Anda di halaman 1dari 21

Menu Search

Catatan Pengadaan
Samsul Ramli Trainer Pengadaan Barang dan Jasa

Membahas Keterlambatan, Denda dan Pemutusan kontrak

Keterlambatan pelaksanaan pekerjaan dalam kontrak kerap


kali dipahami sebagai dampak akhir pada total masa
pelaksanaan kontrak. Misal total masa pelaksanaan kontrak
adalah 50 hari, maka yang kerap disebut keterlambatan adalah
apabila masa pelaksanaan kontrak telah melewati 50 hari atau
50 hari + 1 dan seterusnya. Benarkah demikian?

Lalu bagaimana dengan masa pelaksanaan kontrak pekerjaan cleaning services atau
makan minum pasien yang masa pelaksanaan pekerjaannya 12 bulan atau 365 hari? Apa
mungkin pelaksanaan pekerjaan melewati masa 365 hari, sedangkan penyediaan makan
minum pasien mestinya per hari. Jika dengan pemahaman diawal berarti tidak akan pernah
ada denda keterlambatan dalam kontrak makan minuman pasien. Tentu satu hal yang tidak
logis.

Mari kita buka lagi beberapa pasal dalam Perpres 54/2010 sebagaimana diubah terakhir
kali dengan Perpres 172/2014.

Pasal 93

(1)PPK dapat memutuskan Kontrak secara sepihak apabila:

a. kebutuhan barang/jasa tidak dapat ditunda melebihi batas berakhirnya kontrak;

a.1. berdasarkan penelitian PPK, Penyedia Barang/Jasa tidak akan mampu


menyelesaikan keseluruhan pekerjaan walaupun diberikan kesempatan sampai
dengan 50 (lima puluh) hari kalender sejak masa berakhirnya pelaksanaan pekerjaan
untuk menyelesaikan pekerjaan;

a.2. setelah diberikan kesempatan menyelesaikan pekerjaan sampai dengan 50


(lima puluh) hari kalender sejak masa berakhirnya pelaksanaan pekerjaan, Penyedia
Barang/Jasa tidak dapat menyelesaikan pekerjaan;

b. Penyedia Barang/Jasa lalai/cidera janji dalam melaksanakan kewajibannya dan


tidak memperbaiki kelalaiannya dalam jangka waktu yang telah ditetapkan;

c. Penyedia Barang/Jasa terbukti melakukan KKN, kecurangan dan/atau


pemalsuan dalam proses Pengadaan yang diputuskan oleh instansi yang
berwenang; dan/atau
d. pengaduan tentang penyimpangan prosedur, dugaan KKN dan/atau
pelanggararan persaingan sehat dalam pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
dinyatakan benar oleh instansi yang berwenang.

(2) Dalam hal pemutusan Kontrak dilakukan karena kesalahan Penyedia Barang/Jasa:

a. Jaminan Pelaksanaan dicairkan;

b. sisa Uang Muka harus dilunasi oleh Penyedia Barang/Jasa atau Jaminan Uang
Muka dicairkan;

c. Penyedia Barang/Jasa membayar denda keterlambatan; dan

d. Penyedia Barang/Jasa dimasukkan dalam Daftar Hitam.

Saya yakin asumsi awal keterlambatan didasarkan pada pasal 93 ayat 1 tersebut diatas.
Bahwa yang dimaknai sebagai keterlambatan adalah tentang kesempatan sampai dengan 50
(lima puluh) hari kalender sejak masa berakhirnya pelaksanaan pekerjaan.

Dengan asumsi ini kata keterlambatan pada pasal 19 ayat 2 huruf c dipahami sebagai
ketentuan tentatif ketika terjadi pemutusan kontrak. Artinya jika tidak ada pemberian
kesempatan 50 hari maka
tidak ada keterlambatan. Karena tidak ada keterlambatan berarti saat pemutusan kontrak
tidak perlu dikenakan denda keterlambatan. Apakah ini benar?

Menurut saya ini tidak logis. Coba kita membaca konstruksi pasal 93 ayat 2 jelas sekali
bahwa sanksi pemutusan kontrak sifatnya kumulatif, karena kata sambung yang dipakai
adalah dan bukan atau atau dan/atau. Simpulan saya ketika putus kontrak maka denda
keterlambatan juga dikenakan.

Untuk menjawab ini mari kita kupas yang dimaksud dengan keterlambatan dulu. Kalau saya
tidak sepakat dengan denisi keterlambatan hanyalah soal pemberian kesempatan 50 hari.
Argumennya saya ambil dari pasal 120.

Pasal 120

Selain perbuatan atau tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (1), Penyedia
Barang/Jasa yang terlambat menyelesaikan pekerjaan dalam jangka waktu sebagaimana
ditetapkan dalam Kontrak karena kesalahan Penyedia Barang/Jasa, dikenakan denda
keterlambatan sebesar 1/1000 (satu perseribu) dari nilai Kontrak atau nilai bagian Kontrak
untuk setiap hari keterlambatan

Jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam kontrak tidak hanya merujuk pada total waktu
pelaksanaan tetapi juga bagian-bagian waktu pelaksanaan yang tertuang dalam jadwal
pelaksanaan pekerjaan. Karena bagian waktu pelaksanaan atau tahapan pekerjaan adalah
juga kesepakatan yang tertuang dalam kontrak. Dengan demikian yang dimaksud terlambat
tidak hanya terlambat terkait total kontrak tapi juga bagian-bagian kontrak.
Hal ini senada dengan denisi yang tertuang dalam Petunjuk Penanganan Kontrak Kritis,
Pemutusan Kontrak (Terminasi) yang disusun Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional IV
disebutkan bahwa Pelanggaran mendasar atas Kontrak termasuk, akan tetapi tidak terbatas
pada penyedia jasa konstruksi terlambat menyelesaikan pekerjaan melampaui jumlah hari
yang menghasilkan jumlah denda keterlambatan maksimun yang dapat dibayar oleh
Penyedia jasa konstruksi melampaui batas sebagaimana yang disebutkan dalam Data
Kontrak.

Kemudian Ketentuan Kriteria kesepakatan untuk kondisi suatu kontrak dinilai dalam
katagori Terlambat apabila :

1. Dalam periode I (rencana pelaksanaan sik 0%-70%) dari kontrak terjadi keterlambatan
antara 10%-20%.
2. Atau dalam periode II (rencana pelaksanaan sik 70%-100%) dari kontrak terjadi
keterlambatan progres sik antara 0.5%-10%.

Dengan pemahaman ini maka yang disebut keterlambatan adalah tentang kesepakatan
rencana pelaksanaan sik pekerjaan yang ditawarkan penyedia kemudian dituangkan dalam
kontrak. Untuk konstruksi ketika pada perencanaan semestinya diperjanjikan 30 hari pertama
progres sik sudah harus 30%, namun riil hanya 10%, maka sejak hari 30 mekanisme
penanganan keterlambatan atau dalam bahasa teknis sebagai kontrak kritis diterapkan.
Kondisi ini sudah termasuk klausul keterlambatan. Sejak saat ini penyedia sudah terkena
pasal terlambat. Namun demikian dalam hal pengenaan denda keterlambatan harus
dipertegas dalam ketentuan kontrak.

