Disusun Oleh:
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat dan karunia-Nya makalah ini dapat penulis selesaikan. Makalah ini disusun atas
tingginya rasa tanggung jawab penulis terhadap kewajiban. Di dalam makalah ini penulis
akan membahas tentang “Benarkah Sistem Demokrasi di Indonesia mendorong Lahirnya
Pejabat Korup”.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kelemahan
dan kekurangan, baik dari segi penyajian maupun materinya. Hal tersebut disebabkan oleh
terbatasnya kemampuan dan pengetahuan penulis. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak untuk kesempurnaan
makalah ini di kemudian hari.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................1
1.1..........................................................................................................................
Latar Belakang.................................................................................................1
1.2..........................................................................................................................
Rumusan Masalah...........................................................................................1
1.3..........................................................................................................................
Tujuan..............................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................2
2.1..........................................................................................................................
Demikrasi........................................................................................................2
2.2..........................................................................................................................
Korupsi............................................................................................................6
2.3..........................................................................................................................
Demokrasi dan Korupsi di Indonesia..............................................................8
2.4..........................................................................................................................
Benarkah Sistem Demokrasi mendorong lahirnya pejabat korup ………….12
3.1..........................................................................................................................
Kesimpulan......................................................................................................15
3.2..........................................................................................................................
Saran................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................16
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.3. Tujuan
1.3.1. Menjelaskan apa itu yang dimaksud dengan demokrasi
4
1.3.2. Menjelaskan apa itu yang dimaksud dengan korupsi
1.3.3. Menjelaskan benarkah sitem demokrasi di Indonesia mendorong lahirnya
pejabat korup.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Demokrasi
2.1.1. Pengertian Demokrasi
Penyebutan akan istilah demokrasi pada mulanya berangkat dari bahasa
yunani, yaitu dengan istilah democratos yang merupakan gabungan dari kata
demos yang artinya “ rakyat “, dan cratos yang artinya” kekuasaan atau kedaulatan
“. Dari gabungan atas dua pemaknaan tersebut, maka dapat diterjemahkan bahwa
demokrasi adalah kedaulatan rakyat.
Adapun kedaulatan rakyat yang dimaksud dalam kehidupan bernegara
tersebut adalah untuk menunjuk kepada sistem penyelenggaraan system
pemerintahan yang dilaksanakan bersama rakyat. Dengan demikian pada Negara
yang menganut system demokrasi, kekuasaan pemerintahannya terbatas dan
pemerintah tidak dapat bertindak sewenang-wenang kepada rakyatnya.
Adapun hakikat dari demokrasi sebagaimana kita pahami terdapat pada
makna pemerintahan dari rakyat (goverment of the people), pemerintahan oleh
rakyat (government by people) dan pemerintahan unuk rakyat (government for
people). Hakikat makna yang terkandung pada government of the people adalah
untuk menunjuk bahwa dalam negara demokrasi, keabsahan/legitimasi terhadap
siapa yang memerintah (pemerintah) berasal dari kehendak rakyat. Sementara
makna yang diungkap dari government by people yakni bahwa dalam
penyelenggaraan pemerintahan yang dilakukan pemerintah prosesnya diawasi oleh
rakyat. Sedangkan untuk goverment for people terkandung makna bahwa dalam
penyelenggaraan suatu pemerintahan oleh pemerintah adalah harus dilangsungkan
untuk sebesar-besarnya utuk kemakmuran rakyat.
5
b. Social Control, didalam Negara demokrasi pengawasan dilaksanakan oleh
rakyat, semua kegiatan yang dilaksanakan didalam pemerintahan mndapat
pengawasan dari rakyat.
c. Adanya Pemilihan Yang Bebas, mununjukkan nilai-nilai pokok yang dijunjung
oleh demokrasi, yaitu kebebasan individu untuk mengekspresikan diri.
d. Prinsip Mayoritas, demokrasi berarti kekuasaan berada ditangan rakyat.
e. Adanya Jaminan Atas HAM, Negara-negara yang menganut prinsip demokrasi
akan selalu menjunjung tinggi HAM, hal ini merupakan sebuah perwujudan
dari nilai-nilai demokrasi yang lebih merujuk kepada prinsip mayoritas (F
Magnis Suseno, dalam Heri Zulfa dan Dahlil Syah, 2000).
6
e. Pemenuhan segi-segi ekonomi
Pemenuhan segi-segi ekonomi (kesejahteraan social) merupakan salah satu dari
bentuk demokrasi substansial, disamping social control dan akuntabilitas.
f. Pertimbangan moral
Pandangan hidup demokratis mewajibkan danya keyakinan bahwa cara
berdemokrasi haruslah sejalan dengan tujuan.
g. System pendidikan yang menunjang
Pendidikn demokrasi selama ini pada umumnya masih terbatas pada usaha
indoktrinasi dan penyuapan konsep-konsep secara verbalistik.
7
Infrastruktur politik terdiri dari partai poltik dan kelompok gerakan. Menurut
Miriam Budiarjo, partai politik mengemban fungsi sebagai sarana komunikasi
politik, sebagai sarana sosialisasi politik, sebagai sarana rekrutmen kader dan
sebagai sarana pengatur pengatur konflik.
8
dan kedaulatan yang telah dilimpahkan kepada atau dilaksanakan dalam kerangka
undang-undang dasar. Batas-batasanya ditentukan oleh UUD.
Dengan demikian, demokrasi berjalan berdasarkan atas hukum. Selain itu
terdapat dimensi lain dari kedaulatn rakyat dalam ketentuan pasal 1 ayat 2.
Mengacu pada ketentuan tersebut, dikenal dua macam kedaulatan. Pertama,
kedaulatan langsung, dimana rakyat melakukan secara langsung kedaulatannya.
Kedua, kedaulatan yang dilakukan oleh badan-badan perwakilan. Terkait
kedaulata langsung, dalam UUD telah diatur soal pemilihan umum ( pemilu ).
Pemilu adalah wujud kedaulatan rakyat yang dilakukan secara langsung. Dalam
pemilu rakyat memilih anggota DPR atau DPRD,DPD, dan juga Presiden, Wakil
Presiden. Setelah dilaksanakan secara langsung, proses berikutnya, menurut
konstitusi, kedaulatan dilakukan oleh badan perwakilan.
Demokrasi di Indonesia pada hakikatnya merupakan demokrasi yang
dijiwai dan diintegrasikan dengan sila-sila yang terkandung dalam pancasila
sebagai dasar Negara. Hal itu berarti bahwa hak-hak demokrasi haruslah disertai
dengan tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa, haruslah menjunjung
tinggi nilai-nilai kemanusiaan sesuai dengan harkat dan martabat manusia,
haruslah menjamin dan mempersatukan bangsa, dan haruslah pula dimanfaatkan
untuk mewujudkan keadilan social.
2.2. Korupsi
2.2.1. Pengertian Korupsi
Kata korupsi berasal dari bahasa latin corruptio (Fockma Andrea: 1951)
atau corruptus (Webster Student Dictionary: 1960). Selanjutnya disebutkan bahwa
corruptio itu berasal berasal pula dari kata corrumpere, suatu kata latin yang lebih
tua.
Dari bahasa latin itulah istilah korupsi turun ke banyak bahasa Eropa seperti
corruption dan corrupt dalam bahasa Inggris, corruption dalam bahasa Prancis,
dan corruptie dalam bahasa belanda yang selanjutnya menjadi “korupsi” dalam
bahasa Indonesia. Sedangkan di negara jiran Malaysia ditemukan istilah resuah
yang berasal dari bahasa Arab (riswah) yang artinya sama dengan korupsi di
Indonesia.
Dalam Black’s Dictionary, pengertian korupsi sebagai berikut:
“Suatu perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan beberapa
keuntungan yang bertentangan dengan tugas dan hak orang lain. Perbuatan
seorang pejabat atau seorang pemegang kepercayaan yang secara bertentangan
dengan hukum, secara keliru menggunakan kekuasaannya untuk mendapatkan
keuntungan untuk dirinya sendiri atau orang lain, bertentangan dengan tugas dan
hak orang lain.”
