Anda di halaman 1dari 25

PERAN KOMISI PEMILIHAN UMUM DAN PARTAI POLITIK

DALAM MEWUJUDKAN DEMOKRASI BERINTEGRITAS

Dosen Pembimbing Lapangan (DPL):

Dr. Izzuddin, MA

JURNAL

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Menyelesaikan

Laporan Akhir Praktek Pengalaman Lapangan (PPL)

Disusun Oleh:

Muhammad Rijal Sukmana

1908206069

HUKUM TATA NEGARA FAKULTAS SYARIAH EKONOMI ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SYEKH NURJATI CIREBON

2022

1
ABSTRAK

Pemilihan umum menjadi sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat. Berdasarkan Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, KPU adalah lembaga Penyelenggara Pemilu yang
bersifat nasional, tetap, dan mandiri dalam melaksanakan pemilu. Apabila dimaknai secara
mendalam sesungguhnya KPU mempunyai tanggung jawab moral yang lebih besar tidak saja
dalam hal penyelenggaraan pemilu tetapi juga mewujudkan pemerintahan yang demokrastis
dalam rangka mencapai tujuan dan citacita nasional yakni masyarakat, adil dan makmur.
Sedangkan Partai Politik memiliki fungsi sebagai sarana pendidikan politik bagi anggota dan
masyarakat luas agar menjadi warga Negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, menciptakan iklim yang kondusif
bagi kesatuan untuk kesejahtaraan masyarakat, penyerap, penghimpun dan penyalur aspirasi
politik masyarakat dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan Negara, rekrutmet politik
dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi. Namun, praktek yang
terjadi proses demokrasi tidak berjalan baik karena penyelenggara pemilu dan peserta pemilu
tidak menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik. Permasalahan dalam penelitian ini adalah
bagaimana peran KPU dan partai politik menurut peraturan peundang-undangan dalam
mewujudkan pemilu berintegritas. Penelitian ini menyimpulkan Pemilu berintegritas akan
terwujud jika seluruh komponen yang terlibat dalam penyelnggaraan pemilu bekerja secara
profesional, adil dan jujur. KPU sebagai penyelenggara dan partai politik sebagai peserta pemilu
harus melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban sesuai undang-undang secara optimal.

2
LEMBAR PENGESAHAN

Pengesahan Laporan Akhir Praktek Pengalaman Lapangan (PPL) Komisi Pemilihan


Umum (KPU) Kabupaten Cirebon Di Desa Tukmudal, Kecamatan Sumber, Kabupaten Cirebon,
Provinsi Jawa Barat:

Nama : Muhammad Rijal Sukmana

NIM : 1908206069

Prodi : Hukum Tata Negara B

Fakultas : Syariah Ekonomi Islam (FSEI)

Telah melaksanakan kegiatan Praktek Pengalaman Lapangan (PPL) 2022 Desa


Tukmudal, Kecamatan Sumber, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat Di mulai dari tanggal
01-September-2022 sampai dengan 30-Oktober-2022. Rincian program kegiatan PPL terangkum
dalam laporan akhir ini. Cirebon, 30-
Oktober-2022

Menyetujui:

Dosen Pembimbing Lapangan Tanda Tangan Mahasiswa

Dr. Izzuddin, MA. Muhammad Rijal Sukmana

NIP: 197710032009121002 NIM: 1908206069

Mengetahui,

Ketua Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Cirebon

Dr. H. Sopidi, MA.

3
NIP

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan karunia sehat jasmani dan rohani
sehingga saya dapat membuat laporan akhir Praktek Pengalaman Lapangan (PPL) 2022. Saya
panjatkan pula sholawat pada junjungan pada baginda Nabi Muhammad SAW. Semoga kita
termasuk kaumnya hingga akhir zaman aamiin.

Saya ucapkan terimakasih kepada orang tua saya yang telah membesarkan dan
membimbing dari kecil, serta Bapak Izzudin, MA. dosen pembimbing lapangan yang mana telah
membimbing saya dari Awal hingga Akhir Praktek Pengalaman Lapangan (PPL) 2022.

Laporan Praktek Pengalaman Lapangan (PPL) 2022 ini guna memenuhi tugas akhir.
Laporan akhir ini berjudul PERAN KOMISI PEMILIHAN UMUM DAN PARTAI POLITIK
DALAM MEWUJUDKAN DEMOKRASI BERINTEGRITAS. Saya menyadari masih banyak
salah kata dalam pembuatan Laporan Akhir ini, Diharapkan kritik dan sarannya agar
membangun semangat agar penulis dapat memperbaiki laporan kedepannya. Semoga Laporan
Akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca

Cirebon, 30-Oktober-2022

Muhammad Rijal Sukmana

4
RIWAYAT HIDUP

Muhammad Rijal Sukmana, lahir pada Tanggal 04-September-2000 di Cikijing, Kecamatan


Cikijing, Kabupaten Majalengka, Anak ke-3 dari tiga bersaudara, merupakan buah hati dari
pasangan Bapak Aan Sukmana dan Ibu Nining Ratningsih

Pendidikan yang pernah ditempuh:

1. MI RAJADESA 1
2. MTSN TASIKMALAYA 1
3. MAN TASIKMALAYA 1
4. IAIN Syekh Nurjati Cirebon, Fakultas Syariah Ekonomi Islam, Prodi Hukum Tata Negara

5
DAFTAR ISI

ABSTRAK............................................................................................................................... 2

LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................................... 3

KATA PENGANTAR............................................................................................................ 4

RIWAYAT HIDUP................................................................................................................ 5

DAFTAR ISI........................................................................................................................... 6

