Anda di halaman 1dari 10

berusaha mencapai kebenaran yang asli, karena kebenaran mutlak di tangan Tuhan.

Poedjawijatna (Pembimbing ke Alam Filsafat, 1974: 11) mendefinisikan bahwa filsafat


adalah sejenis pengetahuan yang berusaha mencari sebab sedalam-dalamnya bagi segala
sesuatu berdasarkan akal pikiran belaka. Bertnard Russel menyatakan bahwa filsafat
adalah the attempt to answer ultimate question critically (Joe Park, Selected Reading of
Philosophy of Education, 1960: 3). Sementara itu Wiliam James dalam (Encyclopedia
of Philosophy, 1967: 219) menyimpulkan bahwa filsafat adalah a collective name for
question which have not been answered to the satisfication of all that have asked them.
Beekman (1973) filosofia adalah melihat segala sesuatu dengan perhatian dan minat,
kemudian berarti pula berpikir tentang segala sesuatu yang menyadarinya. Dimulai
dengan pertanyaan yang teliti, artinya berdasarkan suatu pemikiran tertentu. Banyak
sekali pengertian dari filsafat, namun dapat diambil satu benang merah bahwa filsafat
yaitu adanya aktivitas manusia yang tidak dapat diamati. Sehingga muncullah filsafat
ilmu yang dilatarbelangi adanya penemuan ilmiah.
Berpikir berarti menyusun silogisme dengan tujuan mendapat kesimpulan yang tepat
dengan menghilangkan setiap kontradiksi. Secara epistemologis kegiatan berpikir
ilmiah melingkupi suatu rantai berpikir logis yang merupakan pengkajian baik deduktif
maupun induktif. Berpikir logis maksudnya dapat menggunakan kemampuan akal
budinya secara dialektif, intuitif, taksonomi atau simbolik. Ilmu tidaklah netral atau
bebas nilai atau objektif. Ilmu hakikatnya selalu terkait dengan berbagai kepentingan,
nilai dan lainnya, baik pada tataran ontologi, epistemologi maupun aksiologinya.
lmuwan terangsang imajinasinya untuk menemukan dan mengembangkan penemuan
asal. Hal ini didasari karena adanya perhatian, kesempatan dan kemauan serta
keterampilan.
Pertanyaannya, apa itu pengetahuan filsafat? Dalam artikel ini akan ditelesuri
konsep hakikat pengetahuan filsafat dan struktur pengetahuan filsafat, dalam ranah
ontologi; objek pengetahuan filsafat, cara memperoleh pengetahuan filsafat dan ukuran
kebenaran pengetahuan filsafat dalam domain epistemologi; serta kegunaan
pengetahuan filsafat, cara filsafat menyelesaikan masalah, dan masalah netralitas filsafat
dalam level aksiologi. Dengan demikian, pertanyaan yang diajukan dirumuskan sebagai
berikut.

2
1) Bagaimanakah hakikat pengetahuan filsafat, struktur pengetahuan filsafat, dan objek
pengetahuan filsafat?
2) Bagaimanakah cara memperoleh pengetahuan filsafat, dan apa ukuran kebenaran
pengetahuan filsafat?
3) Bagaimanakah kegunaan pengetahuan filsafat, cara filsafat menyelesaikan masalah,
dan masalah netralitas filsafat?
Dengan demikian, untuk menjawab ketiga pertanyaan tersebut tentu diperlukan data
dan informasi yang cukup. Oleh karena itu, langkah-langkah penjaringan data dan
informasi dalam artikel ini adalah dengan jalan membaca berbagai literatur yang
berhubungan dengan ketiga masalah terebut baik berupa buku cetak maupun
penelusuran di internet terutama di dalam e-journal dan e-book.