Jika jumlah hari yang menghasilkan jumlah denda keterlambatan maksimun yang dapat
dibayar oleh Penyedia jasa konstruksi melampaui batas sebagaimana yang disebutkan dalam
Data Kontrak maka pemutusan kontrak sepihak dapat dilakukan. Umumnya data kontrak
mengacu pada maksimal jumlah hari keterlambatan 50 hari (pasal 93 Perpres 54/70) atau
maksimal denda 5% dari nilai kontrak (UU 18/199 ps. 43 ayat 2).

Pemahaman ini juga akan mampu menjawab pertanyaan untuk pengadaan barang atau jasa
lainnya. Seperti kasus pengadaan makan minuman pasien diatas. Artinya perhitungan
keterlambatan bukan realisasi pelaksanaan pekerjaan melewati 365 hari melainkan
keterlambatan persatuan waktu. Misal disepakati jika pengiriman makanan terlambat 1 hari
akan dikenakan sanksi denda keterlambatan 1/1.000 dari total kontrak kemudian maksimal
jumlah hari keterlambatan adalah 50 hari.

Pertanyaan selanjutnya berapa besar denda yang harus dikenakan jika terjadi pemutusan
kontrak? Pertama yang harus dilihat denisi pasal 93 ayat 2 huruf c disitu tertulis denda
keterlambatan sehingga harus dilihat apakah terjadi keterlambatan seperti tertuang dalam
kontrak atau tidak. Jika denisi keterlambatan seperti denisijuknisBalai Besar Pelaksanaan
Jalan Nasional IV dan hal tersebut dituangkan dalam SSKK atau SSUK maka Denda adalah
sebesar peristiwa keterlambatan tersebut. Jika tidak terjadi atau tidak didenisikan maka
sanksi Denda tidak dapat dikenakan, terkecuali telah melewati masa pelaksanaan pekerjaan
seperti tertuang dalam pasal120 maka berlaku denda keterlambatan.

Denda dalam konstruksi, jika kita melihat Permen PU 14/2013, tidak hanya denda
keterlambatan. Apabila sebagai pelaksana konstruksi, Penyedia mensubkontrakkan pekerjaan
tidak sesuai dengan ketentuan yang ada dalam kontrak maka akan dikenakan denda senilai
pekerjaan yang dikontrakkan kepada pihak lain atau sesuai ketentuan peraturan yang berlaku.

Simpulan saya, mohon dikoreksi jika keliru:

1. Keterlambatanadalah peristiwa sanksi yang diakibatkan karena sepenuhnya


kesalahan penyedia dalam memenuhi kesepakatan dalam kontrak.
2. Keterlambatan bukan hanya tentang pemberian kesempatan 50 hari
tapijugatentang terlambat dari jadwal pelaksanaan bagian-bagian pekerjaan.
3. Pada peristiwa pemutusan kontrak denda keterlambatan menjadi salah satu klausul
sanksi yang diterapkan.
4. Karena bersifat kontraktual maka klausul keterlambatan dan sanksi denda harus
jelas dan tegas disepakati dalam klausul kontrak khususnya pada syarat-syarat
khusus kontrak agar tidak terjadi pertentangan pemahaman yang berujung pada
kasus perdata dikemudian hari.

Share this:

Email Facebook 31 Twitter LinkedIn

December 18, 2014 83 Replies

Previous Next

Leave a Reply
Enter your comment here...

Tauk Hidayat on December 25, 2014 at 11:49 AM

Bagaimana dengan jaminan pelaksanaan yang nilainya dari kontrak awal, apakah dikembalikan kepada
rekanan atau dicairkan dan disetor ke kas negara, sementara rekanan telah menyerahkan jaminan
pelaksanaan atas sisa pekerjaan yang dilanjutkan ke tahun berikutnya (PMK 25/2012)

Reply

Samsul Ramli on December 29, 2014 at 1:17 PM


Pak Tauk: Jaminan pelaksanaan awal diperpanjang sampai dengan BAST1 melewati kontrak jadi
Jaminan Pelaksanaan Sisa Pekerjaan sifatnya menggantikan Jaminan Pembiayaan yang dicairkan per
1 Januari

Reply

SUASTINA on January 14, 2015 at 12:20 PM

Terima kasih atas pencerahannya. Saya bertanya: Ada pek pemavingan, paving dipasang 100%, tapi
kualitasnya oleh tim p2p sebagian tidak diterima, waktu pelaksanaan sudah habis. Apa yang harus dilakukan
? apakah denda dan black list ? terima kasih

Reply

Samsul Ramli on January 14, 2015 at 3:11 PM

Pak Suastina: Jika P2P tidak terima maka mau tidak mau pekerjaan dianggap tidak selesai atau
wanprestasi jika memang karena kesalahan penyedia. Jika PPK memberikan masa keterlambatan
maka penyedia dikenakan denda terlebih dahulu jika selesai maka tidak di BL. Jika tidak selesai juga
maka dikenakan sanksi putus kontrak, denda dan jaminan pelaksnaan dicairakan

Reply

Giri aristiadie on November 10, 2016 at 9:29 AM

Mohon pencerahan, dlm kasus lain, P2P menerima dengan catatan ditemukan kekurangan
volume RAB yg dituangkannya dalam BAST..sebab pada volume pemasangan keramik konsultan
perencana menghitung luasan dari as bangunan berbeda dengan cara menghitung P2P yang
berdasarkan volume yg terpasang sehingga saat PHO tim P2P menghitung kurang jumlah
keramik yang terpasangapa yang harus dilakukan?? Makasih banyak

Reply

Samsul Ramli on November 10, 2016 at 11:50 PM

Pak Giri: P2HP harus menghitung sesuai dengan standar perhitungan yang digunakan
dalam kontrak sehingga tidak bisa menggunakan standar perhitungannya sendiri. Jika
standar perhitungan perencana berbeda dengan standar perhitungan dalam kontrak
berarti ada masalah pada saat pemilihan penyedia, selama standar perhitungan antara
kontrak dengan P2HP dengan hasil yang sama mestinya tidak masalah.

Reply

Zulmadi on January 28, 2015 at 6:57 PM

Putus !!! kata putus dengan lima huruf pada hakekatnya kata yang sangat di takuti bagi semua insan, seperti
putus cinta putus hubungan.putus jalan . putus jembatan ..dan putus-putus lainnya. Artinya kata Putus
disebut juga pemisah antara yang satu dengan yang lainnya.Kembali ke Putus Kontrak .Putus kontrak dapat
juga dikatakan putusnya ikatan pihak tertentu dengan pihak tertentu lainnya yang disebabkan oleh sesuatu.
Sesuatu disini dapat berupa kelalaian, kealpaan dan mungkin juga kesengajaan.
Kenapa putus harus di denda ? dan apakah denda juga sudah dapat menyelesaikan masalah ??? sampai
disini dulu ya pak/buk pemirsa dan mungkinkah akan konsekwen kita akan melaksanakan denda ??? putus
disini akan menghilangkan hak penting untuk suatu konstruksi yakni hak memelihara..manakah yang besar
pendapatan denda dri pada resiko kerusakan karena hilangnya hak pemeliharaan yang 180 hari kerja ???

