Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pengetahuan dimulai dengan rasa ingin tahu, kapastian dimulai dengan rasa
ragu-ragu dan filsafat dimulai dengan kedua-duanya. Berfilsafat berarti berendah
hati bahwa tidak semuanya akan pernah kita ketahui apa yang telah kita ketahui
dalam kemestaan yang seakan tak terbatas ini. Akal adalah potensi rohaniah yang
memiliki berbagai kesanggupan seperti kemampuan berfikir, menyadari,
menghayati, mengerti dan memahami. Jadi pemikiran kesadaran, penghayatan,
pengertian dan pemahaman semuanya merupakan istilah yang berarti bahwa
kegiatan akal itu berpusat atau bersumber dari kesanggupan jiwa yang disebut
dengan intelegensi (sifat kecerdasan jiwa).
Berpikir di maksudkan untuk mengetahui sesuatu yang belum diketahui
dengan kata lain bahwa kebenaranlah yang menjadi tujuan utamanya, dari proses
berpikirnya yang mengatakan pengorganisasian dan pembudian pengalaman-
pengalamannya secara empiris dan eksperimen di maksudkan dapat mencapai
pengetahuan, tetapi apakah pengetahuan yang diperoleh adalah benar dan apa yang
dimaksud kebenaran dalam ilmu pengetahuan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan filsafat?
2. Apa sajakah dasar-dasar filsafat?
3. Bagaimana ciri dan karakteristik filsafat?
4. Bagaimana urgensi dan fungsi filsafat?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Filsafat
Dalam studi awal filsafat tentu masalah pertama yang harus diselasaikan
adalah apa itu filsafat? Dengan pertanyaan itu kita memasuki medan filsafat, karena
pertanyaan yang dimulai dengan apa merupakan pertanyaan filsafat. Pertanyaan
demikian dijawab dengan pengertian. Pengertian itu dirumuskan dengan definisi.1
Pengertian filsafat menurut Rustanto (2005) mengungkapkan bahwa
tidak ada gunanya mendefinisikan tentang filsafat, karena pertanyaan “Apa itu
filsafat?” sudah merupakan pertanyaan filosofis, berkenaan dengan itu daripada
mendefinisikan tentang filsafat, maka lebih produktif menanyakan mengenai
apa yang dicari filsafat. Menurut Keraf (2001:13-14) menunjukan bahwa
pertanyaan pertama kali muncul pada saat seseorang mempelajari filsafat adalah
“Apa filsafat?” pengajuan pertanyaan ini menandakan seseorang sedang
berfilsafat.
Filsafat dikembangkan oleh bangsa Yunani diberbagai kota. Masyarakat
Yunani mengembangkan Filsafat dikarenakan adanya beberapa faktor yakni
pertama, adanya perubahan pada masyarakat Yunani pada abad ke-6 SM yakni
dari masyarakat agraris menjadi masyarakat yang hidup dari sektor
perdagangan internasional yang berdampak muncul puluhan kota yang mandiri
contohnya Athena. Kedua, kondisi tersebut mendukung perkembangan
rasionalitas yang baru karena adanya kemakuran sehingga menciptakan iklim
yang kondusif bagi manusia untuk berpikir lebih baik guna mencari jawaban
atas berbagai masalah. Ketiga, berkembangya bentuk kenegaraan demokratis
sehingga orang bisa berpikir lebih bebas dalam menganalisis dan atau mencari
tahu jawaban atas masalah yang dihadapi maupun yang menarik baginya.
Maka dari itu, kata Filsafat berasal dari bahasa Yunani. Adapun pengertian

1
Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat, (Jakarta: Bulan Bintang), 1973, hlm. 20.