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................... 8

A. Latar Belakang............................................................................................................. 8
B. Rumusan Masalah........................................................................................................ 9
C. Tujuan Penelitian.......................................................................................................... 9
D. Metode Penelitian......................................................................................................... 9

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................ 10

A. Pemilihan Umum Di Indonesia.................................................................................... 10


1. Pengertian Pemilihan Umum.................................................................................. 10
2. Sejarah Terbentuknya Komisi
Pemilihan Umum.................................................................................................... 10
3. Jenis Pemilihan Umum........................................................................................... 11
4. Asas Pemilihan Umum........................................................................................... 12
B. Pemilu Demokratis....................................................................................................... 13
C. Peran Komisi Pemilihan Umum dan Partai Politik
Dalam Mewujudkan Pemilu Berintegritas................................................................... 14
D. Peran Komisi Pemilihan Umum Dalam Pemilu........................................................... 15
1. Peranan KPU Dalam Sosialisasi Politik................................................................. 17
2. Peranan KPU dalam penyediaan aksesbilitas......................................................... 18
3. Peran KPU Dalam Meningkatkan Partisipasi Pemilih........................................... 19
E. Peran dan Fungsi Partai Politik.................................................................................... 19

6
BAB III PENUTUP................................................................................................................ 23

A. Kesimpulan................................................................................................................... 23
B. Saran............................................................................................................................. 23

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................. 24

7
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pemilihan Umum yang bisa disebut juga dengan “Political Market” adalah pasar
politik tempat individu atau masyarakat berinteraksi untuk melakukan kontrak sosial
(perjanjian masyarakat) antara peserta pemilihan umum (partai politik) dengan
pemilih (rakyat) yang memiliki hak pilih setelah terlebih dahulu melakukan aktifitas
politik.
Pemilu membawa pengaruh besar terhadap sistem politik atau negara. Melalui
pemilu masyarakat berkesempatan berpartisipai dengan memunculkan para calon
pemimpin dan penyaringan calon-calon tersebut. Pada hakikatnya pemilu di negara
manapun mempunyai esensi yang sama. Pemilu, berarti rakyat melakukan kegiatan
memilih orang atau sekelompok orang menjadi pemimpin rakyat atau pemimpin
Negara. Pemimpin yang dipilih itu akan menjalankan kehendak rakyat yang
memilihnya.
Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 amandemen keempat yang mengisyaratkan
pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara demokratis. “Gubernur, Bupati, dan
Walikota masing-masing sebagai kepala pemrintahan daerah provinsi kabupaten,
dan kota dipilih secara demokratis”. Berdasarkan asas langsung, umum, bebas,
rahasia, jujur, dan adil melalui pemungutan suara.
Parameter-parameter pemilu yang demokratis mesti dimanisfestasikan dalam
manajemen pemilu yang baik. Pihak pertama yang memikul tanggung jawab atas
manajemen atau tata kelola pemilu yang baik tentu saja para penyelenggara pemilu.
Namun, para penyelenggara pemilu tidak dapat bekerja sendirian dalam menciptakan
pemilu yang demokratis. Sebagai pelaksana undang-undang, para penyelenggara
pemilu juga bergantung pada undang-undang pemilu dilahirkan di parlemen.

8
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dibuat untuk memecahkan permasalahan secara jelas dan
sistematis. Berdasarkan latar belakang masalah diatas, rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana peran Komisi Pemilihan Umum untuk mewujudkan demokrasi
berintegritas?
2. Bagaimana peran Partai Politikn dalam mewujudkan demokrasi yang berintegritas?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui peran Komisi Peilihan Umum untuk mewujudkan demokrasi yang
berintegritas.
2. Untuk mengetahui peran Partai Politik dalam mewujudkan demokrasi yang
berintegritas.

D. Metode Penelitian
Penelitian ini digunakan untuk memecahkan suatu permasalah, mengembangkan,
menemukan dan menguji kebenaran. Untuk memecahkan suatu permasalahan maka
diperlukan suatu rencana yang sistematis.
Agar penelitian ini berjalan dengan baik dan memperoleh hasil yang dapat
dipertanggung jawabkan maka penelitian ini memerlukan metode tertentu.

9
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pemilihan Umum Di Indonesia


1. Pengertian Pemilihan Umum
Pemilihan Umum merupakan sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dalam
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk mencapai hal itu maka
pemilihan umum perlu diselenggarakan secara lebih berkualitas dengan partisipasi
rakyat seluas-luasnya dan dilaksnakan berdasarkan asas langsung, umum, rahasia,
jujur, dan adil. Pemilihan umum ini harus mampu menjamin prinsip keterwakilan,
akuntabilitas, dan legitimasi.
Menurut Harris G. Warren pemilihan umum, adalah kesempatan bagi para warga
negara untuk memilih pejabat-pejabat pemerintah dan memutuskan apakah yang
mereka inginkan untuk dikerjakan oleh pemerintah. Dan dalam membuat
keputusannya itu warga negara menentukan apakah sebenarnya yang mereka
inginkan untuk dimiliki.
2. Sejarah Terbentuknya Komisi Pemilihan Umum
Sejarah lembaga penyelenggara di Indonesia dimulai pada 7 November 1953
tentang Pengangkatan Panitia Pemilihan Indonesia (PPI). Panitia inilah yang bertugas
untuk menyiapkan, memimpin, dan menyelenggarakan Pemilu 1955 guna memilih
anggota Dewan Konstituante dan anggota DPR.
Presiden Seokarno melantik pimpinan dan anggota PPI pada 28 November 1953.
Sejak itu maka lembaga yang bersifat ad hoc ini mulai menjalankan tugasnya. Pemilu
1955 yang dilaksanakan pada 29 Septetmber 1955 untuk memilih anggota DPR, dan
pada 15 Desember 1955 untuk memilih anggota Dewan Konstituante kemudian
dikenal luas sebagai pemilu pertama yang berlangsung damai, adil, dan demokratis.
Penyiapan perangkat legal formal Pemilu 1955 membutuhkan waktu bertahun-
tahun yang berselang masa beberapa kabinet. Gagasan untuk menggelar pemilu
diumumkan kali pertama pada 5 Oktober 1945 oleh para pendiri bangsa, namun tidak
bias segera direalisasikan akibat suasana revolusi kemerdekaan yang dimulai dengan
Agresi Militer Belanda I dan II. Setelah Belanda mengakui kedaulatan Indonesia

