“DEMOKRASI”
OLEH
KELOMPOK III:
1. Febryanti Ellyonora Dima
2. Feti Erni Tenistuan
3. Frenia Ratriyani Rambu Tawunga
4. Fritssen Semeight Mata
5. Gabriela Serliyanti Ema Lasar
6. Inka Arista Sinlae
KATA PENGANTAR
1
Dengan segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berkat limpahan Rahmat dan petunjuknya penulis dapat menyelesaikan makalah
dalam rangka untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan.
Terima kasih dan semoga makalah ini memberikan manfaat positif bagi
pembaca dan bagi kita semua.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................1
2
DAFTAR ISI.................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG.....................................................................................3
1.2 RUMUSAN MASALAH................................................................................4
1.3 TUJUAN..........................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN DEMOKRASI.....................................................................5.
2.2 HAKEKAT, BENTUK DAN JENIS DEMOKRASI ...................................7
2.2.1 HAKEKAT DEMOKRASI....................................................................7
2.2.2 BENTUK-BENTUK DEMOKRASI.....................................................7
2.2.3 JENIS-JENIS DEMOKRASI.................................................................8
2.3 PERKEMBANGAN DEMOKRASI DARI ABAD XIX – XX....................9
2.4 PRAKTIK DEMOKRASI DIINDONESIA.................................................14
BAB III PENUTUP
3.1 KESIMPULAN..........................................................................................16
3.2 SARAN .....................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................17
BAB I
PENDAHULUAN
3
1.1 latar belakang
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara
sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas
negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.
Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga
kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan
dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam
peringkat yang sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis
lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling
mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.
Kedaulatan rakyat yang dimaksud di sini bukan dalam arti hanya kedaulatan
memilih presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung, tetapi dalam
4
arti yang lebih luas. Suatu pemilihan presiden atau anggota-anggota parlemen
secara langsung tidak menjamin negara tersebut sebagai negara demokrasi sebab
kedaulatan rakyat memilih sendiri secara langsung presiden hanyalah sedikit dari
sekian banyak kedaulatan rakyat. Walapun perannya dalam sistem demokrasi tidak
besar, suatu pemilihan umum sering dijuluki pesta demokrasi. Ini adalah akibat
cara berpikir lama dari sebagian masyarakat yang masih terlalu tinggi meletakkan
tokoh idola, bukan sistem pemerintahan yang bagus, sebagai tokoh impian ratu
adil. Padahal sebaik apa pun seorang pemimpin negara, masa hidupnya akan jauh
lebih pendek daripada masa hidup suatu sistem yang sudah teruji mampu
membangun negara.
1.2 Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
5
2.1. Pengertian Demokrasi
Tokoh-tokoh kedaulatan rakyat ini, antara lain John Locke, J.J. Rousseu dan
Imanuel Kant. Lalu apa makna demokrasi tersebut? Demokrasi berasal dari kata
demos yang berarti rakyat dan cratos yang berarti berkuasa. Hal ini berarti ungkapan
kata demokrasi tersebut, yakni "rakyat yang berkuasa", yang oleh Meriam Boediardjo
disebut sebagai government ruled by the people (Boediardjo, 1997:50) atau dalam
ungkapan umum yang populer yaitu government of the people, by the people and for
the people atau pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
6
aspirasi dari rakyat dalam membuat dan menjalankan program-program
pembangunan untuk kepentingan rakyat tersebut.