2
dari filsafat dapat dilihat dari segi etimologis, terminologis, filsafat sebagai
pandangan hidup dan filsafat sebagai ilmu.2
Kata Filsafat berasal dari bahasa Yunani yang merupakan kata
majemuk Philosophia atau Philosophos. Kata tersebut terdiri dari dua kata yakni
philos (philein) dan Sophia. Kata Philos berarti cinta (love), sedangkan Sophia
atau sophos berarti pengetahuan, kebenaran, hikmat atau kebijaksanaan
(wisdom). Jadi secara etimologi filsafat berarti cinta akan pengetahuan,
kebenaran ayau kebijaksanaan. Makna cinta yang seluas-luasnya menganduk arti
keinginan secara mendalam, atau bahkan kehausan luar biasa untuk mendapatkan
pengetahuan atau kebijaksanaan sampai keakar-akarnya atau pada taraf yang
radikal. Kata cinta (Philos) dan kebijaksanaan (sophia) bisa bermakna secara
terus-menerus menyatu dengan pengetahuan yang mengandung nilai-nilai
kebenaran, kebaikan, dan keindahan guna mewujudkan kebijaksanaan dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Gagasan ini terkait dengan sasaran
orang berfilsafat yakni mencari pengetahuan, aneka gagasan/ide, atau konsep
yang mendasar kesemuanya berfungsi teoritis praktis bagi kehidupan
bermasyarakat dan bernegara.3
Pemahaman pengertian filsafat secara terminologis sangat beragam
tergantung pada sudut pandang orang ang melihatnya. Contohnya pengertian
filsafat secara terminologi dari Poedjawiatna (1982) yang mengemukakan
filsafat adalah ilmu yang mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala
sesuatu yang ada dan mungkin ada.4
Filsafat sebagai ilmu emiliki beberapa persyaratan antaralain dasar
ontologis, epistimologis, dan aksiologis. Menurut Prawironegoro (2010) ilmu
pengetahuan merupakan kumpulan pengetahuan yang disusun secara sistematis
yang memberikan jawaban atas pertanyaan: (1) ontologi yakni “Apa” yang ingin
diketahui, (2) epistimologi yakni “Bagaimana” cara memperoleh pengetahuan,

2
Samuji, Pengertian, Dasar-dasar dan Ciri-ciri Filsafat, Jurnal Paradigma, Vol. 13, No.
1, (April, 2022), hlm. 4-5.
3
Sudarsono, Ilmu Filsafat: Suatu Pengantar, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), hlm. 50-51.
4
I. R. Poedjawijatna, Etika Filsafat Tingkah Laku, (Jakarta: Bina Aksara, 1982), hlm. 19-
20.

3
dan (3) aksiologis yakni untuk apa “Kegunaan” dari ilmu pengetahuan bagi
kehidupan umat manusia.5
Jadi dapat disimpulkan bahwa filsafat adalah ilmu yang mencari sebab yang
sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu yang ada dan mungkin ada atau cara berpikir
agar membuat sesuatu menjadi lebih baik.

B. Dasar-dasar Filsafat Sebagai Ilmu


1. Dasar Ontologi
a. Objek Materi
Objek filsafat pertama-tama adalah objek materi. Objek materi
adalah sesuatu yang dijadikan sasaran pemikiran, sesuatu yang diselidiki
atau sesuatu yang dipelajari oleh filsafat, yang sangat luas yakni mencakup
segala realitas, kenyataan atau sesuatu yang ada atau mungkin ada
baik yang nyata (Skala) maupun yang abstrak (Niskala). Verhak dan Imam
(1989) menunjukan bahwa objek materi filsafat dibagi menjadi tiga yakni
manusia, alam dan Tuhan. Ketiganya dilihat dari hakikat yang skala
(nyata) dan niskala (tidak tampak). Manusia dan tindakannya beserta
hasil tindakannya dan alam merupakan objek filsafat yang nyata
(Skala) sedangkan Tuhan termasuk objek materi filsafat yang niskala.6
b. Objek Formal Filsafat
Objek formal yakni segi khusus, aspek, tema, prespektif atau
prinsip- prinsip yang digunakan dalam mengkaji objek materi (Leahy,
1981). Objek Formal merupakan cara memandang, cara meninjau yang
dilakukan oleh seseorang peneliti terhadap objek materialnya beserta
prinsip-prinsip yang digunakannya. Jadi, objek formal filsafat adalah
segi khusus, aspek, tema, persepektif, atau prinsip-prinsip yang
digunakan dalam mengkaji objek materi.7

5
Darsono Prawironegoro, Filsafat Ilmu, (Jakarta: Nusantara Consulting, 2010), hlm. 19.
6
Christ Verhaak dan R. Haryono Imam, Filsafat Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Gramedia,
1989), hlm. 33.
7
Ali Mudhofir, Kamus Istilah Filsafat dan Ilmu, (Sleman: Gadjah Mada University Press,
2001), hlm. 22.

