Anda di halaman 1dari 8

UJIAN AKHIR SEMESTER

HUKUM PEMILIHAN UMUM

Dosen Pengampu : Dr. I Gede Yusa, SH., MH.

Oleh :

Ni Komang Anggi Widyanti

1804551440

Kelas A (Reguler Pagi)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR
2020
Soal :

1. Jelaskan perbedaan pemilu zaman orde baru dengan orde reformasi dalam hal ini :
a. Jumlah partai peserta pemilu
b. Penyelenggara pemilu
2. Jelaskan perbedaan sistem pemilu organis dan mekanis yang saudara kenal!
3. Jelaskan apa yang menjadi tugas dari Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu!
4. Jelaskan perbedaan dari Pengawas Pemilu dan Pemantau Pemilu!
5. Jelaskan hal yang dapat menjadi sengketa dalam Pemilu.
6. Berikan komentar terhadap pelaksanaan pemillu serentak dewasa ini.

Jawaban :

1. Masa Orde baru lahir pada 1966 ditandai dengan keberhasilan pemerintah mengatasi
permasalahan G. 30. S/ PKI pada 1 oktober 1965. Masa Orde baru berakhir pada
tahun 1998 dipimpin oleh presiden Soeharto, sedangkan masa Reformasi muncul
setelah berakhirnya masa Orde baru. Masa reformasi ditandai dengan penggulingan
pemerintahan Soeharto oleh mahasiswa pada tahun 1998. Adapun perbedaan pemilu
pada masa Orde Baru dengan Orde Reformasi yakni sebagai berikut :
a. Dilihat dari jumlah partai peserta pemilu
Pada masa orde baru hanya ada 3 partai politik yaitu PDI, PPP, dan GOLKAR.
Hal ini dikarenakan kebijakan yang dikeluarkan oleh Presiden Soeharto kala itu,
Penyederhanaan atau penggabungan (fusi) partai pada tahun 1973 merupakan
kebijakan Presiden Soeharto untuk menciptakan stabilitas politik kehidupan
berbangsa dan bernegara. Kebijakan ini dinggap menjadi syarat utama dalam
mencapai pembangunan ekonomi Indonesia. Menurut pemerintah Orde Baru,
tidak stabilnya politik yang terjadi pada masa sebelumnya (Orde Lama)
disebabkan oleh sistem kepartaian. Diketahui juga partai politik saat itu sangatlah
banyak, sehingga menimbulkan banyak idiologi dan sekaligus kepentingan. Partai
politik sulit terkontrol dan akhirnya timbul gerakan-gerakan yang membahayakan
bangsa dan Negara. Hal tersebut yang melatarbelakangi perlunya melakukan fusi
terhadap kendaraan politik tersebut. Fusi partai tahun 1973 oleh pemerintah tidak
serta didasarkan pada persamaan ideologi, tapi pada persamaan program. Pada
masa Orde baru Parta Golkar memenangkan pemilu terus secara berturut-turut.
Sedangkan pada masa reformasi ada 48 parpol, hal ini diakibatkan karena
antusiasme partai politik yang sangat besar mengingat kebijakan pada masa orde
baru telah dicabut. Dengan Lima besar Pemilu 1999 adalah Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan, Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan, Partai
Kebangkitan Bangsa, dan Partai Amanat Nasional.

b. Penyelenggara Pemilu
Pada masa orde baru diselenggarakan oleh pemerintah lewat KPU sedangkan pada
masa reformasi dilaksanakan oleh pemerintah lewat KPU secara bebas dan
mandiri serta diikuti oleh seluruh parpol dan peserta yang bertanggung jawab
langsung kepada presiden. Pada masa orde baru, pengawasan dilakukan
pemerintah melalui Bawaslu. Sedangkan pada masa reformasi pengawasan
dilakukan pemerintah melalui Bawaslu yang terdiri dari panwaslu, LSM, dan
rector UNFREL. Serta dalam penyelenggaraannya menggunakan dasar hukum
sebagai landasan berpraktek pada masa Orde Baru dan Reformasi pun berbeda
yakni Pada masa orde baru menggunakan dasar UU No. 15 tahun 1969 sedangkan
pada masa reformasi menggunakan dasar UU No. 3 tahun 1999.
2. Perbedaan sistem Pemilu Organis dengan Mekanis yakni :
Sistem pemilihan mekanis menempatkan rakyat sebagai suatu individu yang sama.
Sistem pemilihan ini digunakan oleh aliran liberalisme, sosialisme dan komunisme.
Menurut sistem pemilihan mekanis, partai-partai yang mengorganisir pemilih-pemilih
dan memimpin pemilih berdasarkan sistem bi party atau multi party (liberalisme
sosialisme) atau uni party (komunisme). Badan perwakilan berfungsi untuk
kepentingan seluruh rakyat. Sistem pemilihan mekanis dapat dilaksanakan dengan dua
cara, yakni sistem distrik/mayoritas/single member constituencies dan sistem
proporsional.