Awal pemikiran tentang demokrasi ini muncul di Negara Barat, berangkat dari
pahit getirnya mengalami pemerintahan yang dipegang oleh satu orang atau
kelompok orang/golongan tertentu sehingga kekuasaan tersebut perlu dipisahkan atau
dibagi ke berbagai lembaga yang diciptakan untuk mencari keseimbangan seperti
yang diutarakan oleh Montesquieu, John Lock, Lemaire, Van Vollen Hoven. Berbagai
konsep dan pengertian demokrasi yang telah dikemukakan oleh para ahli, namun dari
pengertian itu dapat diambil kesimpulan bahwa demokrasi itu semua menunjukkan
adanya peran serta atau partisipasi rakyat dalam lapangan pemerintahan baik secara
langsung maupun tidak langsung (melalui lembaga perwakilan). Partisipasi
masyarakat tersebut karena adanya penghargaan terhadap individu sebagai makhluk
yang sama derajatnya (right of quality) dalam pemerintahan. Namun, dewasa ini
penerapan demokrasi tidak terbatas pada bidang pemerintahan, tetapi juga mencakup
bidang kehidupan lainnya seperti ekonomi,sosial dan budaya, hukum.1
1
Josef M. Monteiro,PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (Malang: Inteligensia Media, 2016), hlm.27-
29
7
Berdasarkan sistem pemerintahan Negara :
8
Demokrasi Parlementer
Demokrasi dimana kedaulatan rakyat,dijalankan sepenuhnya oleh parlementer
dibawah pimpinan seorang perdana mentri,seperti yang diterapkan di
Indonesia pada zaman RIS (27 Desember 1949 sampai 16 Agustus 1950).2
Gagasan demokrasi Yunani itu lenyap dari dunia barat, ketika bangsa Romawi
yang masih mengenal budaya Yunani, dikalahkan dari suku bangsa dari Eropa Barat
memasuki abad pertengahan (600-1400).
Pada abad pertengahan ini masyarakat bercirikan sruktur feodal dan dualisme
kekuasaan antara Paus dan para pejabat keagamaan lainnya (sebagai kuatnya peranan
agama kristen), dan kepala negara. Dalam praktik kenegaraan sering terjadi pertikaian
antara kedua pusat kekuasaan tersebut. Akibatnya, sering terjadi penindasan hak-hak
individu. Oleh karena abad ini dikenal sebagai abad kegelapan. Namun di zaman
Renaissance timbul pemikiran pemahaman (reformasi) dalam agama kristen yang
berupaya membersihkan agama. Sebagai akibat terjadi perkembangan baru dalam
agama dan paling penting munculnya gagasan mengenai perlu adanya kebebasan
beragama dan adanya pemisahan yang tegas antar soaI-soal agama dan soal-soal
keduniawian khususnya di bidang pemerintahan yang disebut sebagai pemisahan
2
Daniel Missa, Pendidikan Kewarganegaraan,(jakarta selatan;VIEWS Jakarta, 2017), hlm. 15-18
9
antara gereja dan negara. Namun raja sebagai kepala Negara menjalankan
kekuasaannya secara absolutisme. Absolutisme ini mendapat tantangan dari golongan
menengah (middle class) yang mulai berpengaruh akibat majunya kedudukan
ekonomi dan pendidikan. Pendobrakan terhadap kedudukan raja absolut tersebut,
diletakan pada suatu teori rasionalitas yang dikenal sebagai teori kontrak sosial
(social contract). Konsep kontrak sosial ini mengacu pada hukum alam atau hukum
tuhan (universal law) yang mengandung prinsip-prinsip keadilan dan yang setiap
orang harus tunduk pada hukum itu tanpa melihat kedudukan sosialnya. Unsur
universal "keadilan" inilah yang diterapkan kedalam masalah-masalah politik. Raja
dan rakyat dalam hubungannya harus didasari atas semacam kontrak yang mengikat
kedua belah pihak. Berdasarkan kontrak sosial ini, raja diberikan kewenangan untuk
menyelenggarakan penertiban, menciptakan suasana agar rakyat dapat manikmati
hak-hak alaminya dengan rasa aman. Jadi, raja diberikan haknya oleh rakyat untuk
menyelenggarakan pemerintahan, akan tetapi rakyat akan taat dan patuh kepada raja
sejauh raja mampu menjamin hak-hak alamnya tersebut.
Tokoh-tokoh terkenal dalam konteks itu adalah John Locke dari Inggris (1632-
1704) yang melontarkan gagasa life, liberty and property dan Montesquieu (1689-
1750) dari prancis dengan gagasan trias-politica yang membagi kekuasaan pembuat
undang-undang (legislatif), kekuasaan pelaksanaan undang-undang (executif) dan
kekuasaan mengadili (yudikatif).
