2
1) Bagaimanakah hakikat pengetahuan filsafat, struktur pengetahuan filsafat, dan objek
pengetahuan filsafat?
2) Bagaimanakah cara memperoleh pengetahuan filsafat, dan apa ukuran kebenaran
pengetahuan filsafat?
3) Bagaimanakah kegunaan pengetahuan filsafat, cara filsafat menyelesaikan masalah,
dan masalah netralitas filsafat?
Dengan demikian, untuk menjawab ketiga pertanyaan tersebut tentu diperlukan data
dan informasi yang cukup. Oleh karena itu, langkah-langkah penjaringan data dan
informasi dalam artikel ini adalah dengan jalan membaca berbagai literatur yang
berhubungan dengan ketiga masalah terebut baik berupa buku cetak maupun
penelusuran di internet terutama di dalam e-journal dan e-book.
B. PEMBAHASAN
1. Hakikat Pengetahuan Filsafat dan Struktur Pengetahuan Filsafat
a. Hakikat Pengetahuan Filsafat
Filsafat adalah pengetahuan yang diperoleh melalui jalan berpikir. Hakikat adalah
usaha prinsip yang menyatakan sesuatu adalah sesuatu itu. Dari kedua pengertian
tersebut dapat disimpulkan tujuan filsafat adalah mencari hakikat dari suatu objek atau
gejala (ilmu pengetahuan) secara mendalam.
Hatta mengatakan bahwa pengertian filsafat lebih baik tidak dibicarakan lebih dulu ;
nanti bila orang telah banyak mempelajari filsafat orang itu akan mengerti dengan
sendirinya apa filsafat itu (Hatta, Alam Pikiran Yunani, 1996, I: 3). Langeveld juga
berpendapat seperti itu katanaya, setelah orang berfilsafat sendiri, barulah ia maklum
apa itu filsafat, makin dalam ia berfilsafat akan semakin mengerti ia apa filsafat itu
(Langeveld, menudju ke pemikiran filsafat, 1961 : 9).
3
mencakup banyak sekali filsafat, diantaranya adalah logika, metafisika, kosmologi,
teologi, antropologi, etika, estetika, filsafat pendidikan, filsafat hukum dan lain-lain.
2) Epistimology (cara memperoleh pengetahuan itu)
Epistimology adalah bidang filsafat yang mengkaji hakikat pengetahuan. Terdapat
empat pokok kajian yang ditelusuri diantaranya sumber pengetahuan, batas-batas
pengetahuan, struktur pengetahuan dan keabsahan pengetahuan. Epistimologi hanya
mencakup satu bidang saja yang disebut Epistimology yang membicarakan cara
memperoleh pengetahuan filsafat. Ini berlaku untuk semua cabang filsafat.
3) Aksiologi
Aksiologi membicarakan guna dari pengetahuan itu. Aksiologi hanya mencakup
satu bidang filsafat yakni Aksiology yang membicarakan guna pengetahuan filsafat.
Salah satu filsafat yang masih baru adalah “Filsafat Perenial”. Istilah perennial
berasal dari bahasa latin perenis kemudian diadopsi kedalam bahasa inggris perennial
yang berarti kekal (Komaruddin Hidayat dan Muhammad Wahyuni Nafis, Agama Masa
Depan : Perspektif Filsafat Perennial, 1995 : 1). Dengan demikian, filsafat perennial
(philosophia perennis) ialah filsafat yang di pandang dapat menjelaskan segala kejadian
yang bersifat hakiki, meyangkut kearifan yang diperlukan dalam menjalani hidup yang
benar, yang menjadi hakikat seluruh agama dan tradisi yang besar spritualitas manusia
(lihat Komarudin Hidayat dan M. Wahyuni Nafis, 1995: xx).
Psikologi ialah jalan untuk mengetahui adanya sesuatu dalam diri manusia (yaitu
soul) yang identik dengan realitas ilahi. Dan etika adalah yang meletakkan tujuan akhir
kehidupan manusia. Dengan demikian maka filsafat perenial memperliahatkan kaitan
seluruh eksistensi yang ada di alam semesta ini dengan realitas ilahi itu.
Aldous Huxley dalam bukunya The Perenial Philosophy mengemukakan hakikat
filsafat perennial ada tiga, yaitu metafisika, psikologi, dan etika (The Perenial
Philosophy, 1.945: vii). Metafisika untuk mengetahui adanya hakikat realitas Ilahi yang
merupakan substansi dunia ini baik yang material, biologis maupun intelektual.