B. PEMBAHASAN
1. Hakikat Pengetahuan Filsafat dan Struktur Pengetahuan Filsafat
a. Hakikat Pengetahuan Filsafat
Filsafat adalah pengetahuan yang diperoleh melalui jalan berpikir. Hakikat adalah
usaha prinsip yang menyatakan sesuatu adalah sesuatu itu. Dari kedua pengertian
tersebut dapat disimpulkan tujuan filsafat adalah mencari hakikat dari suatu objek atau
gejala (ilmu pengetahuan) secara mendalam.
Hatta mengatakan bahwa pengertian filsafat lebih baik tidak dibicarakan lebih dulu ;
nanti bila orang telah banyak mempelajari filsafat orang itu akan mengerti dengan
sendirinya apa filsafat itu (Hatta, Alam Pikiran Yunani, 1996, I: 3). Langeveld juga
berpendapat seperti itu katanaya, setelah orang berfilsafat sendiri, barulah ia maklum
apa itu filsafat, makin dalam ia berfilsafat akan semakin mengerti ia apa filsafat itu
(Langeveld, menudju ke pemikiran filsafat, 1961 : 9).

b. Struktur Pengetahuan Filsafat


Filsafat terdiri dari tiga cabang besar yakni; ontology, epistemology dan aksiology.
Ketiga cabang itu merupakan satu kesatuan.
1) Ontology (struktur keberadaanya)
Ontology membicarakan tentang hakikat (segala sesuatu); ini berupa pengetahuan
tentang hakikat segala sesuatu. Ontology mengkaji tentang apa yang ada, apa yang
menjadi objek kajian, dan apa yang menjadi realitas dari objek tersebut. Ontology

3
mencakup banyak sekali filsafat, diantaranya adalah logika, metafisika, kosmologi,
teologi, antropologi, etika, estetika, filsafat pendidikan, filsafat hukum dan lain-lain.
2) Epistimology (cara memperoleh pengetahuan itu)
Epistimology adalah bidang filsafat yang mengkaji hakikat pengetahuan. Terdapat
empat pokok kajian yang ditelusuri diantaranya sumber pengetahuan, batas-batas
pengetahuan, struktur pengetahuan dan keabsahan pengetahuan. Epistimologi hanya
mencakup satu bidang saja yang disebut Epistimology yang membicarakan cara
memperoleh pengetahuan filsafat. Ini berlaku untuk semua cabang filsafat.
3) Aksiologi
Aksiologi membicarakan guna dari pengetahuan itu. Aksiologi hanya mencakup
satu bidang filsafat yakni Aksiology yang membicarakan guna pengetahuan filsafat.
Salah satu filsafat yang masih baru adalah “Filsafat Perenial”. Istilah perennial
berasal dari bahasa latin perenis kemudian diadopsi kedalam bahasa inggris perennial
yang berarti kekal (Komaruddin Hidayat dan Muhammad Wahyuni Nafis, Agama Masa
Depan : Perspektif Filsafat Perennial, 1995 : 1). Dengan demikian, filsafat perennial
(philosophia perennis) ialah filsafat yang di pandang dapat menjelaskan segala kejadian
yang bersifat hakiki, meyangkut kearifan yang diperlukan dalam menjalani hidup yang
benar, yang menjadi hakikat seluruh agama dan tradisi yang besar spritualitas manusia
(lihat Komarudin Hidayat dan M. Wahyuni Nafis, 1995: xx).
Psikologi ialah jalan untuk mengetahui adanya sesuatu dalam diri manusia (yaitu
soul) yang identik dengan realitas ilahi. Dan etika adalah yang meletakkan tujuan akhir
kehidupan manusia. Dengan demikian maka filsafat perenial memperliahatkan kaitan
seluruh eksistensi yang ada di alam semesta ini dengan realitas ilahi itu.
Aldous Huxley dalam bukunya The Perenial Philosophy mengemukakan hakikat
filsafat perennial ada tiga, yaitu metafisika, psikologi, dan etika (The Perenial
Philosophy, 1.945: vii). Metafisika untuk mengetahui adanya hakikat realitas Ilahi yang
merupakan substansi dunia ini baik yang material, biologis maupun intelektual.
Psikologi adalah jalan untuk mengetahui adanya sesuatu dalam diri manusia (yaitu soul)
yang identik dengan realitas Ilahi. Sedangkan etika adalah yang meletakkan tujuan akhir
kehidupan manusia. Dengan demikian maka filsafat perenial memperliahatkan kaitan
seluruh eksistensi yang ada di alam semesta ini dengan realitas Ilahi itu.

