Anda di halaman 1dari 5

Nama : Tiara Adelina 21020002

Elmi Wulandari 21020007


Mata Kuliah : Filsafat Ilmu
Dosen Pengampu : Asrul Hamid, M.H.I

ALIRAN-ALIRAN DALAM MENDAPATKAN KEBENARAN

A. Empirisme
Kata empiris berasal dari kata yunani empeiria yang berarti coba-coba atau pegalaman.
Dalam suatu doktrin empirisme adalah lawan dari rasionalisme. Penganut empirisme
berpandangan bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan bagi manusia yang jelas-
jelas mendahului rasio. Tanpa pengalaman rasio tidak memiliki kemampuan untuk
memberikan gambaran tertentu. Meskipun menggambarkan yang sedemikian rupa, jika tanpa
pengalaman sama saja hanya khayalan belaka.
John Locke yang merupakan bapak empirisme menyatakan bahwa waktu manusia
dilahirkan, keadaan akalnya masih bersih, ibaratkan kertas yang kosong yang belum tertulis
apapun. Pengetahuan akan muncul ketika indra manusia menimba pengalaman dengan cara
melihat dan mengamati berbagai kejadian dalam kehidupan. Kertas tersebut mulai bertuliskan
berbagai pengalaman indrawi. Seluruh sisa pengetahuan diperoleh dengan jalan
menggunakan serta memperbandingkan ide-ide yang diperoleh dari pengindra serta refleksi
yang pertama dan sederhana.1
Adapun beberapa tokoh dan pengikut aliran empirisme antara lain
1. Francis Bacon (1210 - 1229 M)
Menurut Francis Bacon, pengetahuan yang sebenarnya adalah pengetahuan yang
diterima orang melaluui persentuhan indrawi dan dunia fakta. Pengalaman merupakan
sumber pengetahuan yang sejati. Pengetahuan haruslah dicapai dengan induksi.
Kesimpulannya yaitu ilmu yang benar adalah yang telah terakumulasi antara pikiran dan
kenyataan, kemudian diperkuat oleh sentuhan indrawi.
2. Thomas Hobbes (1588 – 1679 M)
Thomas Hobbes dilahirkan ketika ibunya tercekam rasa takut oleh ancaman penyerbuan
armada Spanyol ke Inggris. Ia belajardi Universitas Oxford. Rasa simpati pada sistem
kerajaan terjadi saat Inggris dilanda perang saudara yang mendorongnya untuk pergi ke
Prancis. Di Prancis, ia mengenal filsafat D escartes.
1
Drs. Beni Ahmad Saebani, M.Si, Filsafat Ilmu, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2008), hal.266
Hobbes menolak tradisi skolastik dalam filsafat dan berusaha menerapkan konsep-
konsep mekanik dari alam fisika kepada pemikirannya kepada manusia dan kehidupan
mental. Yang mendorongnya untuk menerima materalisme, mekanisme dan determinisme.
Karya utamanya dalam filsafat adalah Leviathan (1651), mengekspresikan pandangannya
tentang hubungan antara alam, manusia dan masyarakat. Hobbes beranggapan bahwa
pengalaman merupakan permulaan segala pengenalan.
a. Filsafat Materialisme
Materialisme yang dianut Hobbes yaitu segala sesuatu yang ada bersifat bendawi.
Artinya, segala sesuatu tidak bergantung kepada gagasan kita. Ajarannya mengatakan
bahwa segala kejadian adalah gerak yang berlangsung karena keharusan. Ruang atau
