Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Pengawasan Pemilihan Umum

Menurut George R. Terry (dalam Simanjuntak 2017:309) pengawasan

berfokus kepada tindakan juga evaluasi, dan juga koreksi terhadap hasil yang

sudah dikerjakan, dengan tujuan supaya hasil sesuai dengan rencana.

Menurut Hendry fanyol menyebutkan (Musfialdy 2012:41)

mmenyebutkan: “Control consist in veryfiying wether everything accur in

comformity with the plan asopted, the instruction issued and principles

established. It has for object to point out weaknesses and errors in to recttivy then

and prevent recurrance” maksudnya adalah Kenyataan bahwa hakikatnya adalah

tindakan untuk menilai (menguji) apakah sesuatu telah berjalan sesuai dengan

rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Melalui pengawasan ini, kesalahan

dapat ditemukan yang pada akhirnya akan memperbaiki kesalahan ini dan yang

terpenting, mencegah kesalahan ini terjadi lagi.

Donelly (dalam Simanjuntak 2017:309) mengelompokkan pengawas

dalam tiga kelompok ialah:

1. Pendahuluan( Premilinary Control) ialah pengawasan yang dilakukan

dengan memusatkan satu atensi pada permasalahan, menghindari

munculnya perbedaan dalam kualitas dan kuantitas sumber daya yang

digunakan oleh organisasi.


2. Pengawasan pada saat kerja berlangsung (Concurrent Control), adalah

pengawasan diselnggarakan dengan cara memantau pekerjaan yang

sedang berlangsung agar membuktikan apakah tujuan-tujuan yang

telah direncanakan dapat tercapai.

3. Pengawasan Umpan Balik (Feedback Control) dilakukan dengan

memfokuskan perhatian kepada hasil akhir.

Pengawasan dapat diartikan sebagai cara agar suatu tujuan bisa

terwujud dan tercapai dengan lancar, begitu pula atas adanya pengawasan pemilu,

pengawasan pemilihan umum ini diadakan untuk wewenang rakyat, dan di

wujudkan dalam hak pilih warga negara yang sejujur-jujurnya juga tidak adanya

manipulasi dan kecurangan.

Dari pemilu pertama di Indonesia tahun 1955 hingga pemilu 1982, tidak

ada pengawasan pemilu, pengawasan dalam pemilu baru dilaksanakan pada tahun

1980. pada saat itu segera membentuk badan pengawas pemilu dari tingkat pusat

sampai daerah, Lembaga yang diberi nama Panitia Pengawasan Pelaksana

(Panwaslak) ini dipimpin langsung oleh Jaksa Agung dan birokrasi sipil serta

militer bertindak sebagai pelaksana lapangannya. Panwaslak sebagai pengawas

pemilu internal ini baru diperkenalkan menjelang pemilu Orde Baru ke-3 dalam

UU No. 2 tahun 1980 tentang perbaikan kedua kalinya UU No. 15/1969 tentang

Pemilu anggota DPR/MPR.

Mengutip dari jurnal Musfialdy Ada beberapa model pengawasan yang

pernah dilaksanakan di Indonesia.

a. Model Pengawasan Pemilu bagian Kejaksaan Agung


Panitia Pengawas Pelaksanaan Pemilihan Umum (PANWASLAK)

sebagai pengawas pemilu internal ini baru diperkenalkan menjelang

pemilu Orde Baru ke-3 dalam UU No. 2 tahun 1980 tentang

perbaikan kedua kalinya UU No. 15/1969 tentang Pemilu anggota

DPR/MPR. Perubahan ini lahir sebagai kekurang-efektifan

parlemen karena dihasilkan pemilu tanpa pengawasan, dan kesulitan

pemerintah dalam menghadapi krisis minyak, telah memaksa

pemerintah dalam memenuhi kebutuhan terciptanya dukungan

masyarakat kepada mereka. Keberadaan PANWASLAK merupakan

organ pengawasan yang dibentuk oleh Panitia Pemilu di Indonesia

(PPI). Lembaga ini dipimpin langsung oleh Jaksa Agung dan

birokrasi sipil serta militer bertindak sebagai pelaksana lapangannya

PANWASLAK dibentuk ditiap Panitia Pemilu mulai dari pusat

hingga kecamatan. Komposisi keanggotaannya diambilkan dari

unsur pemerintah, Golkar, PPP, PDI, dan ABRI.