4
c. Persamaan dan Perbedaan antara Filsafat dengan Ilmu
Berkenaan dengan itu filsafat dengan ilmu bisa mempunyai
obyek material yang sama, namun yang membedakannya adalah objek
formalnya. Contohnya biologi dan filsafat, sama-sama mempelajari
manusia sbagai objek materi, tetapi yang membedakannya adalah
objek formalnya yakni biologi mempelajari manusia dalam konteks
fungsi-fungsi organ tubuh sedangkan filsafat mempertanyakan hal yang
lebih mendasar contohnya apa hakikat manusia. Berkenaan hal itu
tidak semua masalah dapat dikaji secara filsafat, melainkan
memerlukan suatu persyaratan yakni: (1) besifat umum, (2) tidak
menyangkut fakta, (3) bersangkutan dengan nilai, (4) bersifat kritis,
(5) bersifat sinoptis, (6) bersifat implikatif.
Pada dasarnya permasalahan dalam filsafat dapat dijawab
dengan menggunakan pemikiran rasional adapun tujuan dari berpikir
rasional yakni mendapatkan kebenaran atas suatu realitas. Berfikir
filsafat harus memenuhi sejumlah persyaratan yaitu: (1) bersifat
rasional radikal, mencari kejelasan atau kebenaran yang bersifat
esensial (the first causes dan teh last causes) dan non-fragmentaris
atau bercorak holistika, dan menyangkut suatu realitas atau hal-hal
yang mengacu pada ide-ide dasar.8
2. Dasar Epistimologi
Dasar epistimlogi yang dimiliki filsafat mencakup antara metode yang
digunakan untuk pedoman mengkaji ilmu. Tujuan berfilsafat adalah
mencari the first causes dan the last causes, maka dari itu filsafat
mengenal berbagai metode filsafat yakni:
a. Metode Kritis Reflektif
Metode kritis reflektif yakni cara memahami suatu objek
filsafat secara mendalam dan mendasar. Kegiatan ini dilakukan secara
berulang-ulang sehingga memerlukan proses pemikiran secara terus-

8
Samuji, Op. Cit., hlm. 8-9.

5
menerus sampai menemui kebenaran/telah puas atas jawaban masalah
yang dikajinya.
b. Metode Diakletika-Dialog/Diakletika Kritis
Proses dialektik mengandung arti dialog antara dua pendirian
yang bertentangan pemikiran dengan memakai pertemuan antara ide,
sedang kan kritis meupakan sikap yang tidak mau menerima sebelum
dilakukan pengujian. Dengan demikian dapat disimpulkan metode
dialektika-dialog merupakan metode yang menekankan pada dialog
kritis untuk membedah masalah guna melahirkan pengetahuan yang
benar berlandaskan pada argumentasi/alasan yang kuat.
c. Metode Diakletika Hegel
Metode ini berintikan pada pemecahan masalah dengan mengikuti
tiga langkah yakni tesa, antitesa, dan sintesa. Menurut Budianto
mengemukakan bahwa prinsip dasar metode dialektika ala Hegel
adalah mengembangkan suatu proses berpikir yang dinamis dalam
memecahkan suatu masalah, lewat argumen yang kontradiktif atau
berhadapan guna mewujudkan suatu kesepakatan yang rasional atau
logis.9
d. Metode Intuitif
Intuisi adalah apa yang oleh sebagian orang disebut perasaan hati,
hati nurani, firasat, supra kesadaran, dorongan yang mengatakan
kepada Anda untuk menempuh suatu arah atau arah lain, dan yang
bila digabung dengan latihan akan memberi anda alat dalam membuat
keputusan yang mantap.
e. Metode Fenomenologi
Metode ini berarti ilmu tentang fenomena yang pada dasarnya
adalah hakikat atau edios tentang suatu penampakan diri atau tampil
sebagaimana adanya dalam kesadaran manusia.
f. Metode Analitik

