Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

“BENARKAH SISTEM DEMOKRASI DI INDONESIA MENDORONG


LAHIRNYA PEJABAT KORUP”

Disusun Oleh:

Indra Wijaya (D0217007)

Dhohiri Abadi (D0217022)

UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN


SURAKARTA
2018

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat dan karunia-Nya makalah ini dapat penulis selesaikan. Makalah ini disusun atas
tingginya rasa tanggung jawab penulis terhadap kewajiban. Di dalam makalah ini penulis
akan membahas tentang “Benarkah Sistem Demokrasi di Indonesia mendorong Lahirnya
Pejabat Korup”.

Penulis menghadapi hambatan dalam penulisan makalah ini, namun dengan


semangat, arahan dan bimbingan dari berbagai pihak penulis akhirnya dapat meyelesaikan
makalah ini dengan baik..

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kelemahan
dan kekurangan, baik dari segi penyajian maupun materinya. Hal tersebut disebabkan oleh
terbatasnya kemampuan dan pengetahuan penulis. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak untuk kesempurnaan
makalah ini di kemudian hari.

Surakarta, Mei 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................i

DAFTAR ISI...................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................1

1.1..........................................................................................................................
Latar Belakang.................................................................................................1
1.2..........................................................................................................................
Rumusan Masalah...........................................................................................1
1.3..........................................................................................................................
Tujuan..............................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN................................................................................................2

2.1..........................................................................................................................
Demikrasi........................................................................................................2
2.2..........................................................................................................................
Korupsi............................................................................................................6
2.3..........................................................................................................................
Demokrasi dan Korupsi di Indonesia..............................................................8
2.4..........................................................................................................................
Benarkah Sistem Demokrasi mendorong lahirnya pejabat korup ………….12

BAB III PENUTUP........................................................................................................15

3.1..........................................................................................................................
Kesimpulan......................................................................................................15
3.2..........................................................................................................................
Saran................................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................16

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Demokrasi adalah sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan
kedaulatan rakyat dan kemajuan negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara
tersebut. Untuk mewujudkan kedaulatan dan kemajuan tersebut sangat ditentukan oleh
keberhasilan dalam melaksanakan pembangunan. Pembangunan sebagai suatu proses
perubahan yang mencangkup semua aspek kehidupan masyarakat. Efektivitas dan
keberhasilan pembangunan ditentukan oleh dua faktor utama, yaitu sumber daya
manusia dan pembiayaan. Diantara dua faktor tersebut yang paling dominan adalah
faktor manusianya. Indonesia merupakan salah satu negaara terkaya jika dilihat dari
sumber daya alam yang berlimpah. Tapi ironisnya, jika dibandingkan dengan negara
laii negara ini bukanlah tidak termasuk negara kaya namun termasuk negara miskin.
Salah satu penyebabnya adalah rendahnya kualitas sumber daya manusia. Kualitas
tersebut tidak hanya dari segi ilmu pengetahuan dan teknologi saja, tetapi juga
menyangkut kualitas moral dan kepribadiannya. Rapuhnya moral dan rendahnya
tingkat kejujuran dari aparat penyelenggara pemerintahan menyebabkan terjadinya
korupsi di tengah peyelenggaran pemerintahan yang demokrasi. Korupsi di indonesia
dewasa ini sudah menjadi sebuah patologi sosial (penyakit sosial) yang sangat
berbahaya bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Hal tersebut mengakibatkan terjadinya anomaly demokrasi di Indonesia, yaitu
sebuah pemerintahan demokrasi yang abnormal, dimana demokrasi berbanding lurus
dengan tingkat korupsi, bukan berbanding terbalik sebagaimana mestinya.

1.2. Rumuan Masalah


Sesuai dengan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas
dalaam makalah ini adalah
1.2.1. Apa itu demokrasi?
1.2.2. Apa itu korupsi?
1.2.3. Bagaimana, benarkah sistem demokrasi di Indonesia mendorong lahirnya
pejabat korup?