The Australian Legal Dictionary, pengertian korupsi adalah sebagai berikut:
“Secara umum, merupakan setiap perbuatan seseorang yang bertentangan dengan
tanggung jawab publiknya untuk mendapatkan imbalan.”
9
Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) menyebutkan bahwa
korupsi bermakna penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau
perusahaan) untuk kepentingan pribadi atau orang lain.
10
diketuai oleh Andi Andoyo, SH. Bertugas melakukan penyidikan perkara
korupsi yang sulit pembuktiannya.
11
b. Pelaksanaan demokrasi diindonesia sangat kapitalistik (membutuhkan ongkos
yang sangat besar). Sistem ini sering disebut sebagai “ high cost democracy “
demokrasi biaya tinggi) dalam hal itu terjadi,karena para politisi yang tampil pada
umumnya dengan kapasitas dan integritas yang rendah. Menyadari kondisinya,
maka mereka terpaksa melakukan kampanye dengan mengandalkan atribut-atribut
yang cenderung berlebihan dan tidak jarang juga dengan menggunakan “money
politics” sebagai jalan pintas buat “ mendongkrak “ kapasitas dan integritas
mereka yang rendah tersebut. Semuanya itumembutuhkan biaya dan anggaran
yang sangat besar. Akibatnya ketika bersangkutan telah terpilih untuk menduduki
jabatan-jabatan publik, mereka harus mengembalikan modal yang tadinya elah
terkuras buat memenangkan kompetisi yang berlangsung sangat ketat.
c. Perjalanan demokrasi di Indonesia pada awalnya sukup menjanjikan, tetapi makin
lama makin mengarah pada apa yang disebut dengan sistem olygopoli atau
oligarki, yakni suatu sistem demokrasi yang dikuasai oleh suatu kelompok (elit)
tertentu dimana setiap keputusan penting dan strategis yang akan diputuskan oleh
rezim yang sedang berkuasa maka pertimbangan utamanya adalah kepentingan-
kepentingan kelompok elite tersebut dan bukan kepentigan nasional dalam arti
yang sebenarnya. Sistem ini sarat dengan KKN (korupsi,kolusi dan nepotisme)
yang sudah barang tentu bertolak belakang dengan jiwa dan semangat (spirit)
sistem demokrasi.
Ketika kedaulatan diserahkan kepada manusia atas nama rakyat, hukum pun
kemudian ditentukan oleh manusia untuk kepentingan manusia. Dalam kondisi seperti
ini uang menjadi panglima yang menjadi tujuan kepentingan manusia dan paling
mempengaruhi manusia. Disinilah demokrasi menjadi pangkal korupsi untuk
membiayai mahar politik yang mahal atau mempertahankan kekuasaan yang
membutuhkan modal yang besar. Balas budipun harus dilakukan kepada pemberi modal
politik. Terjadilah lingkaran syaitan, money to politics dan politics to money. Kebijakan
politik bukan lagi untuk kepentingan rakyat tapi kepentingan elit politik dan pemilik
modal! Proses demokrasi di negeri ini yang membutuhkan biaya kampanye untuk
membeli partai politik, yang memerlukan biaya yang sangat besar. Selain itu rendahnya
hukuman terhadap koruptor juga menjadi faktor sulitnya menghilangkan korupsi
ditambah lagi korupsi di penegakan hukum. mulai dari penyelidikan, penuntutan,
sampai di penjara sekalipun ada korupsi, apa lagi tiga faktor utama penyebab korupsi.
Pertama, sistem yang mendorong dan memacu korupsi, “itulah sistem politik demokrasi
sekuler, yang kedua rendahnya keteladanan. “Dan ketiga, tipisnya apa yang disebut
suasana keimanan yang hampir-hampir tidak ada dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara ini.
