Anda di halaman 1dari 5

Pengaruh Media Sosial Terhadap Perilaku Politik Gen-Z

Pendahuluan

Perkembangan internet dan pesatnya penggunaan sosial media di


Indonesia saat ini mepengaruhi bagaimana masyarakat melihat dan menilai situasi
politik di Indonesia. Faktanya, politik online di Indonesia saat ini sudah
berkembang sangat pesat, netizen sudah mulai kritis dengan adanya berita politik
di portal web berita. Banyak berita yang menjadi sorotan saat ini, salah satunya
adalah berita yang terkait dengan pemerintahan. Namun, tidak hanya sorotan
berita yang ada di web portal berita, kabar serta fakta menarik juga di sampaikan
melalui media sosial seperti twitter dan instagram. Hal ini merupakan hal yang
menarik untuk dibahas sebagaimana yang terjadi selama masa kampanye hingga
pengumuman hasil pemilu di pemilu tahun 2019, dimana penggunaan sosial
media menjadi warna baru selama pemilu.

Pengetahuan Politik pada dasarnya akan sangat mudah didapatkan melihat


kondisi internet dan sosial media saat ini. Dengan adanya teknologi semua bisa
dipermudah untuk mecari sebuah informasi, terutama terkait tentang politik.
Pengetahuan politik salah satunya dalah dasar dari perilaku sesorang (Nugraha,
2020) Oleh karena itu harus ada penyaringan informasi yang dilakukan oleh
masyarakat supaya informasi yang didapatkan tidak membuat perilaku seseorang
tersebut tidak baik.Pada dasarnya, setiap generasi memiliki caranya dan
pandangannya sendiri-sendiri dalam memperhatikan situasi politik. terdapat
beberapa generasi yang sebenarnya bisa di bandingkan namun yang paling
menarik ialah bagaimana perbedaan yang terjadi antara generasi X (1965-1980),
generasi Y (1981-1996), dan generasi Z (1997-2001).

Ketiganya memiliki budaya politik yang berbeda tergantung zaman yang


telah berkembang dan situasi politik yang ada. Pada generasi X dapat dikatakan
situasi politiknya belum cukup stabil, bagaimana pemerintahan Soekarno yang
tidak stabil dan masa orde baru yang otoriter, adapun pengaruh lain media
komunikasi masih minim, pendidikan terhadap masyarakat juga masih belum
merata. Hal ini jelas mempengaruhi bagaimana budaya politik generasi X, dimana
mereka akan cukup hati-hati dalam bertindak karena sadar akan adanya
konsekuensi dari berkecimpung dengan masalahn politik. Jika dikaitkan dengan
situasi politik masa kini, kebanyakan dari mereka hanya akan mengamati saja dan
minim berkomentar karena tidak terbiasa menggunakan media baru. Beberapa
dari mereka juga masih meraja lela di politik saat ini, saya menilai bahwa budaya
politik mereka masih sangat kental dengan budaya politik orde baru yang dapat
dikatakan cukup kotor. Masalah korupsi dan permasalahan lain yang mengakar di
Indonesia. Bagi mereka penggunaan sosial media rasanya tidak cukup signifikan
dan kurang dominan.

Sedangkan budaya politik generasi Y atau generasi Milenial yang hidup


dan tumbuh di era transisi masa orde baru ke reformasi dengan situasi politik yang
cukup kisruh dan menuntut adanya kebebasan maka budaya politik mereka dapat
dikatakan cukup berani untuk berpendapat dan dengan pendidikan yang cukup
baik kebanyakan dari mereka merupakan politisi yang sedang menjabat. Sebagian
orang memiliki harapan yang cukup besar pada mereka yang masuk ke politik
untuk dapat memberikan warna baru terhadap politik Indonesia. Bagi mereka
sosial media, merupakan hal yang cukup krusial. Generasi Y atau milenial ini
banyak menggunakan sosial media dalam berbagai hal sebagaian dari mereka ada
yang terbiasa dengan menggunakan sosial media adapun yang tidak. Terbiasa dan
tidaknya menggunakan sosial media ini lah yang membedakan mereka dalam
berpolitik di media sosial. Generasi ini cukup dewasa dalam hidup, namun jika
dilihat dari situasi politik pemilu 2019 dengan segala pengaruh politik identitas
yang menyebabkan banyak keributan di sosial media dan menciptakan
keterbelahan di masyarakat. Saya pribadi melihat bahwa nyatanya generasi ini
seakan-akan menikmati keributan yang terjadi dan tidak cukup dewasa.

Generasi milenial merupakan generasi yang sudah melewati berbagai


macam bentuk pemilu selama perkembangan politik Indonesia. Sedangkan
generasi z yang dapat dikatakan masih cukup muda dengan dominasi pemilih
pemula dan pengetahuan politik yang masih awam. Generasi Z ini secara
keseluruhan merupakan generasi dengan teknologi paling mutakhir, bahkan
terbiasa menggunakan sosial media sejak dini. Maka dari itu, saya menilai bahwa
pengaruh sosial media terhadap pandangan dan budaya politik gen-z sangatlah
berpengaruh. Mereka yang up to date pasti mengerti dan paham perihal fenomena
politik yang terjadi akibat berita-berita yang ada di sosial media. Namun perihal
pandangan dan bagaimana mereka menilai hal tersebut tergantung konten yang
ditampilkan di sosial media. Intinya, tergantung dengan sosial media serta
lingkungan seseorang. Saya memang menekankan bahwa pengaruh sosial media
cukup kuat, namun pandangan politik seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh hal
itu adapun pengaruh keluarga, lingkungan sekitar, dan pendidikannya.

Pembahasan

Berdasarkan data yang ada menurut KPU, Pemilu 2024 didominasi


pemilih muda berusia 17-40 tahun. Jumlah pemilih muda sekitar 107 juta orang
atau 53-55 persen dari total jumlah pemilih. Jika melihat proporsinya pemilu
didominasi antara usia 15 tahun yang mungkin nanti menjadi pemilih pemula
(berusia 17 tahun) pada saat 2024 sampai dengan usia 39 tahun hingga 40 tahun,
itu proporsinya sekitar 53 sampai 55 persen atau 107 juta, hampir 107-108 juta
dari total jumlah pemilih di Indonesia. Sedangkan pengguna aktif sosial media
sendiri berdasarkan Laporan Statista mencatat, pada 2020 paling banyak yakni
berusia 25-34 tahun. Rinciannya, pengguna laki-laki dan perempuan masing-
masing sebanyak 20,6% dan 14,8%.Posisi selanjutnya yakni pengguna berusia 18-
24 tahun. Rinciannya, pengguna laki-laki dan perempuan masing-masing
sebanyak 16,1% dan 14,2%.

Sehingga jika dilihat berdasarkan data diatas lebih dari 50% pemilih di
2024 merupakan orang-orang pengguna aktif sosial media. Berdasarkan apa yang
terjadi di pemilu 2019 maraknya isu politik hoaks, dan penggunaan politik
identitas yang sangatlah memprihatinkan. Hal ini lah yang mempengaruhi
pandangan politik masyarakat pengguna sosial media. Faktanya, pandangan
politik pengguna instagram dan twitter cukup berbeda karena konten di instagram
dan twitter berbeda. Di Instagram kebanyakan berita politik merupakan gambaran
visual politisi, infografis pembahasan politik, pemberitaan politik, bahkan media
kampanye untuk pencitraan. Sedangkan di twitter ketika ada suatu isu, twitter lah
yang menjadi tempat atau ajang adu pendapat, perdebatan, dan lain lain. Saya rasa
untuk membentuk dan mempengaruhi budaya politik seseorang melalui sosial
media diperlukan media yang tepat. Hal ini dikarenakan sebagaimana yang terjadi
di pemilu 2019, isu politik di kedua platform sosial media hanya penuh dengan
keributan bahkan beberapa diantaranya tidak mengatakan fakta dikarenakan
masifnya berita hoaks yang disebarkan oleh partai politik untuk menjatuhkan
paslon lainya. Situasi inilah yang menurut saya perlu diperhatikan bagi para gen-z
yang saya yakin meskipun telah terbiasa menggunakan sosial media pasti masih
banyak juga yang termakan berita-berita hoaks.

Sehingga untuk dapat menciptakan budaya politik yang baik di era sosial
media yang terbuka dengan berbagai informasi sekaligus untuk mencegah adanya
radikalisasi dan pebiasan pandangan partai politik dan politisi harus menggunakan
cara-cara yang sehat untuk berkampanye. Jangan membiarkan politik identitas
meraja lela dan menyebabkan keributan di sosial media, tidak membiarkan sosial
media menjadi wadah lempar isu yang memperburuk suasana politik. Hal ini
pernting dilakukan untuk dapat menciptakan dunia politik yang lebih positif di
sosial media, sehingga budaya dan pandangan politik yang dapat diperhatikan
oleh para pemilih pemula yang merupakan Gen-z ini dapat lebih baik dan berbeda
dari sebelum-sebelumnya.

Selain itu, adanya faktor tidak adanya jaminan perlindungan dan


penciptaan rasa aman dari pemerintah terhadap penggunaan media sosial.
mempengaruhi ketidak nyamanan generasi z untuk berpartisipasi dalam politik
walaupun hanya memalui sosial media. Seyogyanya ruang publik harus menjadi
ruang bagi semua kalangan, menjadi zona yang nyaman bagi setiap orang untuk
bertemu dan mengutarakan kegelisahan sekaitan fenomena kepublikan dari
berbagai sudut pandang. Sedangkan media sosial sebagai salah satu ruang publik
dalam politik dirasa tidak aman dan nyaman. Hal ini lah yang kemudian menjadi
penyebab rendahnya partisipasi politik gen-z di media sosial yang pada akhirnya
menjadi budaya politik mereka.

Penutup

Menurut saya, partisipasi dari generasi z dalam politik, masih minim


pengaruh sosial media dapat menjadi alasan utama hal itu terjadi. Dimana
ketidaknyamanan pembahasan politik di sosial media yang bahkan saat ini
dianggap berbahaya. Banyak dari mereka termasuk saya yang merupakan generasi
z memilih untuk tidak banyak membicarakan politik di sosial media karena yang
lebih tua dan berpengalaman merasa lebih superior, belum lagi adanya UU ITE,
buzzer partai politik, dan lain lain. Yang membuat sosial media sebagai ruang
publik bukan menjadi ruang publik untuk berpartisipasi dalam politik melalui
sosial media. Rasa tidak nyaman dan tidak aman ini kemudian berpengaruh besar
bagi budaya politik generasi z yang merasa politik terlalu melelahkan dan hanya
sekedar keributan semata.

Sehingga untuk menutup tulisan ini, saya menyimpulkan bahwa besar


pengaruh sosial media terhadap budaya politik generasi-z. Maka dari itu,
diperlukan kerja sama dari berbagai pihak untuk dapat membangun ruang publik
di dunia maya yang nyaman bagi para generasi-z agar mereka tertarik untuk
berpartisipasi pada politik di Indonesia. media sosial jelas memiliki peran besar
dalam membentuk nilai dan pandangan generasi muda melalui konten-konten di
sosial media kemudian memberikan saran terhadap permasalahan agar Gen-z
dapat menciptakan budaya politik yang baik di era sosial media yang terbuka
dengan berbagai informasi sekaligu untuk mencegah adanya radikalisasi dam
pebiasan pandangan dengan berbagai macam konten yang ada di Indonesia.

Daftar Pustaka

Kadir, N. (2022). Media Sosial dan Politik Partisipatif: Suatu Kajian Ruang
Publik, Demokrasi Bagi Kaum Milenial dan Gen Z. RESIPROKAL: Jurnal
Riset Sosiologi Progresif Aktual, 4(2), 180-197.

Wibawa, A., & Arisanto, P. T. (2020). Partisipasi Politik Pemilih Pemula di Media
Sosial (Studi Deskriptif Tingkat dan Pola Politik Partisipatif Gen-Z Kota
Yogyakarta Melalui Pemanfaatan Aplikasi Instagram Tahun
2019). Paradigma POLISTAAT: Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 3(2),
116-131.

Aziz, A., & Widodo, B. (2022, June). Pengaruh Media Sosial Sebagai Sumber
Pengetahuan Politik Generasi Z Terhadap Literasi Politik Pada Pemilu
2020. In Proceedings University of Muhammadiyah Yogyakarta
Undergraduate Conference (Vol. 2, No. 1, pp. 87-98).

Anda mungkin juga menyukai