10
melalui Konfrensi Meja Bundar (KMB) pada 27 Desember 1949, dan Indonesia
menjadi negeri federal Republik Indonesia Serikat (RIS) berdasrkan Undang-Undang
Dasar Sementara (UUDS) 1950.
Akhirnya, baru pada kabinet Wilopo, yang disokong koalisi PNI- Masyumi-
Sosialis, berhasil diajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu yang
kemudian disahkan menjadi UU Nomor 7 Tahun 1953 tentang Pemilihan Anggota
Konstituante dan Anggota DPR pada 4 April 1953. Pasal 17 UU Nomor 7 Tahun
pada 4 April 1953. Pasal 17 UU Nomor 7 Tahun 1953 menyebutkan, “Penyelenggara
pemilu terdiri atas Panitia Pemilihan Indonesia (PPI) yang berkedudukan di ibukota
negara, Panitia Pemilihan yang berkedudukan di setiap daerah pemilihan, Panitia
Pemilihan Kabupaten yang berkedudukan di setiap kecamatan, Panitia Pemungutan
Suara yang berkedudukan di setiap desa, dan panitia Pemilihan Luar Negeri”
UU tersebut juga mengatur bahwa PPI ditunjuk oleh Presiden, Panitia Pemilihan
(PP) ditunjuk oleh Mentri Kehakiman ditunjuk oleh Menteri Dalam Negeri
(Mendagri). Ketentuan terakhir ini sempat menimbulkan ketegangan antara
pemerintah dengan PPI dalam menyusun kepanitian pemilu secara keseluruhan,
karena Pasal 18 UU Nomor 7 Tahun 1953 dengan jelas menyatakan bahwa PPI
bertugas menyiapkan, memimpin, dan menyelenggarakan pemilu, yang berarti juga
membuat peraturan tekhnis pemilu. Namun Rapat Dewan Menteri pada Mei 1954
memutuskan bahwa PP merupakan satu organisasi di bawah pimpinan PPI. Adapun
pegawai pamong praja atau PNS Pemerintah Daerah (Pemda) yang karena jabatannya
menjadi ketua badan penyelenggara pemilihan, tugasnya hanya bersifat tekhnis
semata. Demikian juga peran Mentri Kehakiman dan Mendegri dalam
pengangkatan kepanitian pemilu sifatnya hanya administratif, karena calon-calon
sesungguhnya diplih dan diajukan oleh PPI.
3. Jenis Pemilihan Umum
Pasal 22 E ayat 2 menjelaskan pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih
anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil
Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Adapun jenis-jenis pemilu yang ada di Indonesia adalah:
a. Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden

11
Indonesia sebagai salah satu negara yang menganut sistem pemerintahan
Presidensial, dimana presiden menjalankan pemerintahan dalam arti yang sebenarnya,
dan dalam menjalankan kekuasaanya Presiden zpemerintahan Negara yang
demokratis berdasarkan Undang- Undang Dasar 1945 dan pancasila.
Kedaulatan yang berarti kekuasaan tertinggi dan bersifat mutlak, kedaulatan
tertinggi di Indonesia berada di tangan rakyat. Pemilihan umum juga merupakan salah
satu dari perwujudan dari kedaulatan rakyat untuk menghasilkan demokrasi sesuai
dengan pancasila berdasarkan Undang Undang Negara Kesatuan Republik Indonesia,
dan pemilihan umum langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dapat terwujud
apabila dapat dilaksanakan oleh penyelenggara pemilihan umum yang mempunyai
integritas, profesionalitas, dan akuntabilitas.
Untuk menjamin pelaksanaan pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden
sesuai dengan asas yang diinginkan tersebut, serta demi terwujudnya demokrasi
yang sehat, partisipatif, dan bertanggug jawab perlu adanya peraturan atau undang-
undang yang mengatur tentang hal tersebut.
4. Asas Pemilihan Umum
Pemilihan umum di Indonesia menganut asas "LUBER" yang merupakan
singkatan dari Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia. Asas "Luber" sudah ada sejak
zaman Orde Baru.
a. "Langsung" berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya secara langsung dan
tidak boleh diwakilkan.
b. "Umum" berarti pemilihan umum dapat diikuti seluruh warga negara yang sudah
memiliki hak menggunakan suara.
c. "Bebas" berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya tanpa ada paksaan dari
pihak manapun.
d. "Rahasia" berarti suara yang diberikan oleh pemilih bersifat rahasia hanya
diketahui oleh si pemilih itu sendiri.

