Anda di halaman 1dari 22

PEMILU DEMOKRATIS DAN

NILAI-NILAI DASAR PEMILU

PANWASLU KABUATEN GARUT

BIMTEK Bagi Panwascam, Pemilihan Tahun 2018 dan Pemilu Tahun 2019.
Garut, 29 – 31 Oktober 2017.
UMUM

PEMILU merupakan mekanisme


terpenting untuk memfasilitasi
kompetisi politik secara damai dan
tertib dalam rangka menghasilkan
pemerintahan yg memiliki legitimasi
Perjanjian Internasional yg
mengatur standar pemilu demokratis
 Deklarasi Internasional Tentang Hak Asasi Manusia (DUHAM)
1948
 Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik
(ICCPR) 1960
 Protokol Konvensi Eropa tentang Perlindungan HAM dan
Kebebasan Asasi tahun 1950
 Piagam Afrika tentang Hak Asasi Manusia dan Masyarakat
tahun 1981
 Deklarasi Internasional tentang Kriteria Pemilu yang Bebas dan
Adil (Paris Declaration), Inter-Parliamentary Council pada
pertemuan ke 154 tanggal 26 Maret 1994.
IDEA Merumuskan 15 INDIKATOR
PEMILU DEMOKRATIS
1. Penyusunan Kerangka Hukum
2. Sistem Pemilu
3. Penentuan Distrik Pemilihan Dan Definisi Batasan Unit
Pemilu
4. Hak Memilih Dan Untuk Dipilih
5. Badan Pelaksana Pemilu
6. Pendaftaran Pemilih Dan Pemilih Terdaftar
7. Akses Kertas Suara Partai Politik Dan Kandidat
8. Kampanye Pemilu Demokratis
9. Akses Media Dan Kebebasan Berekspresi
10. Pembiayaan Dan Pengeluaran Kampanye
11. Pemungutan Suara
12. Penghitungan Dan Tabulasi Suara
13. Peranan Wakil Partai Dan Kandidat
14. Pemantauan Pemilu
15. Kepatuhan Dan Penegakan Hukum.
PRINSIP PEMILU & PEMILIHAN DI INDONESIA

UU No. 7 Tahun 2017


 Pemilu dilaksanakan berdasarkan asas Langsung,
Pasal 22 E Ayat (1) UUD 1945: umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (Pasal 2)
“Pemilihan umum dilaksanakan  Dalam menyelenggarakan pemilu, penyelenggara
secara langsung, umum, bebas, pemilu harus melaksanakan Pemilu berdasarkan
pada asas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
rahasia, jujur, dan adil setiap lima dan penyelenggaraannya harus memenuhi prinsip:
tahun sekali” mandiri, jujur, adil, berkepastian hukum, tertib,
terbuka, proporsional, profesional, akuntabel,
efektif, dan efisien (Pasal 3)

Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945:


UU No. 1 Tahun 2015 (Perubahan Terakhir No.
”Gubernur, Bupati, dan Walikota
10 Tahun 2016):
masing-masing sebagai kepala
pemerintah daerah provinsi, kabupaten “Pemilihan dilaksanakan secara demokratis
dan kota dipilih secara demokratis” berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur, dan adil” (Pasal 2)
Kerangka Hukum Pemilu,
Penegakan Hukum Pemilu Serta
Implikasinya Dalam Menjamin
Pemilu Demokratis
Prinsip penyusunan kerangka
hukum pemilu

 tidak bermakna ganda dan jelas (clear)


 memudahkan (straightforward)
 mudah dipahami (intelligible),
 melingkupi seluruh unsur sistem pemilu
4 daftar periksa (check list) untuk
menguji terhadap materi kerangka
hukum menurut IDEA
 Apakah peraturan perundang-undangan pemilu mengatur
mekanisme penyelesaian hukum yang efektif ?
 Apakah terdapat prosedur pengajuan keberatan atas
pelanggaran?
 Apakah terdapat mekanisme pengajuan banding atas
keputusan lembaga penyelenggara pemilu ke pengadilan
yang berwenang?
 Apakah terdapat pengaturan batas waktu pengajuan,
pemeriksaan, dan penentuan penyelesaian hukum atas
pengaduan?
UU Pemilu & UU Pilkada

TUGAS DAN WEWENANG


BAWASLU (Secara Umum)

 Melakukan Pencegahan Pelanggaran


Pemilu
 Melakukan Penindakan Pelanggaran
Pemilu, dan
 Menyelesaikan Sengketa Pemilu.
KODE ETIK
PENYELENGGARA PEMILU