Reply

Samsul Ramli on January 28, 2015 at 9:13 PM

Pak Zulmadi: Tepat sekali pak analisanya. Karena ini soal manajemen risiko maka tentu putusannya
tidak serta merta sama pada semua kondisi. Dalam kerangka itu seperti Bapak sampaikan
pertimbangan putus kontrak harus komprehensif mana yang lebih besar manfaatnya, bahkan sekarang
Perpres 4/2015 mencantumkan klausul bahwa sisa pekerjaan dapat dilakukan penunjukan langsung ini
bisa jadi salah satu solusi. Semoga kedepan semakin banyak solusi aplikatif dan solutif yang dapat
mempertahankan output secara lebih baik.

Reply

santi on August 18, 2015 at 9:10 AM

maaf pak perpre 4/2015 yang menyatakan hal tersebut ada di klausul mana ya? tks

Reply

Samsul Ramli on August 18, 2015 at 11:33 AM

Mba Santi: semua ada di Perpres 54/2010 sebagaimana diubah dengan Perpres
4/2015 jadi jangan cuma baca Perpres 4/2015.

Reply

soepriyadi on January 28, 2015 at 10:40 PM

pasal 120 perpres 54/2010 menyebutkan bahwa denda keterlambatan sebesar 1/1000 dari NILAI KONTRAK
atau NILAI BAGIAN KONTRAK. MIsalnya pekerjaan jalan 1000 meter sudah dikejakan sepanjang 900 meter
dan sudah dapat berfungsi,namun sisanya yang 100 meter penyelesaiannya melebihi batas waktu
kontrak,apakah denda tsb dihitung dari nilai kontrak atau nilai bagian kontrak. mohon penjelasannya dan
dasar hukumnya.Tks. Salam.

Reply

Samsul Ramli on January 29, 2015 at 8:15 AM

Pak Soepriyadi: sekali lagi tergantung pada klausul kontraknya apakah bersifat total loss atau
perbagian. Disinilah pentingnya PCM dan SCM agar risiko2 yang bisa saja terjadi dalam pelaksanaan
kontrak bisa diantisipasi sejak awal.
Reply

budi rahmat on March 21, 2015 at 2:43 AM

Thanks atas pencerahannya pak. Saya mau tanya..pekerjaan yg melewati tahun anggaran, berdasarkan
penelitian PPK bahwa rekanan akan mampu menyelesaikan pekerjaan sisa selama 50 Hari Kalender.
Ternyata sampai dengan waktu yg diberikan si rekanan juga tidak dapat menyekesaikan pekerjaan apakah
PPK dapat memberikan pertambahan waktu lagi atau langsung putus kontrak? Thank atas jawabannya pak.

Reply

Samsul Ramli on March 22, 2015 at 6:17 PM

Pak Budi Rahmat: Umumnya orang memahami bahwa masa keterlambatan maksimal 50 hari sehingga
jika Bapak menanyakan apakah boleh diberi masa keterlambatan lebih dari 50 hari maka jawaban saya
adalah Bapak akan menabrak pemahaman umum dan risiko atas ini adalah Bapak harus
memperjuangkan justikasi teknis kenapa diperpanjang melebihi 50 hari. Utamanya justikasi
efektivitas. Secara logika penyedia yang baik adalah penyedia yang menawar pada paket yang rasional
bisa diselesaikan olehnya, kemudian ketika menawar dan berkontrak penyedia tidak mampu
menyelesaikan dengan selisih yang lebih dari 10% maka penyedia seperti ini tidak layak untuk diberi
masa keterlambatan apalagi setelah diberi masa keterlambatan masih juga tidak selesai. Jika ini
dilakukan juga maka seluruh beban dan risiko ada di PPK. Untuk itu menurut saya sebaiknya putus saja.

Reply

haidir on May 8, 2015 at 1:40 PM

bagaimana solusinya kalau ppk terlambat mencairkan jaminan pelaksanaannya dan ternyata masa komplain
yang tertera dalam jaminan hanya 30 hari kalender, apakah masih ada solusi untuk mencairkan
jaminannya,mohon pencerahannya. terimaksih

Reply

Samsul Ramli on May 8, 2015 at 3:27 PM

Pak Haidir: Saya tidak tau apa solusi lain yang mudah Pak.. harapannya penyedia sadar daripada
bermasalah sebaiknya penyedia membayar sebesar nilai jaminan Kemudian segera minta advis dari
Inspektorat untuk penyelesaian yang lebih baik

Reply

ihyan nizam on July 26, 2015 at 9:28 PM

assalamu alaikum wr wb
mohon pencerahan, setelah kontrak diputus maka dapat dilakukan penggantian rekanan dengan menunjuk
pemenang urutan 2, bagaimana cara peneetapan dan penunjukan, terima kasih

Reply
Samsul Ramli on July 27, 2015 at 2:31 PM

Pak Ihyan nizam: kalimat tepatnya sesuai Perpres 4 adalah melakukan penunjukan langsung terhadap
cadangan 1 atau 2. Artinya disusun HPS sisa pekerjaan dan seterusnya termasuk dokumen penunjukan
langsung kemudian mengundang cadangan untuk menawar dan negosiasi.

Reply

riko on August 27, 2015 at 10:39 AM

Saya mau tanya..pekerjaan yg melewati tahun anggaran dana tersebut dicairkan 100% dengan progres
pekerjaan 65%, berdasarkan penelitian PPK bahwa rekanan akan mampu menyelesaikan pekerjaan sisa
selama 50 Hari Kalender. Ternyata sampai dengan waktu yg diberikan si rekanan juga tidak dapat
menyekesaikan pekerjaan hanya mendapatkan peningkatan progres pekerjaan 1.5% serta oleh ppk dilakukan
pemutusan hubungan kerja (PHK) kemudian sisa dana tersebut dikembalikan kepada kas negara setelah itu
dilakukan pemeriksaan oleh inspektorat dan ada temuan berupa denda keterlambatan dan jaminan
pelaksanaan lalu oleh ppk temuan tersebut dikembalikan (setor)lagi ke kas negara, apakah masalah tersebut
dapat di perkarakan oleh penegak hukum, dan dasarnya apa untuk diperkarakan? Thank pak.

Reply

Samsul Ramli on August 27, 2015 at 9:34 PM

PAk Riko: tergantung pada adanya niat jahat dan perbuatan jahat dari kesalahan tersebut, jika dalam
proses penyelidikan dan penyidikan ditemukan bukti2 maka pasti akan dibawa kepersidangan. Jika
yakin tidak ada perbuatan jahat silakan mempertahankan diri.