12
Kemudian pada era reformasi berkembang pula asas "Jurdil" yang merupakan
singkatan dari Jujur dan Adil. Asas "jujur" mengandung arti bahwa pemilihan umum
harus dilaksanakan sesuai dengan aturan untuk memastikan bahwa setiap warga
negara yang memiliki hak dapat memilih sesuai dengan kehendaknya dan setiap suara
pemilih memiliki nilai yang sama untuk menentukan wakil rakyat yang akan terpilih.
Asas "adil" adalah perlakuan yang sama terhadap peserta pemilu dan pemilih,
tanpa ada pengistimewaan ataupun diskriminasi terhadap peserta atau pemilih
tertentu. Asas jujur dan adil mengikat tidak hanya kepada pemilih ataupun peserta
pemilu, tetapi juga penyelenggara pemilu.

B. Pemilu Demokratis
Pemilu sebagai sarana perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan
pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan UUD Negara RI
Tahun 1945, dimaksudkan untuk memilih presiden dan wakil presiden, anggota DPR,
DPD, DPRD, serta kepala daerah dan wakil kepala daerah yang mampu
mencerminkan nilai-nilai demokrasi dan dapat menyerap serta memperjuangkan
aspirasi rakyat sesuai dengan tuntutan perkembangan kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Terselenggaranya pemilu secara demokratis menjadi dambaan setiap warga
negara Indonesia. Pelaksanaan pemilu dikatakan berjalan secara demokratis apabila
setiap warga negara Indonesia yang mempunyai hak pilih dapat menyalurkan
pilihannya secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Setiap pemilih
hanya menggunakan hak pilihnya satu kali dan mempunyai nilai yang sama, yaitu
satu suara. Hal ini yang sering disebut dengan prinsip one person, one vote, one value
(opovov). Yang dimaksud dengan pemilu yang bersifat langsung adalah rakyat
sebagai pemilih berhak untuk memberikan suaranya secara langsung sesuai dengan
kehendak hati nuraninya tanpa perantara. Warga negara yang memenuhi persyaratan
sebagai pemilih berhak mengikuti pemilu dan memberikan suaranya secara langsung.
Sedangkan pemilu yang bersifat umum mengandung makna terjaminnya kesempatan
yang sama bagi semua warga negara, tanpa diskriminasi.

13
Pemilu yang bersifat bebas berarti bahwa setiap warga negara yang berhak
memilih bebas untuk menentukan pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapa
pun. Dalam melaksanakan haknya, setiap warga negara dijamin keamanannya,
sehingga dapat memilih sesuai dengan kehendak hati nurani dan kepentingannya.
Pemilu yang bersifat rahasia berarti bahwa dalam memberikan suaranya, pemilih
dijamin pilihannya tidak akan diketahui oleh pihak mana pun dan dengan jalan
apapun.
Selanjutnya, pemilu diselenggarakan oleh penyelenggara pemilu yang mempunyai
integritas, profesionalitas, dan akuntabilitas yang dilaksanakan secara lebih
berkualitas, sistematis, legitimate, dan akuntabel dengan partisipasi masyarakat
seluas-luasnya. Penyelenggara pemilu, aparat pemerintah, peserta pemilu, pengawas
pemilu, pemantau pemilu, pemilih, dan semua pihak yang terkait harus bersikap dan
bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pemilih dan peserta
pemilu mendapat perlakuan yang sama dan bebas dari kecurangan atau perlakuan
yang tidak adil dari pihak mana pun. Pemilu harus dilaksanakan secara lebih
berkualitas agar lebih menjamin kompetisi yang sehat, partisipatif, mempunyai
derajat keterwakilan yang lebih tinggi, dan memiliki mekanisme pertanggungjawaban
yang jelas.

C. Peran Komisi Pemilihan Umum Dalam Mewujudkan Pemilu Berintegritas


Pemilu yang adil dan berintegritas akan terwujud jika seluruh komponen yang
terlibat dalam penyelnggaraan pemilu bisa adil dan berintegritas. Penyelenggara
pemilu (KPU, Bawaslu dan DKPP) harus melaksanakan Tugas, wewenang, dan
kewajiban sesuai Undang-undang, melaksanakan pemilu berdasarkan pada asas
sebagaimana di maksud pada pasal 2 UU No. 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum
dan penyelenggaraannya harus memenuhi prinsip prinsip mandiri, jujur, adil,
berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional, professional, akuntabel, efektif dan
efesien.9 Prinsip-prinsip penyelenggaraan pemilu oleh penyelenggara pemilu sudah
sangat jelas dan idial sehingga jika ingin hasil pemilu berkualitas maka seluruh
penyelenggara pemilu baik dari pusat maupun tingkat terbawah wajib memegang dan
melaksanakan

14
prinsip prinsip tersebut sebagai sebuah ikatan dan kontrak moral untuk bangsa
dan negaranya karena melalui merekalah (penyelenggara pemilu) akan dihasilkan
pemimpin-pemimpin bangsa yang berkualitas dan berintegritas yang akan membawa
perubahan lebih baik untuk negara dan bangsa.
Faktor berikutnya adalah adanya peserta pemilu yang berintegritas pula. Peserta
pemilu yaitu partai politik wajib mencalonkan calon anggota DPR, DPRD Propinsi,
DPRD Kabupaten/kota yang benar-benar mempunyai rekam jejak yang baik dalam
semua aspek kehidupan, mempunyai komitmen tinggi terhadap pengabdian kepada
rakyat yang diwakilinya, mempunyai komitment yang jelas terhadap pancasila, UUD
1945, Bhineka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Ripublik Indonesia serta terbebas
dari korupsi.
Partai politik sebagai pilar dari demokrasi wajib mendukung perwujudan
penyelenggara Negara yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
Demikian juga peserta pemilu dari perseorangan yaitu calon anggota DPD wajib
memiliki komitment kebangsaan yang nyata dibuktikan dengan rekam jejak yang
jelas dan diutamakan calon yang benar-benar sudah berbuat nyata untuk daerah
(propinsi) yang akan diwakilinya serta tidak hanya mengandalkan popularitas pribadi
dan keluarga serta jaringan kelompoknya semata untuk meraih dukungan dan kursi.
Pemilih yang rasional dan cerdas adalah bagian yang tidak kalah penting dari
upaya menciptakan pemilu yang berintegritas. Menjadi kewajiban kita bersama untuk
melakukan pendidikan politik yang sehat kepada pemilih sehingga pemilih
mempunyai kesadaran untuk menggunakan hak suaranya dalam pemilu, pemilih
benar benar bisa menilai program yang realistis bisa dijalankan calon, pemilih yang
mampu menolak politik uang dari peserta pemilu, serta pemilih yang aktif ikut
berpartisipasi dalam melaporkan kecurangan yang terjadi dalam setiap tahapan
pemilu.