b. Model Pengawasan Bagian Masyarakat

Berawal dari lontaran isu yang dilemparkan oleh PPP, yang akan

membentuk Lajnah (lembaga pengawas) pemilu hingga ke tingkat

kecamatan, menjelang pemilu 1997, sejumlah Lembaga Swadaya

Masyarakat (LSM) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) di

Bandung nekad mendirikan Lembaga Independen Pemantau Pemilu

(LIPP) yang akan mengawasi pelaksanaan pemilu sejak pendaftaran

pemilih sampai pengumuman perhitungan suara. Pendirian lembaga

pengawas yang dideklarasikan di Bandung itu ternyata mendapat


sambutan cukup luas dari para aktifis LSM, aktifis mahasiswa dan

LBH di 10 propinsi lainnya di Indonesia.

c. Model Pengawasan Pemilu Bagian Makamah Agung (MA)

Pemilu 1999 lalu memang terbilang istimewa, sebab untuk pertama

kalinya tugas pengawasan pemilu diserahkan kepada lembaga

yudikatif, yakni Makamah Agung dan badan-badan peradilan

dibawahnya. Pemilu 1999 memposisikan tanggung jawab

pengawasan formal pada yudikatif, dalam wewenangnya untuk

membentuk Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwas),

sebagaimana diamanatkan pasal 24 UU No.3/1999. Panwas adalah

institusi yuridis yang diberi tanggung jawab dan kewenangan oleh

undang-undang untuk mengawasi dan memonitor proses

pelaksanaan pada setiap tahapan pemilu guna menjamin

terselenggaranya pemilu jujur, adil, langsung, umum, bebas dan

rahasia. Makamah Agung (MA) dan jajaran di bawahnya yaitu

Pengadilan Tinggi (PT) dan Pengadilan Negeri (PN), sangat

berperan dalam proses pelaksanaan pemilu 1999 lalu, karena

disamping membentuk Panwas, yudikatif juga menempatkan

personelnya dalam kepengurusan Panwas

d. Model Pengawasan Pemilu Bentukan KPU

Berdasarkan Pasal 120 UU nomor 12 tahun 2003 tentang Pemilihan

Umum anggota DPR, DPD, dan DPRD, untuk melaksanakan

pengawasan pemilu dibentuk Panitia Pengawas Pemilu. Panitia

Pengawas Pemilu ini dibentuk oleh KPU, sedangkan Panitia


Pengawas Pemilu Provinsi sampai Penitia Pengawas Pemilu

Kecamatan dibentuk oleh Panitia Pengawas Pemilu diatasnya.

Demikian juga Panitia Pengawas Pemilu Presoden dan wakil

Presiden, menurut pasal 76 UU nomor 23 tahun 2003 tentang

Pemilihan Presiden dan wakil Presiden, tugas dan wewenang

pengawasan pemilu Presiden dan wakil Presiden dilakukan oleh

panitia Pengawas Pemilu seperti Panitia Pengawas Pemilu DPR,

DPD dan DPRD. Mekanisme kerja Penitia Pengawas Pemilu ini

pun lebih banyak dikoordinasikan kepada KPU/KPUD. (Wahidah

2004)

e. Model Pangawasan Pemilu Bersifat Tetap.

Menurut Undang Undang no 22 tahun 2007 penyelenggaraan

pengawasan Pemilu dilakukan oleh Badan Pengawas Pemilu

(Bawaslu). Bawaslu dibantu oleh Panitia Pengawas Pemilu

Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu au Kecamatan,

Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri.

Badan Pengawas Pemilu merupakan lembaga yang bersifat tetap.

Anggotanya diangkat sekali dalam 5 tahun atau bersifat tetap.

Sedangkan Panwaslu di Provinsi, Panwaslu di Kabupaten/Kota,

Panwaslu di Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan

Pengawas Pemilu Luar Negeri bersifat ad hoc. Panwaslu di

Provinsi, Panwaslu di Kabupaten/Kota, Panwaslu di Kecamatan,

Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri

dibentuk paling lambat 1 (satu) bulan sebelum tahapan pertama


penyelenggaraan Pemilu dimulai dan berakhir paling lambat 2 (dua)

bulan setelah seluruh tahapan penyelenggaraan Pemilu selesai.

Bawaslu berkedudukan di ibu kota negara. Panwaslu di Provinsi

berkedudukan di ibu kota provinsi. Panwaslu Kabupaten/Kota

berkedudukan di ibu kota Kabupaten/kota. Panwaslu Kecamatan

berkedudukan di ibu kota kecamatan.

Pengawas Pemilu Lapangan berkedudukan di desa/kelurahan.

Pengawas Pemilu Luar Negeri berkedudukan di kantor perwakilan

Republik Indonesia. Keanggotaan Bawaslu terdiri atas kalangan

profesional yang mempunyai kemampuan dalam melakukan

pengawasan dan tidak menjadi anggota partai politik

Pada Pemilihan Umum tahun 2004 fungsi pengawasan dengan jelas

ditulis dalam UU Nomor. 12 / 2003 dan UU Nomor 23/2003 yang berisi bahwa

fungsi pengawasasan adalah mengawasi pelaksanaan tahapan pemilu, mengatasi

pelanggaran administrasi, serta pula pelanggaran pidana, dan menuntaskan

sengketa.

Pemilihan umum menurut Miriam Budiardjo yaitu merupakan salah satu ciri

khas yang harus ada di setiap negara yang menganut Demokrasi, karena Pemilu

dipandang sebagai simbol demokrasi. Pemilihan umum diselengggarakan dengan

suasana keterbukaan dan kebebasan berpendapat serta kebebasan berserikat.

Dalam Pasal 1 Undang-Undang No 7/2017 Pemilihan Umum disingkat

menjadi Pemilu yaitu sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan

Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil

Presiden, serta untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,


dilakukan secara langsung, umum, bebas, rahasia jujur, dan adil (Luberjurdil)

dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan pancasila dan Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Huntington (dalam Zubakhrum 2020:33) pemilihan umum bukaan hanya

semata-mata hanya untuk melaksanaklan demokrasi, tetapi juga sebagai

berfungsinya pemerintahan suatu negara secara sah, meskipun secara teoritis

sumbangan pemilu hanya sebatas pada pelaksanaan demokrasi di wilayah

prosedural. Negara Indonesia melaksanakan pemilihan umum nasional sejak tahun

1999 dan pemilihan kepala daerah pada tahun 2005. Henk Schultye Nordhold

(dalam M. Zubakhrum, 2020:1) menebutkan bahwa keberhasilan Indonesia dalam

pemilu dan Pilkada sebagai the consolidation of electoral democrary, kara pada

saat itu berlangsung pemilu yang sukses ditingkat kota dan juga kabupaten,

provinsi sampai nasional.

Menurut Ramlan Surbakti (dalam Deviana Nur, 2019:3) Pemilu

merupakan mekanisme pemilihan dan pendelegasian kedaulatan kepada pihak

maupun parpol yang dipercaya, namun jika melihat pada UU No 8 Tahun 2012

Pasal 1 (1) pemilu ialah fasilitas pelaskana kedaulatan rakyat NKRI yang

bersumber pada UUD Republik Indonesia Tahun 1945.

Morissan mengatakan (Deviana Nur,2019:3) pemilu yaitu kiat ataupun

sarana untuk mengenali kemauan rakyat mengenai arah serta kebijakan negara

kedepannya.

Sesuai dengan isi Undang-Undang Pasal 1 No. 7 asas dari pelaksanaan

pemilihan umum adalah yang sering kita singkat dengan luber jurdil.
1. Langsung, berarti publik yang memilih dapat memberikan suara

secara serentak tanpa adanya perantara,

2. Umum, artinya pemilu diikuti oleh seruluh rakyat Indonesia yang

telah memiliki hak untuk memilih dan menggunakan hak pilihnya,

tanpa ada pengecualian juga tidak boleh adanya diskriminasi,

3. Bebas artinya seluruh rakyat Indonesia dapat menentukan

pilihannya juga memberikan suaranya, dengan kemauan dan

pertimbangan masing-masing pemilih, dengan tidak adanya tekanan

dari lembaga ataupun pihak manapun,

4. Rahasia yaitu suara yang dinerikan oleh rakyat atau pemilih itu

bersifat privacy atau rahasia, yang tidak boleh diketahui oleh

siapapun, hanya rakyat yang memilihlah yang tahu.

5. Jujur  berarti semua pihak yang terlibat dalam pemilihan umum

harus bersikap dengan jujur

6. Adil yaitu dalam pelaksanaan pemilu, pemilih mendapatkan

pelakuan adil, dan juga bebas dari kecurangan.

Ada 4 tujuan dari diselenggarakannyaa pemilihan umum menurut Jimly

Asshiddiqie

1. Untuk transisi kepemimpinan pemerintah yang tertib dan damai;

2. Untuk mutasi pejabat yang akan mewakili kepentingan rakyat

dilembaga pewakilan;

3. Sebagai pengaplikasian asas kedaulatan rakyat dilembaga

perwakilan

4. Sebagai pengaplikasian asas hak asasi warga negara


C.S.T. Kansil dan Christine S.T. (dalam Rohim Annida, 2019:41)

mengemukakan manfaat dari pemilihan umum adalah sebagai instrumen

demokrasi untuk:

1. Menjaga juga memajukan demokrasi di Indonesia

2. Mewujudkan masyarakat yang adil & makmur menurut Pancasila yakni

keadilan sosial untuk masyarakat Indonesia.

3. Menegakkan Pancasila juga mempertahankan UUD 1945

Berdasarkan Peraturan Badan pengawasan pemilihan umum No 8/2018

mengenai Penanganan kampanye pemilihan umum pasal 1 ayat 10 bernumyi:

Badan pengawas pemilu adalah Lembaga Penyelenggara Pemilu


yang memantau penyelenggaraan Pemilu di seluruh wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang mengenai pemilihan umum.
Panwaslu juga melaksanakan pemantauan kepada pemilih, pemilih
disini adalah Aparatur Sipil Negara (ASN) juga masyarakat. Karena anggota ASN
diharuskan netral, panwaslu melangsungkan pengawasan dengan mengawasi dan
memperoleh informasi pengaduan jika ada pelanggaran yang diperbuat oleh
anggota sipil negara.
Tugas dan wewenang pengawas pemilu dapat paparkan secara umum
sebagai berikut:
a. Memantau tahap-tahap penyelenggaraan pemilu;
b. Mendapat informasi perkiraan pelanggaran perundang-undangan
pemilu;
c. Menyampaikan temuan dan lapiran kepada KPU/KPU
Provinsi/KPU Kabupaten/Kota atau Kepolisian atau Instansi lainnya
untuk ditindaklanjuti;
d. Memantau tindak lanjut rekomendasi;
e. Memantau pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan pemilu; dan
f. Melakukan:
- Tugas dan wewenang lain ditetapkan oleh undang-undang
(untuk Bawaslu, Panwaslu Provinsi, dan Panwaslu Kabupaten
Kota);
- Melaksanakan tugas lain dari Bawaslu (untuk Pengawas Pemilu
lapangan);
- Melaksanakan tugas lain dari Bawaslu (untuk Pengawas Pemilu
Luar Negeri).

2. Netralitas Aparatur Sipil Negara

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Netralitas diartikan

sebagai keadaan dan sikap netral, yaitu tidak berat sebelah, atau bebas.

Marbun (Sri Hartini,2009:259) berpendapat Netralitas yaitu terbebasnya

Pegawai Negri Sipil dari interes maupun pengaruh dari parpol, juga tidak

memihak jika ada kepentingan, tetapi PNS juga tetap mempunyai haknya dalam

politik, untuk memilih dalam pemilu, tetapi tidak untuk berkecimpung di dunia

politik. Jadi, jika pegawai negri sipil ingin memasuki dunia peropolitikan, atau

pun menjadi anggota legislatif, anggota PNS ini harus bersedia untuk

mengundurkan diri terlebih dahulu dari pekerjaannya.

Menurut Nuraida Mokhsen (dalam Fritz Edward Siregar, 2020:21)

Netralitas memiliki makna impartiality yakni terhindar dari kepentingan, terbebas

dari intervensi, tidak terpengaruh, adil atau merata, rasional, dan juga tidak

berpihak.

Sedangkan menurut Marbun (Fritz Edward Siregar, 2020:21)

menyebutkan netralitas yaitu tidak berpihaknya pegawai negri dari pengaruh

kepentingan parpol manapun, dan tidak memihak juga tidak mempunyai kapasitas

dalam proses berjalannya perpolitikan.karena ASN dituntut untuk netral dan harus
berfokus dengan berjalannya pelayanan publik, tugas pemerintahan juga dalam

tugas pembangunan.

Miftah Thoha (dalam Kacung Marijan, 2012: 220) berpendapat jika

“netralitas birokrasi” padaumumnya adalah sebuah metode dimana birokrasi itu

mungkin dapat berubah dalam memberikan pelayanannya untuk pemerintah,

meskipun pemerintahannya mengalami pergantian dengan yang lainnya. Yang

artinya ketika pergantian penguasa atau periode kekuasaan didalam pemerintahan,

hal tersebut tidak akan mengganggu kinerja birokrasi yang hakikatnya

memberikan pelayanan kepada khalayak publik, birokrasi pemerintahan akan

terus bekerja secra profesional sesuai otoritas yang dimilikinya.

Pentingnya menegakkan netralitas di Aparat Sipil Negara. Sama dengan

seperti pendapat menurut Ismail (dalam Delly Mustafa, 2014: 114) Birokrasi

harus bersikap pemerintahan harus bersifat netral, karena jika Birokrasi menjadi

kekuatan politik, akan menyebabkan tidak netral dan berpihak pada kekuatan /

arus politik tertentu, karena pada hakikatnya dalam pelayanan publik, birokrasi

pemerintahan tidak boleh berpihak kepada kelompok tertentu, sehingga pelayanan

dapat diberikan dengan menyelurh, diseluruh masyarakat, tanpa membedakan

aliran, kelompok pun parpol.

Netralitas ASN juga di perjelas dengan adanya pasal 3 UU Nomor 43

thn 1999 yang kemudian diperjelas lagi dalam General Statement No. 6 yang

menyatakan bahwa:

“Dalam upaya menjaga netralitas PNS dari pengaruh partai politik dan
menjamin keutuhan, kekompakan, dan kesatuan PNS serta memusatkan
seluruh perhatian, pikiran, dan tenaganya pada tugas-tugas yang
diembannya, PNS dilarang menjadi anggota dan / atau pengurus partai
politik. Oleh karena itu, PNS yang menjadi anggota dan / atau pengurus
partai politik harus diberhentikan sebagai PNS. Pemberhentian
semacam itu bisa dilakukan dengan hormat atau tidak.”

Selain pasal 3 Undang-Undang Nomor 3, netralitas ASN juga tertulis

dalam PP No. 12 Thn 1999 mengenai Perubahan Pengaturan Pemerintah, No

5/1999 Mengenai Pegawai Negeri Sipil Yang Menjadi Anggota Partai Politik lalu

perbarui kembali dengan Peraturan pemerintah Nomor 37/2004 dan aturan

teknisnya dijelaskan melalui Surat Keputusan Badan Administrasi kepegawaian

Negara (BAKN) No.02/BA/1999 mengenai Pedoman Pelaksanaan Peraturan

Pemerintah tersebut

Berdasarkan UU N 5/2014 mengenai Pegawai negeri sipil yang mengisi

jabatan-jabatan pimpinan utama dan menengah atas di kementerian, sekretariat

lembaga negara, lembaga non struktural dan lembaga daerah dilaksanakan secara

terbuka dan kompetitif antar Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan memperhatikan

persyaratan kompetensi, kualifikasi, pangkat, pendidikan dan pelatihan, rekam

jejak jabatan, dan integritas serta persyaratan lain yang disyaratkan oleh ketentuan

peraturan perundang-undangan.. Pegawai Negreri yang disebut dalam UU ASN

ini adalah Pegawai Negri Sipil sebagai warga negara Indonesia yang memenuhi

syarat tertentu, yang diangkat sebagai pegawai ASN secara tetap oleh PPK untuk

menduduki jabatan pemerintahan.

Kedudukan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam pemerintahan telah

disebutkan dalam Pasal 3 Ayat 1 Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang

prinsip ketenagakerjaan berbunyi:

1) Pegawai negeri merupakan Unsur penyelenggara negara yang bertugas

memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil


dan berkeadilan dalam penyelenggaraan tugas bernegara, pemerintahan,

dan pembangunan.

2) Dalam posisi dan tugas sebagaimana ditentukan pada ayat 1, PNS

diharuskan netral dalam pengaruh semua kelompok dan partai politik

serta tidak membeda-bedakan dalam pelayanan kepada masyarakat.

3) Untuk menjamin netralitas PNS sebagaimana dimaksud pada ayat 2,

PNS dilarang menjadi anggota dan / atau pengurus partai politik.

Birokrasi menentukan kualitas pelaksaan kebijakan publik, birokrasi

diisni adalah pegawai pemerintahan negri sipil atau Aparatur Sipil Negara, bukan

hanya sebagai pelaksana kebijakan dan pelayanan publik saja, seperti yang sudah

tertulis dalam Pasal UU No. 5/2014 mengenai ASN, ada 3 fungsi Aparatur Sipil

Negara, yakni sebagai pelayan masyarakat, pemangku pelayanan masyarakat, dan

juga sebagai perekat serta pemersatu bangsa.Itulah sebabnya netralitas ASN

sangat penting dalam tugas sehari-hari dalam pelayanan publik, tugas

pemerintahan, dan juga tugas pembangunan. Seluruh ASN dituntut untuk tetap

netral daam menjaga profesionalismenya, agar dalam melaksanakan tugasnya,

ASN dapat merata tanpa memandang partai mana, dan dari kelompok mana.

Jika terdapat pelanggaran keberpihakan ASN lewat dukungan paslon

ataupun yang lainnya, bentuk pelanggaran itu masuk kedalam Pasal 4 Peraturan

Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Aparatur-Sipil Negara, yaitu

dengan konsekuensi yang harus dijalankan yakni mendapatkan Sanksi Disiplin

Sedang contohnya dari penundaan kenaikan pangkat untuk waktu satu tahun, lalu

gadi yang ditunda serta penurunan pangkat. Serta disiplin berat meliputi
pembebasan jabatan, penurunan pangkat selama 3 tahun, dan juga sampai di

berhentikan dalam pekerjaan.

Wewenang bawaslu dalam menangani netralitas ASN dapat dilihat dalam

pasal 3 Perbawaslu Nomor 6 Tajun 2018 berupa ketentuan bahwa

“Netralitas Pegawai ASN, Anggota TNI, dan Anggota Polri dapat

menjadi objek pengawasan Bawaslu, Bawaslu Provinsi dan Bawaslu

Kabupaten/kota dalam hal tindakan Pegawai ASN, Anggota TNI, dan

Anggota Polri berpotensi melanggar ketentuan sebagaimana diatur

dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemilu

dan atau pemilihan serta melanggar kode etik dan atau disiplin

masing-masing lembaga/instansi”

B. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu adalah penelitian yang telah dilakukan dan sudah

mendapatkan hasil, serta kesimpulan dari penelitiannya, penelitian terdahulu

dalam penelitian dijadikan sebagai pijakan atau gambaran dalam penelitian ini.

Penelitian terdahulu yang memiliki kesamaan tema dan bahasan penelitian tetapi

dengan objek yang berbeda. Manfaat dari penelitian terdahulu adalah untuk

mengetahui bagaimana hasil yang telah didapatkan oleh peneliti terdahulu.

Penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai bahan referensi oleh penulis

dalam penelitian ini, diantaranya adalah penelitian yang dilakukan Harminus

(2017) dengan judul penelitian Strategi Komunikasi Bawaslu Jabar Dalam

Menjaga Netralitas Aparatur Sipil Negara Pada Pemilihan Kepala Daerah Tahun

2015. Universitas Pasundan Ilmu Komunikasi Bandung.


Dalam penelitiannya menjelaskan bahwa Badan Pengawas Pemilihan

Umum (BAWASLU) Jawa Barat dalam upaya menjaga kenetralan ASN telah

melakukan perubahan sikap dan / atau perilaku aparatur sipil negara di wilayah

Jawa Barat, melalui penyebaran informasi atau pesan. Proses penyebaran pesan

ini dilakukan melalui tahapan analisis, perancangan strategis, pengembangan dan

pengujian, implementasi dan evaluasi. Oleh karena itu, strategi komunikasi

Bawaslu adalah jabar selain sebagai aktivitas politik, juga merupakan ajang

berbagai pemikiran dan keyakinan yang secara sistematis terkait dengan kondisi

saat ini, spiritual dan material di masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian juga

diketahui bahwa implementasi strategi komunikasi yang dilakukan oleh Bawaslu

Jawa Barat lebih menekankan pada komunikasi kelompok daripada komunikasi

massa atau interpersonal.

Penelitian yang kedua yang menjadi bahan referensi ialah penelitian

dilakukan oleh Muhammad Sandi Tyas tahun 2019 dengan judul “Strategi Badan

Pengawas Pemillihan Umum Dalam Mencegah Pelanggaran Kampanye” (Studi

Kasus Penyelenggaraan Pemilihan Presiden Tahun 2019 Di Nusa Tenggara Barat)

Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Muhammadiyah Mataram.

Dari hasil penelitian diketahui dalam dalam mencegah pelanggaran

kampanye Bawaslu NTB tetap mengacu kepada PERBAWASLU nomor 28 tahun

2018 dan Undang-undang no.7 tahun 2017 sebagai pedoman serta melakukan

kerja sama dengan beberapa lembaga terkait seperti KPID NTB,POLDA

NTB,Ormas serta OKP serta membangun layanan pengaduan di akun media

sosial. Bawaslu NTB juga mendapatkan beberapa hambatan yaitu akses yang
terbatas terhadap kampanye media sosial serta kurangnya kesadaran masyarakat

dalam menciptakan Pemilu yang bersih.

Tabel 1.

No Nama Peneliti Metode Hasil Penelitian Perbedaan Persamaan

1. Harminus Metode Dalam upaya Perbedaan Berdasarkan


kualitatif, menjaga netralitas
penelitian penelitian
Strategi kajian dalam aparatur sipil
negara (ASN) yang terdahulu yang
Komunikasi penelitian ini
melakukan
Bawaslu Jabar akan dilakukan telah tercanmun,
perubahan sikap
Dalam Menjaga dilakukan dan/atau perilaku oleh persamaan
Netralitas dengan para ASN. melalui
peneliti penelitian ini
Aparatur Sipil menggunakan penyebaran
Negara Pada teknik analisis informasi atau dapat adalah dalam
Pemilihan deskriptif. pesan. melalui
dilihat dari topik penelitian
tahapan analisis,
Kepala Daerah
rancangan lokasi mengenai
Tahun 2015 strategik,
penelitian strategi
pengembangan
dan pengujian, yang komunikasi
implementasi, dan
berbeda bawaslu dalam
evaluasi
implementasi dari menjaga
strategi
netralitas ASN
komunikasi yang
dilakukan oleh pada Pilkada
Bawaslu Jabar
lebih menekankan
kepada
komunikasi
kelompok daripada
kepada
komunikasi massa
atau antarpribadi.

2. Muhamad Metode Dalam mencegah Perbedaan Berdasarakan


Sandy Tyas pelanggaran penelitian penelitian
analisis kampanye yang
deskriptif Bawaslu dilakukan terdahulu yang
NTB tetap oleh
Strategi Badan tercantum,
kualitatif. mengacu kepada peneliti ini
Pengawas PERBAWASLU persamaan
dapat
Pemillihan nomor 28 tahun
terlihat penelitian ini
Umum Dalam 2018 dan Undang-
undang no.7 dari objek adalah: dalam
Mencegah
tahun 2017 penelitian,
Pelanggaran topik penelitian
sebagai pedoman fokus
Kampanye”
serta melakukan penelitian, topik penelititian
(Studi Kasus kerja sama dengan dan juga mengenai
Penyelenggaraan beberapa lembaga
lokasi
Pemilihan terkait strategi yang
seperti KPID penelitian
Presiden Tahun
yang dilakukan oleh
2019 Di Nusa NTB,POLDA
NTB,Ormas serta berbeda Bawaslu.
Tenggara Barat)
OKP serta
membangun
layanan pengaduan
di
akun media sosial.

C. Kerangka Pemikiran

Pemilihan umum merupakan salah satu pesta demokrasi rakyat, pemilihan

umum dilaksanakan selama lima tahun sekali, dari pemilihan presiden, hingga

kepala desa, dilaksanakan secara lagsung oleh rakyat. Pemilu merupakan salah

satu lambang dari negara yang menganut demokrasi. Tetapi pada pelaksanaannya,

pemilihan umum maupun pemilihan kepala daerah tidak selalu berjalan dengan

sempurna, dalam pelaksanaannya seringkali banyak pelanggaran-pelanggaran

ataupun kecurangan yang terjadi, salah satunya adalah pelanggaran yang

dilakukan oleh Apartur Sipil Negara. Apartur Sipil Negara di minta untuk bisa

netral, dan tidak ikut campur didunia politik, hal itu sudai tercantum dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014. Namun pada prakteknya masih banyak

yang melanggar peraturan ini.

Menurut data yang tercantum di website Badan Pengawasan Pemilihan

Umum (Bawaslu) Provinsi Jawa Barat, terdapat beberapa kota dan kabupaten

yang melakukan pelanggaran pada saat pelaksanaan pemilihan kepala daerah

2020, Kabupaten Tasikmalaya yakni sejumlah (dugaan) 6 kasus. Dalam kasus ini,

Badan pengawasan pemilihan umum kabupaten tasikmalaya tentunya mempunyai

strategi untuk lebih meningkatkan upaya dalam menjaga kenetralan aparatur sipil

negara. Untuk menghindari dan meminimalisir pelanggaran ini, tentunya ada

strategi komunikasi yang digunakan Badan Pengawasan Pemilihan Umum

(bawaslu) kabupaten Tasikmalaya dalam meningkatkan juga menjaga netralitas

aparatur sipil negara dalam pilkada.

Pengawasan Pemilu dan Netralitas Aparatur Sipil Negara merupakan

konsep yang digunakan dalam penelitian ini. Dan metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus yang

bertujuan untuk menemukan makna dan menyelidiki serta memahami suatu

peristiwa atau masalah yang terjadi dengan cara mengumpulkan beberapa

informasi yang kemudian diolah untuk mendapatkan solusi agar masalah dapat

diselesaikan. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

meliputi wawancara, observasi, dan dokumentasi juga komunikasi.

Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah mengetahui strategi

Komunikasi Bawaslu Dalam Menjaga Netralitas ASN dalam Pemilihan Kepala

Daerah tahun 2020 di Kabupaten Tasikmalaya.

Tabel 2.
Kerangka Pemikiran

UU No. 5 Tahun 2014


Tentang Netralitas
Aparatur Sipil Negara

Pengawasan Pemilu dalam


Netralitas Aparatur Sipil
Negara

Faktor-Faktor yang
Melatarbelakangi
Tindakan Pelanggaran
ASN

Strategi Komunikasi
Bawaslu dalam Menjaga
Netralitas ASN pada
Pemilihan Kepala Daerah
Kabupaten Tasikmalaya

Anda mungkin juga menyukai