4
2. Objek Pengetahuan Filsafat, Cara Memperoleh Pengetahuan Filsafat dan
Ukuran Kebenaran Pengetahuan Filsafat
a. Objek Pengetahuan Filsafat
Tujuan berfilsafat adalah untuk menemukan kebenaran yang sebenarnya atau
menemukan kebenaran yang terdalam. Objek penelitian dalam filsafat adalah meneliti
objek yang ada dan mungkin ada.
Isi cabang filsafat ditentukan oleh objek yang diteliti (dipikiran)-nya. Jika objek
yang diteliti adalah pendidikan maka jadilah Filsafat Pendidikan. Objek penelitian
filsafat lebih luas daripada objek penelitian sains. Sains hanya meneliti objek yang ada
sementara filsafat meneliti objek yang ada dan mungkin ada. Saina meneliti objek yang
ada dan empiris; yang ada tetapi abstrak (tidak empiris) tidak dapat diteliti oleh sains.
Sedangkan filsafat meneliti objek yang ada tetapi abstrak, adapun yang mungkin ada,
sudah jelas abstrak, itupun jika ada.

b. Cara Memperoleh Pengetahuan Filsafat


Dalam memperoleh pengetahuan filsafat, pertama-tama para filsof harus
membicarakan (mempertanggungjawabkan) cara mereka memperoleh pengetahuan
filsafat. Berfilsafat adalah berfikir, berfikir itu tentu menggunakan akal. Yang menjadi
persoalan itu apa itu sebenranya akal. Jika kita ingin mengetahui sesuatu yang tidak
empiric, yang kita gunakan adalah akal, bahkan akal sekaliputn sangat diragukan
hakikat kebenarannya.
Manusia memperoleh pengetahuan filsafat dengan berpikir secara mendalam tentang
sesuatu yang abstrak serta berpikir tanpa memerlukan bukti empirik Mungkin juga
objek pemikirannya sesuatu yang konkret, tetapi yang hendak diketahuinya ialah bagian
“di belakang” objek konkret itu. Berpikir secara mendalam berarti ia hendak
mengetahui bagian yang abstrak sesuatu itu, ia ingin mengetahui sedalam-dalamnya.
Dikatakan mendalam tatkala ia sudah berhenti sampai tanda tanya. Dia tidak dapat maju
lagi, di situlah orang berhenti, dan ia telah mengetahui sesuatu itu secara mendalam.
Jadi jelas, mendalam bagi seseorang belum tentu mendalam bagi orang lain.
Sains mengetahui sebatas fakta empiris. Ini tidak mendalam. Filsafat ingin
mengetahui di belakang yang empiris itu. Inilah yang disebut mendalam. Tetapi itupun

5
memiliki rintangan. Sejauhmana hal abstrak di belakang fakta empiris itu dapat
diketahui oleh seseorang, akan tegantung pada kemampuan berpikir seseorang.