D. Peran Komisi Pemilihan Umum Dalam Pemilu


Komisi Pemilihan Umum (KPU) merupakan lembaga yang mempunyai
kewenangan dalam menyelenggarakan Pemilu Legislatif, Pemilu Presiden dan
pemilihan kepala daerah di Indonesia. Seluruh aspek yang berkaitan dengan

15
penyelenggaraan Pemilu menjadi tanggung jawab KPU dan bukan lembaga lainnya.
Sebagai lembaga negara yang bersifat nasional, tetap dan mandiri dalam
menyelenggarakan Pemilu, kedudukan KPU termaktub dalam pasal 22 e ayat (5)
UUD 1945 yang menyatakan bahwa pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu
Komisi Pemilihan Umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.
Pemilihan Umum merupakan pranata terpenting dalam tiap Negara demokrasi,
terlebih lagi bagi negara yang berbentuk republik seperti Indonesia. Pranata itu
berfungsi untuk memenuhi tiga prinsip pokok demokrasi, yaitu kedaulatan rakyat,
keabsahan pemerintahan, dan pergantian pemerintahan secara teratur. Ketiga prinsip
tersebut bertujuan untuk menjamin terjaga dan terlaksananya cita-cita kemerdekaan,
mencegah bercokolnya kepentingan tertentu di dalam tubuh tertentu di dalam
kepentingan tertentu di dalam pemerintahan, atau digantikannya kedaulatan rakyat
menjadi kedaulatan penguasa.
Pemilu merupakan salah satu usaha untuk mempengaruhi rakyat secara persuasif
(tidak memaksa) dengan melakukan kegiatan retorika, hubungan publik, komunikasi
masa, lobi, serta kegiatan lain yang sejenis. Indonesia telah menyelenggarakan
Pemilu sejak tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004, 2009,
2014 dan 2019. Penyelenggaraan Pemilu mulai kokoh sejak perubahan ketiga UUD
1945 yang ditetapkan pada tanggal 09 November 2001. Setelah perubahan ketiga,
UUD NRI 1945 memberi amanat pada Pasal 22 E ayat (5) berbunyi: “Pemilihan
Umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional,
tetap, dan mandiri.”
Frasa Komisi Pemilihan Umum dalam bunyi Pasal 22 E ayat (5) tersebut secara
tidak langsung menyatakan bahwa idealnya penyelenggaraan Pemilu dilaksanakan
oleh suatu lembaga yang dapat saja disebut “komisi pemilihan umum”. Saat ini
dipertahankan dengan nama Komisi Pemilihan Umum (KPU). Nama Komisi
Pemilihan Umum bukanlah nama yang ditentukan UUD NRI 1945, melainkan oleh
undang-undang.
Undang-Undang Pemilihan Umum Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan
Umum (UU Pemilu) dimaksudkan sebagaimana salah satu pertimbangan bahwa
dalam rangka penyederhanaan dari beberapa undangundang terkait Pemilu (Undang-

16
Undang Nomor 42 Tahun 2008; UndangUndang Nomor 15 Tahun 2011; dan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012), serta sebagai landasan hukum
penyelenggaraan Pemilu serentak. KPU berdiri sebagai lembaga penyelenggara
Pemilu yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. KPU dalam menyelenggarakan
Pemilu, bebas dari pengaruh pihak mana pun berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan
wewenangnya. KPU memiliki tugas menyusun peraturan KPU untuk setiap tahapan
Pemilu termasuk dalam kewenangannya menetapkan peraturan KPU untuk setiap
tahapan Pemilu.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, peran berarti lakon atau pemain.7 Istilah
peran jika diambil dari dunia teater berarti seorang pemain harus menjalankan
lakonannya untuk diharapkan dapat menjalankan karakter dalam sebuah peran yang
sudah diberikan dan diharapkan mampu mendalami atau menjiwai peran atau
lakonannya tersebut. Peran biasanya berkombinasi dengan posisi dan pengaruh, dan
juga disandingkan dengan fungsi, peran dan status juga adalah pasangan yang tidak
bisa dipisahkan. Jika tidak ada status maka peran tak berkedudukan begitu pun
dengan kedudukan tidak akan peran jika tanpa status.Menurut Abu Ahmad, peran
merupakan suatu kompleks pengharapan manusia terhadap caranya individu harus
bersikap dan berbuat dalam situasi tertentu yang berdasarkan status dan fungsi
sosialnya. Berdasarkan undang-undang telah disebutkan bahwa KomisiPemilihan
Umum merupakan suatu lembaga yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Sifat
nasional mencerminkan bahwa wilayah kerja dan tanggungjawab KPU sebagai
penyelenggara PemilihanUmum mencakup seluruh wilayah NegaraKesatuan
Republik Indonesia. Sifat tetapmenunjukkan KPU sebagai lembaga yangmenjalankan
tugas secara berkesinambunganmeskipun dibatasi oleh masa jabatan tertentu. Sifat
mandiri menegaskan KPU dalam menyelenggarakan Pemilihan Umum bebas
daripengaruh pihak mana pun.
1. Peranan KPU Dalam Sosialisasi Politik
Peranan KPU dalam melaksanakan pendidikan politik dipahami sebagai
pelaksanaan tugas dan wewenang sosialisasi politik yang diembannya. Baik KPU
pusat, KPU Provinsi maupun KPU Kabupaten/Kota, memiliki tugas melakukan
sosialisasi penyelenggaraan pemilu dan/atau terkait dengan tugas dan wewenang