Satu Kesatuan Landasan Norma


Moral, Etis Dan Filosofis Yang
Menjadi Pedoman Bagi Perilaku
Penyelenggara Pemilu Yang
Diwajibkan, Dilarang, Patut Atau
Tidak Patut Dilakukan Dalam
Semua Tindakan Dan Ucapan.
LANDASAN ETIKA DAN
PERILAKU
(1) Kode Etik berlandaskan pada:
a. Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan MPR dan Undang-Undang;
c. Sumpah/janji jabatan sebagai Penyelenggara
Pemilu; dan
d. Asas Penyelenggara Pemilu

• Kode Etik bersifat mengikat serta wajib dipatuhi oleh anggota


KPU dan Bawaslu (Sampai tingkat Bawah)
• Kode Etik (1) huruf a, huruf b, dan huruf d berlaku bagi jajaran
sekretariat penyelenggara Pemilu dengan penegakannya dilakukan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku terkait
penegakan disiplin dan kode etik kepegawaian
PRINSIP KODE ETIK
PENYELENGGARA PEMILU

 MENGGUNAKAN KEWENANGAN
BERDASARKAN HUKUM
 BERSIKAP DAN BERTINDAK NON PARTISAN
DAN IMPARSIAL
 BERTINDAK TRANSPARAN DAN AKUNTABEL
 MELAYANI PEMILIH MENGGUNAKAN HAK
PILIHNYA
 TIDAK MELIBATKAN DIRI DALAM KONFLIK
KEPENTINGAN
 BERTINDAK PROFESIONAL
 ADMINISTRASI PEMILU YANG AKURAT
Macam-macam Sanksi Kode
Etik

 TEGURAN TERTULIS
 PEMBERHENTIAN SEMENTARA
 PEMBERHENTIAN TETAP
CATATAN BERDASARKAN PENGALAMAN
 Isi Putusan DKPP banyak Anggota Panwas Terbukti melakukan tindak
pelanggaran Kode Etik:
1. Tidak Melaksanakan tugas dan Tanggung jawab secara profesional;
2. Pembiaran terhadap tindakan yang dilakukan oleh KPU secara melanggar hukum
3. Bertindak tidak cermat, tidak adil dan tidak setara dalam melakukan pengawasan
verifikasi administrasi terhadap pasangan calon
4. Tidak memelihara dan menjaga kehormatan lembaga penyelenggara Pemilu
5. Tidak Menjaga Rahasia yang dipercayakan kepadanya, termasuk hasil rapat yang
dinyatakan sebagai rahasia sampai batas waktu yang telah ditentukan atau sampai
masalah tersebut sudah dinyatakan untuk umum sepanjang tidak bertentangan dengan
peraturan Per-UU
6. Bertindak tidak netral dan memihak terhadap Parpol, Calon dan Peserta Pemilu
Tertentu
7. Mengeluarkan Pendapat atau Pernyataan yang bersifat partisan atas masalah atau isu
yang sedang terjadi dalam proses Pemilu
8. Tidak bertindak hati-hati dalam melakukan perencanaan dan penggunaan anggaran
9. Melakukan tindakan yang tidak berdasarkan aturan
10. Bertindak tidak secara transparan dan akuntabel
LANGKAH PERBAIKAN:
 Berdasarkan Data Atas Banyaknya Aanggota Pengawas yang terbukti
Melanggar Kode Etik, Maka Perlu dilakukan:

1. Perlu Penguatan Pelaksanaan Fungsi pengawasan dan Pembinaan Integritas


Jajaran Pengawas Pemilu yang dilakukan secara berjenjang
2. Mengefektifkan fungsi-fungsi managerial terhadap pengawas pemilu di
semua tingkatan antara lain:
1. Perencanaan;
2. Pengorganisasian;
3. Pengkoordinasian;
4. Pelaksanaan;
5. Evaluasi
3. Mengefektifkan Rapat Pleno Sebagai Forum Pengambilan Keputusan
4. Menerapkan asas transparansi dan akuntabilitas kelembagaan
SOLIDITAS, INTEGRITAS, MENTALITAS
& PROFESIONAL (S-I-M-P)

 Nilai-nilai S-I-M-P Mutlak harus dimiliki


Panwas Kab/kota. Hal ini untuk
meminimalisir konflik antar Anggota
Panwas.
 Setiap Pengambilan Putusan atau
Keputusan harus dilakukan dalam Rapat
Pleno.
Pasal 41 Perbawaslu No. 7
Tahun 2015