c. Ukuran Kebenaran Pengetahuan Filsafat


Pengetahuan filsafat ialah pengetahuan yang logis tidak empiris. Pernyataan ini
menjelaskan bahwa ukuran kebenaran filsafat itu ialah logis tidaknya pengetahuan itu.
Bila logis berarti benar dan bila tidak logis berarti salah.
Ada hal yang patut diingat. Kita tidak boleh menuntut bukti empiris untuk
membuktukan kebenaran filsafat. Pengetahuan filsafat ialah pengetahuan yang logis dan
tidak empiris. Bila logis dan tidak empiris itu adalah pengetahuan sains.
Kebenaran teori filsafat ditentukan oleh logis dan tidaknya teori itu. Ukuran logis
dan tidaknya tersebut akan terlihat pada argumen yang menghasilkan kesimpulan teori
itu. Fungsi argumen dalam filsafat sangatlah penting, sama dengan fungsi data pada
pengetahuan sains. Bobot teori filsafat justru terletak pada kekuatan argumen bukan
pada kekuatan konklusi. Karena argumen itu menjadi kesatuan dengan konklusi, maka
boleh juga diterima pendapat yang mengatakan bahwa filsafat itu argumen. Kebenaran
konklusi ditentukan 1005 oleh argumennya.

3. Kegunaan Pengetahuan Filsafat, Cara Filsafat Menyelesaikan Masalah, dan


Masalah Netralitas Filsafat
a. Kegunaan Pengetahuan Filsafat
Untuk mengetahui kegunaan filsafat, kita dapat memulainya dengan melihat filsafat
sebagai tiga hal, pertama filsafat sebagai kumpulan teori filsafat, kedua filsafat sebagai
metode pemecahan masalah, dan ketiga filsafat sebagai pandangan hidup (philosophy of
life).
Pertama, filsafat sebagai kumpulan teori filsafat. Mengetahui teori-teori filsafat
sangatlah perlu karena dunia dibentuk oleh teori-teori itu. Jika anda tidak senang dengan
Komunisme maka Anda harus mengetahui Marxisme, karena teori filsafat untuk
Komunisme itu ada dalam Marxisme. Jika Anda akan membentuk dunia, baik dunia
besar ataupun dunia kecil (diri sendiri), maka Anda tidak dapat mengelak dari teori
filsafat. Oleh karena itu mengetahui teori-teori filsafat sangat diperlukan.
Kedua, yang amat penting juga ialah filsafat sebagai methodology, yaitu cara
memcahkan masalah yang diahadapi. Disini filsafat digunakan suatu cara atau model

6
pemecahan masalah secara mendalam dan universal. Filsafat selalu mencari sebab
terakhir dan dari sudut pandang yang seluas-luasnya.
Ketiga, filsafat sebagai pandangan hidup (philosophy of life). Filsafat sebagai
philosophy of life sama dengan agama, sama dalam hal mempengaruhi sikap dan
tindakan penganutnya. Bila agama dari Tuhan atau dari langit, maka filsafat (sebagai
pandangan hidup) berasal dari pemikiran manusia.
Kegunaan filsafat dalam menentukan pandangan hidup (philosophy of life) adalah
sebagai berikut :
1) Kegunaan Filsafat bagi Akidah
Akidah adalah bagian dari ajaran Islam yang mengatur cara berkeyakinan. Pusatnya
adalah keyakinan kepada Tuhan. Posisinya dalam ajaran Islam sangat penting,
merupakan fondasi keseluruhan ajaran Islam, di atas akidah itulah keseluruhan ajaran
Islam berdiri dan didirikan.
Karena kedudukan akidah seperti itu, maka akidah seorang muslim harus kuat.
Semakin kuat akidah maka semakin kuat juga keislamannya secara keseluruhan. Ada
dua cara untuk memperkuat akidah seseorang. Pertama, mengamalkan keseluruhan
ajaran Islam dengan sungguh-sungguh. Kedua, mempertajam pengertian ajaran islam
itu. Dapatkah filsafat memperkuat pemahaman kita tentang Tuhan?
Thomas Aquinas (1225-1274) berusaha menyusun argumen logis untuk
membuktikan keberadaan Tuhan. Dalam bukunya Summa Theologia ia berhasil
menyusun lima argument tentang adanya Tuhan.
Pertama, argument gerak. Alam ini selalu bergerak. Gerak itu tidak mungkin berasal
dari alam itu sendiri. Gerak itu menunjukan adanya penggerak. Tuhan adalah penggerak
pertama.
Kedua, argumen kausalitas. Tidak ada sesuatu yang mempunyai penyebab pada
dirinya sendiri, sebab itu harus di luar dirinya. Dalam kenyataannya ada rangkaian
penyebab. Penyebab pertama adalah Tuhan yang tidak memerlukan penyebab yang lain.
Ketiga, argumen kemungkinan. Adanya alam ini bersifat mungkin; mungkin ada
mungkin juga tidak ada. Kesimpulan diperoleh dari kenyataan bahwa alam ini dimulai
dari tidak ada, lalu muncul atau ada kemungkinan berkembang akhirnya rusak dan
hilang atau tidak ada.