17
KPU kepada masyarakat. Sosialisasi disini tidak sekadar sosialisasi yang menyentuh
aspek-aspek prosedural seperti tahapantahapan pemiludan teknis pemilu, tapi juga
aspek-aspek substantif seperti menjelaskan mengenai manfaat dan pentingnya suatu
pemilu, juga pembentukan pemilih-pemilih yang cerdas.
KPU sebagai lembaga independen yang bertanggung jawab terhadap terlaksana
setiap tahapan pemilihan umum harus berupaya untuk meningkatkan kesadaran
hukum masyarakat, dan memberikan pemahaman tentang hak dan kewajibannya
sebagai warga negara dalam pelaksanaan pemilihan umum, upaya yang dapat
dilakukan adalah dengan memperbanyak sosialisasi tentang pelaksanaan pemilihan
umum dalam semua tingkatan. Sosialisasi dimaksud terutama ditujukan kepada
pihak-pihak yang telibat secara langsung dalam proses pemilihan umum, misalnya
partai-partai politik peserta Pemilu, Organisasi yang memantau kegiatan Pemilu serta
secara umum sosialisasi harus disampaikan kesemua lapisan masyarakat terutama
mereka yang mempunyai hak memilih maupun dipilih.
Sosialisasi penting dilaksanakan karena landasan hukum pelaksanaan pemilihan
umum selalu berubah dan berkembang, yang mengakibatkan adanya perubahan-
perubahan dalam pelaksanaan pemilihan umum itu sendiri, secara teoritis suatu aturan
akan berlaku secara efektif apabila didasarkan kepada tiga yaitu keberlakuan filosofis
yaitu apabila aturan itu dibuat atas prinsip-prinsip yang dicita-citakan, keberlakuan
yuridis dalam pengertian ketentuan tersebut dibuat oleh lembaga yang berwenang dan
keberlakuan sosiologis apabila aturan itu secara efektif dapat mengikat dan diakui
keberadaannya oleh masyarakat, keberlakuan sosiologis ini tentu ada kaitannya
dengan kuantitas sosialisasi yang dilakukan oleh aparat yang berwenang terhadap
ketentuan yang ada.
2. Peranan KPU dalam penyediaan aksesbilitas
Pengertian aksesibilitas menurut Undang-undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang
Penyandang Cacat adalah kemudahan yang disediakan bagi penyandang cacat guna
mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan.
Hal tersebut diperjelas dalam Pasal 10 ayat (2) yang memuat ketentuan tentang tujuan
penyediaan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas dimaksudkan untuk

18
menciptakan keadaan lingkungan yang lebih menunjang penyandang cacat agar dapat
sepenuhnya hidup bermasyarakat.
Lebih lanjut dalam Penjelasan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1997 Pasal 10
ayat (1) menjelaskan bahwa penyediaan aksesibilitas bagi penyandang cacat
diupayakan berdasarkan kebutuhan penyandang cacat sesuai dengan jenis dan derajat
kecacatan serta standar yang ditentukan. Standardisasi yang berkenaan dengan
aksesibilitas ditetapkan oleh instansi yang berwenang. Penyediaan aksesibilitas dapat
berupa fisik dan non fisik, antara lain sarana dan prasarana umum serta informasi
yang diperlukan bagi penyandang cacat untuk memperoleh kesamaan kesempatan.
Peranan KPU dalam penyediaan aksesbilitas yaitu penyediaan fasilitas yang
dibutuhkan penyandang disabilitas dalam menggunakan hak pilihnya pada
pemilukada. Pemerintah maupun masyarakat harus berupaya memberikan penyediaan
aksesibilitas bagi penyandang disabilitas agar mereka dapat melaksanakan
aktivitasnya sesuai dengan tingkat kecacatan yang disandangnya. Hal ini juga sebagai
upaya untuk mewujudkan persamaan hak, kewajiban, peran serta kedudukan
3. Peran KPU Dalam Meningkatkan Partisipasi Pemilih
Komisi Pemilihan Umum sebagai lembaga independen yang bertanggung jawab
terhadap terlaksana setiap tahapan pemilihan umum harus berupaya untuk
meningkatkan kesadaran hukum masyarakat, dan memberikan pemahaman tentang
hak dankewajibannya sebagai warga negara dalam pelaksanaan pemilihan umum,
upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memperbanyak sosialisasi tentang
pelaksanaan pemilihan umum dalam semua tingkatan. Sosialisasi dimaksud terutama
ditujukan kepada pihak- pihak yang terlibat secara langsung dalam proses pemilihan
umum, misalnya partai-partai politik peserta Pemilu, Organisasi yang memantau
kegiatan Pemilu serta secara umum sosialisasi harus disampaikan kesemua lapisan
masyarakat terutama mereka yang mempunyai hak memilih maupun dipilih.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa penyelenggara pemilihan
umum yaitu Komisi Pemilihan Umum, yang bersifat nasional, tetap dan mandiri
untuk menjamin terlaksananya kedaulatan rakyat. KPU harus mengupayakan
terlaksananya hak pilih (hak untuk memilih) bagi setiap warganegara, termasuk

19
mereka yang membutuhkan fasilitas khusus dalam pelaksanaannya guna
meningkatkan partisipasi pemilih.