Pengambilan Putusan atau


Keputusan Di Panwas Kab./Kota
 Dilakukan melalui rapat pleno
 Menyangkut:
a. pemilihan ketua Panwaslu Kabupaten/Kota;
b. penetapan dan pengangkatan Panwaslu Kecamatan;
c. penetapan rencana kegiatan pengawasan;
d. tindak lanjut temuan dan/atau laporan pelanggaran dan
penyelesaian sengketa;
e. pengusulan calon Kepala Sekretariat;
f. pengesahan laporan per tahapan dan laporan akhir pengawasan
penyelenggaraan Pemilu; atau
g. hal lain yang tidak bertentangan dengan peraturan
perundangundangan.
Pasal 43-47 Perbawaslu No. 7 Tahun 2015
Lanjutan…
 Rapat pleno merupakan forum pengambilan keputusan tertinggi
 Rapat pleno diikuti oleh anggota.
 Rapat pleno dapat diselenggarakan atas usulan anggota.
 Setiap anggota wajib menghadiri rapat pleno. Dibuktikan dgn daftar hadir.
 Rapat pleno sah apabila diikuti oleh paling sedikit 2 anggota.
 Keputusan rapat pleno sah apabila disetujui oleh paling sedikit 2 anggota.
 Dalam hal rapat pleno tidak dapat mengambil keputusan, maka pengambilan keputusan
dilakukan dalam rapat pleno berikutnya.
 Undangan dan agenda rapat pleno disampaikan secara tertulis paling lambat 1 (satu)
hari sebelum rapat pleno dilaksanakan. Dalam hal keadaan memaksa, dapat
dikecualikan.
 Rapat pleno dipimpin oleh Ketua. Apabila ketua berhalangan, dipimpin oleh salah satu
anggota yg hadir.
 Kepala Sekretariat memberikan dukungan teknis dan administratif dalam rapat pleno.
 Hasil rapat pleno dituangkan dlm Berita Acara Rapat Pleno yg ditandatangani oleh
Ketua dan Anggota.
 Dalam keadaan mendesak, dapat melakukan rapat pleno melalui media telekomunikasi
yang disepakati. Keadaan mendesak meliputi keadaan dimana Panwaslu KabKota harus
membuat suatu keputusan dalam jangka waktu kurang dari 24 Jam.
Pasal 48 Ayat (1) huruf d & Ayat (2) huruf f
Perbawaslu 10 Tahun 2012 (Perubahan terakhir No. 1 Tahun 2016) Lanjutan…

 “(1) Anggota …Panwaslu Kabupaten /Kota, …


berhenti antarwaktu karena: …d diberhentikan
dengan tidak hormat”
 “(2) Diberhentikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf d apabila:… f. tidak menghadiri
rapat pleno yang menjadi tugas dan
kewajibannya selama 3 (tiga) kali berturut-
turut tanpa alasan yang sah”
RAPAT SELAIN PLENO
 Panwaslu Kab./Kota dapat melaksanakan RAPAT KOORDINASI &
RAPAT TEKNIS. Dilaksanakan sesuai kebutuhan dan kepentingan
pengawasan Pemilu
 RAPAT KOORDINASI: Kegiatan untuk penyamaan persepsi,
penyerasian, dan penyatuan tindakan untuk mengefektifkan pelaksanaan
tugas dan wewenang. Terdiri dari:
 bersifat internal yg diikuti oleh anggota Panwaslu Kab/Kota, Panwas
Kecamatan, PPL, dan/atau Pengawas TPS;
 bersifat eksternal yang diikuti oleh Panwaslu Kab/Kota bersama lembaga atau
instansi lain yang setingkat.
 RAPAT TEKNIS:
 Dilakukan untuk menyusun langkah-langkah strategis dan teknis pelaksanaan
pengawasan Pemilu.
 Dikuti oleh Panwaslu Kab/Kota dan/atau jajaran sekretariat.
Efektifitas Pengawasan Pemilu dalam
mewujudkan Pemilu Demokratis

 Internalisasi nilai-nilai pengawas ke semua jajaran pengawas pemilu;


 Pemetaan terhadap potensi-potensi pelanggaran dalam pemilihan;
 Penyusunan rencana dan teknis pengawasan secara komprehensif;
 Peningkatan kapasitas pengawas dalam menangani kasus
pelanggaran dan menyelesaikan sengketa pemilihan;
 Mengintensifkan kerja sama antar lembaga yg terlibat dalam
pelaksanaan pemilihan;
 Memberdayakan masyarakat luas untuk turut serta mengawasi
pemilihan
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai