Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Berpikir sudah menjadi tradisi sejak zaman dahulu. Di masa lalu telah banyak dari
mereka yang berpikir dan melakukan pencarian akan kebenaran. Thales, Phytagoras,
Socrates, mereka adalah beberapa diantara mereka yang selalu mempertanyakan dan
mencari kebenaran. Pada dasarnya, manusia ialah makhluk yang suka mencari
kebenaran. Mereka tidak akan pernah bisa puas dengan apa yang telah ada, tetapi
selalu bertanya-tanya dan terus mencari jawaban dari apa yang ada di pikirannya. Dari
sekian jawaban yang mereka dapatkan-pun, belum tentu bisa memuaskan pertanyaan
yang ada dalam otaknya. Biasanya ia akan membuktikan jawaban-jawaban yang telah
mereka dapatkan untuk bisa memperkuat kebenaran dari jawaban tersebut. Ia tidak
ingin kebenaran itu hanya bersifat semu, namun juga dapat dibuktikan secara ilmiah.
Mereka terus berpikir dan selalu mempertanyakan berbagai hal. Dengan berpikir dan
selalu mencari tahu ini, kita telah berproses dalam upaya untuk mencari kebenaran.
Upaya dalam pencarian kebenaran ini merupakan berfilsafat. Filsafat merupakan salah
satu cara untuk mencari kebenaran atas seluruh pertanyaan-pertanyaan yang muncul.
Dengan filsafat, kita akan menemukan titik terang dari seluruh pertanyaan yang belum
kita temukan.
Pada zaman yang sudah serba canggih ini, manusia tidak berhenti untuk mencari
kebenaran. Justru mereka akan mencari kebenaran tersebut dengan menguji
menggunakan teori-teori yang sudah ada sebelumnya. Mereka juga bisa saja
menggugurkan teori yang sudah ada dengan menggunakan teori-teori baru dari
pemikirannya. Dapat dikatakan bahwa manusia pada era ini malah semakin rajin dan
bersemangat untuk mencari kebenaran yang dapat memuaskannya serta mencari
berbagai solusi dari permasalahan yang dihadapinya.
Semakin banyak hal yang diketahui oleh manusia, semakin banyak pula pertanyaan
yang timbul dibenaknya. Mereka akan mencari tahu asal usul apapun, tentang dirinya
sendiri, tentang nasib yang akan maupun telah menimpanya, dan segala
kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi pada dirinya. Dengan adanya
pertanyaan yang timbul seperti itu, maka ia sudah menghasilkan pengetahuan yang
bisa dikatakan sangat luas. Namun, dengan majunya berbagai ilmu pengetahuan yang
ada, tentu tidak semua pertanyaan dapat terjawab oleeh ilmu pengetahuan, seperti
pertanyaan tentang kehidupan dan kematian, tentang asal usul dan tujuan. Pertanyaan
seperti ini bisa juga tidak akan terjawab oleh filsafat.
Filsafat adalah adanya hasrat takjub terhadap suatu hal dan merasa ragu terhadap
suatu kebenaran yang pada akhirnya mencari-cari sumber kebenaran yang telah
didapatnya. Filsafat berbeda dengan falsafah. Bedanya yakni karena filsafat
digunakan untuk mengkritik, sedangkan falsafah digunakan untuk pedoman hidup.
Orang yang berfilsafat akan melakukan sesuatu untuk memperoleh kebenaran. Filsafat
juga bisa disebut sebagai suatu usaha berpikiran radikal dan menyeluruh serta
mengupas pertanyaan sedalam-dalamnya. Filsafat mempunyai beberapa cabang
didalamnya, salah satunya yakni Empirisme.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagamiana empirise lahir?
2. Bagaimana pemikiran dan isi dalam empirisme?
3. Apa nila-nilai yang ditawarkan oleh empirisme?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahu bagaimanai lahir dan proses berkembangnya empirisme.
2. Untuk mengetahui pemikiran yang ada dalam empirisme.
3. Untuk mengetahui nilai-nilai yang ditawarkan oleh empirisme.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Empirisme


Empirisme merupakan salah satu aliran filsafat yang mana, dalam ajarannya lebih
memprioritaskan peranan pengalaman dalam memperoleh ilmu pengetahuan. Seorang
yang menganut paham empirisme biasanya memiliki keyakinan bahwa kita akan bisa
memperoleh ilmu pengetahuan melalui pengalaman-pengalaman yang telah
dilakukan. Pengalaman yang ada di empirisme bisa diketahui dengan dua pengalaman
yaitu pengalaman lahiria yang ada sangkut pautnya terhadap dunia dan juga
pengalaman batinia yang bersangkut paut pada pribadinya manusia sendiri. Karena
akal mempunyai tugas untuk mengolah bahan-bahan yang didapat dari pengalaman,
maka untuk mengolah itu akal menggunakan metode induksi untuk mengolahnya.