E. Peran dan Fungsi Partai Politik


Peran partai politik dalam menegakkan demokrasi di Indonesia cukup penting.
Antara lain, Partai Politik harus dapat mengadakan pendidikan politik agar
masyarakat tidak saja sadar hukum tetapi juga dewasa dalam berpolitik. Hal ini
tentunya harus ditunjukkan oleh para elite politiknya terlebih dahulu. Sebab
bagaimana mungkin masyarakat akan menjadi warga negara yang sadar akan hak dan
kewajibannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara apabila tokoh panutannya
tidak memberi contoh suri teladan yang baik. Lebih parahnya lagi apabila di
Indonesia tidak ada satu pun yang dapat dijadikan panutan, sehingga masyarakat
awam, pinggiran dan desa selalu menanti datangnya “ratu adil” atau “satria piningit”,
seorang pemimpin yang akan membawa perubahan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Partai-partai politik dalam masa transisi ini seharusnya mengisi ruang
publik dengan memberikan pendidikan politik kepada masyarakat dengan program-
program yang rasional.
Sementara dari segi pendidikan demokrasi rakyat dapat kita lihat, dengan
banyaknya Partai Politik tentunya rakyat akan dapat memilih mana yang lebih sesuai
dengan keinginannya. Partai Politik juga harus dapat menciptakan iklim yang
kondusif yang dapat menjadi perekat persatuan dan kesatuan bangsa. Akan tetapi
yang terjadi malah sebaliknya, Partai Politik dengan elite politiknya justru
memperkeruh keadaan dengan maneuver-manuver politiknya. Politik uang (money
politic) yang terjadi di beberapa daerah. Pelaku politik uang yang terbanyak adalah
mereka yang mewakili partainya, baik pengurus, anggota maupun simpatisan.
Seringkali penyelenggara pemilu dan penyelenggaran pemerintahan turut ambil
bagian dalam melakukan politik uang ini.
Untuk kecurangan dan pelanggaran yang terjadi, langkah yang dapat diambil
adalah dengan mengadakan Rekonsiliasi Nasional atau Konsensus dan semua pihak
harus mempunyai semangat untuk itu. Sebab jika hal itu ditarik ke penyelesaian
legalistik, dikhawatirkan hasilnya nanti bisa Pemilihan Umum ulang. Dan kalau

20
Pemilihan Umum ulang belum tentu hasilnya jujur dan adil (jurdil), janganjangan
tetap tingkat kecurangannya tinggi juga. Karena itu, bukan hanya human error yang
jadi sebab kecurangan, tetapi juga rekayasa dan system error. Dalam suatu demokrasi
seharusnya pelanggaran terhadap keadilan tidak akan terlalu sering terjadi, oleh
karena golongan-golongan terbesar diwakili dalam lembaga-lembaga perwakilan,
tetapi tidak dapat dihindarkan bahwa beberapa golongan akan merasa diperlakukan
tidak adil. Maka yang dapat dicapai secara maksimal adalah suatu keadilan yang
relatif (relative justice).
Persoalan lain yang dihadapi sistem kepartaian adalah belum berjalannya secara
maksimal fungsi yang dimiliki oleh partai politik, baik fungsi partai politik terhadap
negara maupun fungsi partai politik terhadap rakyat. Fungsi partai politik terhadap
negara antara lain adalah menciptakan pemerintahan yang efektif dan adanya
partisipasi politik terhadap pemerintahan yang berkuasa. Sedangkan fungsi partai
politik terhadap rakyat antara lain adalah memperjuangkan kepentingan, aspirasi, dan
nilai-nilai pada masyarakat serta memberikan perlindungan dan rasa aman.
Kebanyakan partai politik pada saat ini belum sepenuhnya memberikan pendidikan
politik dan melakukan pengkaderan serta rekrutmen politik yang efektif untuk
menghasilkan kederkader pemimpin yang memiliki kemampuan di bidang politik.
Sistem kepartaian yang ada juga masih menghadapi derajat kesisteman yang
rendah serta kurang mengakar dalam masyarakat, struktur organisasi partai yang tidak
stabil yang tidak mengacu pada AD/ART, dan citra partai di mata publik yang masih
relatif buruk. Selain itu, partai politik yang ada pada umumnya cenderung mengarah
pada tipe partai politik kharismatik dan klientelistik ketimbang partai programatik.
Lemahnya pelembagaan partai politik di Indonesia, terutama disebabkan oleh belum
munculnya pola partai kader. Partai politik cenderung membangun partai masa yang
memiliki ciriciri: meningkatnya aktivitas hanya menjelang pemilu, menganut sistem
keanggotaan yang amat longgar, belum memiliki sistem seleksi dan rekrutmen
keanggotaan yang memadai serta belum mengembangkan sistem pengkaderan dan
kepemimpinan politik yang kuat.
Kelemahan yang mencolok partai politik yang berorientasi pada masa adalah
kurang intensif dan efektifnya kerja partai. Sepanjang tahun sebagian besar kantor