Psikologi adalah jalan untuk mengetahui adanya sesuatu dalam diri manusia (yaitu soul)
yang identik dengan realitas Ilahi. Sedangkan etika adalah yang meletakkan tujuan akhir
kehidupan manusia. Dengan demikian maka filsafat perenial memperliahatkan kaitan
seluruh eksistensi yang ada di alam semesta ini dengan realitas Ilahi itu.
4
2. Objek Pengetahuan Filsafat, Cara Memperoleh Pengetahuan Filsafat dan
Ukuran Kebenaran Pengetahuan Filsafat
a. Objek Pengetahuan Filsafat
Tujuan berfilsafat adalah untuk menemukan kebenaran yang sebenarnya atau
menemukan kebenaran yang terdalam. Objek penelitian dalam filsafat adalah meneliti
objek yang ada dan mungkin ada.
Isi cabang filsafat ditentukan oleh objek yang diteliti (dipikiran)-nya. Jika objek
yang diteliti adalah pendidikan maka jadilah Filsafat Pendidikan. Objek penelitian
filsafat lebih luas daripada objek penelitian sains. Sains hanya meneliti objek yang ada
sementara filsafat meneliti objek yang ada dan mungkin ada. Saina meneliti objek yang
ada dan empiris; yang ada tetapi abstrak (tidak empiris) tidak dapat diteliti oleh sains.
Sedangkan filsafat meneliti objek yang ada tetapi abstrak, adapun yang mungkin ada,
sudah jelas abstrak, itupun jika ada.
5
memiliki rintangan. Sejauhmana hal abstrak di belakang fakta empiris itu dapat
diketahui oleh seseorang, akan tegantung pada kemampuan berpikir seseorang.
6
pemecahan masalah secara mendalam dan universal. Filsafat selalu mencari sebab
terakhir dan dari sudut pandang yang seluas-luasnya.
Ketiga, filsafat sebagai pandangan hidup (philosophy of life). Filsafat sebagai
philosophy of life sama dengan agama, sama dalam hal mempengaruhi sikap dan
tindakan penganutnya. Bila agama dari Tuhan atau dari langit, maka filsafat (sebagai
pandangan hidup) berasal dari pemikiran manusia.
Kegunaan filsafat dalam menentukan pandangan hidup (philosophy of life) adalah
sebagai berikut :
1) Kegunaan Filsafat bagi Akidah
Akidah adalah bagian dari ajaran Islam yang mengatur cara berkeyakinan. Pusatnya
adalah keyakinan kepada Tuhan. Posisinya dalam ajaran Islam sangat penting,
merupakan fondasi keseluruhan ajaran Islam, di atas akidah itulah keseluruhan ajaran
Islam berdiri dan didirikan.
Karena kedudukan akidah seperti itu, maka akidah seorang muslim harus kuat.
Semakin kuat akidah maka semakin kuat juga keislamannya secara keseluruhan. Ada
dua cara untuk memperkuat akidah seseorang. Pertama, mengamalkan keseluruhan
ajaran Islam dengan sungguh-sungguh. Kedua, mempertajam pengertian ajaran islam
itu. Dapatkah filsafat memperkuat pemahaman kita tentang Tuhan?
Thomas Aquinas (1225-1274) berusaha menyusun argumen logis untuk
membuktikan keberadaan Tuhan. Dalam bukunya Summa Theologia ia berhasil
menyusun lima argument tentang adanya Tuhan.
Pertama, argument gerak. Alam ini selalu bergerak. Gerak itu tidak mungkin berasal
dari alam itu sendiri. Gerak itu menunjukan adanya penggerak. Tuhan adalah penggerak
pertama.
Kedua, argumen kausalitas. Tidak ada sesuatu yang mempunyai penyebab pada
dirinya sendiri, sebab itu harus di luar dirinya. Dalam kenyataannya ada rangkaian
penyebab. Penyebab pertama adalah Tuhan yang tidak memerlukan penyebab yang lain.
Ketiga, argumen kemungkinan. Adanya alam ini bersifat mungkin; mungkin ada
mungkin juga tidak ada. Kesimpulan diperoleh dari kenyataan bahwa alam ini dimulai
dari tidak ada, lalu muncul atau ada kemungkinan berkembang akhirnya rusak dan
hilang atau tidak ada.
7
Keempat, argumen tingkatan. Isi alam ini ternyata bertingkat-tingkat. Ada yang
dihormati, lebih dihormati, terhormat. Ada indah, lebih indanh, sangat indah dan
seterusnya. Tingkat tertinggi menjadi penyebab tingkat di bawahnya. Yang Maha
Sempurna adalah penyebab yang sempurna, yang sempurna adalah penyebab yang
kurang sempurna. Tuhan adalah Yang Tertinggi, Ia penyebab yang dibawah-Nya.