Sifat yang menonjol dari jawaban ini adalah bila kita lihat pertanyaan seperti ketika
kita melihat seperti bagaimana orang dapat mengetahui es itu dapat membeku, tentu
jawaban kita adalah tentu kita dapat melihatnya. karena kita bersangkutan dengan
pengalaman indrawi melihat atau mendengar atau pengalaman indrawi yang lain.
Pada zaman filsafat modern ini empirisme menjadi tahap awal dan pondasi dari segala
macam penelitian ilmiah. Penelitian dan segala pengetahuan ilmiah harus didasarkan
pada pengamatan empirisme, begitulah pengandaian ilmu-ilmu di zaman yang modern
ini. Empirisme juga memiliki tujuan yang jelas yaitu untuk mengganti cara berfikir
tradisional untuk menuju cara berpikir modern dengan upaya mengembalikan
pengetahuan pengalaman. Empirisme berusaha membebaskan diri dari bentuk-bentuk
spekulasi spiritual yang menandai metafisika tradisional.dengan cara itu juga
empirisme berusaha memisahkan filsafat dari teologi. Lama kelamaan menjadi jelas
juga bahwa para filsuf aliran ini melopori kelahiran ilmu-ilmu kemanusiaan modern
yang didasarkan pada observasi empiris, misalnya psikologi.
Pada awalnya, empirisme muncul di Inggris, berikut adalah orang-orang yang
berjasa pada bidang empirisme
 David Hume
Tokoh ini terkenal dengan pemikirannya yang menekankan sumber pengetahuan
yang merupakan hasil dari pengalaman. Empirisme yang dicetuskan oleh David
Hume ini merupakan empirisme radikal yang kemudian menjadi aliran utama dari
empirisme. Dia menentang hukum kausalitas dan selalu memandang bahwa
pengenalan dan pengetahuan manusia merupakan bagian kritis yang harus
diperhatikan. Pemikiran David Hume lebih merujuk pengolahan pada data nyata yang
kemudian dirasonalkan dengan pengalaman dan melakukan eksperimen-eksperimen
sehingga mendapatkan pengetahuan baru.
 John Locke
Tokoh ini merupakan pembawa salah satu aliran filsafat yaitu antimetafisika dan
pada awalnya menggabungkan teori empirisme dan rasionalisme. Namun pada
akhirnya, John Locked memutuskan untuk menekuni empirisme. Menurut John Locke
akal bagaikan secarik kertas yang bersifat pasif dengan panca indra sebagai alat yang
digunakan untuk mengisi akal yang nantinya akan melahirkan ilmu pengetahuan. John
Locke juga menentang pemikiran Descartes yang memiliki pemikiran bahwa akal
merupakan sumber dari pengetahuan. Menurut John Locke, pengalaman yang
didapatkan melalui indra merupakan hal utama dalam mendapatkan ilmu
pengetahuan, sedangkan akal merupakan hal pendukung atau sebagai sumber kedua.
Melalui pemikiran empirismenya ini, John Locke juga memiliki anggapan bahwa kita
sebagai manusia harus menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, moralitas, dan hak
asasi sesama manusia.
 George Berkeley
Tokoh ini megembangkan suatu idealisme yang berusaha menentang adanya
pemikiran skeptis (meragukan segala sesuatu hal). Menurut berkley pengetahuan
manusia itu adalah persepsi itu sendiri. Jadi apa yang kita sebut sebagai sesuatu maka
tidak lepas dari apa yang kita persepsikan.
 Francis Bacon
Francis Bacon ini juga mempunyai keterlibatan yang penting untuk
perkembangan pemikiran filsafat abad modern. Bacon sebenarnya sudah mempunyai
minatnya pada bidang filsafat, tetapi dikarenakan ia didesak untuk menjabat di
kerajaan ia pun mengalah, ia menjabat dikerajaan dan pemikiran filsafatnya menjadi
tertunda. Jadilah, pemikiran filsafatnya itu baru kembali ada saat ia memutuskan
untuk berhentibdari jabatan bangsawannya tersebut. Bacon juga pernah berucap
bahwa pengetahuan tidak akan ada gunanya jika pengetahuan itu tidak ada
manfaatnya. Ia juga setuju bahwa yang terpenting bukannlah yang abstrak melainkan
yang bisa dirasa dengan panca indra. Jadi pengalaman itu merupakan pengetahuan
yang sejati untuk diri kita.