keluasan tidak memiliki ada sendiri. Ruang adalah gagasan tentang hal yang berada itu
sendiri. Waktu adalah gagasan tentang gerak. Berdasarkan pandangannya, ia
melahirkan filsafat tentang mansia.
b. Manusia
Manusia tidak lebih daripada suatu bagian alam bendawi yang mengelilinginya.
Oleh karena itu, maka segala sesuatu yang terjadi pada diri manusia sekalipun dapat
diterangkan seperti cara-cara yang terjadi pada kejadian-kejadian alamiah, yaitu
secara mekanis. Manusia hidup selama darahnya mengalir dan jantungnya berdetak,
yang disebabkan karena pengaruh mekanisme dari hawa atmosfir.
3. John Locke (1632 – 1704 M)
John Locke adalah seorang filsofot Inggris yang banyak mempelajari agama kristen.
Filsafat Locke dapat dikatakan anti metafisika. Bagi Locke mula-mula rasio manusia harus
dianggap sebagai lembaran kertas putih (as a white paper) dan seluruh isinya berasal dari
pengalaman. Menurut Locke pengalaman ada dua, yaitu pengalaman lahiriah (sensation)
dan pengalaman batiniah (reflection).
Pandangan Locke mengenai lembar putih manusia mirip sekali dengan teori fitrah
dalam filsafat islam yang didasarkan atas pernyataan Al-Qur’an surah Ar-Rum ayat 30.
Fitrah adalah bawaan manusia sejak lahir yang didalamnya terkandung tiga potensi dengan
fungsinya masing-masing. Pertama, potensi ‘aql yang berfungsi untuk mengenai Tuhan,
mengesakan Tuhan dan mencintai Tuhan. Kedua, potensi syahwat yang berfungsi untuk
menginduksi objek-objek yang menyenangkan. Ketiga, potensi qadhab yang berfungsi
untuk menghindari segala yang membahayakan. Ketika manusia lahir, ketiga potensi
tersebut sudah dimilikinya. Dalam filsafat islam, kedua orang tua dari anak yang terlahirlah
pertama kali berkewajiban memberikan pengetahuan untuk mengoptimalisasikan potensi-
potensi tersebut. Dengan kata lain, orang tualah yang menggoreskan tulisan diatas lembaran
putih seorang anak.2
4. George Berkeley
Berkeley lahir di Irlandia. Berkeley berpendapat bahwa sama sekali tidak ada substansi-
substansi material, yang ada hanyalah pengalaman dalam ruh saja. Esse estpercipi (being is
being perceived), yang atinya dalam dunia material sama saja dengan ide-ide yang saya
alami. Sebagaimana dalam bioskop, gambar-gambar film pada layar putih dilihat para
penonton sebagai benda-benda yang riil dalam hidup.
5. David Hume (1711- 1776 M)
Menurut para penulis sejarah filsafat, empirisme berpuncak pada David Hume, sebab
menggunakan prinsip-prinsip empiristis dengan cara yang paling radikal. Terutama
pengertian substansi dan kausalitas (hubungan sebab-akibat) menjadi objek kritiknnya. Ia
tidak menerima subtansi, sebab yang dialami ialah kesan-kesan saja tentang beberapa ciri
yang selalu terdapat bersama-sama misalnya putih, licin, erat dan sebagainya. Tetapi, atas
dasar pengalaman tidak dapat disimpulkan bahwa dibelakang ciri-ciri itu masih ada suatu
substansi tetap misalnya sehelai kertas yang mempunyai ciri-ciri seperti tadi.