Menyedihkan, tak satu pun parpol, baik yang sekuler maupun yang secara
resmi mengatakan asasnya Islam, bersih dari korupsi. Terseretnya yang agamis untuk
terlibat kasus korupsi mengisyaratkan, bahwa dalam sistem demokrasi sekarang ini,
12
hanya mereka yang berusaha keras menjaga kebersihan diri secara terus menerus yang
bisa terhindar dari pengaruh buruk itu. Hanya saja, karena berada di lingkungan sistem
politik yang buruk, orang yang baik pada akhirnya hanya akan berujung pada dua
kemungkinan, terlempar dari arena atau karena terdesak akhirnya terpaksa terlarut
dalam suasana yang buruk itu dan menjadi buruk serta korup.
Itulah sebabnya mengapa di berbagai daerah banyak dijumpai para anggota
dewan dan pemimpin (gubernur, walikota, bupati atau bahkan kepala desa) yang
melakukan korupsi berjamaah mengemplang uang negara, dan bahkan banyak dari
mereka–para maling uang rakyat itu–yang terpilih berulang-kali karena
"kesuksesannya” dalam mengelabuhi, membodohi, menipu, dan menyuap rakyat.
Banyak juga orang yang memilih calon tertentu bukan karena uang tetapi
karena solidaritas atau sentimen kelompok, keagamaan, etnisitas, partai, ormas, dan
sebagainya. Sementara yang lain memilih kandidat tertentu karena "diperdaya” atau
dikelabuhi oleh kalangan elite agama yang sukses "menjual” ayat, teks dan diskursus
keagamaan tertentu. Yang lain lagi terpaksa memilih calon karena ketakutan diancam
dan diteror, baik secara politik maupun teologi, oleh para makelar agama dan petualang
politik. Ancaman tidak menyolati mayat anggota keluarga yang mendukung Ahok
dalam Pilgub Jakarta 2017 lalu adalah contoh nyata dari "teror teologis” ini untuk
menakut-nakuti rakyat agar mereka tidak memilih Ahok.
Akhirnya demokrasi pun tidak menjamin mampu membawa rakyat dan
pemerintahan ke dalam kemakmuran dan kedamaian karena kaum elite dan rakyat itu
sendiri (para pelaku demokrasi) "bermain-main” dengan demokrasi. Maka tidak jarang
jika banyak dijumpai di berbagai negara kalau demokrasi telah rusak berat dirusak oleh
para demokrat dan lembaga-lembaga demokrasi dengan cara-cara demokratis.
Jadi sampai jungkir balik sekalipun, tidak akan bisa terhapus Korupsi di
negeri ini bahkan sampai kiamat. karena tidak adanya kemauan dan keteladanan untuk
memberantas korupsi. Hal yang dilakukan untuk memberantasan korupsi yang
dibutuhkan tidak hanya institusi. perlu kemauan, terutama kemauan yang kuat dari
pemimpin tertinggi negeri ini. Jika kemauan datang dari pemimpin tertinggi, maka
sudah banyak kasus-kasus korupsi di negeri ini yang sudah terbongkar, korupsi di
Indonesia dipengaruhi by person dan by system. Korupsi di Indonesia agak mudah
jika by person muncul karena ketamakan individu atau mungkin keterpaksaan individu
oleh karena gaji yang kurang itu masih agak ringan dinaikkan gaji selesai. Tapi yang
terjadi di negeri kita ini korupsi tidak hanya terjadi karena by person tapi juga by
system yang lahir karena sistem yang cenderung membuat orang korup seperti proses
politik yang sangat mahal di negeri ini.
Selain KPK sebenarnya ada badan independen lain yang berpotensi
memainkan berbagai peran penting dalam pemberantasan korupsi, yakni Komisi
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Komisi Ombudsman Nasional (KON), Pusat
Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Indonesia (PPATK) serta Komisi Yudisial
(KY).
Dari semua badan yang pernah dibentuk itu, kewenangan yang dimiliki KPK
menjadikan KPK sebagai tulang punggung pemberantasan korupsi. Namun ternyata,
13
KPK pun tak bisa diharapkan sehingga terlont r ide Marzuki Alie (Ketua DPR dari
Partai Demokrat) agar lembaga ini dibubarkan saja.