Reply

riko on September 9, 2015 at 9:33 AM

pak apakah hal tersebut dapat dinyatakan total loss

Reply

Samsul Ramli on September 10, 2015 at 2:17 AM

Pak Riko: istilah ini biasanya digunakan untuk menilai bobot denda atas prestasi pekerjaan yaitu denda
yang dihitung berdasarkan total nilai kontrak tanpa memperhitungkan prestasi pekerjaan.

Reply

Julianto on September 19, 2015 at 5:40 PM

pak,
ada satu kasus dimana masa pelaksanaan yg tertuang dlm spmk telah berakhir, penyedia dibolehkan tetap
bekerja dgn dikenakan denda, pekerjaan sisa tsb sedang dikerjakan, tiba2 terjadi bencana alam yg
mengharuskan perubahan volume pekerjaan. bagaimana tindakan yg harus kita ambil pak.?
apakah ada ketentuan yang memungkinkan adanya perubahan/addendum kontrak (penyesuaian volume)
pada saat penyedia menyelesaikan pekerjaannya dalam masa denda.? tks

Reply

Samsul Ramli on September 19, 2015 at 11:12 PM

Pak Julianto : selama kontrak masih belum diputus menurut saya bisa saja. Artinya sejak bencana
tersebut masa keterlambatan berakhir dan denda dikenakan sesuai dengan keterlambatan kemudian
dilakukan perpanjangan waktu pelaksanaan pekerjaan untuk memberikan waktu yang cukup dalam
menyelesaikan pekerjaan akibat bencana.

Reply

Muhibuddin on November 25, 2015 at 5:37 AM

Terima kasih atas pencerahannya pak, tapi ada yang belum jelas tentang apa yang dimaksud dengan nilai
bagian kontrak pada Pasal 120 Perpres 54 tersebut?
Terus apakah benar sanksi itu ada dua? Yang pertama 1/1000 dari nilai kontrak dan yang kedua 1/1000 dari
sisa pekerjaankalau memang benar mohon apa jadi dasar hukumnya. Terima kasih

Reply

Samsul Ramli on November 25, 2015 at 8:37 AM

Pak Muhibuddin: total loss atau bagian pekerjaan yang belum berfungsi operasional mestinya sudah
disepakati paling lambat pada saat sebelum tanda tangan kontrak. Untuk kontrak turnkey tentu total
loss, sedangkan utk kontrak lumpsum termin umumnya atas dasar bagian pekerjaan meski tidak
menutup kemungkinan total loss. Demikian juga harga satuan. Jadi kembali kepada kesepakatan
berkontrak. Jika tidak disepakati terlebih dahulu maka auditor dapat menyimpulkan diantara keduanya.

Reply

Farij FHM on December 8, 2015 at 12:40 AM

Mohon Petunjuk,saya ada kasus waktu pelaksanaan pekerjaan seharusnya selesai tanggal 9 Nopember 2015
tetapi pekerjaan baru dapat diselesaikan pada tanggal 7 desember 2015, dan pelaksana terkena denda.
apakah setiap terjadi keterlambatan maka harus dilakukan addendum kontrak, apakah tanpa addendum
denda keterlambatan. terima kasih

Reply

Samsul Ramli on December 10, 2015 at 11:36 AM

Pak Farij: kalau terlambat tidak diperlukan addendum masa pelaksanaan pekerjaan namun bisa saja
ada addendum yang lain semisal masa laku jaminan pelaksanaan dan lain-lain jadi harus dilihat dari
hal-hal yang sah dan perlu diubah.

Reply
hasan on December 14, 2015 at 1:18 PM

Pak Farij: jika terjadi pemutusan hubungan kontrak apakah PPPHP masih harus tandatangan penerimaan
barang dan bagaimana prosessnya, makasih

Reply

Samsul Ramli on December 22, 2015 at 6:08 PM

Pak Hasan: sesuai dengan perintah dari PA, pemutusan kontrak adalah tanggungjawab PPK dan
pembayaran diteliti atas pertimbangan tim peneliti kontrak jadi PPHP bisa saja tidak terlibat.

Reply

yulianda gustiarsyah on December 15, 2015 at 1:48 AM

Pak ini ada kasus pekerjaan yg pekerjaan nya tlh hbs tgl 10 des 2015..
Sedangkan progres pekerjaan cm smpai 50%.. Akan tetapi tahap pncairan dana sdh 65%..
Apakah ada syarat pmberian wkt kterlambatan yg di hitung dr progres pekerjaan?
Mhn pencerahannya pak..

Reply

Samsul Ramli on December 22, 2015 at 6:27 PM

Mba Yulianda: PPK harus menilai apakah penyedia memiliki motivasi dan kemampuan atau tidak untuk
menyelesaikan pekerjaan, jika tidak putus kontrak kemudian penyedia hanya bisa dibayar sebesar
progres pekerjaan yang dapat dibayar dikurangi seluruh kewajiban seperti tertuang dalam kontrak
seperti pencairan jaminan pelaksanaan, denda dan kelebihan pembayaran dikembalikan ke kas
daerah/negara. Jika Ya maka diberikan masa keterlambatan hingga maksimal 31 Desember dengan
berkonsultasi ke pihak pembayaran/keuangan

Reply

Iqbal on December 22, 2015 at 12:36 PM

Jika pekerjaan terlambat dan melampaui batas kontrak, namun addendum terbit dengan diberi jangka waktu
50 hari, dan pekerjaan selesai sesuai dengan addendum, apakah masih kena deda pak??,

Reply

Samsul Ramli on December 22, 2015 at 6:50 PM

Pak Iqbal: jika keterlambatan akibat kesalahan penyedia tetap dikenakan denda

Reply

hendra on January 2, 2016 at 10:25 PM


Mksh pencerahannya paksaya mau nanya juga boleh ya pak..
1.klo pkerjaan pembangunan gedung yg masa pelaksanaan pkerjaannya sampai 31 des, diberi kesempatan
50 hari, untuk addendum kontrak sumber pembiayaan apakah memang tidak boleh lebih dari 31 des, pdhl
jangka waktu kontrak khan sampai FHO?
2. Kalo untuk pengenaan denda, apakah ada ketentuan khusus utk pekerjaan konstruksi?apakah boleh denda
keterlambatan pekerjaan konstruksi hanya dikenakan 1/1000 dari nilai sisa pekerjaan yg blm dikerjakan?
Kalo ternyata tidak boleh, tp sudah trrlanjur di sskk kedua blah pihak sepakat kalo pengenaannya hanya dari
sisa bgaimana ya pak?
3. Ada ketentuan pmk terbaru no 243 pengganti 194, yg menyatakan klo ppk bs kasih kesempatan 90 hari, tp
khan di perpres masih 50 hari, apakah bs digubakan? Kemudian ada ketentuan di pmk tersebut klo
kesempatan diksh lebih 90 hari, jaminan pelaksanaan harus 9%dari nilai kontrak, nah jika denda
keterlambatan yg di sskk sdh ditetapkan hanya dr bagian kontrak yg blm selesai,apakah tetap perlu
mengubah nilai jaminan plaksanaan mwnjadi 9%??pdhal dgn jaminan plaksanaan 5% dr nilai kontrak yg
diperpanjang khan sdh cukup besar?
Mhn maaf borong nih pak, mksh..