Demokrasi mempunyai wujud konkret sebagai program dan sistem politik pada
akhir abad pertengahan yang merupakan wujud pemikiran akan adanya hak-hak
politik rakyat. Agar ada jaminan hak-hak politik rakyat tersebut dan berjalan lebih
efektif, munculah gagasan untuk membatasi kekuasan pemerintah agar tidak
sewenang-wenang melalui konstitusi baik yang bersifat tertulis maupu tidak tertulis
(konvensi). Gagasan ini disebut sebagai konstitualisme. Melalui konstitusi ini dijamin
hak-hak politik rakyat dan pembagian kekuasaan sedemikian rupa eksklusif, dapat
menyelenggarakan kekuasaan dan diimbangi oleh kekuasaan parlemen dan lembaga-
10
lembaga hukum.Gagasan ini kita kenal sebagai negara konstitusional (Contitutional
state) atau dalam pembahasan UUD 1945 disebut sebagai Rechtsstaat atau negara
hukum.3
Menurut Stahl ada empat unsur negara hokum (Rechtsstat) dalam arti klasik, yaitu
adanya:
1. Hak-hak manusia;
2. Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak itu;
3. Pemerintah berdasarkan aturan atau undang-undang;
4. Peradilan administrasi.
Menurut A.V Dicey unsur-unsur dari rule of law (istilah kontinental untuk Redhtsstat)
mencakup berikut ini.
1. a. Supremasi hukum (supremacy of the law)
b.Tidak adanya kekuasaan sewenang-wenang (absence of arbitrany power)
dalam arti seseorang hanya boleh dihukum kalau melanggar hukum.
2. Kedudukan yang sama didepan hukum, (equality before the law).
3. Terjaminnya hak-hak manusia oleh undang-undang serta keputusan peradilan.4
Perumusan tersebut lebih menekankan pada bidang hukum karena pada abad ke-19
dominannya pengaruh terhadap hak-hak individu. Negara dan pemerintahan tidak
banyak turut campur urusan warganya, kecuali yang menyangkut kepentingan umum.
Aliran pikiran atau paham ini kita kenal sebagai "liberalisme" yang dirumuskan
dengan dalil "the least government is the best government".Banyak pakar
menganggap negara semacam ini sebagai "negara penjaga" malam karena sempit
ruang geraknya dalam bidang kehidupan. Negara akan campur tangan kalau terjadi
pelanggaran ketertiban, konflik, konsep laisses faire laisses aller memang memberi
peluang kepada masyarakat untuk mengatur dirinya sendiri, tetapi juga memberikan
peluang menuju penindasan atas sesamanya.
3
Ibid., hlm 34-36
4
Ibid., hlm 36-37
11
Dari praktik demokrasi abad ke-19 yang menekankan pada paham liberalisme dan
akses-aksesnya mengubah pikiran para ahli memberikan peranan pemerintah Negara
lebih besar, hal ini menandai wajah baru konstitusional abad ke-20.
Dalam abad ke-20 ini peranan pemerintah diperluas tindakannya sebagai penjaga
malam tidak hanya bertugas secara pasif mengawasi perekonomian dalam
masyarakat, tetapi berperan aktif dalam mengatur kehidupan ekonomi dan sosial, dan
bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyat. Oleh karena konsep demokrasi pada
abad ini meluas tidak hanya pada bidang ekonomi semata, tetapi mencakup segala
aspek kehidupan yang mengarah pada kesejahteraan masyarakat.Untuk
menyelenggara itu semua perlu adanya kekuasaan, administrasi pemerintah yang
cukup kuat,campur tangan pemerinta Pemerintah terhadap hak- hak individu tak
terelakan lagi, namun campur tangan tersebut tidak boleh lebih dari yang seharusnya
diperlukan dan harus tunduk pada jaminan yang diberikan oleh rule of law. Untuk itu,
diperlukan syarat-syarat dasar untuk terselenggaranya pemerintahan yang demokratis
dibawah payung rule of law.5
Syarat- syarat pemerintah demokratis tersebut, yakni:
1. Perlindungan konstitusional dalam arti menjamin hak-hak individu harus pula
menentukan cara prosedural untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang
dijamin.