B. Idealisme
Idealisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa hakikat dunia fisik hanya dapat
dipahami dalam kaitannya dengan jiwa dan roh. Istilah idealisme diambil dari kata idea, yaitu
suatu yang hadir dalam jiwa. Pandangan ini telah dimiliki oleh Plato dan pada filsafat modern
dipelopori oleh J.G. Fichte, Schelling dan Hegel.
Kata idealisme dalam filsafat mempunyai arti yang sangat berbeda dari arti biasa
dipakai dalam bahasa sehari-hari. Kata idealis dapat mengandung beberapa pengertian antara
lain:
 Seorang yang menerima ukuran moral yang tinggi, estetika dan agama serta
menghayatinya.
 Orang yang dapat melukiskan dan menganjurkan suatu rencana atau program yang
belum ada.

Secara ringkas idealisme mengatakan bahwa realitas terdiri dari ide-ide, pikiran-
pikiran, akal (mind) atau jiwa (sellf) dan bukan benda material dan kekuatan. Idealisme
menekankan mind sebagai hal yang lebih dahulu (primer) dari pada materi.

2
Prof. Dr. Juhaya S. Praja, Aliran-Aliran Filsafat & Etika, (Jakarta: Kencana, 2005), hal.110-111.
1. J.G. Fichte (1762 – 1814 M)
Johann Gottlieb Fichte adalah filosof Jerman. Ia belajar teologi di Jena pada tahun 1780
– 1788. Berkenalan dengan filsafat Kant di Leipzig 1790. Berkelana ke Konigsberg untuk
menemui Kant dan menulis Critique of Revelation pada zaman Kant.
Filsafatnya disebut Wissenschaftslehre (ajaran ilmu pengetahuan).melalui metode
deduktif, Fichte mencoba menerangkan hubungan aku (ego) dengan adanya benda-benda
(non-ego). Karena ego berpikir, mengiyakan diri, terlahirlah non-ego (benda-benda).
Dengan secara dialektif (berpikir dengan metode: tesis, antitesis, sintesis) Fichte mencoba
menjelaskan adanya benda-benda. Tesis: Ego atau Aku meneguhkan diri bahwa ia ada.
Antitesis: meneguhkan diri sebagai ada baru mungkin jika Ego (Aku) membedakan diri
dengan yang non-Ego (benda-benda), jadi Ego meneguhkan adanya yang non-Ego. Sintesis:
karena Ego sekarang tidak lagi tunggal, Ego dalam kesadarannya berhadapan dengan suatu
dunia. Perbedaan dan kesatuan telah memasuki pengalamannya. Keduanya, Ego dan non-
Ego (dunia), bukanlah dualisme yang mutlak, sebab itu hanyalah merupakan aktivitas atau
perbuatan Ego yang menciptakan.
Secara sederhana, dialektika Fichte itu dapat diterangkan sebagai manusia memandang
objek benda-benda dengan indranya. Dalam mengindra objek tersebut, manusia berusaha
mengetahui yang dihadapinya maka berjalanlah proses intelektualnya untuk membentuk dan
mengabstraksikan objek itu menjadi pengertian seperti yang dipikirkannya.
Dengan demikian, jelaslah bahwa realitas merupakan buah hasil aktivitas pikir subjek.
Pandangan dia mengenai etika adalah bahwa tugas moral manusia didasarkan atas pikiran
bahwa manusia berkewajiban menghargai dirinya sebagai makhluk yang bebas dan bahwa
ia senantiasa berbuat dengan tidak memerkosa kebebasan orang lain. Fichter menganjurkan
supaya kita memenuhi tugas, dan hanya demi tugas. Tugaslah yang menjadi pendorong
moral. Isi hukum moral ialah berbuatlah menurut kata hatimu.
Bagi seorang idealis, hukum morah ialah setiap tindakan harus berupa langkah menuju
kesempurnaan langkah spiritual. Hal ini hanya dapat dicapai dalam masyarakat yang
anggota-anggotanya adalah pribadi yang bebas merealisasikan diri dalam kerja untuk
masyarakat. Dalam tingkat yang lebih tinggi, keimanan dan harapan manusia muncul dalam
kasih Tuhan.
2. F.W.U. Schelling (1775 – 1854 M)
Schelling mula-mula berusaha menggambarkan jalan yang dilalui intelek dalam proses
mengetahui, semacam epistemologi. Schelling membahas realitas lebih objektif dan
menyiapkan jalan bagi idealisme absolut Hegel. Dalam pandangan Schelling, realitas adalah
identik dengan gerakan pemikiran berevolusi secara dialektis. Akan tetapi, ia berbeda dalam
berbagai yang hal dengan Hegel. Pada Schelling, juga pada Hegel, realitas adalah proses
rasional evolusi dunia menuju realisasi berupa suatu ekspresi kebenaran terakhir. Kita dapat
mengetahui dunia secara sempurna dengan cara proses logis perubahan sifat dan sejarah
masa lalu. Tujuan proses adalah suatu keadaan kesadaran diri yang sempurna, Schelling
menyebut proses ini identitas absolut, sedangkan Hegel menyebutkan ideal.

Anda mungkin juga menyukai