7
Keempat, argumen tingkatan. Isi alam ini ternyata bertingkat-tingkat. Ada yang
dihormati, lebih dihormati, terhormat. Ada indah, lebih indanh, sangat indah dan
seterusnya. Tingkat tertinggi menjadi penyebab tingkat di bawahnya. Yang Maha
Sempurna adalah penyebab yang sempurna, yang sempurna adalah penyebab yang
kurang sempurna. Tuhan adalah Yang Tertinggi, Ia penyebab yang dibawah-Nya.
Kelima, argument teologis. Ini adalah agrumen tujuan. Alam ini bergerak menuju
sesuatu, padahal mereka tidak tahu tujuan itu. Ada sesuatu Yang Mengatur alam menuju
tujuan alam. Itu adalah Tuhan (lihat Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, 1997: 86-88)
Argumen yang dikemukakan Thomas Aquinas itu sebenarnya tidak akan membawa
kita memahami Tuhan secara sempurna. Argument-argumen itu memiliki beberapa
kelemahan. Karena itu Kant menyatakan bahwa Tuhan itu tidak dapat dipahami melalui
akal (ia menyebutnya akal teoritis). Tuhan dapat dipahami oleh suara hati yang disebut
moral.
Rousseau benar ketika mengatakan bahwa di atas akal rasional di kepala ada
perasaan hati. Pascal juga benar ketika menyatakan bahwa hati mempunyai akal
miliknya sendiri yang tidak dapat dipahami oleh akal rasional (Will Durant, The Story
of Philoshopy, 1959: 278).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kegunaan filsafat bagi akidah adalah
untuk memperkuat keimanan, ini menurut sebagian filosof, seperti Thomas Aquinas;
tetapi menurut filosof lain, seperti Kant, bukti-bukti Akliah (rasio) tentang adanya
Tuhan sangat lemah, karena bukti yang kuat adalah suara hati.
2) Kegunaan Filsafat bagi Hukum
Pemikiran filsafat sangat diperlukan dalam menganalisis ideology secara kritis,
mempertanyakan dasarnya, memperlihatkan implikasinya dan membuka kedok yang
mungkin berada di belakangnya. Dalam hal ini filsafat dapat melakukan dua hal.
Pertama, kritik terhadap ideology saingan yang dapat merusak Islam atau masyarakat
Islam. Kedua, kritik terhadap hukum Islami, misalnya mempetanyakan apakah benar
hukum itu seperti itu. Apakah sesuai dengan esensi yang terkandung dalam teks yang
dijadikan dasar hukum tersebut. Kesimpulannya memang benar, filsafat, khususnya
filsafat metodologi berguna dalam pengembangan hukum, dalam hal ini hukum Islam.
3) Kegunaan Filsafat bagi Bahasa

8
Disepakati oleh para ahli bahasa berfungsi sebagai alat untuk mengekpresikan
perasaan dan pikiran. Terlihat antara hubungan erat antara bahasa dan pikiran. Ahmad
Abdurrahman Hamad (Al-‘Alaqah bayn al-lughah wa al-Fikr, dar al-Ma’rifah al-
Jami’iyah, 1985 : 17) menggambarkan hubungan itu bagaikan satu mata uang yang
mempunyai dua sisi. Tatkala bahasa berfungsi sebagai alat berfikir ilmiah muncul
problem yang serius, ini diselesaikan dengan bantuan filsafat. Begitu juga tatkala
pemikiran sampai pada rumusan konsep yang rumit, bahasa juga mengalami persoalan,
yaitu bahasa sering kurang mampu menggambarkan isi konsep itu. Bahasa dalam hal ini
mencari kata dan susunan baru untuk menggambarkan isi konsep itu.
Diantara problem bahasa ialah dalam pemeliharaanya, bahasa sering tidak mampu
membebankan diri dari gangguan pemakainya. Kekeliruan dalam bahasa akan
melahirkan kekeliruan dalam berfikir.

b. Cara Pengetahuan Filsafat Menyelesaikan Masalah


Kegunaan filsafat yang lain adalah sebagai metode dalam menghadapi dan
menyelesaikan masalah bahkan sebagai metode dalam memandang dunia. Sesuai
dengan sifatnya filsafat menyelesaikan masalah secara mendalam dan universal.
Mendalam artinya ingin mencari asal masalah sedangkan universal berarti masalah
tersebut dilihat dalam hubungan seluas-luasnya agar penyelesaiannya itu cepat dan
berakibat seluas mungkin.
Salah satu contoh adalah bagaimana filsafat menyelesaikan permasalahan mengenai
seks bebas. Ketika orang islam tidak menyukai budaya barat ini, maka beberapa cara
untuk menyelesaikan masalah seks bebas tersebut adalah dengan memberantasnya
dengan cara memperketat informasi dari barat khususnya yang berkaitan dengan
informasi seks bebas tersebut. Mengusulkan sensor film diperketat dan lain lain. Namun
tidak dengan filsafat, filsafat belum puas dengan hanya melakukan langkah-langkah
tadi.
Filsafat akan mempelajari asal usul lahirnya seks bebas tersebut. Ditemukan bahwa
seks bebas muncul dari faham Hedonisme. Maka kita perangi faham itu. Beberapa filsuf
bahkan belum puas dengan itu karena mereka menganggap Hedonisme bukanlah
penyebab yang paling awal, Hendonisme merupakan turunan dari faham Pragmatisme.
Pragmatisme bersama dengan Liberalisme lahir dari Rasionalisme. Oleh karena itu
filsof mengatakan bahwa yang paling strategis adalah memerangi Rasionalisme itu.

9
Karena Rasionalisme merupakan penyebab utama lahirnya budaya seks bebas, maka
untuk memberantas kebebasan seks kita harus menjelaskan bahwa Rasionalisme itu
adalah sebuah pemikiran yang salah.
Penyelesaian masalah ini bersifat mendalam, karena telah menemukan penyebab
paling asal. Penyelesaian masalah itu juga universal, karena yang akan diperbaiki tidak
hanya persoalan seks bebas, hal-hal lain yang merupakan turunan Rasionalisme juga
akan hilang.