 Thomas Hobbes
Thomas Hobbes merupakan tokoh yang berasal dari Inggris yang pertama kalinya
mengikuti aliran empirisme, yaitu pada abad ke-17. Thomas Hobbes mendalami
ajaran yang juga bisa disebut dengan bidang doktrin. Ia juga telah menyusun sebuah
sistem rasional yang mana sistem yang dibuatnya merupakan sistem yang lengkap dan
berdasar pada aliran empirisme. Sekalipun ia menentang terhadap ajaran empiris,
namun ia tetap menerima ajaran alam yang bersifat matematis. Hobbes menyatukan
empirisme dan rasionalisme dalam bentuk filsafat materialistic yang
bertanggungjawab pada zaman modern. Bertolak belakang dengan kaum rasionalis,
Hobbes beranggapan bahwa pengenalan menggunakan akal hanyalah mempunyai
fungsi mekanis belaka. Dengan contoh, ketika melakukan pengurangan dan
penjumlahan misalnya, pengalaman serta akal yang akan mewujudkannya.
Pengalaman diartikan sebagai keseluruhan pengamatan yang telah disimpan dalam
ingatan atau digabungkan dengan suatu harapan di masa depan sesuai dengan apa
yang telah diamati pada masa lalu. Pengamatan indrawi dapat terjadi karena gerak
suatu benda yang ada di luar tubuh manusia lalu dapat menyebabkan suatu gerak
dalam tubuh manusia. Kemudian gerak tersebut dilanjutkan dan tersimpan di otak lalu
ke jantung. Dalam jantung muncul suatu reaksi, yakni suatu gerak dalam jurusan dan
begitupun sebaliknya.
2.2 Pemikiran dan Isi dalam Empirisme
Empirisme adalah imbangan dari rasionalisme. Untuk bisa menafsirkan isi doktrin ini
perlu mengerti 2 ciri inti dari empirisme itu sendiri, yakni teori makna dan teori
pengetahuan. Teori makna dalam faham empirisme pada umumnya dinyatakan
sebagai teori mengenai asal pengetahuan. Aliran empirisme sangat mengutamakan
pengalaman indrawi.
Aliran empirisme memiliki pemikiran bahwa manusia mendapat pengetahuan melalui
pengalaman yang telah didapat dari indrawi. Pengetahuan diperoleh dari pengalaman
melalui proses pengenalan indrawi. Pengenalan ini dipercaya sebagai yang paling
sempurna. Proses pengalaman yang telah didapat merupakan akibat dari suatu objek
yang telah menggairahkan alat-alat indrawi yang dimengerti dalam otak sehingga
dapat terbentuk berbagai persepsi tentang objek yang telah memikat alat-alat indrawi
tersebut. Empirisme dapat dikatakan sebagai aliran yang menganggap bahwa
pengalaman merupakan sumber dan dasar dari ilmu pengetahuan.
2.3 Nilai-Nilai yang Ditawarkan oleh Empirisme
Dari pemikiran para filsuf tersebut bisa diambil makna nilai-nilai empirisme ialah:
1. Pandangan pada sebuah ide atau gagasan yang abstrak yang dibentuk
berdasarkan pengalaman yang pernah ia sendiri alami.
2. Akal ataupun rasio bukanlah dasar dari sumber pengetahuan, melainkan
pengalaman yang dirasakan oleh Indrawilah yang merupakan sumber dari
pengetahuan.
3. Segala sesuatu yang pernah diketahui dan kita pelajari itu bergantung pada
pengetahuan indra kita.
4. Akal budi tidak dapat memberi kita pengetahuan realitas tanda adanya
pengalaman indrawi dan penggunaan panca indra kita sendiri.
5. Empirisme sebagai filsafat pengalaman, mengakui bahwa pengalaman sebagai
satu-satunya sumber pengetahuan.

BAB 3
KESIMPULAN
Empirisme sebagai salah satu cabang pengetahuan filsafat mengajarkan kita
bahwa pengetahuan yang selama ini diketahui oleh manusia adalah berasal dari
pengalaman manusia itu sendiri. Empirisme juga mengajarkan kita bahwa
pengetahuan harus ada melalui kebenaran yang dinyatakan dengan fakta yang sudah
diteliti dan dimengerti. Empirisme juga mengajarkan bahwa pengetahuan yang asli itu
yang bisa dirasakan oleh panca indra kita. Empirisme merupakan suatu aliran yang
mengutamakan indrawi. Aliran ini menganggap bahwa indrawi merupakan asal
muasal ilmu pengetahuan. Tokoh-tokoh aliran empirisme yakni John Locke, David
Hume, George Berkeley, Francis Bacon, dan Thomas Hobbes.

Daftar Pustaka
Armiati, Mia, dkk. 2016. Aliran Empirisme Zaman Modern (1600-1800).
Banjarmasin.
Fattah, Nur Galuh. 2016. Empirisme dan Hakikat Manusia. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai