NPM : 110110200035
Mata Kuliah : Hukum Pengawasan - A
Dosen Pengampu : Dr. Hj. Dewi Kania Sugiharti, S.H., M.H.
Dicky Risman, S.H., M.H.
Rully Herdita, S.H., M.H.
Pada pelaksanaan pemilihan umum 1982, kelembagaan pengawas pemilihan umum baru
muncul dengan nama Panitia Pengawas Pelaksanaan Pemilu (Panwaslak Pemilu). Pada saat
itu sudah mulai muncul distrust terhadap pelaksanaan Pemilu yang mulai dikooptasi oleh
kekuatan rezim penguasa. Pembentukan Panwaslak Pemilu pada Pemilu 1982 dilatari oleh
protes-protes atas banyaknya pelanggaran dan manipulasi penghitungan suara yang dilakukan
oleh para petugas pemilu pada Pemilu 1971. Karena pelanggaran dan kecurangan pemilu
yang terjadi pada Pemilu 1977 jauh lebih masif. Protes-protes ini lantas direspon pemerintah
dan DPR yang didominasi Golkar dan ABRI. Akhirnya muncullah gagasan memperbaiki
undang-undang yang bertujuan meningkatkan 'kualitas' Pemilu 1982. Demi memenuhi
tuntutan PPP dan PDI, pemerintah setuju untuk menempatkan wakil peserta pemilu ke dalam
kepanitiaan pemilu. Selain itu, pemerintah juga mengintroduksi adanya badan baru yang akan
terlibat dalam urusan pemilu untuk mendampingi Lembaga Pemilihan Umum (LPU).1
Pada era reformasi, tuntutan pembentukan penyelenggara Pemilu yang bersifat mandiri dan
bebas dari kooptasi penguasa semakin menguat. Untuk itulah dibentuk sebuah lembaga
penyelenggara Pemilu yang bersifat independen yang diberi nama Komisi Pemilihan Umum
1
Wikipedia, Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia, diakses melalui
https://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Pengawas_Pemilihan_Umum_Republik_Indonesia pada 11 Mei 2023
(KPU). Hal ini dimaksudkan untuk meminimalisasi campur tangan penguasa dalam
pelaksanaan Pemilu mengingat penyelenggara Pemilu sebelumnya, yakni LPU, merupakan
bagian dari Kementerian Dalam Negeri (sebelumnya Departemen Dalam Negeri). Di sisi lain
lembaga pengawas pemilu juga berubah nomenklatur dari Panwaslak Pemilu menjadi Panitia
Pengawas Pemilu (Panwaslu).
Perubahan mendasar terkait dengan kelembagaan Pengawas Pemilu baru dilakukan melalui
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003. Menurut UU ini dalam pelaksanaan pengawasan
Pemilu dibentuk sebuah lembaga ad hoc terlepas dari struktur KPU yang terdiri dari Panitia
Pengawas Pemilu, Panitia Pengawas Pemilu Provinsi, Panitia Pengawas Pemilu
Kabupaten/Kota, dan Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan. Selanjutnya kelembagaan
pengawas Pemilu dikuatkan melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang
Penyelenggara Pemilu dengan dibentuknya sebuah lembaga tetap yang dinamakan Badan
Pengawas Pemilu (Bawaslu). Adapun aparatur Bawaslu dalam pelaksanaan pengawasan
berada sampai dengan tingkat kelurahan/desa dengan urutan Panitia Pengawas Pemilu
Provinsi, Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota, Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan,
dan Pengawas Pemilu Lapangan (PPL) di tingkat kelurahan/desa.2
2
Ibid
3
Ibid
Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu)
Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Republik Indonesia merupakan suatu lembaga
penyelenggara Pemilu yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di seluruh wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pendirian Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik
Indonesia diamanahkan dalam Bab IV Undang-Undang No. 15 Tahun 2011 Tentang
Penyelenggaraan Pemilihan Umum terkait Pengawas Pemilihan Umum.
Bawaslu RI berkedudukan di ibukota negara4, saat ini Bawaslu berkantor di Jl. M.H. Thamrin
No.14, Menteng, Jakarta Pusat. Sementara, Bawaslu tingkat Provinsi berkedudukan di
Ibukota Provinsi. Selain itu, di tingkat kabupaten/kota dan kecamatan, terdapat panitia
pengawas pemilu sebagai lembaga pengawasan pemilu. Untuk Bawaslu Pusat dan Provinsi
kedudukannya bersifat tetap, sementara untuk panwaslu di tingkat kabupaten/kota dan
kecamatan bersifat ad hoc.
Untuk menjalankan tugas dan fungsinya, tentu saja Bawaslu memiliki Tugas, Wewenang, dan
Kewajiban untuk dilaksanakan. Tugas, wewenang, dan kewajiban Bawaslu tercantum dalam
Pasal 73 dan 74 Undang-Undang No. 15 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Pemilihan
Umum. Di antara tugas dan wewenangnya itu adalah5
4
Pasal 71(1) Undang-Undang No. 15 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum
5
Pasal 73 Undang-Undang No. 15 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum
f) evaluasi pengawasan Pemilu;
g) menyusun laporan hasil pengawasan penyelenggaraan Pemilu; dan
h) melaksanakan tugas lain yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan
4) Wewenang Bawaslu meliputi
a) menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap pelaksanaan ketentuan
peraturan perundang-undangan mengenai Pemilu;
b) menerima laporan adanya dugaan pelanggaran administrasi Pemilu dan
mengkaji laporan dan temuan, serta merekomendasikannya kepada yang
berwenang;
c) menyelesaikan sengketa Pemilu;
d) membentuk Bawaslu Provinsi;
e) mengangkat dan memberhentikan anggota Bawaslu Provinsi; dan
f) melaksanakan wewenang lain yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan.
6
Pasal 74 Undang-Undang No. 15 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum
Pada pelaksanaan Pilkada 2020 telah terjadi 3.814 dugaan pelanggaran pilkada yang berasal
dari temuan maupun laporan masyarakat. Dari 3.814 dugaan pelanggaran pilkada tersebut
terdapat 112 kasus yang merupakan dugaan tindak pidana pemilihan (pilkada) yang sudah
masuk tahap penyidikan yang ditangani Sentra Gakkumdu (Penegakan Hukum Terpadu)
Bawaslu. Informasi penangan pelanggaran pidana pemilihan pada tahap penyidikan ini
merupakan hasil harmonisasi data dengan kepolisian. Lima provinsi terbanyak dengan kasus
pelanggaran pidana pemilihan adalah Sulawesi Selatan dengan angka 15 kasus sebagai posisi
teratas, diikuti Maluku Utara 10 Kasus, kemudian Papua 8 kasus, Bengkulu 8 Kasus, dan
Sulawesi Tengah 7 kasus.7
Dalam opini saya, Bawaslu sebagai lembaga pengawasan pelaksanaan pemilu telah berusaha
melaksanakan tugasnya. Bawaslu telah menerima aduan masyarakat terkait
pelanggaran-pelanggaran pemilu yang terjadi tanpa adanya diskriminasi. Bawaslu juga telah
bekerja sama dengan Kepolisian Republik Indonesia dalam menangani berbagai kasus
pelanggaran pidana pemilihan umum. Hal ini menunjukkan upaya Bawaslu dalam
komitmennya menjalankan tugas untuk melakukan pengawasan terhadap pemilu sebagai
sarana pengisian jabatan eksekutif dan legislatif dalam ranah ketatanegaraan Indonesia. Di
samping berjalannya usaha dan upaya Bawaslu dalam menegakkan pengawasan terhadap
pelaksanaan pemilu, dibutuhkan adanya partisipasi aktif dari masyarakat dalam mengawasi
berjalannya pemilu. Masyarakat harus teredukasi terkait bagaimana seharusnya pemilu
berjalan. Melalui masyarakat yang teredukasi secara baik dapat tercapai meaningful
participation atau partisipasi berarti dari masyarakat dalam membersamai berjalannya
pemilihan umum lewat pengawasan masyarakat.
7
Hendru, Dari 3.814 Dugaan Pelanggaran Pilkada, 112 Dugaan Tindak Pidana Masuk Tahap Penyidikan,
diakses melalui
https://www.bawaslu.go.id/id/berita/dari-3814-dugaan-pelanggaran-pilkada-112-dugaan-tindak-pidana-masuk-ta
hap-penyidikan pada 17 Mei 2023