1.3. Tujuan
1.3.1. Menjelaskan apa itu yang dimaksud dengan demokrasi

4
1.3.2. Menjelaskan apa itu yang dimaksud dengan korupsi
1.3.3. Menjelaskan benarkah sitem demokrasi di Indonesia mendorong lahirnya
pejabat korup.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Demokrasi
2.1.1. Pengertian Demokrasi
Penyebutan akan istilah demokrasi pada mulanya berangkat dari bahasa
yunani, yaitu dengan istilah democratos yang merupakan gabungan dari kata
demos yang artinya “ rakyat “, dan cratos yang artinya” kekuasaan atau kedaulatan
“. Dari gabungan atas dua pemaknaan tersebut, maka dapat diterjemahkan bahwa
demokrasi adalah kedaulatan rakyat.
Adapun kedaulatan rakyat yang dimaksud dalam kehidupan bernegara
tersebut adalah untuk menunjuk kepada sistem penyelenggaraan system
pemerintahan yang dilaksanakan bersama rakyat. Dengan demikian pada Negara
yang menganut system demokrasi, kekuasaan pemerintahannya terbatas dan
pemerintah tidak dapat bertindak sewenang-wenang kepada rakyatnya.
Adapun hakikat dari demokrasi sebagaimana kita pahami terdapat pada
makna pemerintahan dari rakyat (goverment of the people), pemerintahan oleh
rakyat (government by people) dan pemerintahan unuk rakyat (government for
people). Hakikat makna yang terkandung pada government of the people adalah
untuk menunjuk bahwa dalam negara demokrasi, keabsahan/legitimasi terhadap
siapa yang memerintah (pemerintah) berasal dari kehendak rakyat. Sementara
makna yang diungkap dari government by people yakni bahwa dalam
penyelenggaraan pemerintahan yang dilakukan pemerintah prosesnya diawasi oleh
rakyat. Sedangkan untuk goverment for people terkandung makna bahwa dalam
penyelenggaraan suatu pemerintahan oleh pemerintah adalah harus dilangsungkan
untuk sebesar-besarnya utuk kemakmuran rakyat.

2.1.2. Norma-norma Yang Mendasari Demokrasi


Menurut Frans Magnis Suseno, setidaknya ada lima prinsip Negara
demokasi tersebut :
a. Menganut Sistem Negara Hukum, dengan kata lain Negara demokrasi ini tidak
mengenal kata-kata absolut.

5
b. Social Control, didalam Negara demokrasi pengawasan dilaksanakan oleh
rakyat, semua kegiatan yang dilaksanakan didalam pemerintahan mndapat
pengawasan dari rakyat.
c. Adanya Pemilihan Yang Bebas, mununjukkan nilai-nilai pokok yang dijunjung
oleh demokrasi, yaitu kebebasan individu untuk mengekspresikan diri.
d. Prinsip Mayoritas, demokrasi berarti kekuasaan berada ditangan rakyat.
e. Adanya Jaminan Atas HAM, Negara-negara yang menganut prinsip demokrasi
akan selalu menjunjung tinggi HAM, hal ini merupakan sebuah perwujudan
dari nilai-nilai demokrasi yang lebih merujuk kepada prinsip mayoritas (F
Magnis Suseno, dalam Heri Zulfa dan Dahlil Syah, 2000).

Hendry B.Mayo menyatakan bahwa demokrasi haruslah didasari oleh beberapa


norma dasar, yakni dengan :
a. Menyelesaikan perselisihan secara damai dan melembaga
b. Menjamin terselenggaranya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat
yang sedang berubah
c. Penyelenggaraan pergantian pimpinan secara teratur
d. Membatasi pemakaian kekerasan sampai minimum
e. Mengakui serta menganggap secara wajar adanya keanekaragaman dalam
masyarakat yang tercermin dalam keanekaragaman pendapat, kepentingan,
serta tingkah laku
f. Menjamin tegaknya keadilan.

Sementara Nurcholis Madjid berpendapat,bahwa setidaknya ada tujuh norma


dasar demokrasi sebagai berikut:
a. Kesadaran akan pluralisme
Masyarakat sudah memandang secara positif kemajemukan dan keberagaman
dalam masyarakat, serta telah mampu mengelaborasikan ke dalam sikap tindak
secara kreatif.
b. Musyawarah
korelasi prinsip ini adalah kedewasaan untuk menerima bentuk-bentuk
kompromi dengan bersikap dewasa dalam mengemukakan pendapat,
mendengarkan pendapat orang lain, menerima perbedaan pendapat, dan
kemungkinan mengambil pendapat yang lebih baik.
c. Pemufakatan yang jujur dan sehat
Prinsip masyarakat demokrasi dituntut untuk menguasai dan menjalankan seni
permusyawaratan yang jujur dan sehat itu guna mencapai pemufakatan yang
juga jujur dan sehat, bukannya pemufakatan yang dicapai melalui itrik-intrik
yang curang, tidak sehat atau melalui konspirasi.
d. Kerjasama
Prinsip kerjasama antar warga dalam masyarakat dan sikap saling mempercayai
itikad baik masing-masing, kemudian jalinan dukungmendukung secara
fungsional antara berbagai unsur kelembagaan kemasyarakatan yang ada,
merupakan segi penunjang efisiensi untuk untuk demokrasi.

6
e. Pemenuhan segi-segi ekonomi
Pemenuhan segi-segi ekonomi (kesejahteraan social) merupakan salah satu dari
bentuk demokrasi substansial, disamping social control dan akuntabilitas.
f. Pertimbangan moral
Pandangan hidup demokratis mewajibkan danya keyakinan bahwa cara
berdemokrasi haruslah sejalan dengan tujuan.
g. System pendidikan yang menunjang
Pendidikn demokrasi selama ini pada umumnya masih terbatas pada usaha
indoktrinasi dan penyuapan konsep-konsep secara verbalistik.

2.1.3. Komponen-komponen penegak demokrasi


Tegaknya demokrasi suatu Negara sangat tergantung pada komponen-
komponen sebagai berikut :
a. Negara Hukum
Demokrasi suatu Negara dapat berdiri, kalau negarannya adalah Negara hokum,
yakni sebagai Negara yang memberikan perlindungan hukum bagi wrga
negarannya melalui pelembagaan peradilan yang bebas dan tidak memihak dan
sekaligus juga terdapat jaminan terhadap perlindungan HAM.
b. Pemerintahan yang Good Governance
Berdirinya suatu demokrasi sangat perlu ditopang oleh bentuk pemerintahan
yang good governance yang pelaksanaannya dapat dilakukan secara efektif dan
efisien, responsif terhadap kebutuhan rakyat, dalam suasana demokratis,
akuntabel, serta tranfaran.
c. Badan Pemegang Kekuasaan Legislatif
Badan Pemegang Kekuasaan Legislatif yang dapat menopang tegaknya
demokrasi suatau Negara adalah badan pemegang kekuasaan legislative yang
diisi oleh orang-orang yang memiliki civic skill yang solid dan tinggi, sebgai
contoh anggota DPR RI yang mempunyai fungsi membuat UU, fungsi
pengwasan dan fungsi anggaran. Maka, para anggotanya memang memiliki
civic skill dalam ketiga bidang tersebut.
d. Peradilan yang Bebas dan Mandiri
Peran dunia peradilan dalam kaitannya dengan demokrasi juga berada pada
peran yang sentral.
e. Masyarakat Madani
Masyarakat madani dicirikan dengan masyarakatnya yang terbuka, masyarakat
yang bebas dari pengaruh kekuasaan dan tekanan Negara, masyarakat yang
kritis dan berpartisipasi aktif serta masyarakat egaliter.
f. Pers yang Bebas dan Bertanggung jawab
Berkembangnya denokrasi disuatu Negara sangat perlu dikawal oleh pers yang
memegan tidak berada dibawah tekanan penguasa atau pihak manapun dalam
pemberitaannya senantiasa dilandasi dengan rasa tanggung jawab kepada
masyarakat dn bangsa dengan berdasrkan fakta- fakta yang dipertanggung
jawabkan.
g. Infrastruktur Politik

7
Infrastruktur politik terdiri dari partai poltik dan kelompok gerakan. Menurut
Miriam Budiarjo, partai politik mengemban fungsi sebagai sarana komunikasi
politik, sebagai sarana sosialisasi politik, sebagai sarana rekrutmen kader dan
sebagai sarana pengatur pengatur konflik.

2.1.4. Model-model Demokrasi


Jika dipandang dari orientasinya, demokrasi dapat dibedakan atas :
a. Demokrasi Liberal meruapakan demokrasi yang begitu menjunjung tinggi
kebebasan dan individualisme.
b. Demokrasi Terpimpin merupakan demokrasi yang dipimin oleh pemimpin
Negara, dimana pemimpin Negara tersebut beranggapan bahwa rakyatnya
telah mempercayakan kepadanya untuk memimpin demokrasi dinegaranya.
c. Demorasi Sosial merupakan demokrasi yang begitu menaruh kepedulian
besar terhadap keadilan dan egalitarian.

Sementara kalau dipandang dari mekaniseme pelaksanaannya, demokrasi


dapata dibedakan atas :

a. Demokrasi Langsung dicirikan dengan penempatan kedaulatan rakyatnya


dilakukan secara langsung
b. Demokrasi tidak langsung dicirikan dengan mekanisme penempatan
kedaulatan rakyatnya diwakilkan kepada lembaga perwakilan Negara
tersebut.

2.1.5. Demokrasi Indonesia


Demokrasi kita adalah demokrasi Indonesia yang membawa corak
kepribadian bangsa Indonesia sendiri. Tidak perlu ‘identiek’, artinya sama dengan
demokrasi yang dijalankan oleh bangsa-bangsa lain. Pesan Bung Karno :
“Janganlah demokrasi kita itu demokrasi jiplakkan “.
Menurut Soekarno dan Hatta, demokrasi yang diinginkan negara pada
waktu itu sedang diperjuangkkan kemerdekaannya yakni, bukan demokrasi liberal
yang biasannya memihak golongan yang kuat sosial ekonominnya. Selai itu Bung
Karno menandaskan bahwa negara Indonesia tidak didirikan sebagai tempat
merajalelannya kaum kapitalis sehingga kesejahteraan hanya terpusat pada
segelintir orang tertentu. Indonesia didirikan untuk menjamin meratannya
kesejahteraan keseluruhan rakyatnnya. Negara ini didirikan juga untuk
mewujudkan terjaminnya hak sosial warga negara dan tercapainya suatu
demokrasi ekonomi. Sebagaiman penegasan Bung Karno bahwa :
“saudara-saudara, saya usulkan : Kalau kita mencari demokrasi hendaknya
bukan demokrasi Barat, tetapi permusyawaratan yang memberi hidup, yakni
poltiek-ekomische democratie yang mampu mendatangkan kesejahteraan sosial”.
Demokrasi Indonesia adalah kedaulatan rakyat sebagaimana yang
tercantum dalam pasal 1 ayat 2 UUD 1945. Menurut Harjono (mantan hakim
Mahkamah Konstitusi RI ), “ yakni kedaulatan yang masih berada ditangan rakyat

8
dan kedaulatan yang telah dilimpahkan kepada atau dilaksanakan dalam kerangka
undang-undang dasar. Batas-batasanya ditentukan oleh UUD.
Dengan demikian, demokrasi berjalan berdasarkan atas hukum. Selain itu
terdapat dimensi lain dari kedaulatn rakyat dalam ketentuan pasal 1 ayat 2.
Mengacu pada ketentuan tersebut, dikenal dua macam kedaulatan. Pertama,
kedaulatan langsung, dimana rakyat melakukan secara langsung kedaulatannya.
Kedua, kedaulatan yang dilakukan oleh badan-badan perwakilan. Terkait
kedaulata langsung, dalam UUD telah diatur soal pemilihan umum ( pemilu ).
Pemilu adalah wujud kedaulatan rakyat yang dilakukan secara langsung. Dalam
pemilu rakyat memilih anggota DPR atau DPRD,DPD, dan juga Presiden, Wakil
Presiden. Setelah dilaksanakan secara langsung, proses berikutnya, menurut
konstitusi, kedaulatan dilakukan oleh badan perwakilan.
Demokrasi di Indonesia pada hakikatnya merupakan demokrasi yang
dijiwai dan diintegrasikan dengan sila-sila yang terkandung dalam pancasila
sebagai dasar Negara. Hal itu berarti bahwa hak-hak demokrasi haruslah disertai
dengan tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa, haruslah menjunjung
tinggi nilai-nilai kemanusiaan sesuai dengan harkat dan martabat manusia,
haruslah menjamin dan mempersatukan bangsa, dan haruslah pula dimanfaatkan
untuk mewujudkan keadilan social.

2.2. Korupsi
2.2.1. Pengertian Korupsi
Kata korupsi berasal dari bahasa latin corruptio (Fockma Andrea: 1951)
atau corruptus (Webster Student Dictionary: 1960). Selanjutnya disebutkan bahwa
corruptio itu berasal berasal pula dari kata corrumpere, suatu kata latin yang lebih
tua.
Dari bahasa latin itulah istilah korupsi turun ke banyak bahasa Eropa seperti
corruption dan corrupt dalam bahasa Inggris, corruption dalam bahasa Prancis,
dan corruptie dalam bahasa belanda yang selanjutnya menjadi “korupsi” dalam
bahasa Indonesia. Sedangkan di negara jiran Malaysia ditemukan istilah resuah
yang berasal dari bahasa Arab (riswah) yang artinya sama dengan korupsi di
Indonesia.
Dalam Black’s Dictionary, pengertian korupsi sebagai berikut:
“Suatu perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan beberapa
keuntungan yang bertentangan dengan tugas dan hak orang lain. Perbuatan
seorang pejabat atau seorang pemegang kepercayaan yang secara bertentangan
dengan hukum, secara keliru menggunakan kekuasaannya untuk mendapatkan
keuntungan untuk dirinya sendiri atau orang lain, bertentangan dengan tugas dan
hak orang lain.”
The Australian Legal Dictionary, pengertian korupsi adalah sebagai berikut:
“Secara umum, merupakan setiap perbuatan seseorang yang bertentangan dengan
tanggung jawab publiknya untuk mendapatkan imbalan.”

9
Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) menyebutkan bahwa
korupsi bermakna penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau
perusahaan) untuk kepentingan pribadi atau orang lain.

2.2.2. Peraturan Perundang-Undangan tentang Pemberantasan Korupsi


Berbagai produk peraturan perundang-undangan mengenai pemberantasan
korupsi yang telah diterapkan di Indonesia, antara lain:
a. Peraturan Penguasa Perang Pusat untuk daerah Angkatan Darat,
No.Prt/Peperpu/013/1958 tanggal 16 April 1958; dan
b. Peraturan Pengganti Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 1960 tentang
Pengusutan, penuntutan, dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi (Perpu
No.24 Tahun 1960); yang diganti dengan
c. Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi; yang diganti dengan
d. Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi; yang diganti dengan
e. Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi tanggal 16 Agustus 1999.

2.2.3. Komisi Pemberantasan Korupsi


Ketentuan Pasal 43 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menegaskan perlunya dibentuk sebuah
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana korupsi yang indipenden dengan tugas dan
wewenang dalam melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi yang kemudian
diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi
pemberantasan Korupsi.
Disamping itu, pemerintah pernah membentuk beberapa komisi
pemberantasan korupsi, sebagai berikut.
a. Komisi IV yang dibentuk pada tanggal 31 Januari 1970 berdasarkan
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 1970. Komisi IV
yang terdiri dari Wilopo, SH., I.J. kasimo, Prof. Ir. Johannes, dan Anwar
Tjokroaminoto dengan tugas pokok meneliti dan menilai kebijaksanaan dalam
pemberantasan korupsi serta memberikan pertimbangan kepada pemerintah
yang telah dibubarkan berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 50 tahun
1970 tentang Membubarkan Komisi IV yang Dibentuk dengan Keputusan
Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 1970.
b. Komisi Pemeriksaan Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN) yang
dibentuk melalui Kepres RI No. 127 Tahun 1999 tentang Pembentukan
Komisi Pemeriksaan Kekayaan Penyelenggara Negara;
c. Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana korupsi (TGTPK) yang
dibentuk pada tanggal 5 April 2000 berdasarkan PP RI Nomor 19 Tahun 2000
tentang Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana korupsi. TGTPK yang

10
diketuai oleh Andi Andoyo, SH. Bertugas melakukan penyidikan perkara
korupsi yang sulit pembuktiannya.

Disamping kejaksaan dan kepolisian, Komisi Pemberantasan Korupsi


(KPK) juga memiliki peran yang sangat penting. Merupakan suatu hal yang
sangat memprihatinkan, karena sedemikian banyaknya para koruptor yang
dituntut di pengadilan belum menyusutkan tingkat tindak pidana korupsi. Indikasi
korupsi yang terjadi di Indonesia tetap tinggi, bahkan menempati kelompok
tertinggi di Asia.

Penanganan masalah korupsi di Indonesia telah menimbulkan dilema sosial


akibat manajemen korupsi dalam birokrasi pemerintahan dan swasta yang
menyebabkan korupi membudaya. Pada sisi lain, proses penegakan hukum dalam
pemberantasan korupsi yang dilakukan pemerintah amat lamban. Kalaupun bisa
sampai ke pengadilan, lebih banyak mengecewakan masyarakat. Sehingga,
pemecahan yang dapat dijadika bahan pertimbangan guna mengatasi dilema yang
dialami masyarakat dalam pemberantasan korupsi menjadi tanggung jawab
bersama.

