari sudah dimulai
sejak masih anak-anak, hal ini dapat dilihat dari beberapa hal kecil. Seperti, mengambil
uang kembalian ketika dimintai tolong ibunya untuk berbelanja, membesar-besarkan
harga ketika ingin membeli sesuatu, diam-diam memakai uang SPP untuk hal lain.
Dengan demikian mereka menjadi terbiasa sehingga memiliki mindset bahwa bila ada
jalan yang lebih mudah, kenapa harus mengambil jalan yang susah. Mereka berpikir
bahwa untuk menjadi kaya raya tidak lah harus dilakukan dengan cara bekerja keras,
namun bisa hanya dengan memanfaatkan posisi yang diduduki saat ini, yaitu dengan
korupsi tersebut. Dari sudut pandang negatif, aliran empirisme memiliki kebenaran
mutlak dalam mempengaruhi seseorang menjadi koruptor atau tidak.

KESIMPULAN

Dalam paham empirisme ini, memilih pengalaman sebagai sumber utama


pengetahuan, baik pengalaman lahiriyah yang menyangkut dunia maupun pengalaman
batiniyah yang menyangkut pribadi manusia. Pengalaman yang dimaksud adalah
pengalaman atau empiri melalui alat indera. Paham empirisme ini dipertentangkan
dengan paham rasionalisme yang mengatakan akal (rasio) sebagai sumber pengetahuan.
Kedua paham ini menurut Kant memiliki kekurangan, sehingga selain harus
dipadukan antara keduanya juga harus ditinjau dari kemungkinan sumber lain,agar
menghasilkan pengetahuan yang benar dan tidak meragukan. Seperti contoh yang
ditambahkan oleh paham positivisme menambahkan selain logis, empiris, juga harus
terukur. Selain itu juga diperlukan alat-alat lain agar tidak menimbulkan pertanyaan
cara melakukan penelitian. Alat-alat yang dimaksud adalah Metode Ilmiah. Metode
ilmiah mengatakan untuk memperoleh pengetahuan yang benar dilakukan langkah
berikut: logico – hypothetico – verificartif. Maksudnya, buktikan bahwa itu logis,
kemudian ajukan hipotesis berdasarkan logika itu, kemudian lakukan pembuktian
hipotesis itu secara empiris.

7
DAFTAR PUSTAKA

Ihsan,Fuad. (2010). Filsafat Ilmu. Jakarta : Rineka Cipta.


Bakhtiar,Amsal.(2012). Filsafat Ilmu.Jakarta : Raja Grafindo Persada.
S. Praja,Juhaya. (2005) .Aliran-Aliran Filsafat & Etika. Jakarta: Kencana.
Sutardj. (2009). Pengantar Filsafat Edisi Revisi. Bandung: Refika Aditama.
Tafsir,Ahmad. (2006). Filsafat Ilmu. Bandung: Rosdakarya.
Zubaedi,dkk. (2007). Filsafat Barat. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Achmadi,Asmoro. (2003). Filsafat Umum. Jakarta: Rajawali Press.
Harun Hadiwidodo. (2005). Sari Sejarah Filsafat Barat. yogyakarta : Kanikus.
Hardiman,F. Budi. (2007) . Filsafat Modern: Dari Machiavelli Sampai Nietzsche, Cet.
2, Jakarta; Gramedia Pustaka Utama.
Hadiwijono,Harun. (2007). Sari Sejarah Filsafat Barat 2, Cet. 20, Yogyakarta;
Kanisius.
I.R. Poedjawijatna. (1990). Pembimbing ke Arah Alam Filsafat. Jakarta: Rineka Cipta.
Maksum,Ali. (2008). Pengantar Filsafat: Dari Masa Klasik Hingga Postmodernisme.
Jogjakarta; Ar-Ruzz Media.
Tafsir, Ahmad. (1999). Filsafat Umum : Akal dan Hati Sejak Thales sampai James.
Jakarta: Remaja Rosdakarya.
Tajuddin, Muhammad Saleh. (2013). Pemikiran dan Gerakan Politik Organisasi
Wahdah Islamiyah (WI) di Sulawesi Selatan, Al-Fikr Vol 17 No 1.

Anda mungkin juga menyukai