9
Budianto, Pengantar Pendidikan Inklusif Berbasis Budaya Lokal, (Jakarta: Depdiknas,
2005), hlm. 16-17.

6
Filsafat ini adalah suatu metode yang khas dalam filsafat untuk
menjelaskan, menguraikan, dan mengji kebenaran-kebenaran ungkapan
dari filosofis.
3. Dasar Aksiologi
Dasar aksiologis mengukap tentang apakah kegunaan dari ilmu
bagi kita? Adapun dasar-dasar pemikiran filsafat antaralain:
a. Makna kata filsafat, yang menyiratkan bahwa berfilsafat memberikan
peluang untuk menjadi lebih bijaksana dan lebih berwawasan luas
dalam melihat dan memecahkan permasalahan.
b. Memunculkan ide yang toleran terhadap sudut pandang dan semakin
membebsakan diri dari dogmatisme.
c. Pengkajian membawa perubahan pada keyakinan nilai-nilai dasar
seseorang yang pada gilirannya dapat mempengaruhi arah kehidupan
pribadi maupun profesinya.
d. Tidak sebatas tambahan kognisi tetapi mengembangkan pemikiran
kritis, luas, dan holistika.
e. Posisi kepemimpinan yang memikul tanggungjawab dalam berbagai
profesi, dan permasalahan makna hidup.10

C. Ciri-ciri dan Karakteristik Filsafat


Adapun menurut Suprapto wirodiningrat menyebutkan ciri-ciri filsafat ada
3 yakni sebagai berikut:
1. Menyeluruh Artinya, pemikiran yang luas karena tidak membatasi diri
dan bukan hanya ditinjau dari satu sudut pandang tertentu. Pemikiran
kefilsafatan ingin mengetahui hubungan antara ilmu yang satu dengan
ilmu-ilmu lain, hubungan ilmu dengan moral, seni dan tujuan hidup.
2. Mendasar Artinya pemikiran yang dalam sampai kepada hasil yang
fundamental atau esensial objek yang dipelajarinya sehingga dapat dijadikan

10
Samuji, Op. Cit., hlm. 11-12.

7
dasar berpijak bagi segenap nilai dan keilmuan. Jadi tidak hanya berhenti
pada periferis (kulitnya) saja, tetapi sampai tembus ke dalamannya.
3. Spekulatif Artinya, hasil pemikiran yang didapat dijadikan dasar sebagai
pemikiran selanjutnya. Hasil pemikirannya seslalu dimaksudkan sebagai
dasar untuk menjelajah wilayah pengetahuan yang baru. Miskipun
demikian, tidak berarti hasil pemikiran kefilsafatan itu meragukan, karena
tidak pernah mencapai penyelesaian.11
Sementara itu, karakteristik filsafat ada lima yaitu sebagaimana akan
diuraikan berikut:
1. Filsafat adalah bagian dari pengetahuan yang berkaitan dengan hakikat,
prinsip, dan asas dari seluruh realitas/objek materi filsafat.
2. Ada objek materi filsafat, bisa ada skala (nyata), niskala (tidak nyata).
3. Pengetahuan filsafat didapat dari aktifitas akal budi dengan menggunakan
pemikiran rasional, pemahaman, penafsiran, spekulasi, penilaian kritis,
logis, menyeluruh, dan sistematis.
4. Filsafat sebagai ilmu bertujuan mencari kebijaksanaan melalui penggalian
kebenaran secara mendalam yang menyangkut sebab- sebab pertama
ataupun sebab-sebag terakhir.
5. Filsafat merupakan pertanyaan bukan pernyatan yang tak pernah berahir
ataupun dapat dikatakan seni kritik atau ilmu kritis guna membangun
suatu gudang teoritis yang menjadikan manusia insan yang philosopos.12

D. Urgensi dan Fungsi Filsafat


1. Urgensi Filsafat
Dalam menentukan filsafat pendidikan, sekalipun dengan maksud
sederhana mempunyai kepentingan yang sangat besar bagi setiap pendidikan
yang berusaha ke arah perbaikan, kemajuan dan bangunan dasar. Pendidikan
tidak akan eksis, berkembang dan selaras dengan kemajuan apabila tidak

11
Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), hlm. 13.
12
Samuji, Op. Cit., hlm. 12-13.

