Dosen Pengampuh:
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga makalah
ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran
maupun materinya. Kami sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa
masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan
pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Hukum dapat dilihat dari berbagai perspektif. Pandangan yang dominan dan
mendominasi dalam ilmu hukum di indonesia adalah pandangan yang bersifat legis
positivitik. Namun terdapat pandangan hukum yang lain yaitu dalam pandangan
antropologis. Pengkajian hukum dari sisi antropologis mengarahkan pemahaman
mengenai arti hukum bagi masyarakat tertentu, para antropolog dan bagi ilmu hukum.
Antropologi Hukum sebagai ilmu yang mempelajari perilaku manusia dengan
segala macam aspeknya terkait norma-norma hukum tertulis maupun tidak tertulis secara
empiris. Dalam perspektif antropologis, hukum merupakan aktifitas kebudayaan yang
berfungsi sebagai sarana pengendalian sosial (social control), atau bisa dekatakan juga
sebagai alat untuk menjaga keteraturan sosial (social order) dalam lingkungan
masyarakat. Antropologi hukum mempelajari hukum dari latar belakang kultur
masyarakat tertentu, baik pada masyarakat sederhana maupun masyarakat modern.
Dengan kata lain, antropologi hukum merupakan antropologi yang mempelajari hukum
sebagai salah satu aspek dari kebudayaan.
Dengan demikian pengkajian antropologi hukum telah memberikan telaah akan
hasil kreasi, distribusi dan transmisi hukum yang ada. Kajian mengenai bagaimana
kekuasaan hukum berproses dan memberi dampak dalam masing-masing masyarakat.
Dengan adanya antropologi hukum maka akan diperoleh nilai-nilai yang menjadi dasar
suatu hukum dengan pendekatan- pendekatan tertentu.
1. Rumusan Masalah
a. Apakah yang dimaksud dengan antropologi Hukum?
b. Apakah saja azas dan ruang lingkup antropologi hukum?
c. Apa pengertian pluralisme antropologi hukum ?
d. Apa saja faktor dan dasar pluralisme antropologi hukum ?
2. Tujuan Pembahasan
a. Untuk mengetahui pengertian antropologi Hukum.
b. Untuk mengetahui azas dan ruang lingkup antropologi hukum.
c. Untuk mengetahui pengertian pluralisme antropologi Hukum
d. Untuk mengetahui apa saja faktor dan dasar pluralisme antropologi Hukum
BAB II
PEMBAHASAN
1. Istilah Antropologi Dan Hukum
Istilah antropologi berasal dari Bahasa Yunani, yaitu anthropos dan logos.
Anthropos berarti manusia sedangkan logos berarti cerita, kata, atau ilmu. Antropologi
adalah ilmu yang mempelajari manusia sebagai makhluk biologis sekaligus makhluk
sosial. Antropologi dikatakan menyerupai dengan sosiologi tetapi sosiologi lebih
menitikberatkan pada pola interaksi masyarakat dan kehidupan sosialnya.
Para ahli mendefinisikan antropologi sebagai berikut:
e. William A. Haviland, antropologi adalah studi tentang umat manusia, berusaha
menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya serta untuk
memperoleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia.
f. David Hunter, antropologi adalah ilmu yang lahir dari keingintahuan yang tidak
terbatas tentang umat manusia.
g. Koentjaraningrat, antropologi adalah ilmu yang mempelajari umat manusia pada
umumnya dengan mempelajari aneka warna, bentuk fisik masyarakat serta
kebudayaan yang dihasilkan.
Dari beberapa pandangan para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa
pengertian sederhana antropologi adalah sebuah ilmu yang mempelajari manusia dari
segi keanekaragaman fisik serta kebudayaan (cara-cara berprilaku, tradisi- tradisi, nilai-
nilai) yang dihasilkan sehingga setiap manusia yang satu dengan yang lainnya dapat
diketahui perbedaannya.
Sedangkan hukum secara etimologi berasal dari kata hukm, yang berarti norma
atau kaidah, yakni aturan, tolok ukur, patokan, pedoman yang digunakan untuk menilai
tingkah laku manusia dan benda. Sedangkan secara terminologi, hukum adalah suatu
aturan dan ukuran perbuatan yang menjuruskan perbuatan- perbuatan tersebut ke tujuan
yang semestinya.
Manusia dalam bahasa inggris disebut man. Arti dasar dari kata ini tidak jelas
tetapi pada dasarnya dapat dikaitkan dengan mens (latin) yang berarti “ada yang
berfikir”. Demikian halnya arti kata anthropos (yunani) tidak begitu jelas.Semula
anthropos berarti “seseorang yang melihat ke atas”.Sekarang kata ini di pakai untuk
mengartikan “wajah manusia”.Dan akhirnya homo bahasa latin yang artinya “orang yang
dilahirkan di atas bumi”.7 Pada dasarnya,manusia adalah makhluk individu manusia
yang merupakan bagian dan unit terkecil dari kehidupan sosial atau manusia sebagai
makhluk sosial yang membentuk suatu kehidupan masyarakat, manusia merupakan
kumpulan dari berbagai individu.
Manusia sebagai makhluk individu memiliki keunikan atau ciri khas masing-
masing, tidak ada manusia yang persis sama meskipun terlahir kembar. Secara fisik
mungkin manusia akan memiliki banyak persamaan namun secara psikologis akan
banyak menunjukan perbedaan. Ciri khas dan perbedaan tersebut sering disebut dengan
kepribadian. Kepribadian seseorang akan sangat dipengaruhi oleh faktor bawaan dan
lingkungannya.
Menurut Nursid Sumaatmadja, kepribadian adalah keseluruhan perilaku
individu yang merupakan hasil interaksi antara fisik dan psikis yang terbawa sejak lahir
dengan rangkaian situasi lingkungan, yang terungkap pada tindakan dan perbuatan serta
reaksi mental psikologisnya jika mendapat rangsangan dari lingkungan. Dia
menyimpulkan bahwa faktor lingkungan ikut berperan dalam pembentukkan
karakteristik yang khas dari seseorang. Secara normal, setiap manusia memiliki potensi
dasar mental yang berkembang dan dapat dikembangkan yaitu:
i. Minat (sense of interest),
ii. Dorongan ingin tahu (sense of curiousity),
iii. Dorongan ingin membuktikan kenyataan (sense of reality)
iv. Dorongan ingin menyelidiki (sense of inquiry),
v. Dorongan ingin menemukan sendiri (sense of discovery).
4444444
sunatullah dan merupakan sesuatu yang nyata serta tidak bisa di pungkiri. Penolakan
terhadap pluralisme yang sunatullah itu menimbulkan ketegangan dan bahkan konflik, karena
meniadakan sesuatu yang nyata merupakan pengingkaran terhadap kehendak Allah. Pluralisme
pada tujuannya tidak sebatas menghendaki pengakuan atas keperbedaan itu, melainkan juga
penghormatan atas kenyataan perbedaan. Untuk itu, sudah seharusnya diakui dengan jujur
bahwa masyarakat Indonesia memang berbeda-beda dan karenanya segala perbedaan itu untuk
dihormati. Kalau sikap seperti ini bisa dilakukan maka tidak mungkin ada ketegangan yang
berujung pada konflik. Konflik menurut Syafa’atun Elmirzanah, terjadi karena terdapat
ketidakadilan atau kesalah pahaman yang berkaitan dengan status yang tidak sah dalam
masayarakat,1 sehingga terjadi pemaksaan keinginan antara satu bagian dengan bagian lainnya,
di antara berbagai kelompok masyarakat. Dan dalam berbagai pertentangan itu, isu suku,
agama, ras dan antar golongan (SARA) begitu cepat menyebar ke berbagai lapisan sehingga
1. Pengertian Pluralisme
Pluralisme berasal dari kata plural dan isme, plural yang berarti banyak (jamak),
sedangkan isme berarti paham. Jadi pluralism adalah suatu paham atau teori yang
Dalam pengertian semacam ini ada sesuatu yang mendasar dari pluralisme, yaitu
“ketulusan hati” pada diri setiap manusia untuk menerima keanekaragaman yang ada.
“Ketulusan hati” bukanlah hal yang mudah untuk ditumbuhkembangkan dalam diri
seseorang, atau dalam komunitas secara luas, sebab “ketulusan hati” ini berkaitan
Pluralisme adalah upaya membangun tidak saja kesadaran bersifat teologis tetapi juga
kesadaran sosial. Hal itu berimplikasi pada kesadaran bahwa manusia hidup di tengah masyarakat
yang plural dari segi agama, budaya, etnis, dan berbagai keragaman sosial lainnya. Karena dalam
kita majemuk, beraneka ragam, terdiri dari berbagai suku dan agama yang justru hanya
latar belakang (agama) dalam kehidupan masyarakat yang mempunyai eksistensi hidup
berdampingan, saling bekerja sama dan saling berinteraksi antara penganut satu agama
dengan penganut agama lainnya, atau dalam pengertian yang lain, setiap penganut
agama dituntut bukan saja mengakui keberadan dan menghormati hak agama lain, tetapi
juga terlibat dalam usaha memahami perbedaan dan persamaan, guna tercapainya
kerukunan bersama.
dipahami sebagai suatu sikap mengakui dan menerima kenyataan kemajemukan sebagai
yang bernilai positif dan merupakan ketentuan dan rahmat Tuhan kepada manusia.
bahwa agama yang kita peluk adalah jalan keselamatan yang paling benar, tetapi bagi
penganut agama lain sesuai dengan keyakinan mereka agama mereka pulalah yang
paling benar. Dari kesadaran inlah akan lahir sikap toleran, inklusif, saling menghormati
dan menghargai, serta memberi kesempatan kepada orang lain untuk beribadah sesuai
dengan keyakinan masing-masing.
Hal tersebut sesuai dengan sila pertama Pancasila “Ketuhanan yang Maha Esa”,
dan UUD’45 pasal 29 ayat (2) yang menjamin kebebasan beragama dan beribadah
sesuai menurut agama dan kepercayaan masing- masing.4 Pasal 29 ayat (2) UUD’ 45, di
merupakaan jaminan tidak ada diskriminasi agama di Indonesia. Mukti Ali, secara
Setiap agama tidak terpisah dari yang lainnya dalam kemanusiaan. Keterpisahan
watak dasar masyarakat manusia yang tidak bisa dihindari. Dilihat dari segi etnis,
bahasa, agama, budaya, dan sebagainya, Indonesia termasuk satu negara yang paling
majemuk di dunia. Indonesia juga merupakan salah satu Negara multikultural terbesar di
dunia. Hal ini disadari oleh para founding father kita, sehingga mereka merumuskan
kalangan seiring dengan semakin banyaknya konflik yang timbul saat ini. Sebagian
besar konflik tersebut di tenggarai sebagai akibat dari perbedaan agama. Untuk
karena disamping ada yang setuju dan menaruh harapan padanya, ada yang pula
berbagai kekhawatiran ataupun kecurigaan terhadapnya. Seperti apa yang dikatakan oleh
M. Amin Abdullah bahwa kekhawatiran umat beragama pada pluralitas adalah pada
akibat yang ditimbulkan dan konsekuensi dari wujud praktis dari wujud pengakuan
formal tersebut terhadap faham “Relativitas” keberadaan relativitas adalah salah satu
internal (ideologis) dan faktor eksternal, yang mana antara satu faktor dan faktor lainnya
saling mempengaruhi dan saling berhubungan erat. Faktor internal merupakan faktor
yang timbul akibat tuntunan akan kebenaran yang mutlak (absolute truthclaims) dari
agama-agama itu sendiri, baik dalam masalah akidah, sejarah maupun dalam masalah
keyakinan atau doktrin. Faktor ini sering juga di namakan dengan faktor ideologis.
Adapun faktor yang timbul dari luar dapat diklasifikasikan ke dalam dua hal, yaitu
yang serba mutlak dan absolut dalam apa yang di yakini dan di imaninnya merupakan
hal yang wajar. Sikap absolutisme agama tak ada yang mempertentangkannya hingga
b. Faktor Eksternal
Di samping faktor-faktor internal tersebut di atas tadi, terdapat juga dua faktor
eksternal yang kuat dan mempuyai peran kunci dalam menciptakan iklim yang kondusif
3. Dasar-dasar Pluralisme
a. Dasar Filosofis Kemanusiaan
Penerimaan kemajemukan dalam faham pluralisme adalah sesuatu yang mutlak,
tidak dapat ditawar-tawar. Hal ini merupakan konsekwensi dari kemanusiaan. Manusia
pada dasarnya makhluk sosial yang mempunyai harkat dan martabat yang sama,
mempunyai unsur-unsur essensial (inti sari) serta tujuan atau cita-cita hidup terdalam
yang sama, yakni damai sejahtera lahir dan batin. Namun dari lain sisi, manusia berbeda
satu sama lain, baik secara individual atau perorangan maupun komunal atau kelompok,
dari segi eksistensi atau perwujudan diri, tata hidup dan tujuan hidup
sosial.
c. Dasar Teologis
Dalam suatu masyarakat agamawi seperti masyarakat Indonesia, ada berbagai macam
agama yang berbeda dalam berbagai aspek atau unsur-unsurnya, dan kemajemukan harus
diterima sebagai konsekwensi dari nilai-nilai luhur dan gambaran “sang Ilahi” (Allah) yang
maha baik serta cita-cita atau tujuan mulia dari setiap agama dan para penganutnya
kesimpulan
keragaman hukum. Pluralismme hukum adalah hadirnya lebih satu aturan hukum
dalam sebuah lingkungan sosial Pluralisme hukum bisa menjadi ancaman serius bagi
merupakan masyarakat yang majemuk, Namun kita belum memiliki konstitusi yang
kuat untuk menopang kemajemukan. Feodalisme masih begitu kental dalam seluruh
segi kehidupan masyarakat kita. Kita masih juga masih belum lepas dari bayang-
munculnya kembali totalitarianisme semakin menguat akhir-akhir ini. Oleh karena itu,
Indonesia.
Dari tulisan ini, jika anda menelaah lebih jauh maka tentunya anda akan memahami
cakupan dari Pluralisme Hukum terkait dengan pandangan para Antropologi Hukum.
Karena plural senantiasa terkait dan terikat pada istilah keragaman maka setiap ada