Sedangkan sistem pemilihan organis menempatkan rakyat sebagai sejumlah individu


yang hidup bersama dalam berbagai macam persekutuan hidup berdasarkan
geneologis (rumah tangga, keluarga), fungsi tertentu (ekonomi, industri), lapisan-
lapisan sosial (buruh, tani, cendekiawan) dan lembaga-lembaga sosial (universitas).
Menurut sistem pemilihan organis, partai-partai politik tidak perlu dikembangkan
karena pemilihan diselenggarakan dan dipimpin oleh persekutuan hidup dalam
lingkungannya sendiri. badan perwakilan berfungsi mewakili kepentingan khusus
persekutuan hidup itu. Dengan kata lain, tidak adanya pemilihan khusus untuk
memilih wakil pemerintahan (adanya calon dari dalam organisasi tersebut).

3. Dalam ketentuan Pasal 1 ayat (24) Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang
Pemilihan Umum menyebutkan bahwa, “Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu
yang selanjutnya disingkat DKPP adalah lembaga yang bertugas menangani
pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu”.

Penjelasan tentang DKPP diatur terinci pada Bab III, Pasal 155-Pasal 166. Tugas
DKPP disebutkan pada Pasal 156 ayat (1), yakni:

1. menerima aduan dan/atau laporan dugaan adanya pelanggaran kode etik yang
dilakukan oleh Penyelenggara Pemilu; dan
2. melakukan penyelidikan dan verifikasi, serta pemeriksaan atas aduan dan/atau
laporan dugaan adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Penyelenggara
Pemilu.

Selanjutnya, DKPP memiliki kewenangan antara lain:

a. memanggil Penyelenggara Pemilu yang diduga melakukan pelanggaran kode etik


untuk memberikan penjelasan dan pembelaan;
b. memanggil pelapor, saksi, dan/atau pihak lain yang terkait untuk dimintai
keterangan, termasuk untuk dimintai dokumen atau bukti lain;
c. memberikan sanksi kepada Penyelenggara Pemilu yang terbukti melanggar kode
etik; dan
d. memutus pelanggaran kode etik (Pasal 159 ayat (2).

4. Perbedaan Pemantau Pemilu dengan Pengawas Pemilu yakni :


 Pemantau Pemilu merupakan bentuk partisipasi masyarakat untuk memantau
aturan dan teknis penyelenggaraan Pemilu maupun Pilkada, secara khusus hal
ini juga diatur dalam Undang-undang Pemilu maupun Pemilihan (Pilkada).
 Sedangkan Pengawas Pemilu atau biasa disebut Badan Pengawas Pemilihan
Umum (disingkat Bawaslu) adalah lembaga penyelenggara Pemilu yang
bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di seluruh wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
 Pemantau Pemilu terdiri dari lembaga swadaya dan masyarakat dan individu
menjadi pemantau resmi dalam pemilihan umum. Adanya Pemantau Pemilu
itu dibuat agar masyarakat luas bisa terlibat dalam pemantauan Pemilu.
 Hanya pengawas pemilu yang bisa memberikan sanksi dan menyelesaikan
sengketa, karena mereka memegang mandat undang-undang, sedangkan
pemantau hanya bisa memberi rekomendasi.

5. Menurut Uu Nurul Huda dalam bukunya Hukum Partai Politik dan Pemilu di
Indonesia, dalam buku keempat UU Pemilu membedakan 4 (empat) jenis masalah
hukum pemilu:
1) Pelanggaran;
2) Sengketa proses;
3) Perselisihan hasil pemilu; dan
4) Tindak pidana pemilu.
Dalam hal ini, sengketa dalam Pemilu dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:
1) Sengketa dalam proses pemilu
2) Sengketa atas perselisihan hasil pemilu

- Pasal 466 UU Pemilu mendefinisikan sengketa proses sebagai sengketa yang


terjadi antar-peserta pemilu dan sengketa peserta pemilu dengan penyelenggara
pemilu sebagai akibat dikeluarkannya keputusan Komisi Pemilihan Umum (“KPU”),
keputusan KPU Provinsi, dan keputusan KPU Kabupaten/Kota. Jadi berdasarkan
definisi tersebut terdapat perbedaan sengketa proses pemilu menjadi dua kategori,
yaitu :

 Sengketa pemilu antar peserta pemilu sebagai akibat dikeluarkannya


keputusan KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota;
 Sengketa pemilu antara peserta pemilu dengan penyelenggara pemilu sebagai
akibat dikeluarkannya keputusan KPU, KPU Provinsi, dan KPU
Kabupaten/Kota.

- Perselisihan hasil pemilu menurut Pasal 473 UU Pemilu adalah perselisihan


antara KPU dan Peserta Pemilu mengenai penetapan perolehan suara hasil Pemilu
secara nasional. Perselisihan hasil pemilu ini berkaitan dengan perselisihan
penetapan perolehan suara hasil pemilu anggota Dewan Perwakilan Rakyat
(“DPR”), Dewan Perwakilan Daerah (“DPD”), dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (“DPRD”) secara nasional meliputi perselisihan penetapan perolehan suara
yang dapat memengaruhi perolehan kursi peserta pemilu, dan perselisihan penetapan
perolehan suara hasil pemilu Presiden dan Wakil Presiden secara nasional meliputi
perselisihan penetapan perolehan suara yang dapat memengaruhi penetapan hasil
pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

6. Pelaksanaan Pemilihan Umum serentak yang sempat dilakukan di Indonesia menurut


saya membawa dampak positif juga negatif secara bersamaan. Jika dilihat dari segi
positifnya, pelaksanaan Pemilu serentak (pemilu legislative dan pemilu Presiden dan
Wakil Presiden) membuat hak pilih dari setiap warga menjadi semakin efisien atau
mudah, karena penggunaan hak konstitusional secara bersamaan dengan efektif.
Dalam hal pelaksaan Pemilu serentak juga memberikan keluwesan bagi pemilih untuk
menerapkan sistem presidential coattail dan political efficasy (kecerdasan berpolitik).
Presidential Coattail, setelah memilih calon presiden, pemilih cenderung memilih
partai politik atau koalisi partai politik yang mencalonkan presiden yang dipilihnya.
Tetapi, political efficasy, pemilih dapat memilih anggota legislatif dan memilih
presiden yang diusung partai lain. Ini bisa dilakukan kalau pemilu legislatif dan
presiden dilakukan serentak.

Selain itu dalam hal pembiayaan, jika Pemilu dilaksanakan secara serentak jelas biaya
yang dikeluarkan lebih bisa ditekan karena penyelenggaraannya hanya sekali jalan
atau serentak.

Namun, dari segi negatifnya dilihat dari jumlah Panitia penyelenggara Pemilunya
yang juga memiliki keterbatasan tenaga tetapi dituntut untuk menyelesaikan proses
Pemilu dengan tepat waktu (waktu yang singkat). Hal ini dapat dilihat dari Pemilu
serentak yang telah dilaksanakan tahun 2019 lalu yang menyebabkan banyanya
Panitia KPPS yang meninggal dunia karena kelelahan. Selain itu, untuk pemilih
dengan umur yang sudah cukup berumur, mengalami kesulitan saat membuka
lembaran yang harus dicoblos begitu besar dan cukup membingungkan karena
banyaknya lembaran yang didapatkan.

Maka dari itu, saran yang dapat saya berikan yakni Pemilihan Umum Serentak tetap
dilaksanakan namun dengan persiapan yang lebih matang lagi, mulai dari sosialisasi
mengenai tata cara pencoblosan dengan sasaran utama para pemilih pemula dan
pemilih yang sudah berumur. Dalam hal penyelenggara pemilu, diharapkan
pemerintah memberikan solusi yang tepat guna menghindari jatuhnya korban dari
pihak Panitia KPPS yang kelelahan.

Anda mungkin juga menyukai