8
berdasar pada pemikiran filsafat yang selalu disertai dengan perubahan serta
pembaharuan dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Jadi, filsafat yang baik haruslah memberikan pedoman kepada para
perancang dan orang yang bekerja dalam pendidikan dan pembelajaran. Hal
tersebut akan mewarnai segala perbuatan mereka dengan hikmah,
menghubungkan usaha-usaha pendidikan mereka dengan filsafat umum,
untuk kemajuan negara dan bangsa. Di samping juga menjauhkan dari sifat-
sifat meraba dan mencari penyelesaian secara cepat dalam menyelesaikan
problem pendidikan.
Zuhairini memberikan penjelasan terhadap pentingnya filsafat
khususnya dalam pendidikan Islam yakni bahwa filsafat pendidikan Islam
sebagai bagian dari filsafat Islam dan sekaligus juga sebagai bagian dari ilmu
pendidikan. Dengan demikian filsafat berperan dalam mengembangkan
filsafat sekaligus memperkaya filsafat Islam dengan konsep-konsep serta
pandangan-pandangan filosofis dalam bidang kependidikan. Sehingga pada
akhirnya ilmu pendidikan akan dilengkapi dengan teori-teori kependidikan
yang bercirikan filosofis.
Peran filsafat terutama dalam dunia pendidikan secara praktis
sebagaimana berikut:
a. Filsafat dalam pendidikan akan menunjukkan problem yang dihadapi oleh
pendidikan sebagai hasil dari pemikiran yang mendalam dan berusaha
untuk memahami duduk masalahnya.
b. Filsafat dalam pendidikan dapat memberikan pandangan tertentu tentang
manusia. Pandangan tentang hakekat manusia tersebut berkaitan dengan
tujuan pendidikan. Filsafat pendidikan dapat berperan untuk menjabarkan
tujuan umum pendidikan tersebut dalam bentuk-bentuk tujuan khusus
yang operasional. Tujuan operasional ini berperan untuk mengarahkan
secara nyata gerak dan aktifitas pelaksanaan pendidikan.
c. Filsafat pendidikan dengan analisanya terhadap hakekat manusia, dengan
kesimpulan bahwa manusia mempunyai potensi pembawaan yang harus
ditumbuh-kembangkan.

9
d. Filsafat pendidikan, dalam analisanya terhadap masalah-masalah
pendidikan masa sekarang yang dihadapinya akan dapat memberikan
informasi apakah proses pendidikan yang berjalan selama ini mampu
mencapai tujuan pendidikan yang ideal atau tidak, yang dapat
merumuskan di mana letak kelemahannya, dengan demikian bisa
memberikan alternatif-alternatif perbaikan sekaligus pengembangannya.
2. Fungsi Filsafat
Hasan Langgulung dalam bukunya Asas-asas Pendidikan Islam telah
membahas tentang fungsi filsafat pendidikan Islam menjadi sembilan
kelompok penting, yaitu sebagai berikut:
a. Untuk memahami sistem pembelajaran.
b. Menganalisa konsep-konsep dan istilah-istilah.
c. Untuk mengkritik asumsi-asumsi dan fakta-fakta.
d. Untuk membimbing asas-asas pendidikan.
e. Menerima perubahan-perubahan dasar.
f. Membimbing para sikap guru dan pengajar.
g. Untuk membangkitkan dialog dan persoalan.
h. Untuk menghilangkan pertentangan pendidikan.
i. Mengusulkan rencana-rencana baru.
Dari sini dapat dipahami bahwa harus ada pembaharuan dan inovasi
agar sesuai dengan pendidikan di masa sekarang dan masa depan. Sebab
pendidikan pada dasarnya menyiapkan generasi-generasi untuk masa depan
bukan hanya untuk sekarang.
Urgensi dan fungsi filsafat bagi para pendidik maupun para pemikir
tidak perlu diragukan lagi. Sebab pendidikan tanpa dijiwai oleh filsafat maka
pendidikan tersebut tidak akan dapat berjalan dengan baik dan sempurna
sekaligus akan kesulitan dalam menentukan arah serta tujuan yang
diharapkan. Tujuan filsafat pada hakekatnya identik dengan tujuan ajaran
yang baik dan benar. 13