2. Badan kehakiman yang bebas tidak memihak.
3. Pemilihan umum yang bebas.
4. Kebebasan untuk menyatakan pendapat.
5. Kebebasan berserikat/berorganisasi dan beroposisi.
6. Pendidikan kewarganegaraan.
Di samping gagasan rule of law sebagai landasan demokasi tersebut muncul pula
gagasan demokrasi sebagai sistem politk. Perumusan yang paling umum mengenai
sistem politik yang paling demokratis ini adalah suatu bentuk pemerintahan yang hak
5
ibid, hlm 37-38
12
untuk membuat keputusan-keputusan politk diselenggarakan oleh warga negara
melalui wakil-wakilnya yang dipilih melalui proses pemilihan yang bebas dan
bertanggung jawab kepada mereka. Inilah yang disebut demokrasi berdasarkan
perwakilan (representative democracy). Henry B. Mayo dalam bukunya
"Introduction to democracy theory”menyatakan bahwa sitem politik yang demokratis
adalah kebijakan umum (kebijakan public) yang di tentukan atas dasar mayoritas oleh
wakil-wakil rakyat yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemelihan yang
diadakan secara berkala berdasarkan prinsip kesamaan yang diselenggarakan dalam
suasana terjaminnya kebebasan politik. Mayo mengangkat beberapa nilai yang
mendasari sistem politik, yaitu sebagai berikut:
1.Menyelesaikan perselisihan (konfik) dengan cara damai dan melembaga.
2. Menyelenggarakan pergantian pemimpin secara periodik dan teratur.
3. Membatasi penggunaan kekerasan sampai minuman.
4. Menjamin terselenggaranya perubahan secara damai.
5. Menerima dengan wajar adanya keragaman (kebhinnekaan).
6. Menjamin tegaknya keadilan.
Untuk menjamin tegaknya nilai-nilai tersebut, diperlukan struktur lembaga, antara
lain berikut ini.
1. Pemerintahan yang bertanggung jawab.
2. DPRyang representatif, dipilih melalui pemilu secara bebas dan rahasia, DPR
dapat juga melakukan pengawasan dan penilaian terhadap kebijakan
pemerintahan secara teratur.
3. Partai politik (sistem multipartai) yang dapat melakukan hubungan yang teratur
antara masyarakat dan pemerintah.
4. Sistem peradilan yang bebas tidak memihak untuk menjamin hak asasi rakyat dan
mempertahankan keadilan.
Bahasan diatas banyak menyangkut masalah-masalah yang normatif tentang
demokrasi tersebut. Dalam praktiknya diberbagai negara di Benua Asia,
13
Eropa,Afrika, dan lainnya banyak menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi
negaranya masing-masing.6
6
Ibid., hlm 38-40
14
Pemilu sebagai tonggak demokrasi berhasil dilaksanakan pada tahun 1955. Hasil
pemilu pertama ini tidak membawa stabilitas yang diharapkan, konflik pusat dan
daerah terjadi, koalisi partai dalam membentuk pemerintahan rapuh sebagaimana
terjadi sebelum pemilu. Kabinet yang dibentuk jatuh bangun dan tentu saja hal ini
berimplikasi terhadap program-program pembangunan yang tidak dapat di selesaikan.
Ketidakstabilan politik di masa ini diperparah lagi dari pergolakan daerah yang tidak
puas terhadap kebijakan-kebijakan pusat, menuntut otonomi daerah dan masalah-
masalah regionalisme lainnya.7
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dengan demikian telah kita lihat bahwa Demokrasi diIndonesia telah berjalan
dari waktu ke waktu.Namun kita harus mengetahui bahwa pengertian Demokrasi
pancasila adalah Demokrasi yang dihayati oleh bangsa dan negara Indonesia yang
dijiwai dan diitegrasikan oleh nilai-nilai luhur pancasila.Oleh karena itu kita dapat
merasakan Demokrasi dalam istilah yang sebenarnya.
3.2 Saran
Demokrasi pancasila di era reformasi Indonesia harus lebih dipahami agar
semua masyarakat Indonesia bisa membedakan antara Demokrasi Pancasila di
Indonesia dengan negara lain.
7
Ibid., hlm 40-41
15
Daftar pustaka
16