b. Afektif
Berkenaan dengan perasaan, emosi dan juga sikap (attitude) hal ini dapat dipengaruhi oleh terpaan
media pun suasana emosional dan skema kognitif. Hal ini semacam pula dekat dengan apa yang
dikenal dengan sebutan, “pengidentifikasian diri”, kecenderungan sikap dan perasaan khayalak akan
terkait dan berkelindan dengan sosok-sosok dalam media tersebut.
c. Konatif
Hal ini merujuk pada perilaku dan niat untuk melakukan sesuatu menurut cara tertentu, contoh dalam
hal ini adalah seorang membaca di sebuah pemberitaan dalam jaringan tentang sosok calon presiden
yang layak dipilih (kognitif), kemudian ia yakin untuk memilih sosok capres tersebut yang diberitakan
dalam pemberitaan dalam jaringan tersebut (afektif) dan pada saat pemilihan berlangsung ia memilih
tokoh tersebut (konatif).
Adapun, pengertian media pembelajaran dapat dibedah terlebih dahulu dari asal katanya. Media
dalam bahasa latin adalah medius, yang berarti tengah, perantara atau pengantar. Gerlack dan Ely
mendefinisikan media apabila dipahami secara garis besar maka dapat berarti manusia, materi atau
kejadian yang dapat membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan,
keterampilan atau sikap (Arsyad, 2013).
Jenis-jenis media pembelajaran kemudian diklasifikasikan oleh Sudjana et al (2011) “dalam kegiatan
pendidikan atau pembelajaran menjadi golongan media grafis, media fotografis, media tiga dimensi,
media proteksi, media audio, dan lingkungan sebagai media pembelajaran”.
Dalam benak koginitif masyarakat istilah media kemudian akan selalu merujuk dan berkaitan dengan
term teknologi yang secara bahasa berasal dari latin tekne (bahasa Inggris art) dan logos (bahasa
Indonesia ‘ilmu’) secara sederhananya kemudian teknologi dipahami sebagai tidak lebih dari suatu
ilmu yang membahas tentang keterampilan yang diperoleh lewat pengalaman, studi dan observasi
(Suci, 2020). Apabila diperkaitkan dengan pendidikan atau pembelajaran, maka teknologi bukan
sekadar benda, alat, bahan atau semacam perkakas jauh dalam padanya ia tersimpul pula sikap,
perbuatan, organisasi dan menjemen yang berhubungan dengan penerapan ilmu (Arsyad, 2013).
Maka, “penggunaan teknologi merupakan salah satu faktor penting yang memungkinkan kecepatan
transformasi ilmu pengetahuan kepada para peserta didik. Yang merupakan generasi bangsa ini secara
lebih luas” (Dermawan, 2013). Sedangkan Bambang Warsito mengartikan teknologi pembelajaran
sebagai sebuah teori dan praktik dalam desain hingga pengekploitasian, pemeliharaan serta peniliaian
proses dan sumber untuk belajar (Warsito, 1994).
Dalam media pembelajaran berbasis teknologi, dewasa ini kemudian kita menemukan istilah-istilah
yang merujuk pada beberapa pengertian, di antaranya :
a. Netijen atau Warganet
Dalam bahasa Inggris, dikenal sebagai “netizen” yang merupakan gabungan dari kata “internet” dan
“citizen”. Atau dikenal juga dengan sebutan citizen of the net yaitu warga internet, diartikan bukan
sebagai bentuk bahwa terdapat satu negara bernama internet akan tetapi warga internet merujuk pada
setiap manusia (subjek) yang turut mengobjektifikasi atau melakukan interaksi dan hidup dalam suatu
kelompok masyarakat di dalam dunia maya (internet).
Senada dengan hal tersebut, kamus Google mendefinisikan warganet sebagai, “Netizen berarti
pengguna internet, terutama yang terbiasa atau rajin”. Kamus Besar Bahasa Indonesia sendiri,
mendefinisikan netizen yang acapkali juga huruf ‘z’ nya diubah menjadi ‘j’ sebagai warga internet
atau mereka yang aktif dalam menggunakan internet.
Adapun, kriteria seseorang dapat disebut sebagai warganet kata kuncinya adalah aktif di media sosial,
baik dengan melakukan LKS (Like, Komen, Share) atau pun melansir dalam laman Tech Target, dapat
juga disebut sebagai warganet jika ia: 1) Menggunakan internet sebagai cara berpartisipasi dalam
masyarakat politik seperti bertukar informasi politik, memberikan pandangan dan gagasan hingga
berdebat tentang suatu pernyataan politik; 2) Seorang pengguna internet yang mencoba berkontribusi
dalam penggunaan dan pertumbuhan internet.
b. Konten Kreator
Diartikan sebagai “khalayak yang memiliki sejumlah media sosial dan aktif mengisi dan
memperbaharui (up-date); khalayak ini menulis blog, mengunggah (up-load) musik, video, audio,
foto, artikel, yang disebar (share) atau di-retweet oleh para pengikutnya.” (Romli, 2023).
Dalam analogi jual beli, konten kreator diibaratkan sebagai penjual dan khalayak yang menontonnya
sebagai pembeli, seorang konten kreator akan mendapatkan adsanse, semacam penghasilan yang
diberikan oleh advertiser (pengiklan) di konten dalam jaringan yang berdasar kepada kajian literatur
lain bersumber dari Google (Mulyawan, 2023).
3. Metodologi
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif di mana penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui
seberapa jauh pengaruh platform @_belajarpolitik terhadap perubahan perilaku dan budaya politik
pengikutnya. Dalam penelitian kuantitatif kualitas instrumen penelitian berkenaan dengan validitas
dan reabilitas instrumen dan pengumpulan data berkenaan dengan cata-cara untuk mengumpulkan
datanya (Hardoni et al., 2020). Selain itu, penulis pun menggunakan metode kepustakaan (kualitatif)
untuk menentukan budaya perilaku politik masyarakat dan warganet Indonesia dengan menelusuri
data-data dan bacaan yang relevan untuk menjawabnya, Penelitian kualitatif digunakan untuk
menjelaskan dan menganalisis fenomena dinamika sosial, persepsi dan peristiwa (Ananda, 2022).
Untuk pengumpulan data penulis menggunakan wawancara bersama dengan founder (pendiri)
platform digital tersebut guna mengetahui maksud, tujuan serta program dari akun pembelajaran
tersebut. Sedangkan, guna mengetahui tingkat pengaruh terhadap pengikut kami menggunakan
kuisioner yang disebar dalam instatories platform digital @_belajarpolitik serta memberikan direct
massage kepada pengikut akun tersebut tentunya ini dimaksudkan untuk meningkatkan resoonse rate
dalam penelitian ini.
Secara rigidnya dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan di antara dijabarkan di
bawah ini guna menjawab kebutuhan dalam penelitian untuk menjawab rumusan masalah penelitian
yang kemudian disebut dengan teknik pengumpulan data (Noor, 2012), yakni sebagai berikut :
a. Kuisioner (Angket)
Angket diartikan sebagai “teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan memberi seperangkat
pertanyaan ataupun pernyataan yang akan diberikan kepada responden untuk dijawab” (Sugiyono,
2015). Dalam penelitian ini, angket yang digunakan adalah angket langsung yang berbentuk skala
likert dengan pertanyaan bersifat tertutup yakni dengan jawaban atas pertanyaan yang diajukan telah
tersedia. Data angkat tentunya berfungsi untuk mendapatkan jawaban atas ada atau tidaknya pengaruh
media digital platform terhadap perubahan perilaku dan budaya politik pengikutnya.
Jawaban yang tersedia bagi respoden yang memilih anternatif sesuai dengan pengetahuannya dengan
memilih salah satu dari beberapa jawaban yang tersedia di dalam google form. Skala likert kemudian
diperlukan dengan gradasi jawaban sangat setuju, setuju, kadang-kadang (atau tidak tahu), tidak setuju
dan sangat tidak setuju.
Table 1
Alternatif Jawaban dan Skor Kuisinoer (Angket)
b. Wawancara
Metode wawancara adalah salah satu cara dalam mengumpulkan data-data yang diperlukan dalam
sebuah penelitian. Dalam tulisan ini, penulis menggunakan metode wawancara semi-terstruktur yakni
jenis wawancara yang menggunakan daftar pertanyaan yang telah disusun sebelumnya namun
memberikan ruang bagi responden untuk memberikan informasi tambahan (Hardoni et al., 2020).
Dalam hal penelitian ini peneliti melakukan pengumpulan data dengan wawancara kepada Founder
BelajarPolitik difungsikan untuk mengetahui latarbelakang berdirinya platform digital tersebut, visi
dan gagasan yang dibawanya serta bagaimana tujuan serta arah pergerakan dari platform yang
dikelola oleh kawan-kawan dari BelajarPolitik.
3.1 Instrumen penelitian
Nilai ideal dalam penelitian adalah melakukan pengukuran, oleh sebabnya kemudian harus ada alat
ukur yang dinilai cocok dan baik. Sederhananya, “Instrumen penelitian adalah suatu alat untuk
mengukur fenomena alam atau pun sosial yang diamati, agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya
lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah diolah” (Arikunto,
2010).
Table 2
Kisi-Kisi Angket Pengumpul Data Penelitian
Variabel
Indikator Nomor Soal
Bebas/Terikat
Variabel Bebas 1. Menjadi bagian dari akun @_belajarpolitik 1
Platform Digital
BelajarPolitik
2. Dengan Media Digital BelajarPolitik memberikan 2,3
pemahaman baru tentang politik dan kehidupan
politik pengikut sebelum mengikuti akun tersebut
3. BelajarPolitik memberikan pemahaman lebih tentang 4,5
bagaimana berperilaku dan berbudaya dalam politik
4. Media Digital @_belajarpolitik menjadi bagian 6,7,8
terpenting untuk menjadi bahan referensi bacaan
tentang politik
5. Berinteraksi sesering mungkin dengan akun 9
BelajarPolitik
6. Kepercayaan terhadap kredibilitas postingan dan 10
sumber yang digunakan akun BelajarPolitik
7. Bukan hanya BelajarPolitik yang menjadi bahan 11
utama pembelajaran politik.
8. Media BelajarPolitik berkemungkinan memengaruhi 12,13,14
gaya persepktif, perilaku dan budaya politik.
Variabel Terikat Dokumentasi jumlah suka dalam 20 postingan terakhir
(Jumlah Like BelajarPolitik di Instagram pribadinya @belajarpolitik
Postingan
Instagram)
Adapun, teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel mengingat ketika penelitian ini dibuat
jumlah pengikut Instagram @_belajarpolitik ada di angka 1.200 untuk itu kami menggunakan prinsip
sebagai berikut, “jika ukuran populasi di atas 1.000 maka sampel sekitar 10% sudah cukup, tetapi jika
ukuran populasinya 100, maka sampel paling sedikit 30% dan kalau ukuran populasinya 30 maka
sampelnya harus 100%,” (Darmawan, 2016).
Guna menentukan angka 10% sebagaimana pedoman yang dianut, penulis menggunakan rumus
Slovin yang diartikan “sebagai cara yang digunakan untuk menghitung ukuran sampel minimal dari
suatu penelitian yang mengestimasi proporsi dari populasi yang berhingga. Rumus ini juga
didefinisikan sebagai suatu formula untuk menghitung jumlah sampel minimal apabila perilaku dari
N
sebuah populasi tidak diketahui secara pasti” (Mega, 2022). Dengan rumus n= 2 ditemukan
1+ N e
hasil n=
1.200 dan ditemukan hasil 92,3076923077 yang kemudian dibulatkan menjadi 92. Jadi,
¿¿
sampel penelitian ini akan menggukan 10% dari total poupulasi yakni 92 subjek pengikut media sosial
Instagram @_belajarpolitik.
Dalam hal penentuan jumlah postingan di akun Instagram penulis sebagai variable Y penulis
menggunakan 92 postingan terbaru dari BelajarPolitik sebagai bahan analisis tingkat kepengaruhan
terhadap perubahan perilaku dan budaya politik, pengujian penelitian kemudian akan menggunakan
dua variabel tersebut yakni total sampel dan postingan untuk kemudian diuji hipotesisnya. Dalam hal
responden, ternyata didapati hampir lebih dari total sampel yang telah dihitung, namun Penulis tidak
memasukan data-data lainnya karena setelah dikurasi dan verifikasi terdapat pengisian ganda sehingga
penulis tetap berpegang pada prinsip yang dianut sebagaimana di atas.
Penulis memusatkan perhatian pada variabel-variabel serta hubungan antara satu variabel dengan
variabel lainnya. Tujuannya adalah guna mengadakan verifikasi yakni melakukan uji terhadap teori-
teori dengan perantara hipotesis dengan menggunakan Teknik statistik. Karena penelitian ini termasuk
dalam memasuki lapangan dengan sejumlah hipotesis dan sejumlah research question (Hardoni et al.,
2020) maka penulis hanya mencari atau mengumpulkan informasi/data yang diperlukan untuk
menjawab research question dengan hipotesis yang tersaji dalam penelitian kuantitatif :
Ha : Benar terdapat pengaruh yang diberikan media pembelajaran @_belajarpolitik terhadap
budaya dan perilaku pengikutnya.
Ho : Tidak benar adanya pengaruh yang diberikan media pembelajaran @_belajarpolitik
terhadap budaya dan perilaku pengikutnya.
Relevan dengan hipotesis di atas dapat dirumuskan hipotesis tindakan pada penelitian ini sebagai
berikut: ada pengaruh media digital @belajarpolitik terhadap perubahan budaya dan perilaku para
pengikutnya.
Sedangkan guna menakar bagaimana budaya politik yang terbentuk dalam tubuh warganet, Peneliti
melakukan uji kepustakaan (library research) dan lazim digunakan dalam penelitian-penelitian
kualitatif (Sutrisno, 1990) dan mula dilakukan pada 13 April 2023 dan berakhir pada 24 April 2023.
4. ANALISIS DAN HASIL PEMBAHASAN
Pada bab ini Penulis akan mencoba menjabarkan hasil penelitian yang telah dilakukan selama hampir
setengah semester ini untuk menilik pola budaya dan perilaku politik pengikut Instagram
BelajarPolitik dengan melihat dari hasil interaksi mereka dengan jumlah suka pada postingannya
untuk kemudian melihat bagaimana pengaruh yang diberikan oleh platform pembelajaran tersebut
terhadap perilaku dan budaya politik pengikutnya.
Sebelum itu, Penulis akan menjabarkan terlebih dahulu profil dari kanal daring tersebut yang
diperoleh dari hasil observasi pun juga memperdalam gagasan, ide, visi dan misi yang di bawa kanal
Instagram tersebut.
4.1 Profil Platform Digital @BelajarPolitik
Diketahui @BelajarPolitik adalah salah satu platform digital yang berisikan konten tentang hal-hal
yang berbau politik masa kini. Berangkat dari keresahan para pendirinya yang mereka rasa mengalami
kesulitan menemukan platform belajar digital untuk mempelajari teori-teori dalam ilmu politik,
karena mereka hanya menemukan platform politik yang kebanyakan hanya memfokuskan fenomena
politik tanpa melihat aspek teoritisnya. Selain itu, seolah-olah para pendiri kanal digital ini pun
mempunyai kewajiban moril sebagai agen perubahan sebagai mahasiswa ilmu politik untuk
memberikan kebermanfaatan terhadap khalayak.
“Melihat fenomena politik yang makin hari makin ugal ugalan ini Sebagai pemuda yang
mengemban Amanah sebagai agent of change ini merupakan sebuah kesadaran dari saya dan
teman teman untuk membuat platform Pendidikan berbasis politik untuk Kembali mengembalikan
esensi awal dari politik” (Bapak Miftahul Ihsan, founder BelajarPolitik).
Keresahan tersebut adalah hasil daripada perilaku politik yang menurutnya makin sini semakin ugal-
ugalan selain itu dalam keresahan pendirinya juga ia menyebut jika politik banyak kemudian diartikan
sebagai suatu tindakan untuk merebut, mempertahankan dan memperlebar kekuasaan. Hal ini senada
dengan apa yang kemudian diterangkan Alfan Alfian dalam Demokrasi Pilihlah Aku, bahwa
paradigma politik yang berjalan di Indonesia adalah paradigma kalah-menang (Alfian, 2009).
Tantangan-tantangan yang diterima oleh politik Indonesia, dalam kacamata BelajarPolitik turut
menjadi sebab paling menentukan untuk membuat suatu jalan perubahan menuju perbaikan dalam
dunia politik, problematika politik yang dimaksud ialah meliputi perilaku aktor politik yang acapkali
masih melanggengkan KKN (Kolusi, Korupsi dan Nepotisme) selain itu terjadi pengekangan terhadap
kebebasan serta kelahiran produk perundang-undangan yang justru tidak responsif terhadap
kepentingan khalayak yang malah banyaknya bertentangan dengan hati nurani rakyat itu.
Jika menengok dalam fakta realitas, Indeks korupsi Indonesia sendiri pada 2022 lalu merosot
sebanyak empat poin dari tahun sebelumnya dan hal ini membuat Indonesia berada pada peringkat
110 dari 180 negara dengan tingkat korupsi paling terendah. Indonesia masih berada jauh dari
Singapura yang mendapat poin 83 dengan skala 100 sebagai negara paling tidak korup di Kawasan, di
susul Malaysia (47), Timor Leste (42), Vietnam (42) dan Thailand (36), artinya tingkat korupsi, kolusi
dan nepotisme di Indonesia masih berada dalam angka yang amat mengkhawatirkan (Natalia, 2023).
“Ini (tingkat KKN dikalangan pejabat) bisa menjadi sebuah keresahan dan menambah citra buruk
politik dimasyarakat, makanya dengan adanya media pendidikan ini kami berharap bisa kembali
mengembalikan citra baik dari politik” (Bapak Miftahul Ihsan).
Pada 30 April 2022 lalu berawal dari ‘keisengan’ para pendiri BelajarPolitik membuat platform
instagram yang niat awalnya hanya ingin di konsumsi pribadi, namun ternyata banyak orang yang
meminati serta mengikuti platform @BelajarPolitik dari situ mereka mulai aktif mengonten hingga
sekarang dapat menjangkau banyak ribuan pengikut.
Selain itu, BelajarPolitik sendiri tidak dikelola oleh hanya satu orang, akan tetapi terdapat
kepengurusan yang bertugas sebagai pengelola dan admin kanal pembelajaran politik tersebut total
ada enam orang yang turut mengelola akun pembelajaran tersebut, yakni: Atha Prabowo, Dimas
Ahmad, Fadilah Akbar, Maulana, Miftahul dan Irma Rahmayani. Dan keenamnya merupakan
mahasiswa (ketika penelitian ini dibuat) yang tersebar dalam beberapa kampus seperti: UIN Sunan
Gunung Djati Bandung, Universitas Terbuka Bandung dan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Beberapa konten yang menjadi fokus kajiannya adalah postingan sejenis postingan edukasi, sebagai
konten kreator BelajarPolitik tidak hanya membuat kajian isu dalam bentuk postingan bernarasi teks
akan tetapi juga sering ditemui dengan membuat konten Reels (video) guna memudahkan
pembelajaran bagi warganet.
Saat penelitian ini sedang digarap pengikut Instagram tersebut masih berada di angka 1,200 pengikut
akan tetapi saat kepenulisan penelitian hampir rampung memperlihatkan posisi pengikut instagramnya
telah menyentuh angka 1,382 artinya tiap harinya terdapat progres yang pasti berupa penambahan
pengikut.
BelajarPolitik mempunyai sebuah gagasan yang menjadi tujuan bersamanya untuk ‘Mengenalkan,
Mendekatkan dan Membumikan Politik’. Hal ini selain terpampang jelas dalam bio instagramnya juga
nampak dalam jawaban pendiri yang menyatakan :
“Makna dari visi kami adalah kami ingin mengenalkan politik mulai dari dasar dasar ilmu politik
hingga fenomena fenomena politik saat sekarang ini, jadi kami berfokus untuk mengenalkan terlebih
dahulu tentang politik dengan dasar dasar ilmu politik, dengan pengenalan ini kami mulai melakukan
pendekatan kepada masyarakat dengan teori teori dasar ilmu politik dan melakukan diskui diskusi
tentan politik agar dunia politik Kembali membumi ditengah masyarakat dengan citra yang baik”
(Bapak Miftahul Ihsan).
Hal tersebut jika ditilik lebih dalam adalah sebagai suatu upaya dari terpaan media, yang menjadi
subjek sebagai konten kreator untuk mengojektifasi khalayak melalui efek pengaruh media yang
diberikannya, semacam transfer pengetahuan, hakikat dan makna untuk kemudian membentuk
kognitif, afektif dan konatif dari netijen yang telah dibentuk realitasnya dalam postingan-postingan
media tersebut.
Pembentukan alam realitas dari media tersebut adalah hasil daripada akumulasi keresahan yang
kemudian diejawantahkan dalam suatu bentuk kreasi digital yang disebarkan kepada khalayak
sehingga membentuk semacam kesadaran organik, yakni sejenis kesadaran yang timbul guna
mengibarkan bendera merah atau lampu-lampu dan sinyal ada ketidakbaikan yang sedang mengancam
akan masalah yang akan timbul dari suatu tindakan atau kebijakan yang diambil oleh pihak
berwenang (Chotimmah, 2021).
Anggapan ini kemudian semakin seolah-olah diamini tatkala pendiri akun pembelajaran tersebut turut
menyebut jika postingan-postingan yang dibuatnya akan selalu berusaha semaksimal mungkin
menjawab (responsif) apa yang menjadi kebutuhan masyarakat.
“Kami dari belajarpolitik selalu berusaha mengasi yang terbaik untuk para followers kami, dan selalu
menyajikan apa yang dibutuhkan oleh para followers kami dengan selalu menjawab pertanyaan
pertanyaan yang masuk di DM (Direct Massage) seputar politik,” (Bapak Miftahul Ihsan).
Tentunya setelah masyarakat, secara arah pandang telah dikonsolidasikan dengan terpaan media yang
terus-menerus, maka akan melahirkan efek primer yang akan merubah secara signifikan mereka yang
terpapar atasnya. Perubahan signifikan tersebut dapat berupa perubahan gaya berpikir, berbicara
hingga bertingkah laku. Dalam persoalan ini, maka pengikut Instagram BelajarPolitik yang telah
mengalami semacam terpaan efek primer atau efek sekunder akan kemudian dikonsolidasikan dengan
hal-hal yang berbau, “upaya perubahan” dalam tingkah laku (perilaku) atau pun budaya politiknya.
“Tentunya kami bertekad untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat dalam berpolitik, untuk
menumbuhkan kesadaran budaya politik partisipan, kami bertekad dengan konten konten yang kami
suguhkan kepada pengikut kami bisa menumbuhkan kesadaran yang tinggi untuk ikut aktif
berpartisipasi dalam politik dan memiliki pengetahuan yang menyeluruh tentang sistem sistem politik
dan memiliki rasa tanggung jawab tanpa menerima begitu saja terhadap perpolitikan yang ada saat
sekarang ini” (Bapak Miftahul Ihsan).
Dalam perubahan perilaku dan budaya politik terdapat beberapa orientasi, namun dalam kajian ini
lebih spesifik kepada orientasi kognitif yakni “pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang
kepercayaan pada sistem politik serta peranannya dan segala kewajiban serta input dan output-nya,
seperti tokoh-tokoh pemerintah, bagian-bagian pemerintah, kebijakan yan dirancang serta peran
dalam politik lainnya” (Dewantara, 2021).
Dan hal inilah yang kemudian menjadi tonggak utama bagi Miftahul Ihsan dan sahabat-sahabatnya
dalam sebuah upaya untuk merubah perilaku dan budaya politik masyarakatnya. Dan terlihat dalam
jawaban wawancara yang diberikannya di bawah ini :
“Tentunya kami selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk memberikan pengaruh terhadap pola
dan perilaku politik para pengikut kami, dengan memahami teori teori politik, mereka bisa sedikit
demi sedikit paham dan mengerti akan esensi awal politik itu sendiri untuk menumbuhkan kesadaran
politik masyarakat,” (Bapak Miftahul Ihsan).
Budaya politik sendiri, terbagi dalam tiga bagian: Parokial, Subjek dan Partisipan. Dalam masyarakat
parokial, individu tidak ingin berperan atau tidak terikat dalam sistem politik, karena mereka tidak
merasa bagian sebuah bangsa secara keseluruhan (Lestari, 2014), sehingga karena tingkat rasa
bersama dalam sistem politik yang luas tidak mereka rasakan oleh karenanya kemudian mereka hanya
terikat pada sistem politik yang dekat dengan mereka seperti agama, kepala suku dan sebagainya.
Dalam masyarakat subjek kesadaran akan politik sedikit lebih tinggi, tetapi ada semacam perasaan
emosional saat membicarakan politik, karena ada rasa skeptis untuk langsung memercayai orang dan
ada sedikit ketakutan akan ketidakberdayaannya saat berhadapan dengan suatu insitusi negara. Dan
terakhir, masyarakat partisipan tentunya melek politik itu telah berada dalam taraf yang tinggi dan
pada masyarakat ini sudah mampu untuk melihat dan menyampaikan apa yang menjadi keresahannya
tanpa ada rasa ketakutan atau pun tanpa rasa bukan bagian secara in heren dalam sistem politik
tersebut (Dewantara, 2021),
4.2 Penyajian Data
Berdasarkan angket yang telah disebarkan kepada pengikut Instagram BelajarPolitik dengan total
sampel penelitian sebanyak 92 orang yang digunakan dengan rumus Slovin maka penulis telah
mengumpulkan perolehan data tersebut ke dalam bentuk tabel dan akan dipaparkan hasil jawaban
melalui skor nilai dari setiap korosponden.
Adapun, hasil angket selengkapnya dapat dilihat dalam tabel berikut ini :
Table 3
Tabel Hasil Penghitungan Skor Nilai Angket
Berdasarkan dengan tabel ini maka Penulis akan mengkategorikan hasil angket ini. Namun, sebelum
itu Penulis berusaha terlebih dahulu untuk mencari jumlah kelas. Dalam hal ini kemudian, guna
menemukan jumlah kelas interval dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Jumlah Besar−JumlahTerkecil+1
Interval =
Kategori
60−14 +1
= = 11,75 = 12
4
Setelah menentukan kelas interval tersebut selanjutnya Penulis menentukan jumlah frekuensi. Untuk
jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini, adapun kategori hasil kuisioner (angket) adalah sebagai
berikut:
Table 4
Tabel Hasil Kriteria Penilian Angket
Table 9
Hasil Penghitungan SPSS Koefisien
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
a. Dependent Variable: Y
a= angka konstan dari unstandardized coefficients dalam kasus ini sebesar 47,344. Angka ini
merupakan angka konstan yang mempunyai arti bahwa jika Y tidak dipengaruhi oleh X adalah
sebesar 47,344.
b= angka koefisien regresi. Nilainya sebesar -0.87 yang mengandung arti bahwa setiap penambahan
1% pengaruh (X) akan berdampak pada variabel Y akan meningkat sebesar -0.87.
Karena nilai koefisien regresi bernilai minus (-0) maka dengan demikian bahwa Pengaruh Platform
Digital BelajarPolitik (X) berpengaruh negatif terhadap Perubahan Perilaku dan Budaya Politik (Y).
Sehingga persamaan regresinya adalah Y = 47,344 – 0,87 X.
Kemudian akan dilakukan pengambilan keputusan dalam analisis regresi dengan melihay taraf nilai
signifikansi (Sig.) sebagaimana pedoman di atas.
Dengan kesimpulan bahwa terdapat nilai 0.801 yang merupakan bentuk > dari 0.05 maka
disimpulkan tidak terdapat pengaruh variabel X terhadap variabel Y. Dari total respoden kemudian
didapat ttable senilai 1,98609 sedangkan hasil pengolah thitung yang diketahui adalah -2.53 maka hal ini
pun turut menyebut jika tidak terdapat pengaruh signifikan variabel X terhadap Y.
Dari hasil penghitungan dengan penolong SPSS ini maka diketahui bahwa hipotesis alternatif (Ha)
dalam penelitian ini ditolak, artinya tidak ada pengaruh dari platform digital BelajarPolitik terhadap
perubahan perilaku dan budaya politik pengikutnya.
Selanjutnya, peniliti melakukan Uji F yang tersaji dalam kolom di bawah ini :
Table 10
Hasil Uji F
ANOVAa
Total 65249.478 91
a. Dependent Variable: Y
b. Predictors: (Constant), X
Ftabel yang tersaji adalah 0,64 dengan F hitung 0,070926 maka secara otomatis 0,64 > 0,070926 maka
tidak terdapat pengaruh signifikan dari platform media digital BelajarPolitik terhadap perubahan
perilaku dan budaya pengikutnya di Instagram.
4.5 Pembahasan
Dewasa ini penggunaan media sosial banyak mengisi hal-hal paling sensitif sekalipun dalam
kehidupan manusia, data dari Badan Pusat Statistik RI menyebut jika proporsi generasi millennial
(rentang kelahiran 27,94% disusul dengan mereka yang lahir disekitaran tahun 1981-1986 yang
menempati angka 25,87%. Jika ditilik maka proporsi komposisi penduduk Indonesia adalah mereka
yang setiap harinya berbenturan dengan media sosial (PPN/Bappenas, 2020).
Namun, data yang menjanjikan ini apabila kemudian ditarik lebih dalam ke persoalan demokratisasi
dan politik, maka akan ditemukan suatu hal ironi, data menyebut jika demokrasi Indonesia pada hasil
survey 2022 lalu menempatkan dalam posisi yang stagnan, artinya terjadi kemandegan dalam
persoalan demokratisasi yang barangkali tidak sekencang pada masa-masa awal reformasi.
Usaha untuk menghidupkan kembali semangat kesetaraan dan kebebasan tersebut banyak dilakukan
dengan salah satunya membuat platform pendidikan politik yang banyak diinisiasi oleh kalangan
muda dengan memanfaatkan media sosial. Hal ini kemudian diperlukan untuk ‘menyelamatkan’
bangsa Indonesia dari belenggu budaya politik yang tidak sehat sebagai implikasi logis dari
kamendegan demokrasi.
Di Kawasan Asia Tenggara, Indonesia bahkan berada di bawah Timor Leste, Malaysia dan Filipina
yang secara pola jenis kepemimpinan Nasional mempunyai corak yang hampir serupa, kebebasan sipil
mendapat poin 6,18 menurun drastis dari tahun 2010 yang pernah mencapai poin 7,06 (Javier, 2023).
Hal ini dikarenakan adanya ketakutan dari masyarakat untuk menyuarakan keresahannya baik secara
langsung karena kerap ditemukan perilaku represif dari aparat keamanan hingga sulit untuk
menyuarakan di media sosial karena diancam dengan adanya UU ITE (Ahda & Adilah, 2021).
Maka, jika kemudian ditilik dalam perspektif budaya politik, pola warganet pun senyatanya terjebak
dalam suatu perilaku dan budaya politik yang bersifat subjek (the subject political culture) artinya
budaya politik yang ada sebenarnya sudah setingkat lebih baik dari budaya politik parokial, yang
masyarakatnya belum tersadarkan dan masih terlena dalam buaian un-democratie budaya politik ini
telah tumbuh semacam perhatian atas politik akan tetapi tidak berbangga atasnya. Terdapat
kecenderungan tidak suka terhadap politik sebagai akumulasi baik dari kekecewaan para pemegang
jawatan hingga mereka merasa lemah atas realitas politik yang ada dan tak dapat berbuat apa-apa
(Lestari, 2014).
Dari penelitian ini berdasarkan hasil kuisioner (angket) yang telah diberikan kepada 92 korosponden
di platform digital BelajarPolitik diketahui bahwa tidak ditemukan faktor positif dalam artian dari
hasil analisis Peneliti bahwa dari pengolahan data tentang media pembelajaran berupa angket dengan
data hasil rekam jumlah suka pada postingan Instagram BelajarPolitik diketahui bahwa Ha ditolak
maka artinya Ho diterima maksudnya tidak terdapat pengaruh dari platform BelajarPolitik terhadap
perubahan perilaku dan budaya politik pengikutnya.
Hal ini nampak dalam penghitungan uji T dan uji F, meskipun dilihat dalam tabel hasil angket tren
positif nampak banyak yang merasa terpengaruh akan tetapi ketika dikorelasikan dengan hasil rata-
rata jumlah suka pada postingan Instagramnya nampak ketidak adanya keserasian, untuk itu
disimpulkan kemudian jika tidak terdapat pengaruh dari platform digital BelajarPolitik terhadap
perubahan budaya dan perilaku pengikutnya dan masih berpacu pada data hasil penghitungan indeks
demokrasi 2022 Indonesia, yang mana menyebut dalam kajian Budaya dan Perilaku Politik, banyak
masyarakat Indonesia termasuk warganetnya yang terjebak dalam budaya politik subjek.
Disini memperlihatkan bagaimana konten kreator belum berhasil mentransfer pemikiran serta ide dan
keresahannya untuk memperkenalkan, mendekatkan dan membumikan politik dalam kehidupan
masyarakat atau para pengikut Instagramnya, sehingga perilaku dan budaya politiknya masih terjebak
dalam kesadaran semu tanpa kemudian melakukan suatu dialektika sosial untuk mencapai social
movement dalam usaha memperbaiki kondisi demokrasi, politik dan pemerintahan yang masih
mandeg dalam ranah-ranah yang dinilai banyak mereduksi kebebasan dan kesetaraan antarwarga
negara.
5. Penutup
Berdasarkan hasil penelitian yang telah peneliti lakukan, bahwa budaya politik yang terbentuk dalam
kontruks warganet Indonesia pada umumnya bersifat subjek, hal ini nampak dalam beberapa literatur
dan hasil kajian secara kualitatif yang memperlihatkan bagaimana indeks demokrasi Indonesia dalam
dua tahun terakhir mengalami stagnasi dan penurunan peringkat.
Platform digital sebagai intrumen edukasi dan literasi politik meskipun dianggap akan berpengaruh
terhadap perubahan gaya perilaku dan budaya politik warganet ternyata dalam penelitian di kanal
BelajarPolitik hasil menunjukan tidak ada pengaruh yang diberikan oleh kanal daring tersebut.
Ini diperlihatkan dari pengujian hipotesis menggunakan regresi linear sederhana dan Uji F dan Uji T.
Terdapat nilai 0.801 yang merupakan bentuk > dari 0.05 maka disimpulkan tidak terdapat pengaruh
variabel X terhadap variabel Y. Sehingga pada penelitian ini Hipotesis Alternatif (Ha) namun Ho
diterima.
Meskipun hasil kuisioner menyatakan merasa terpengaruh oleh media digital BelajarPolitik dalam
melihat dan memandang politik akan tetapi tidak sampai kepada tindakan konatif. Artinya, tingkat
kepengaruhan yang diberikan sampai kepada batas kognitif (pengetahuan) hal ini diakibatkan karena
terpaan arus media yang massif melalui postingan atau konten-konten yang disajikan media tersebut.
Tetapi, jika pada sampai taraf perubahan perilaku bahkan pada budaya politik pengikutnya, tidak
diketemukan keterpengaruhan tersebut. Meskipun, ada sedikit keterpengaruhan tersebut namun hal
tersebut tidak dapat dijadikan faktor paling utama adanya perubahan perilaku dan budaya politik dari
pengikutnya.
Sebelumnya, ada beberapa saran yang penulis sampaikan berikut ini : 1) Bagi konten kreator
BelajarPolitik, cobalah untuk lebih komsisten dalam memberikan materi-materi belajar baik berupa
postingan narasi-teks, video atau pun dalam webinar dan hasil kajian yang telah dibagikan dalam
kanal-kanal yang tersedia, cobalah pula untuk membuat semacam kurikulum agar postingan yang ada
tersusun serta jelas arah pandang dan geraknya, tidak hanya responsif dalam artian hanya menuruti
warganet tetapi juga mempunyai semacam blueprint yang dibagikan dan dirasakan oleh para
pengikutnya.
2) Bagi warganet yang turut serta menilik perkembangan dan menikmati konten yang disajikan
BelajarPolitik diharapkan dapat lebih komunikatif serta turut mengoreksi hal-hal yang memang dirasa
ada kekurangan dan kesalahan hal ini dimaksudkan agar terjadi dialektika perbaikan yang
mempertemukan antara apa yang disajikan dengan apa yang hendak dicari, sehingga sintesis muncul
sebagai sebuah simboisis mutualisme.
Saran dari kepenulisan ini kemudian adalah bahwa suatu efek pengaruh yang diberikan media
seyogyanya akan kembali dikurasi dalam alam realitas dengan benturan-benturan kebudayaan,
kepercayaan, sistem hukum, politik, adat dan sebagainya. Untuk itu bagi peneliti selanjutnya yang
memang akan memperbaiki bahkan mengoreksi tulisan ini diharapkan mampu untuk menyajikan data
dan fakta secara lebij rijit dan mumpuni serta komprehensif untuk kemudian dapat menambal apa
yang menjadi kekurangan tulisan ini.
Allahualam.
Referensi
Ahda, B., & Adilah, R. Y. (2021). UU ITE dan Demokrasi yang Mengekang. Merdeka.Com.
https://www.merdeka.com/peristiwa/uu-ite-dan-demokrasi-yang-mengekang-hot-issue.html
Alfian, A. (2009). Demokrasi Pilihlah Aku; Warna-Warni Politik Kita. Intrans Publishing.
Ali. (2020). Kebudayaan Universal dan Proses Pembentukannya. Ruangguru.
https://www.ruangguru.com/blog/kebudayaan-universal-dan-proses-pembentukannya-sosiologi-
kelas-8
Ananda. (2022). Penelitian Kualitatif: Pengertian, Ciri-Ciri, Tujuan, Jenis, dan Prosedurnya.
Gramedia.Com. https://www.gramedia.com/literasi/penelitian-kualitatif/
Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta.
Arsyad, A. (2013). Media Pembelajaran. PT Rajagrafindo Persada.
Chotimmah, C. (2021). Intelektual Organik dan Peranannya dalam Masyarakat. Beritajatim.Com.
https://beritajatim.com/postingan-anda/intelektual-organik-dan-peranannya-dalam-masyarakat/
Dafri, Y. (2011). Melacak Jejak Artefak Seni Etnik Melayu Palembang. Gama Media.
Darmawan, D. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif. PT Remaja Rosdakarya.
Dermawan, D. (2013). Teknologi Pembelajaran. PT Remaja Rosdakarya.
Dewantara, M. (2021). Pola Budaya Politik Masyarakat Pendatang ( Studi Pada Orang Palembang di
Kota Pangkalpinang ) Political Culture Patterns of Immigrants ( Study of Palembang People in
Pangkalpinang City ). Journal Of Empirical Studies On Social Science, 1(1), 27–38.
Etriany, V. (2022). Platform Digital. UKMINDONESIA.ID. https://ukmindonesia.id/baca-deskripsi-
post/platfform-digital-
Gabriel, A., & Verba, S. (1984). Budaya Politik: Tingkah Laku dan Demokrasi di Lima Negara. Bina
Aksara.
Gischa, S. (2021). Cita-Cita dan Tujuan Nasional Berdasarkan Pancasila. Kompas.Com.
https://www.kompas.com/skola/read/2020/09/02/150000769/cita-cita-dan-tujuan-nasional-
berdasarkan-pancasila
Gradianto, R. A. (2022). Pengertian Teknologi Menurut Para Ahli, Ketahui Manfaat dan Jenis-
Jenisnya. Bola.Com. https://www.bola.com/ragam/read/5058501/pengertian-teknologi-menurut-
para-ahli-ketahui-manfaat-dan-jenis-jenisnya
Hardoni, Auliya, N. H., Fardani, R. A., Andriani, H., Utami, E. F., Sukmana, D. J., & Istiqomah, R. R.
(2020). METODE PENELITIAN KUALITATIF & KUANTITATIF. CV. Pustaka Ilmu Group
Yogyakarta.
Isabela, M. A. C. (2022). Budaya Politik: Pengertian, Karakteristik, Orientasi, Tipe. Kompas.
https://nasional.kompas.com/read/2022/02/17/00150021/budaya-politik--pengertian-
karakteristik-orientasi-tipe#:~:text=Almond dan Powel mengklasifikasikan budaya politik
menjadi tiga,sangat tinggi untuk aktif dalam aktivitas politik.
Javier, F. (2023). Indeks Demokrasi Indonesia 2022 Stagnan. Tempo.Co.
https://data.tempo.co/data/1624/indeks-demokrasi-indonesia-2022-stagnan
Kusumawati, A. (2022). Apa itu Social Justice Warrior atau SJW? Begini Penjelasan Selengkapnya.
TheAsianparent. https://id.theasianparent.com/apa-itu-sjw/amp
Lestari, A. Y. . (2014). BUDAYA POLITIK MASYARAKAT SAMIN (SELURUSIKEP) (Studi Kasus
di Dukuh Mbombong Desa Baturejo Kecamatan Sukolilo Kabupaten Pati Provinsi Jawa
Tengah). Politika: Jurnal Ilmu Politik, 4(1), 69–79.
Mega, B. (2022). Cara Menghitung Rumus Slovin dengan Contoh Soalnya. Superapp.Id.
https://superapp.id/blog/uncategorized/rumus-slovin/#:~:text=Rumus Slovin adalah rumus yang
digunakan untuk menghitung,perilaku dari sebuah populasi tidak diketahui secara pasti.
Mulyawan, R. (2023). Memahami Pengertian Adsense: Apa itu Adsense For Content? Cara Kerja,
Jenis dan Macam, Perbedaannya dengan Google Ads (Adwords) serta Cara Membuatnya!
Rifqimulyawan.Com. https://rifqimulyawan.com/blog/pengertian-adsense/
Natalia, D. L. (2023). Indeks Persepsi Korupsi Indonesia pada 2022 melorot menjadi 34.
ANTARANews. https://www.antaranews.com/berita/3373194/indeks-persepsi-korupsi-
indonesia-pada-2022-melorot-menjadi-34
Nimmo, D. (2005). Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan, dan Media. Remaja Rosdakarya.
Noor, J. (2012). Metodologi Penelitian Skripsi Tesis Disertasi dan Karya Ilmiah. Kencana Prenada
Media Group.
Ohoitimut, J. (2018). Disrupsi: Tantangan bagi Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Peluang bagi
Lembaga Pendidikan Tinggi. RESPONS, 28(02), 143–166.
PPN/Bappenas, K. (2020). Statistik Politik 2021. 1. www.freepik.com
Prasojo, P. (2021). Dampak Penggunaan Media Sosial Terhadap Perubahan Budaya Politik. Jurnal
Kajian Ilmiah, 21(2), 209–218. https://doi.org/10.31599/jki.v21i2.590
Romli, A. S. M. (2023). Pengertian Warganet, Kriteria Netizen dan Jenis-Jenisnya. Romeltea.
https://romeltea.com/pengertian-warganet-kriteria-netizen-dan-jenis-jenisnya/
Samsul, A. (2021). Efek Media: Bagaimana Media Memengaruhi Pembacanya. Romeltea.
https://www.romelteamedia.com/2021/07/efek-media-bagaimana-media-
memengaruhi.html#:~:text=Konsep atau teori efek media pada intinya menyebutkan,massa
sangat berpotensi membawa perubahan pada diri audiens.
Shahreza, M. (2017). Komunikator Politik Berdasarkan Teori Generasi. Nyimak (Journal of
Communication), 1(1), 33–48. https://doi.org/10.31000/nyimak.v1i1.273
Suci, W. (2020). Pengaruh Media Pembelajaran Terhadap Hasil Belajar Al- Islam Di Sma
Muhammadiyah 1 Gisting Kabupaten Tanggamus. Pendidikan Agama Islam, hlm 21.
Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta.
Sutrisno, H. (1990). Metodologi Penelitian Research. Andi Offset.
Warsito, B. (1994). Teknologi Pembelajaran: Landasan dan Aplikasi. Citra Aditya Bakti.
Yuliara, I. M. (2016). Modul Regresi Linier Sederhana. Universitas Udayana, 1–10.
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_1_dir/3218126438990fa0771ddb555f70be42.
pdf