13
Hasan Basri, Urgensi dan Fungsi Filsafat Pendidikan Islam, Jurnal Empirisma, Vol. 15,
No. 1, (Januari, 2006), hlm. 6-10.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Filsafat adalah ilmu yang mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala
sesuatu yang ada dan mungkin ada atau cara berpikir agar membuat sesuatu
menjadi lebih baik.
2. Dasar-dasar filsafat ada tiga, yaitu dasar ontologi, dasar epistimologi dan
dasar aksiologi.
3. ciri-ciri filsafat ada 3 yakni sebagai berikut: 1) Menyeluruh, 2) Mendasar, 3)
Spekulatif. Sementara itu, karakteristik filsafat ada lima yaitu: 1) Filsafat
adalah bagian dari pengetahuan yang berkaitan dengan hakikat, prinsip,
dan asas dari seluruh realitas/objek materi filsafat, 2) Ada objek materi
filsafat, bisa ada skala (nyata), niskala (tidak nyata), 3) Pengetahuan filsafat
didapat dari aktifitas akal budi dengan menggunakan pemikiran rasional,
pemahaman, penafsiran, spekulasi, penilaian kritis, logis, menyeluruh, dan
sistematis, 4) Filsafat sebagai ilmu bertujuan mencari kebijaksanaan
melalui penggalian kebenaran secara mendalam yang menyangkut sebab-
sebab pertama ataupun sebab-sebag terakhir, 5) Filsafat merupakan
pertanyaan bukan pernyatan yang tak pernah berahir ataupun dapat
dikatakan seni kritik atau ilmu kritis guna membangun suatu gudang
teoritis yang menjadikan manusia insan yang philosopos.
4. Urgensi dan fungsi filsafat pendidikan bagi para pendidik maupun para
pemikir pendidikan tidak perlu diragukan lagi. Sebab pendidikan tanpa
dijiwai oleh filsafat maka pendidikan tersebut tidak akan dapat berjalan
dengan baik dan sempurna sekaligus akan kesulitan dalam menentukan arah
serta tujuan yang diharapkan.

11
DAFTAR PUSTAKA

Basri, Hasan, Urgensi dan Fungsi Filsafat Pendidikan Islam, Jurnal Empirisma,
Vol. 15, No. 1, Januari, 2006.
Budianto, Pengantar Pendidikan Inklusif Berbasis Budaya Lokal, Jakarta:
Depdiknas, 2005.
Gazalba, Sidi, Sistematika Filsafat, Jakarta: Bulan Bintang, 1973.
Mudhofir, Ali, Kamus Istilah Filsafat dan Ilmu, Sleman: Gadjah Mada University
Press, 2001.
Poedjawijatna, I. R., Etika Filsafat Tingkah Laku, Jakarta: Bina Aksara, 1982.
Prawironegoro, Darsono, Filsafat Ilmu, Jakarta: Nusantara Consulting, 2010.
Samuji, Pengertian, Dasar-dasar dan Ciri-ciri Filsafat, Jurnal Paradigma, Vol. 13,
No. 1, April, 2022.
Sudarsono, Ilmu Filsafat: Suatu Pengantar, Jakarta: Rineka Cipta, 1993.
Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, Jakarta: Bumi Aksara, 2012.
Verhaak, Christ dan R. Haryono Imam, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Jakarta:
Gramedia, 1989.

12

Anda mungkin juga menyukai