Jika kita teliti lebih dalam, penyebab maraknya korupsi adalah merebaknya
demokrasi. Bagaimana tidak, korupsi di alam demokrasi ini telah merasuk ke setiap
instansi pemerintah, parlemen atau wakil rakyat dan swasta.
DPR dan DPRD yang dianggap perwujudan demokrasi malah merupakan
sarang koruptor. Jual-beli aneka RUU, utak-atik anggaran, pemekaran wilayah,
pemilihan kepala daerah, proyek pembangunan, pemilihan pejabat, dan sebagainya
ditengarai menjadi lahan basah korupsi para anggota dewan.
Gaji dan tunjangan yang \\\"tak seberapa\\\", membuat para penguasa atau wakil rakyat
mencari cara cepat mengembalikan biaya politik dalam proses Pemilu tersebut, yaitu
dengan cara korupsi. Inilah lingkaran setan korupsi dalam sistem demokrasi.
Dari fakta diatas, seharusnya bukan hanya KPK yang layak dibubarkan, tapi sistem
politik dan pemerintahan demokrasi pun harus segera dibubarkan. Sebagai gantinya
adalah sistem politik dan pemerintahan Islam.
Dalam Islam, hukum bagi pencuri yang mencuri minimal 0,5 gram emas
maka potonglah tangannya baik laki-laki ataupun perempuan. Apalagi koruptor yang
mencuri uang rakyat ratusan juta bahkan milyaran rupiah.
Sejarah Islam telah membuktikan bahwa ketika hukum-hukum Islam
diterapkan secara sempurna termasuk hukum pidana, ternyata hanya terjadi 200 kasus
pidana saja selama 1300 tahun dalam masa pemerintahan Islam (sistem Khilafah).
Melihat dari sejarah keemasan Islam itu, kenapa kita tidak tertarik untuk
mengulang kembali, sehingga keamanan benar-banar dapat dirasakan baik oleh muslim
maupun non muslim. Islam tidak akan mebeda-bedakan suku, ras dan agama.
14
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
3.1.1. Hakikat dari demokrasi sebagaimana kita pahami terdapat pada makna
pemerintahan dari rakyat (goverment of the people), pemerintahan oleh rakyat
(government by people) dan pemerintahan unuk rakyat (government for
people).
3.1.2. Korupsi adalah penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau
perusahaan) untuk kepentingan pribadi atau orang lain.
3.1.3. Terjadinya anomaly demokrasi di Indonesia, yaitu sebuah pemerintahan
demokrasi yang abnormal, dimana demokrasi berbanding lurus dengan tingkat
korupsi, bukan berbanding terbalik sebagaimana mestinya.
3.1.4. Faktor utama penyebab korupsi. Pertama, sistem yang mendorong dan
memacu korupsi, “itulah sistem politik demokrasi sekuler, yang kedua
rendahnya keteladanan. “Dan ketiga, tipisnya apa yang disebut suasana
keimanan yang hampir-hampir tidak ada dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara ini.
3.2. Saran
Sebagai calon pemimpin bangsa kita harus menanamkan sikap anti korupsi dan
menghindarinya sejak dini. Sehingga demokrasi di Indonesia dapat berjalan
sebagaimana mestinya untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dan kemajuan negara.
15
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Mardenis, SH. M. Si., dkk. 2016. Pendidikan Kewarganegraan. Padang: Universitas
Andalas
Dr. H. Juni Sjafrien Jahja, SH, MH. 2012. Say No To Korupsi. Jakarta: Visimedia
https://antikorupsi.org/id/news/demokrasi-mendorong-korupsi
https://news.detik.com/opini/1699700/demokrasi-akar-masalah-munculnya-korupsi
http://desyittutachi.blogspot.com/2013/03/sistem-demokrasi-penyebab-utama-korupsi.html
http://www.dw.com/id/demokrasi-korupsi-dan-korupsi-demokrasi/a-43480638
16