Reply

Samsul Ramli on January 3, 2016 at 9:26 AM

Pak Hendra:
1. kalau tahun depan tidak ada anggarannya, tidak bisa diberikan kesempatan 50 hari, nanti siapa yang
bayar?
2. Dasarnya pada ketentuan kontrak dan bagian pekerjaan yang berfungsi operasional, kalau satu
kesatuan konstruksi total loss kalau ada tahapan umumnya menggunakan sisa pekerjaan.
3. Perpres tidak melarang lebih dari 50 hari karena kalimat awalnya dapat, hanya saja perpres
menganjurkan 1x keterlambatan maksimal 50 hari. Tentang jaminan pelaksanaan 9% selama
dituangkan dalam kontrak tidak ada yang dilanggar. Untuk APBN tentu PPK tidak berani mengatur
berbeda dengan PMK 234 sehingga opsi penyedia bersedia atau tidak kemudian putus.

Reply

Agus on April 27, 2016 at 12:39 AM

Mohon petunjuk
1. Untuk pengadaan langsung non konstruksi apa diperlukan jaminan pelaksanaan?
2.bagaimana bila pada pengadaan langsung non konstruksi yg tidak terdapat jaminan pelaksanaan,penyedia
lalai tidak melaksanakan pekerjaan?apa yg harus dilakukan ppkom

Reply

Samsul Ramli on April 27, 2016 at 12:57 PM

Pak Agus: 1. s/d 200juta tidak perlu jaminan pelaksanaan


2. Dilakukan pemutusan kontrak dan blacklist kemudian pencairan jaminan uang muka dan denda jika
ada (lihat pasal 93)

Reply
ariyanto on May 1, 2016 at 5:26 AM

jika ppk memutuskan kontrak pada saat berakhirnya masa kontrak, apakah perlu didenda keterlambatan?
trims pak

Reply

Samsul Ramli on May 1, 2016 at 10:57 AM

Pak Ariyanto: tergantung klausul kontrak.. umumnya denda keterlambatan hanya utk yang terlambat
saja

Reply

ariyanto on May 1, 2016 at 11:11 AM

thank you so much mas samsul

Reply

Samsul Ramli on May 1, 2016 at 2:04 PM

Sama2 pak

Reply

zulkri on May 4, 2016 at 1:35 PM

mohon pencerahan pak samsul ramli saya mau nanya ada kasus :
ada suatu lelang barang/jasa yang sudah lewat batas waktu dari kontrak, kemudian dengan kesepakatan
antara PPK dan penyedia di beri waktu tambahan 50 hari kalender lagi, tetapi setelah 50 hari kalender
penyedia ternyata tidak dapat menyelesaikan pekerjaan tersebut., sehingga PPK memutuskan kontrak , yang
menjadi pertanyaan :
1. apakah jaminan pelaksanaan pekerjaan lelang barang tersebut dapat dicairkan oleh PPK.
2. apakah penyedia masih didenda keterlambatan dalam pengiriman barang yang sudah melebihi 50 hari
kalender tersebut
3. apakah PPK dapat menjatuhkan wanprestasi atau blacklist terhadap penyedia tersbut
untuk penjelasanya kami ucapkan terima kasih.

Reply

Samsul Ramli on May 5, 2016 at 8:04 AM

Pak zul : jawaban ketiga2nya Ya

Reply

linda on May 24, 2016 at 8:57 AM


pagi pak.. maaf saya mau nanya.
1.yang dimaksud masa berlaku jaminan penawaran adalah 90 hari sejak pembukaan sampul, Nah, 90 hari itu
apakah termasuk hari libur atau hari kerja saja pak yaitu senin-jumat?
2. Untuk surat dukungan Bank bila di dokumen pengadaan tidak tertera masa berlakunya, apakah harus kita
tuliskan juga masa berlakunya? kalau iya, berapa kama masa berlaku dukungan bank pak?
Mohon infonya ,, rims..

Reply

Samsul Ramli on May 25, 2016 at 9:12 AM

Mba Linda: 1. hari kalender


2. jika tidak dituliskan dalam dokumen pemilihan maka apapun kondisiny surduk meenuhi persyaratan.

Reply

Bernard on August 15, 2016 at 3:20 PM

Sore Pak Samsul, maaf mengganggu..


Kontrak Pekerjaan Gedung 60 hari kalender sampai dengan 31 Desember 2015, lalu diberikan addendum
waktu pelaksanaan 50 hari kalender sampai pertengahan Maret 2016, setelah itu PPK langsung
melaksanakan Pemutusan Hubungan Kerja.
PPK kemudian menghitung jumlah hari denda keterlambatan adalah selama 50 hari kalender terhitung sejak
diterbitkannya Addendum waktu pelaksanaan sampai dengan tanggal PHK yakni sekitar 50 hari kalender.
Menjadi pertanyaan saya, apakah perhitungan waktu PPK tersebut sudah tepat dan apakah ada denda lain
selain denda keterlambatan tersebut? Mohon maaf sebelumnya bahwa dalam kasus ini PPK menghitung
denda keterlambatan sebesar 5 % dan denda lainnya sebesar 5 %, sehingga total menjadi 10% denda (nilai
Kontrak 1,4 M dengan denda sebesar 140 juta).
Terima kasih pak, mohon pencerahannya

Reply

Samsul Ramli on August 17, 2016 at 5:09 PM

Pak bernard: kalo keterlambatan adalah karena salah penyedia berarti dikenakan sanksi buat penyedia.
Utk itu melakukan addendum waktu pelaksanaan adalah kesalahan. Keterlambatan yg dikenakan denda
adalah penundaan pemutusan kontrak yg dihitung sejak tgl berakhir masa pelaksanaan sd pekerjaan
selesai atau pemutusan kontrak

Reply

Bernard on August 23, 2016 at 11:45 PM

Maaf Pak mengganggu lagi, jika alasan keterlambatan dan akhirnya Pemutusan Kontrak tsb,
adalah karena faktor cuaca dan pekerjaan tambah (kelebihan volume lebih besar dari 10%)
sebagai akibat dari perencanaan oleh konsultan yang tidak cocok lokasi pekerjaannya, maka
apakah penerapan denda oleh PPK tetap diberlakukan? Sementara PPK sejak awal sudah
memaklumi keadaan tsb dengan memberikan addendum dimaksud.
Terima kasih pak, mohon jangan bosan memberikan pencerahan.
Reply

Samsul Ramli on August 24, 2016 at 7:53 AM

Pak Bernard: jika benar kendala sebenarnya adalah buruknya perencanaan maka
kesalahan mestinya bukan oleh pelaksana..dengan demikian tdk ada pasal denda.. yg
jadi catatan waktu MC0 atau PCM atau SCM sdh disampaikan atau tidak keberatan atas
itu

Reply

Albi on August 17, 2016 at 12:43 AM

Pagi,Pak Samsul.
Terkait dengan tidak selesainya pekerjaan sesuai dengan SPMK pekerjaan konstruksi.