c. Netralitas Pengetahuan Filsafat


Ketika kita berbicara mengenai sains maka kita berkesimpulan bahwa seharusnya
sain itu tidaklah netral artinya sain itu seharusnya tidak bebas nilai. Bagaimana dengan
filsafat, apakah filsafat itu netral?. Ada beberapa hal yang menarik menjawab
pertanyaan tersebut.
Pertama, dalam filsafat ada filsafat Nilai atau Etika. Filsafat Etika adalah cabang
ilmu filsafat yang khusus membicarakan tentang nilai, yaitu nilai baik dan nilai buruk.
Karena etika membicarakan nilai maka pastilah etika itu tidak bebas nilai. Adalah
mungkin nilai yang digunakan dalam etika itu bukan nilai dari agama, namun tetap saja
ia tidak netral karena ia telah membicarakan baik dan buruk.
Kedua, filsafat itu adalah pemikiran orang, karena pemikiran orang maka tidaklah
mungkin orang itu netral dalam berpikir, sekurang-kurangnya hasil pemikiran itu telah
berpihak pada pemikir itu. Berbeda dengan sains dimana peniliti sains tidak berpikir,
teori sains disusun berdasarkan data yang terkumpul bukan berdasarkan pemikiran
peneliti.
Ketiga, masih ada kemungkinan netralnya filsafat itu terletak pada logika. Mungkin
saja logika itu netral. Untuk memastikan ini kita dapat menganggap logika itu esensinya
sama dengan esensi matematika. Jika matematika dapat dianggap netral, maka logika
juga bisa netral. Seandainya logika dianggap netral, buka berarti pula filsafat itu netral,
sebab masih menjadi persoalan apakah logika itu filsafat atau bukan filsafat. Jika Anda
termasuk yang menganggap bahwa logika itu adalah bagian dari filsafat, maka Anda
harus berpendapat bahwa sebagian dari filsafat adalah netral. Sayangnya, filsafat pada
dasarnya tidak netral karena filsafat adalah pemikiran seseorang (subjective), hal ini
menunjukan bahwa pemikirannya berpihak pada pemikirnya (orangnya).

10
PENUTUP

Setelah membahas tentang introduksi pengetahuan filsafat, maka dapat disimpulkan


bahwa hakikat tentang tujuan pengetahuan filsafat adalah mencari hakikat dari suatu
objek atau gejala (ilmu pengetahuan) secara mendalam. Struktur Pengetahuan Filsafat
memiliki tiga cabang besar. Pertama, Ontologi, yakni pengetahuan tentang segala
sesuatu. Kedua, Epistimology, yakni pengetahuan tentang bagaimana cara memperoleh
ilmu pengetahuan. Ketiga, Axiology, yakni pengetahuan yang mengkaji tentang guna
dari pengetahuan. Objek penelitian dalam filsafat adalah meneliti objek yang ada dan
mungkin ada. Cara dalam memperoleh memperoleh pengetahuan filsafat adalah dengan
cara berpikir secara mendalam tentang sesuatu yang abstrak serta berpikir tanpa
memerlukan bukti empirik.
Pengetahuan filsafat memiliki tiga kegunaan. Pertama, filsafat sebagai kumpulan
teori filsafat. Mengetahui teori-teori filsafat sangatlah diperlukan karena dunia dibentuk
oleh teori-teori itu. Kedua, filsafat sebagai metode pemecahan masalah. Dalam hal ini
filsafat menggunakan suatu cara atau model pemecahan masalah secara mendalam dan
universal. Filsafat selalu mencari sebab terakhir dan dari sudut pandang yang seluas-
luasnya. Ketiga, filsafat sebagai pandangan hidup (philosophy of life). Kegunaan
filsafat dalam menentukan pandangan hidup (philosophy of life) adalah untuk Akidah
dapat memperkuat keimanan seseorang. Bagi hukum manfaat filsfat dapat digunakan
sebagai alat kritik ideology saingan yang dapat merusak Islam dan juga kritik hukum
Islam. Bagi bahasa filsafat dapat digunakan untuk menyelaraskan antara bahasa dan
ikiran, karena kekeliruan dalam bahasa akan melahirkan kekeliruan dalam berfikir.
Filsafat pada dasarnya tidak netral karena filsafat adalah pemikiran seseorang
(subjective), hal ini menunjukan bahwa pemikirannya berpihak pada pemikirnya
(orangnya).

DAFTAR RUJUKAN

Ahmad, Harun. 2020. Kajian Filsafat Ilmu. Bahan Ajar : IKIP Budi Utomo Malang
Atang Abdul Hakim dan Beni Ahmad Saebani. 2008. Filsafat Umum. Bandung: Pustaka
Setia
Jujun S. Suriasumantri.2001. Filsafat Ilmu, Sebuah pengantar populer. Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan
Tafsir, Ahmad. 2004. Fislafat Ilmu: Mengurai Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi
Pengetahuan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

11

Anda mungkin juga menyukai