Kelima, argument teologis. Ini adalah agrumen tujuan. Alam ini bergerak menuju
sesuatu, padahal mereka tidak tahu tujuan itu. Ada sesuatu Yang Mengatur alam menuju
tujuan alam. Itu adalah Tuhan (lihat Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, 1997: 86-88)
Argumen yang dikemukakan Thomas Aquinas itu sebenarnya tidak akan membawa
kita memahami Tuhan secara sempurna. Argument-argumen itu memiliki beberapa
kelemahan. Karena itu Kant menyatakan bahwa Tuhan itu tidak dapat dipahami melalui
akal (ia menyebutnya akal teoritis). Tuhan dapat dipahami oleh suara hati yang disebut
moral.
Rousseau benar ketika mengatakan bahwa di atas akal rasional di kepala ada
perasaan hati. Pascal juga benar ketika menyatakan bahwa hati mempunyai akal
miliknya sendiri yang tidak dapat dipahami oleh akal rasional (Will Durant, The Story
of Philoshopy, 1959: 278).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kegunaan filsafat bagi akidah adalah
untuk memperkuat keimanan, ini menurut sebagian filosof, seperti Thomas Aquinas;
tetapi menurut filosof lain, seperti Kant, bukti-bukti Akliah (rasio) tentang adanya
Tuhan sangat lemah, karena bukti yang kuat adalah suara hati.
2) Kegunaan Filsafat bagi Hukum
Pemikiran filsafat sangat diperlukan dalam menganalisis ideology secara kritis,
mempertanyakan dasarnya, memperlihatkan implikasinya dan membuka kedok yang
mungkin berada di belakangnya. Dalam hal ini filsafat dapat melakukan dua hal.
Pertama, kritik terhadap ideology saingan yang dapat merusak Islam atau masyarakat
Islam. Kedua, kritik terhadap hukum Islami, misalnya mempetanyakan apakah benar
hukum itu seperti itu. Apakah sesuai dengan esensi yang terkandung dalam teks yang
dijadikan dasar hukum tersebut. Kesimpulannya memang benar, filsafat, khususnya
filsafat metodologi berguna dalam pengembangan hukum, dalam hal ini hukum Islam.
3) Kegunaan Filsafat bagi Bahasa
8
Disepakati oleh para ahli bahasa berfungsi sebagai alat untuk mengekpresikan
perasaan dan pikiran. Terlihat antara hubungan erat antara bahasa dan pikiran. Ahmad
Abdurrahman Hamad (Al-‘Alaqah bayn al-lughah wa al-Fikr, dar al-Ma’rifah al-
Jami’iyah, 1985 : 17) menggambarkan hubungan itu bagaikan satu mata uang yang
mempunyai dua sisi. Tatkala bahasa berfungsi sebagai alat berfikir ilmiah muncul
problem yang serius, ini diselesaikan dengan bantuan filsafat. Begitu juga tatkala
pemikiran sampai pada rumusan konsep yang rumit, bahasa juga mengalami persoalan,
yaitu bahasa sering kurang mampu menggambarkan isi konsep itu. Bahasa dalam hal ini
mencari kata dan susunan baru untuk menggambarkan isi konsep itu.
Diantara problem bahasa ialah dalam pemeliharaanya, bahasa sering tidak mampu
membebankan diri dari gangguan pemakainya. Kekeliruan dalam bahasa akan
melahirkan kekeliruan dalam berfikir.
9
Karena Rasionalisme merupakan penyebab utama lahirnya budaya seks bebas, maka
untuk memberantas kebebasan seks kita harus menjelaskan bahwa Rasionalisme itu
adalah sebuah pemikiran yang salah.
Penyelesaian masalah ini bersifat mendalam, karena telah menemukan penyebab
paling asal. Penyelesaian masalah itu juga universal, karena yang akan diperbaiki tidak
hanya persoalan seks bebas, hal-hal lain yang merupakan turunan Rasionalisme juga
akan hilang.
10
PENUTUP
DAFTAR RUJUKAN
Ahmad, Harun. 2020. Kajian Filsafat Ilmu. Bahan Ajar : IKIP Budi Utomo Malang
Atang Abdul Hakim dan Beni Ahmad Saebani. 2008. Filsafat Umum. Bandung: Pustaka
Setia
Jujun S. Suriasumantri.2001. Filsafat Ilmu, Sebuah pengantar populer. Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan
Tafsir, Ahmad. 2004. Fislafat Ilmu: Mengurai Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi
Pengetahuan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
11