1. Apakah diperbolehkan PPK memberikan persetujuan sesuai permohonan rekanan/penyedia dengan


penambahan waktu pelaksanaan 20 hari dengan alasan review desain dan penambahan waktu tersebut tidak
dikenakan denda keterlambatan karena alasan tersebut?kalau diperbolehkan, bagaimana dengan jaminan
pelaksanaannya apakah diperpanjang?kalau tidak diperbolehkan, langkah apa yang kami jalankan jika
pekerjaan tdk selesai sesuai SPMK?

2. apakah CCO ada batas waktunya?karena seringkali penyedia mengajukan CCO mendekati batas akhir
pekerjaan, sehingga terkesan mencari-cari alasan agar mendapatkan perpanjangan waktu dan berharap
tidak dikenakan denda seperti poin 1) di atas.lebih parahnya lagi penyedia berusaha meyakinkan KPA agar
permohonannya tersebut disetujui.

terima kasih dan Mohon bantuannya.

Reply

Samsul Ramli on August 17, 2016 at 5:37 PM

1. Selama bisa dipastikan penyebab keterlambatan adalah kesalahan dan tanggungjawab ppk bukan
penyedia menjadi hak penyedia mendapatkan perpanjangan tanpa denda
2. Tdk ada batasan waktu selama memang kesalahan bukan pada penyedia artinya tanggungjawab ada
di ppk maka dari itu pastikan bahwa penyedia bukan mencari2 alasan..

Reply

Albi on August 18, 2016 at 4:55 PM

terima kasih atas jawabannya,pak. jika diberikan perpanjangan, bagaimana dengan jaminan
pelaksanaannya apakah diperpanjang atau tidak,pak?

Reply

Samsul Ramli on August 18, 2016 at 6:03 PM


Apapun saja yg berakibat pada penundaan pencairan jamlak maka diminta perpanjangan
jamlak kepenyedia

Reply

yudi on August 27, 2016 at 9:11 PM

malam pak syamsul.


Saya mohon pencerahannya atas masalah ini :
1. Apakah jaminan pelaksanaan maupun jaminan uang muka yang diberikan oleh penyedia kepada PPK
boleh melewati dari waktu pelaksanaan pekerjaan, mis waktu pelaksanaan pekerjaan 60 hari kalender tetapi
jaminan pelaksanaan dan uang muka selama 70 hari kalender? karena hal tsb pernah saya terapkan namun
bendahara dinas menolak jaminan tsb. pertimbangan saya menerapkan hal tsb adalah mengantisipasi
terjadinya keterlambatan pekerjaan.
2. Kapan waktu idealnya berlakunya jaminan pemeliharaan, apakah sama dengan tgl berita acara serah
terima pertama pekerjaan?
Atas pencerahannya saya ucapkan terima kasih.

Reply

Samsul Ramli on August 28, 2016 at 3:38 PM

Pak Yudi: jaminan pelaksanaan semakin panjang semakin bagus buat PPK sebagai wakil pemerintah
Jaminan uang muka juga demikian namun begitu masa pelunasan uang muka sebaiknya tdk melebihi
masa pelaksanaan karena uang muka adalah risiko bagi PPK dan negara utk itu jangan kemudian masa
laku jamuka diperpanjang pelunasanbuang muka jg diperpanjang
2. Masa pemeliharaan berlaku bersamaan dgn masa pemeliharaan artinya sejak pekerjaan dapat
dibayar oleh PA

Reply

Sadam on October 20, 2016 at 8:31 PM

Mau tanya sdkit mengenai keterlambatan.


kasus saya ada paket pekerjaan pengadaan jas almamateur dengan jangka waktu pelaksanaan 60hari,dalam
perjalanannya ada terjadi keadaan hal yg tak diduga atau Kahar tersebut yg tdk terbatas yaitu bahan yang
dibuat pabrik salah kode warna sehingga butuh waktu kembali untuk memproduksi bahan dengan kode
warna yg sesuai spesikasi. Alhasil waktu produksi jahit menjadi lebih 14 hari dari batas akhir pelaksanaan
kontrak akibat dari kesalahan pabrik tersebut. Apakah penyedia terkena denda 1/1000 dengan adanya
keterlambatan 14hr tersebut?atau jika mengacu kepada SSKK yg menyebutkan bahwa jika terjadi keadaan
Kahar maka PPK dapat merubah melalui addendum kontrak mengenai perubahan waktu
pelaksanaan.bagaimana jika PPK tidak mentolerir hal tersebut sehingga PPK langsung mengambil langkah
pemutusan kontrak secara sepihak dan mencairkan jaminan pelaksanaan?

Reply

Samsul Ramli on October 21, 2016 at 8:06 AM


Pak Sadam: Dari pengamatan saya hal tersebut bukanlah kahar tetapi murni kesalahan pihak penyedia
dalam hal ini produsen hubungan PPK dengan Penyedia tidak terikat dengan produsen penyedia, jadi
kesalahan produsen tetap tanggungjawab penyedia. Penyedia tetap dikenakan denda jika dikenakan
keterlambatan atau ganti rugi jika tertuang dalam kontrak. Dengan demikian memang sesuai pasal 93
jika menurut penelitian PPK penyedia tidak dapat menyelesaikan pekerjaan maka PPK dapat memutus
kontrak atau dapat juga tidak memutus kontrak dengan memberikan masa keterlambatan.

Reply

tm murza on November 13, 2016 at 11:29 PM

Selamat Malam pak samsul: mau tanya sedikit, saya buat kontrak dengan bahasa untuk dengan
keterlambatan : Jika pekerjaan tidak dapat diselesaikan dalam jangka waktu pelaksanaan pekerjaan karena
kesalahan atau kelalaian Penyedia maka Penyedia berkewajiban untuk membayar denda kepada PA sebesar
1/1000 (satu per seribu) dari sisa harga bagian kontrak yang belum selesai dikerjakan dari nilai SPK sebelum
PPN untuk setiap hari keterlambatan, apakah bisa seperti itu.. Trimakasih

Reply

Samsul Ramli on November 14, 2016 at 7:53 AM

Pak TM Murza: sebenarnya tidak masalah malah lebih jelas. Hanya saja menurut saya yang harus
disadari degnan mengatakan jika pekerjaan tidak dapat diselesaikan maka sanksi buat penyedia yang
putus kontrak kumulatif termasuk denda keterlambatan maksimal yaitu 5% dari sisa bagian kontrak, ini
biasanya jadi perdebatan. Tapi jika kalimatnya adalah Jika hingga batas akhir masa pelaksanaan
pekerjaan penyedia belum dapat menyelesaikan pekerjaan maka berdasarkan penelitian PPK penyedia
dapat diberikan masa keterlambatan sampai dengan 50 hari dengan membayar denda keterlambatam
1/1000/hari dari sisa harga bagian pekerjaan/kontrak yang belum selesai dikerjakan dari nilai SPK
sebelum PPN ini berarti pilihan buat PPK jika diputus kontrak maka sanksinya tidak termasuk denda
keterlambatan