21
partai hampir tidak memiliki agenda kegiatan yang berarti. Hal ini ditandai dengan
tidak dimilikinya rencana kerja partai yang bersifat jangka panjang, menegah dan
jangka pendek. Partai politik semestinya merupakan suatu kelompok terorganisir
yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, serta cita-cita yang sama,
dan yang mempunyai visi, misi, program dan tujuan untuk memperoleh kekuasaan
politik dan melalui kekuasaan politik itu memperjuangkan kepentingan rakyat.
Sebagai akibatnya, partai politik tidak memiliki program yang jelas dalam melakukan
pendidikan politik kepada masyarakat, melakukan artikulasi dan agregasi
kepentingan, belum dapat membangun sosialisasi politik dan komunikasi politik
untuk menjembatani rakyat dengan pemerintah.
Partai politik semacam ini hanya berorientasi pada perolehan dukungan suara di
daerah pemilihannya dalam rangka memperoleh kekuasaan tanpa memperhatikan
kepentingan dan pemenuhan hak konstituen. Hal ini yang membuat partai gagal
dalam mengembangkan dan mempertahankan kepercayaan masyarakat. Dalam
kondisi krisis kepercayaan masyarakat terhadap partai politik yang berakibat pada
penurunan dukungan masyarakat terhadap perolehan suara, hal ini dapat
menimbulkan frustasi bagi kader dan pengurus partai. Kondisi ini akan berakibat
kader dan pengurus partai yang berdedikasi tinggi sekaligus memiliki karakter,
dengan mudah mengubah garis politik.
Bertolak dari sistem rekrutmen dan ketidakjelasan program kerja dan orientasi
partai, pemenuhan hak dan kewajiban yang terabaikan, rendahnya kepercayaan
masyarakat, kepemimpinan partai yang kurang responsif dan inovatif sehingga
menimbulkan sejumlah problematik dan konflik yang sering tidak terselesaikan oleh
internal partai. Konflik yang tidak terselesaikan tersebut disebabkan oleh terbatasnya
pengaturan penyelesaian konflik yang dilakukan melalui prinsip musyawarah mufakat
internal partai, maupun penyelesaian konflik/perselisihan yang dilakukan melalui
pengadilan. Tambahan lagi, tidak adanya kesadaran para pengurus untuk segera
menyelesaikan konflik dan masing-masing mau menangnya sendiri akan
mengakibatkan semakin berlarut-larutnya konflik tersebut.
Faktor lain yang menyebabkan lemahnya pelembagaan sistem kepartaian adalah
belum ada pengaturan yang dapat dijadikan pedoman untuk membekukan

22
kepengurusan partai politik, baik untuk kepengurusan tingkat pusat, tingkat provinsi,
maupun tingkat kabupaten/kota. Problem lain yang dihadapi adalah upaya untuk
meningkatkan keterwakilan perempuan dalam kepengurusan partai politik sekalipun
masih menemukan kendala kultural dan structural.

23
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang Peran Komisi Pemilihan Umum dan Partai
Politik Dalam Mewujudkan Pemilu Berintegritas ini dapat ditarik kesimpulan bahwa
KPU dan Partai Politik memiliki peranan yang sangat dominan dalam mewujudkan
pemilu yang berkualitas. Pemilu berintegritas akan terwujud jika seluruh komponen
yang terlibat dalam penyelnggaraan pemilu bekerja secara profesional, adil dan jujur.
KPU sebagai penyelenggara dan partai politik sebagai peserta pemilu harus
melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban sesuai undang-undang secara
optimal. KPU harus mampu memastikan proses pesta demorkasi berjalan jujur dan
adil. Sedangkan Partai Politik juga harus mengikuti seluruh tahapan pemilu dengan
tidak melakukan kecurangan-kecurangan serta harus mampu melahirkan dan
mencalonkan wakil rakyat maupun pemimpin orang-orang yang berkualitas.

B. Saran
Ada beberapa hal yang mesti diperhatikan mengenai pelaksanaan pemilihan
umum di Indonesia yang merupakan salah satu penganut demokrasi terbesar di dunia.
Di bawah ini merupakan saran dari penulis sebagai warga negara Indonesia dalam
usaha untuk perubahan Indonesia kearah yang lebih baik lagi:

1. KPU selaku penyelenggara Pemilu yang Independen harus mendengarkan


aspirasi masyarakat bukan lagi mendengarkan partai politik terlebih
mendukung salah satu partai politik untuk bisa memenangkan pemilihan
umum hal ini untuk menegakkan demokrasi di Indonesia.

2. Para pemilih agar memilih sebuah pilihan dengan berdasarkan hati nurani
sesuai dengan perubahan yang diinginkan

3. Harus ada ada pembenahan dalam pendataan para calon pemilih agar tidak
terjadi kecurangan seperti pemilihan umum yang sudah berlangsung.

24
DAFTAR PUSTAKA

Firmanzah, Persaingan, Legitimasi Kekuasaan, dan Marketing Politik, (Jakarta:

Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2010)

Jimly Asshiddiqie, Menuju Negara Hukum yang Demokratis, (PT Bhuana Ilmu

Populer: Jakarta, 2009).

Marwan Mas, Hukum Konstitusi Dan Kelembagaan Negara, Edisi 1, Cetakan

Ke-1, (Rajawali Press: Depok, 2018).

Muhammad Fajri Ihsan dan Muhajirah Hasanuddin, Kinerja Komisi pemilihan

Umum Daerah dalam Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2012, Makassar,

Oktober 2013.

Mukthie Fadjar, Pemilu, Perselisihan Hasil Pemilu dan Demikrasi, (Malang:

Setara Press, 2013).

Raco G.R, Metode Penelitian Kualitatif, Jenis Karakteristik dan Keunggulan, (Jakarta:

Grasindo, 2010).

Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta: Grasindo, 2010).

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasca

Amandemen Perubahan ke tiga.

Undang-undang Nomor Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum

25

Anda mungkin juga menyukai