2.3. Demokrasi dan Korupsi di Indonesia


Membahas hubungan demokrasi dengan korupsi, kita mau tidak mau harus
merunjuk dan mengaitkannya dengan aksioma yang popular dari Prof. Lord Acton
yang menegaskan : “Power tends to corrupt, absolute power corrupt absolutely “
(kekuasaan cendrung korup, dan kekuasaan yang absolut maka korupsinya juga
absolut). Aksioma ini mengandung makna bahwa, absolutisme pada dasarnya
berbanding terbalik dengan korupsi,sebaliknya demokrasi berbanding terbalik dengan
korupsi. Dengan demikian berarti, jika suatu pemerintahan dijalankansecara absolut
(otoriter), maka pasti angka korupsi dinegara tersebut akan besar. Sebaliknya jika
pemerintahandijalankan dengan menerapkan system demokrasi (baik formal ataupun
substansial), maka dengan sendirinya angka korupsinya juga rendah.
Kenapa untuk konteks Indonesia yang sejak era reformasi system
pemerintahannya telah dikelola dan dijalankan dengan menerapkan system demokrasi,
tetapi angka korupsinya tetap besar ? inilah yang disebut dengan “anomaly demokrasi”
di Indonesia. Artinya, apa yang terjadi diindonesia saat ini adalah sesuatu yang
“abnormal”, terutama jika dikaitkan dengan aksioma Lord Acton sebagaimana dikutip
diatas. Kenapa hal itu terjadi? Ada 3 kesalahan atau kelemahan dalam praktek
demokrasi diindonesia saat ini sebagai berikut :
a. Pelaksanaan demokrasi diindonesia cendrung hanya menekankan pada demokrasi
formal ketimbang demokrasi substansif. Demokrasi formal,artinya sistem
demokrasi yang hanya menekankan aspek prosedural demokrasi, seperti :
pemilihan langsung, pembentukan lembaga-lembaga yang penopang sistem
demokrasi, seperti lembaga parlemen, partai politik, dan lembaga-lembaga dan
sejenisnya. Sedangkan demokrasi substansif lebih menekankan pada isi dan
kualitas dari pelaksanaan demokrasi, seperti adanya sosial kontrol, akuntabilitas,
kesejahteraan sosial, transparansi, dan lain-lain.

11
b. Pelaksanaan demokrasi diindonesia sangat kapitalistik (membutuhkan ongkos
yang sangat besar). Sistem ini sering disebut sebagai “ high cost democracy “
demokrasi biaya tinggi) dalam hal itu terjadi,karena para politisi yang tampil pada
umumnya dengan kapasitas dan integritas yang rendah. Menyadari kondisinya,
maka mereka terpaksa melakukan kampanye dengan mengandalkan atribut-atribut
yang cenderung berlebihan dan tidak jarang juga dengan menggunakan “money
politics” sebagai jalan pintas buat “ mendongkrak “ kapasitas dan integritas
mereka yang rendah tersebut. Semuanya itumembutuhkan biaya dan anggaran
yang sangat besar. Akibatnya ketika bersangkutan telah terpilih untuk menduduki
jabatan-jabatan publik, mereka harus mengembalikan modal yang tadinya elah
terkuras buat memenangkan kompetisi yang berlangsung sangat ketat.
c. Perjalanan demokrasi di Indonesia pada awalnya sukup menjanjikan, tetapi makin
lama makin mengarah pada apa yang disebut dengan sistem olygopoli atau
oligarki, yakni suatu sistem demokrasi yang dikuasai oleh suatu kelompok (elit)
tertentu dimana setiap keputusan penting dan strategis yang akan diputuskan oleh
rezim yang sedang berkuasa maka pertimbangan utamanya adalah kepentingan-
kepentingan kelompok elite tersebut dan bukan kepentigan nasional dalam arti
yang sebenarnya. Sistem ini sarat dengan KKN (korupsi,kolusi dan nepotisme)
yang sudah barang tentu bertolak belakang dengan jiwa dan semangat (spirit)
sistem demokrasi.

2.4. Apakah benar Sistem Demokrasi di Indonesia mendorong lahirnya Pejabat


Korup

Ketika kedaulatan diserahkan kepada manusia atas  nama rakyat, hukum pun
kemudian ditentukan oleh manusia untuk kepentingan manusia. Dalam kondisi seperti
ini uang menjadi panglima yang menjadi tujuan kepentingan manusia dan paling
mempengaruhi manusia. Disinilah demokrasi menjadi pangkal korupsi untuk
membiayai mahar politik yang mahal atau mempertahankan kekuasaan yang
membutuhkan modal yang besar. Balas budipun harus dilakukan kepada pemberi modal
politik. Terjadilah lingkaran syaitan, money to politics dan politics to money. Kebijakan
politik bukan lagi untuk kepentingan rakyat tapi kepentingan elit politik dan pemilik
modal! Proses demokrasi di negeri ini yang membutuhkan biaya kampanye untuk
membeli partai politik, yang memerlukan biaya yang sangat besar. Selain itu rendahnya
hukuman terhadap koruptor juga menjadi faktor sulitnya menghilangkan korupsi
ditambah lagi korupsi di penegakan hukum. mulai dari penyelidikan, penuntutan,
sampai di penjara sekalipun ada korupsi, apa lagi tiga faktor utama penyebab korupsi.
Pertama, sistem yang mendorong dan memacu korupsi, “itulah sistem politik demokrasi
sekuler, yang kedua rendahnya keteladanan. “Dan ketiga, tipisnya apa yang disebut
suasana keimanan yang hampir-hampir tidak ada dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara ini.
Menyedihkan, tak satu pun parpol, baik yang sekuler maupun yang secara
resmi mengatakan asasnya Islam, bersih dari korupsi. Terseretnya yang agamis untuk
terlibat kasus korupsi mengisyaratkan, bahwa dalam sistem demokrasi sekarang ini,

12
hanya mereka yang berusaha keras menjaga kebersihan diri secara terus menerus yang
bisa terhindar dari pengaruh buruk itu. Hanya saja, karena berada di lingkungan sistem
politik yang buruk, orang yang baik pada akhirnya hanya akan berujung pada dua
kemungkinan, terlempar dari arena atau karena terdesak akhirnya terpaksa terlarut
dalam suasana yang buruk itu dan menjadi buruk serta korup.
Itulah sebabnya mengapa di berbagai daerah banyak dijumpai para anggota
dewan dan pemimpin (gubernur, walikota, bupati atau bahkan kepala desa) yang
melakukan korupsi berjamaah mengemplang uang negara, dan bahkan banyak dari
mereka–para maling uang rakyat itu–yang  terpilih berulang-kali karena
"kesuksesannya” dalam mengelabuhi, membodohi, menipu, dan menyuap rakyat.  
Banyak juga orang yang memilih calon tertentu bukan karena uang tetapi
karena solidaritas atau sentimen kelompok, keagamaan, etnisitas, partai, ormas, dan
sebagainya. Sementara yang lain memilih kandidat tertentu karena "diperdaya” atau
dikelabuhi oleh kalangan elite agama yang sukses "menjual” ayat, teks dan diskursus
keagamaan tertentu. Yang lain lagi terpaksa memilih calon karena ketakutan diancam
dan diteror, baik secara politik maupun teologi, oleh para makelar agama dan petualang
politik. Ancaman tidak menyolati mayat anggota keluarga yang mendukung Ahok
dalam Pilgub Jakarta 2017 lalu adalah contoh nyata dari "teror teologis” ini untuk
menakut-nakuti rakyat agar mereka tidak memilih Ahok.  
Akhirnya demokrasi pun tidak menjamin mampu membawa rakyat dan
pemerintahan ke dalam kemakmuran dan kedamaian karena kaum elite dan rakyat itu
sendiri (para pelaku demokrasi) "bermain-main” dengan demokrasi. Maka tidak jarang
jika banyak dijumpai di berbagai negara kalau demokrasi telah rusak berat dirusak oleh
para demokrat dan lembaga-lembaga demokrasi dengan cara-cara demokratis.
Jadi sampai jungkir balik sekalipun, tidak akan bisa terhapus Korupsi di
negeri ini bahkan sampai kiamat. karena tidak adanya kemauan dan keteladanan untuk
memberantas korupsi. Hal yang dilakukan untuk memberantasan korupsi yang
dibutuhkan tidak hanya institusi. perlu kemauan, terutama kemauan yang kuat dari
pemimpin tertinggi negeri ini. Jika kemauan datang dari pemimpin tertinggi, maka
sudah banyak kasus-kasus korupsi di negeri ini yang sudah terbongkar, korupsi di
Indonesia dipengaruhi by person dan by system. Korupsi di Indonesia agak mudah
jika by person muncul karena ketamakan individu atau mungkin keterpaksaan individu
oleh karena gaji yang kurang itu masih agak ringan dinaikkan gaji selesai. Tapi yang
terjadi di negeri kita ini korupsi tidak hanya terjadi karena by person tapi juga by
system yang lahir karena sistem yang cenderung membuat orang korup seperti proses
politik yang sangat mahal di negeri ini.
Selain KPK sebenarnya ada badan independen lain yang berpotensi
memainkan berbagai peran penting dalam pemberantasan korupsi, yakni Komisi
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Komisi Ombudsman Nasional (KON), Pusat
Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Indonesia (PPATK) serta Komisi Yudisial
(KY).
Dari semua badan yang pernah dibentuk itu, kewenangan yang dimiliki KPK
menjadikan KPK sebagai tulang punggung pemberantasan korupsi. Namun ternyata,

13
KPK pun tak bisa diharapkan sehingga terlont r ide Marzuki Alie (Ketua DPR dari
Partai Demokrat) agar lembaga ini dibubarkan saja.
Jika kita teliti lebih dalam, penyebab maraknya korupsi adalah merebaknya
demokrasi. Bagaimana tidak, korupsi di alam demokrasi ini telah merasuk ke setiap
instansi pemerintah, parlemen atau wakil rakyat dan swasta.
DPR dan DPRD yang dianggap perwujudan demokrasi malah merupakan
sarang koruptor. Jual-beli aneka RUU, utak-atik anggaran, pemekaran wilayah,
pemilihan kepala daerah, proyek pembangunan, pemilihan pejabat, dan sebagainya
ditengarai menjadi lahan basah korupsi para anggota dewan.

Gaji dan tunjangan yang \\\"tak seberapa\\\", membuat para penguasa atau wakil rakyat
mencari cara cepat mengembalikan biaya politik dalam proses Pemilu tersebut, yaitu
dengan cara korupsi. Inilah lingkaran setan korupsi dalam sistem demokrasi.

Dari fakta diatas, seharusnya bukan hanya KPK yang layak dibubarkan, tapi sistem
politik dan pemerintahan demokrasi pun harus segera dibubarkan. Sebagai gantinya
adalah sistem politik dan pemerintahan Islam.
Dalam Islam, hukum bagi pencuri yang mencuri minimal 0,5 gram emas
maka potonglah tangannya baik laki-laki ataupun perempuan. Apalagi koruptor yang
mencuri uang rakyat ratusan juta bahkan milyaran rupiah.
Sejarah Islam telah membuktikan bahwa ketika hukum-hukum Islam
diterapkan secara sempurna termasuk hukum pidana, ternyata hanya terjadi 200 kasus
pidana saja selama 1300 tahun dalam masa pemerintahan Islam (sistem Khilafah).
Melihat dari sejarah keemasan Islam itu, kenapa kita tidak tertarik untuk
mengulang kembali, sehingga keamanan benar-banar dapat dirasakan baik oleh muslim
maupun non muslim. Islam tidak akan mebeda-bedakan suku, ras dan agama.

14
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
3.1.1. Hakikat dari demokrasi sebagaimana kita pahami terdapat pada makna
pemerintahan dari rakyat (goverment of the people), pemerintahan oleh rakyat
(government by people) dan pemerintahan unuk rakyat (government for
people).
3.1.2. Korupsi adalah penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau
perusahaan) untuk kepentingan pribadi atau orang lain.
3.1.3. Terjadinya anomaly demokrasi di Indonesia, yaitu sebuah pemerintahan
demokrasi yang abnormal, dimana demokrasi berbanding lurus dengan tingkat
korupsi, bukan berbanding terbalik sebagaimana mestinya.
3.1.4. Faktor utama penyebab korupsi. Pertama, sistem yang mendorong dan
memacu korupsi, “itulah sistem politik demokrasi sekuler, yang kedua
rendahnya keteladanan. “Dan ketiga, tipisnya apa yang disebut suasana
keimanan yang hampir-hampir tidak ada dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara ini.

3.2. Saran
Sebagai calon pemimpin bangsa kita harus menanamkan sikap anti korupsi dan
menghindarinya sejak dini. Sehingga demokrasi di Indonesia dapat berjalan
sebagaimana mestinya untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dan kemajuan negara.

15
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Mardenis, SH. M. Si., dkk. 2016. Pendidikan Kewarganegraan. Padang: Universitas
Andalas

Dr. H. Juni Sjafrien Jahja, SH, MH. 2012. Say No To Korupsi. Jakarta: Visimedia

https://antikorupsi.org/id/news/demokrasi-mendorong-korupsi

https://news.detik.com/opini/1699700/demokrasi-akar-masalah-munculnya-korupsi

http://desyittutachi.blogspot.com/2013/03/sistem-demokrasi-penyebab-utama-korupsi.html

http://www.dw.com/id/demokrasi-korupsi-dan-korupsi-demokrasi/a-43480638

16

Anda mungkin juga menyukai