Reply

tm murza on November 14, 2016 at 8:38 AM

trima kasih sebelumnya,,untuk kejadian sekarang,, posisi pekerjaan sik sudah 100 %, hanya
saja melampaui dari 60 hari sesuai kontrak, pekerjaan dilakukan dengan denda keterlambatan
sejumlah 25 hari. tanpa tidak melewati tahun anggaran,. sehingga apa bisa kita denda
keterlambatam 1/1000/hari dari sisa harga bagian pekerjaan/kontrak yang belum selesai
dikerjakan dari nilai SPK sebelum PPN. trima kasih ya pak..

Reply

Samsul Ramli on November 14, 2016 at 8:47 AM

Jawaban saya tadi adalah untuk ketetapan didalam SSUK dan SSKK jadi tentang proses
pelaksanaan saat ini silakan lihat klausul kontraknya. Jika klausul SSUK dan SSKK nya
berbunyi seperti yang bapak sebutkan tentu tidak masalah.
Reply

tm murza on November 14, 2016 at 9:02 AM

trima kasih pak atas informasinya..:D

Dedi on December 28, 2016 at 9:15 PM

Maaf pak sy mau tanya jg, kasus seperti ini sama seperti yg saya alami skr, tp bedanya sy
pengadaan dokumen amdal (bkn kontruksi), pekerjaan tsb smpai saat ini mencapai +/-74%,
bagaimana pak solusi untuk sy thd kasus ini ?, apabila saya tambah wktu pekerjaan sangat tdk
mungkin karena thn sdh hmpir habis atau apabila hrus sya bayarkan bagaimana?denda yg
bagaimana hrus saya lakukan?..

Reply

Samsul Ramli on December 28, 2016 at 9:59 PM

Yang harus dipastikan adalah penyebab keterlambatan jika karena kesalahan penyedia
maka dapat diputus kontrak atau dilanjutkan dgn denda smp akhir tahun jika putus
kontrak berarti produk perencanaan tdk dapat digunakan maka mestinya tdk ada
pembayaran

Reply

gromiko on December 9, 2016 at 10:04 AM

selamat siang pa, untuk form dalam bentuk surat denda atau memakai berita acara penghitungan denda
melibatkan pphp, ,maaf apakah bapak memiliki dokumen contoh surat denda bagi penyedia. terimakasih

Reply

Samsul Ramli on December 9, 2016 at 2:15 PM

Maaf pak gromiko sy tdk punya

Reply

Ayu on December 9, 2016 at 1:35 PM

Mohon solusinya
Kasus ada di pengadaan barang dan jasa telah melewati masa kontrak tapi progres pekerjaan sekitar 70%
dan dari pihak Instansi terkait hanya memberikan perpanjangan waktu 50 hari secara Lisan. Setelah saya
konrmasi ke bank untuk perpanjangan kontrak, pihak bank meminta Nomor addendum sedangkan pihak
instansi tidak dapat memberikan Nomor tersebut.
Apakah pihak instansi dapat mencairkan jaminan pelaksanaanya dan memberikan blacklist pada
perusahaan saya?
Terima kasih sebelumnya

Reply

Paul on December 15, 2016 at 12:14 PM

Terimakasih atas penjelasannya Pak Samsul.saya mau nanya ni pak,,ada pekerjaan konstruksi gedung
bertahap.untuk tahapan tahun ini kontraknya berakhir tanggal 31 Desember.dan masih ada tahap selanjutnya
di tahun anggaran berikutnya.jika pekerjaan tahun ini tidak selesai sampai akhir kontrak,sanksi apa yg
dilakukan Pak.terimakasih

Reply

Samsul Ramli on December 15, 2016 at 9:52 PM

Karena bertahap berarti tanggungjawab penyedia tahap sekarang sama persis seperti penyedia
umumnya yaitu sesuai dgn keyentuan kontrak

Reply

silvester jongjoko on December 16, 2016 at 12:04 PM

Mohon penjelasannya,
1. dalam pelaksaan pekerjaan kontruksi yang bersumber dari DAK yang melewati masa spmk, apakah bisa
menggunakan rujukan PMK 243 tahun 2015 dalam pemberian kesempatan sampai 90 hari selain
menggunakan perpres yang ada, karena DAK adalah APBN yang diberikan ke Daerah dan masuk dalam
sumber APBD, sedangkan pengelolaan APBD selalu merujuk pada Permendagri (setahu saya permendagri
belum mengaturnya)
2. Dalam PMK 243 tahun 2015 perpanjangan 90 hari harus menambah jaminan pelaksanaan sebesar 4%
sehingga menjadi 9%, apakah jika penerapan denda di dalam sskk hanya menerapkan 1/1000 x sisa
pekerjaan tetap memerlukan jaminan tambahan 4% untuk 90 hari. jika kita menghitung besaran denda
maksimal dari nilai kontrak diberikan kesempatan 50 hari maka sama dengan 5% dari nilai kontrak, jika
denda hanya dari bagian pekerjaan yang belum dilaksanakan maka ketika menerapkan kesempatan 90 hari
sama dengan 4,5% dari nilai kontrak atau dengan kata lain tidak memerlukan 4% tambahan jaminan
pelaksanaan.
terima kasih sebelumnya.

Reply

Samsul Ramli on December 18, 2016 at 10:16 AM

1. Kalau Dana DAK sdh masuk DPA maka APBD bukan APBN lagi berbeda jika dana APBN Murni
2. Jaminan pelaksanaan bukan menjamin denda keterlambatan jadi jgn bandingkan besaran jamlak
dgn dendanya.. denda adalah denda.. jika 90 hari maka denda 9% dan jamlak 9% denda ditahan saat
pembayaran sedang jamlak berbentuk garansi bank

Reply
Samsul on January 3, 2017 at 5:39 PM

Sore pak samsul,


Maaf mungkin sya butuh pencerahan dr masalah yg saya hadapi:
1. Pekerjaan saya berakhir dikontrak 28 desember dikarenakan cuaca yg hujan terus sehingga hanya 85%
proggres yg sya dapatkan.sehingga dinas memutus kontrak dgn alasan tutup anggaran dan tidak bisa
memberi peluang menyelesaikan 15% yg dimn hanya 7 hari bisa selesai jika sya diberi kesempatan
dikerjakan.yg saya tanyakan apakah cv saya bisa dimasukkan dalam daftar hitam?
2.bagaimana aturannya tentang jaminan pelaksanaan bagi putus kontrak??
3.adakah prosedur pencairan jaminan pelaksanaan??mohon penjelasan sehingga saya mengerti ttg
pencairan jaminan pelaksanaan.
Terimakasih pak mohon pencerahannya

Reply

Samsul Ramli on January 4, 2017 at 1:52 PM

1. Harus dilihat dari perjalanan kontrak, curah hujan tidak selalu dapat dijadikan dasar untuk
permakluman tidak dapat diselesaikannya pekerjaan sesuai dengan jadwal yang sudah disepakati,
apalagi kalau daerah tersebut atau waktu pelaksanaan pekerjaan berada pada musim penghujan. Ini
bagian dari manajemen risiko pekerjaan ketika melakukan penawaran. Untuk itu jika hal ini bagian dari
kesalahan penyedia maka adalah hal PPK untuk menyatakan wanprestasi setelah melalui proses
pembahasan bersama (SCM). Sanksi dari wanprestasi adalah putus kontrak. Memberikan masa
keterlambatan adalah hak PPK untuk meberi atau tidak. Jika berdasarkan penelitian kondisi sdh tidak
memungkinkan maka PPK sesuai amanat kontrak dapat memutus kontrak. Sesuai bunyi kontrak
penyedia dapat diusulkan dimasukkan daftar hitam untuk diproses lebih lanjut melalui APIP dan PA.
2. Jika penyedia wanprestasi tidak dapat menyelesaikan pekerjaan maka sanksi kumulatif adalah
pencairan jaminan pelaksanaan selain putus kontrak dan usulan daftar hitam.
3. Prosedurnya jelas dalam SSUK dan SSK dan Dokumen lelang, PPK melakukan claim langsung
kepada penerbit jaminan dengan menyerahkan surat pemutusan wanprestasi dan sertikat asli jamlak,
kemudian penerbit punya waktu maksimal 14 hari untuk segera mencairkan jaminan tanpa syarat
lainnya.

Reply

Milson on January 6, 2017 at 8:04 AM

Pak Samsul, saya ingin bertanya. Apabila dalam keadaan tertentu, dalam kasus saya, persoalan lokasi yang
menyebabkan terhambatnya pekerjaan dan saya rasa sampai akhir batas kontrak pekerjaan tidak selesai,
apakah sy dapat mengajukan pemutusan kontrak di akhir masa kontrak? Sebagai gambaran, lokasi proyek
saya di sebuah distrik sebut saja C di pedalaman papua yg merupakan perbatasan antara 2 kabupaten A dan
B. Ada proyek peningkatan bandara dari kabupaten lain di distrik ini sehingga pesawat yg akan membawa
bahan saya ke lokasi tidak bisa beroperasi di bandara tersebut. Satu-satunya akses
2. Apakah dapat dikatakan ini merupakan kelalaian saya sebagai peyedia? Mengingat hingga batas waktu
kontrak, sy hanya dapat mengerjakan 30% pekerjaan dikarenakan belum ada lagi pesawat yg bisa mendarat
di lokasi sehingga droping bahan terlambat.
2. Apakah perusahaan saya akan dimasukkan kedalam daftar hitam?
3. Apakah sy harus membayar denda bila diputus kontrak?
Terima kasih atas infonya pak, karena kami di papua sangat minim informasi ini. Salam.
Reply

Samsul Ramli on January 6, 2017 at 9:05 AM

1. Hal tersebut adalah peristiwa kompensasi mestinya sejak terjadinya peristiwa diluar kendali para
pihak dilakukan rapat pembahasan untuk mengatasi masalah. Secara kontraktual penyedia dapat
meminta kompensasi bahkan dapat mengundurkan diri dari pekerjaan jika kendala tersebut tidak bisa
dijamin oleh PPK untuk dapat ditangani, tanpa dikenakan sanksi apapun.
2. Jika peristiwa tersebut diluar kendali para pihak maka menurut saya penyedia tidak dapat dikenakan
sanksi, terkecuali penyedia menerima dikenakan sanksi.
3. Pemutusan kontrak karena peristiwa kompensasi tidak dapat dikenakan denda atau sanksi apapun.

Reply

Milson on January 6, 2017 at 4:24 PM

Terima kasih pak informasinya. Hal ini sangat membantu karena menjadi perdebatan di tempat
kami. Saya telah membaca Artikel bapak yang lain Catatan Kontrak: Sanksi versus
Kompensasi dan menemukan jawaban dari kasus saya. Sekali lagi terima kasih pak.

Reply

Samsul Ramli on January 6, 2017 at 4:30 PM

Sama2 senang bisa bermanfaat

Reply

Milson on January 6, 2017 at 6:17 PM

Satu lagi pak, apakah perusahaan saya masih dapat mengikuti lelang (lanjutan)
pekerjaan ini jika tahun ini pekerjaan tersebut didanai kembali? Terima kasih.

putraandesger on February 22, 2017 at 12:39 PM

Assalamulaikum, Pak samsul, kami tahun 2016 mengerjakan kegiatan pengaspalan jalan sepanjang 1500 m.
tanggal mulai kontrak bulan juli 2016 dan berakhir 25 desember 2016, namun sampai waktu pelaksanaan
berakhir pekerjaan hanya dapat di selesaikan 65%.. apa saran bapak yang saya harus lakukan apakah
dengan menghitung (opname) progres lalu membayar sesuai dengan progres tsb kemudian memutus
kontrak, atau dengan memberikan waktu 50 hari lalu menjatuhkan denda sesuai dengan sisa nilai kontrak
atau bagaimana yang terbaik mengingat tahun anggaran sudah masuk tahun anggaran 2017.. mohon
penjelasan pak samsul.. wassalamualaikum w.w.

Reply

Samsul Ramli on February 22, 2017 at 3:27 PM


Pak Putera : Jika kontrak benar2 dikendalikan mestinya keputusan putus atau tidak sudah muncul
sebelum 25 Desember. Kinerja penyedia yang tidak bisa menyelesaikan pekerjaan sudah bisa dideteksi
dini jika PPK mengendalikan kontrak. Selisih progres yang sangat besar seperti ini menunjukkan
penyedia tidak kapable, menurut saya segera diputus saja kemudian diopname pekerjaan dan lihat
ketentuan kontraknya. Dengan progres pekerjaan yang demikian seberapa besar pembayaran yang
dapat dilakukan sesuai kontrak.

Reply

lubis on March 15, 2017 at 1:06 PM

assalamualaikum pak samsul


mohon penjelasan pak, apakah jaminan pelaksanaa itu di klem oleh PPK sebesar 5% dari nilai kontrak atau
dari nilai pekerjaan yang belum terlaksana, progres yang tercapai dilapangan hanya 86 % berarti sisa 14%
dan posisi saat ini telah diputus kontrak..?

Reply

Samsul Ramli on March 15, 2017 at 7:46 PM

Jaminan pelaksanaan mengikat ke total kontrak bukan progres pekerjaan..ini berbeda dgn denda..

Reply

View Full Site

Proudly powered by WordPress

Anda mungkin juga menyukai