Anda di halaman 1dari 8

4.1.

4 Sejarah Perencanaan dan Pelaksanaan Pemilu Legislatif dan Pemilu


Presiden di era Reformasi 1999-2014

Era Reformasi 1998 telah mengembalikan kondisi politik Indonesia dari


Otoritarianisme Pribadi Demokrasi Terpimpin Soekarno dan Otoritarianisme
Demokrasi Pancasila Soeharto menuju kembali pada fase demokratisasi dalam era
Demokrasi Parlementer 1950-1959. Salah satu indikator dari hal tersebut dapat
terlihat dalam Pemilu yang diselenggarakan pada Pemilu-Pemilu era Reformasi
yang menegakkan nilai demokrasi melalui asas Luberjurdil (Langsung, Bebas,
Rahasia, Jujur dan Adil) yang diaplikasikan dalam UU Pemilu dan pelaksanaan
Pemilu-Pemilu era Reformasi. Pemilu zaman Reformasi dari tahun 1999, 2004,
2009, dan 2014.

4.1.4.1 Sejarah Perencanaan, Pelaksanaan dan Hasil Pemilu 1999


Pemilu 1999 merupakan pemilihan umum yang pertama pada masa
reformasi. Pemilihan umum penyelenggaraannya dipercepat karena hanya berjarak
sekitar dua tahun dari pemilu umum sebelumnya (Pemilu 1997). Untuk mendukung
penyelenggaraan pemilihan umum 1999, pemerintah menyusun UU di bdiang
politik yang mencerminkan koreksi dari sistem pemerintahan Orde Baru dengan
tujuan agar kompetisi berjalan jujur, adil dan bebas sehingga pemerintahan RI dapat
berjalan secra demokratis. (Tania Listia, 2015, hlm. 54). Soeharto pada akhirnya
mengundurkan diri pada tanggal 21 Mei 1998 serta digantikan oleh Habibie yang
membuka kran kebebasan baik pers maupun mengemukakan pendapat. Kebebasan
semakin terwujud dengan diadakannya pemilu multipartai 1999 dengan kebebasan
setiap individu atau kelompok untuk mendirikan partai politik. (Lasmiyati, 2009,
hlm. 275-276). Partai politik kembali bergeliat pada era Reformasi serta euforia
politik pada era Reformasi ditandai oleh bermunculan banyak partai politik.
(Muhamad Labolo dan Teguh Ilham, 2015, hlm. 99). Perubahan politik tersebut
diaplikasikan oleh Habibie yaitu dengan dikeluarkannya UU No.2 Tahun 1999
Tentang Parpol, UU No.3 Tahun 1999 tentang Pemilu dan UU No.4 Tahun 1999
Tentang MPR dan DPR. (Inu Kencana dan Azhari, 2010, hlm. 102).
Pemilihan umum 1999 yang terlaksana pada tanggal 7 Juni 1999 dan diikuti
oleh 48 partai politik yang mencakup semua spektrum arah politik. Untuk
penentuan kursi dilakukan secara proporsional berdasarkan presentase suara
nasional. Dari segi kelembagaan pelaksanaan pemilu 1999 mengawali sebuah
pemilu yang mendekati demokratis, dengan adanya Komisi Pemilihan Umum
(KPU) yang didalamnya mempresentasikan golongan pemerintah dan partai politik.
Selain itu terdapat juga lembaga pengawas pemilu dan lembaga pemantau pemilu
non partisan yang bertujuan untuk mengawasi pelaksanaan pemilu. (Agustina,
2015, hlm.
Pemilu 1999 merupakan pemilu pertama yang diselenggarakan pasca Orde
Baru. Pemilu 1999 diikuti oleh 48 partai politik. Pemungutan suara dilaksanakan
secara serentak pada tanggal 7 Juni 1999 diseluruh wilayah di Indonesia. (Ria
Casmi Kharissa, 2014, hlm. 518). Pada Pemilu 1999 pertama kali penyelenggara
Pemilu bersifat independen yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan
pelaksanaannya amat transparan (Terbuka) karena melibatkan lembaga pengawas
independen baik Lokal maupun Asing. (Sudawirrahmi, 2009, hlm. 49). Bahrul
Ulum (2002, hlm. 156) menjelaskan mengenai pemilihan Umum 1999 sebagai
berikutSecara Umum pelaksanaan Pemilu 1999 dinilai oleh sejumlah lembaga
pemantau pemilu independen sudah jauh lebih baik dan memenuhi syarat sebagai
free and fair election, dibanding dengan pemilu-pemilu Orde Baru. Pernyataan
tersebut diperkuat oleh pendapat Blair King yang menyatakan Pemilu 1999 sudah
memenuhi syarat sebagai pemilu yang demokratis (Bahrul Ulum, 2002, hlm. 156).
Walaupun Pemilu 1999 dapat disebut sebagai pemilu yang demokratis, tetapi masih
mengadopsi beberapa sistem pada Pemilu zaman Orde Baru seperti penggunaan
sistem proporsional daftar tertutup, susunan MPR masih menggunakan utusan
daerah dan utusan golongan, dan KPU masih melibatkan pemerintah ditambah
anggota partai politik. (Tania Listia, 2015, hlm. 63).
Hasil pemilihan umum 1999 bisa dilihat dari tabel dibawah ini :
Tabel 3

Perolehan Suara Partai Yang Mendapat Kursi DPR


Pemilu 7 Juni 1999
No. Partai Suara %
1 PDI-P 35.689.073 33,76
2 Golkar 23.741.749 22,46
3 PKB 13.336.982 12,62
4 PPP 11.329.905 10,72
5 PAN 7.528.956 7,12
6 PBB 2.049.708 1,94

Setelah pemilihan pemilihan legislatif 1999 adalah Pemilihan presiden


melalui Sidang Umum MPR. Dalam pemilihan presiden terdapat 2 calon yaitu
Megawati Soekarnoputri dan Abdurrahman Wahid. Pemilihan Presiden 1999 lebih
demokratis dibandingkan dengan pemilu sebelumnya. (Undang A. Kamaluddin dan
Muhamad Alfan. 2015, hlm. 142). Dalam pemilihan presiden setelah Pemilu 1999,
terjadi dua kali pergantian presiden yaitu pemilihan pertama pada Sidang Umum
MPR 1999 terpilih Abdurrahman Wahid sebagai Presiden dan Megawati sebagai
Wakil Presiden. Pemilihan kedua dalam Sidang Istimewa MPR tahun 2001
Megawati terpilih sebagai presiden dengan wakilnya Hamzah Haz pasca
pemberhentian Presiden Abdurrahman Wahid dari jabatan Presiden oleh MPR.
Pemilihan Presiden tidak langsung melalui Sidang MPR pasca Pemilu 1999
menjadi pemilihan tidak langsung terakhir di era Refomasi. (A.M Fatwa, 2004, hlm.
66).

4.1.4.2 Sejarah Perencanaan, Pelaksanaan dan Hasil Pemilu 2004


Pemilu 2004 merupakan Pemilu kedua yang diselenggarakan pada era
Reformasi. Pada Pemilu 2004 pertama kalinya diterapkan pemilu sebanyak 2 kali
yaitu pemilu pertama Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD, dan DPRD
(legislatif) yang dilaksanakan pada secara serentak di seluruh Indonesia pada
tanggal 5 April 2004 dan pemilu kedua yaitu Pemilu Pilpres yang diselenggarakan
pada tanggal 5 Juli 2004 tetapi dapat dilakukan dalam dua putaran jika tidak ada
Capres yang memenuhi suara lebih dari 50%. (Tania Listia, 2015: 57).
Rapat paripurna DPR RI pada tanggal 1 Juli 2002 menyepakati dan
mengesahkan pembentukan panitia khusus (Pansus) Rancangan Undang-Undang
(RUU) tentang Partai Politik. Anggota Pansus Pemilu dan RUU Partai Politik
berjumlah 50 orang yang berasal dari fraksi PDIP, F-Golkar, F-PPP, F-KB, F-
Reformasi, F-TNI/Polri, F-KKI, F-PBB dan F-PDU. Rapat pansus pertama kali
diadakan pada tanggal 8 Juli 2002 dibawah pimpinan H. Soeratdjo Soerdjogoeritno
sebagai ketua rapat. Dalam rrapat ini hanya mendengarkan penyampaian nama-
nama pimpinan Pansus dari fraksi-fraksi yang telah disepakati dengan susunan
Ketua A. Tera Narang dari PDIP serta 3 Wakil Ketua yaitu Fery Mursyidan Baldan
dari Golkar, Chozim Chumaidi dari PPP dan K.H Yusuf Muhamad dari PKB.
Setelah penyusunan tersebut, disusun Panitia Kerja (Panja) oleh Pansus RUU
Pemilu pada tanggal 20 November 2002. Panja berperan dalam merumuskan dan
menghasilkan materi-materi krusial mengenai UU Pemilu. Panja beranggotakan 29
orang yang terdiri atas 4 pimpinan, 7 orang dari F-PDIP, 5 orang dari F-Golkar, 3
orang dari PPP, 3 orang dari F-PKB, 2 orang dari F-Reformasi, 2 orang dari F-
TNI/Polri, serta 1 orang masing-masing dari PBB, KKI dan PDI. Pimpinan Panja
yang disepakati dalam rapat tersebut yaitu Ferry Mursyidan Baldan dari Golkar
sebagai Ketua, Wakli Ketua I dari PPP, PKB dan Fraksi Reformasi. Tim perumus
diketuai oleh Cholisin Chumaidi dari PPP dan ketua tim sinkronisasi diketuai oleh
Kyai Gus Yus dari PKB. (Khairul Fahmi, 2012, 149-151).

RUU Pemilu yang diusulkan oleh pemerintah terdiri dari 19 bab dan 148
pasal. Dalam RUU itu beberapa permasalahan pokok materi antara lain mengenai
sistem pemilihan umum. Dalam hal ini penyelenggaraan pemilu dilakukan dalam
dua sistem yaitu sistem proporsional dengan daftar terbuka untuk memilih anggota
DPR, DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota serta sistem kedua yaitu sistem distrik
berwakil banyak untuk memilih anggota DPD. Kedua, mengenai daerah pemilihan
dan jumlah kursi. Pemerintah menefinisikan Dapil sebagai suatu wilayah yang
ditetapkan berdasarkan jumlah kuota kursi didaerah pemilihan yang bersangkutan
serta mempertimbangkan jumlah penduduk. Untuk jumlah kursi pemerintah
mengusulkan menambah jumlah kursi untuk anggota DPR sebanyak 550 kursi,
DPRD Provinsi antara 35-100 wakil dan DPRD Kabupaten/Kota antara 15-45
kursi.Hal tersebut dengan mempertimbangkan penambahan penduduk dan luasnya
jangkauan komunikasi wakilnya terhadap konstituen. Ketiga, mengenai pesaerta
pemilu dan pencalonan pemerintah mengusulkan keikutsertaan Parpol dalam
Pemilu harus memenuhi syarat a. Memiliki pengurus lengkap sekurang-kurangnya
di 2/3 (dua pertiga) dari dari jumlah provinsi. b. Memiliki sekurang-kurangnya 1000
(seribu) anggota pada setiap pengurusan partai politik yang dibuktikan dengan kartu
tanda tangan anggota partai politik dan mempunyai kantor tetap. Pemerintah juga
mendorong untuk mendorong sistem multipartai sederhana melalui seleksi alami.
Pemerintah dalam hal ini threshold yang digunakan adalah Electoral Threshold
(ET) yaitu syarat partai agar dapat mengikuti pemilu berikutnya bukan
Parliamentary Threshold (PT) syarat partai untuk memperoleh kursi di lembaga
perwakilan (parlemen). Keempat mengenai metode pemilihan yang meliputi 1
pemberian suara dengan memilih partai dan memilih sejumlah calon yang diajukan
partai sesuai dengan jumlah kursi yang diperebutkan pada Dapil yang bersangkutan.
Pemberian suara dilakukan dengan cara mencoblos salah satu tanda gambar parpol
dan memberi tanda pilihan atau mencoblos kolom segi empat di samping nama
calon yang dipilih. Pemungutan suara dilakukan di TPS di tempat yang terjangkau,
serta manjamin asa Luber serta dilakukan sesuai urutan kehadiran dan dilakukan
sesuai dengan jadwal uyang ditetapkan oleh KPU. Penghitungan suara dilakukan
dari tingkat TPS, Panitian Kabupaten/Kota (untuk DPRD Kabupaten/Kota), Panitia
Pemilihan Provinsi (untuk DPRD Provinsi), dan KPU (untuk DPR RI). (Khairul
Fahmi, 2012, 151-156).

Dalam RUU ini terdapat pandangan yang disampaikan terkait rumusan


ketentuan ssitem pemilu dengan pandangan 4 kelompok yang berbeda Pertama,
kelompok yang menginginkan agar sistem yang diterapkan untuk pemilu DPR dan
DPRD adalah sistem distrik diwakili oleh KKI, kelompok kedua menyetujui usulan
dari pemerintan tanpa perubahan diwakili oleh F-PPP, F-KB, F-TNI/Polri dan F-
PDU, kelompok ketiga ketentuan tentang sistem tidak perlu dimuat dalam UU
Pemilu diwakili oleh Golkar, dan kelompok status quo menginginkan sistem yang
diterapkan sistem proporsionla stelsel daftar tertutup seperti pemilu 1999 diwakili
oleh PDIP. Tetapi pada akhirnya disepakati sistem yang digunakan dalam UU
Pemilu adalah sistem proporsional daftar terbuka dalam pelaksanaan UU No.12
Tahun 2003 (Khairul Fahmi, 2012, 171).

Pemilu tahun 2004 dapat dilaksanakan dengan penerapan nilai demokrasi


yang baik walau dalam kondisi bangsa yang banyak dilanda tantangan kasus
pemboman (terorisme) dan gerakan separatis seperti GAM. (M.C Ricklefs, 2004,
hlm. 677-679). Dalam pemilu 2004 terjadi perubahan luar biasa dalam
berdemokrasi apalagi dengan diamademennya UUD 1945 yang mengubah sistem
politik Indonesia dengan adanya pemilihan presiden secara langsung. (M. Khoirul
Anwar dan Vina Salviana, 2006, hlm. 7).
4.1.4.3 Sejarah Perencanaan, Pelaksanaan dan Hasil Pemilu 2009
Pemilu 2009 merupakan pemilu ketiga yang diselenggarakan pada masa
Reformasi. Pemilu 2009 yang terdiri dari pemilu legislatif diselenggarakan pada
tanggal 9 April 2009 dan Pemilihan Presiden pada tanggal 5 Juli dengan satu
putaran. Penyelenggaraan kampanye parpol peserta pemilu dan calon legislatif
dilakukan sejak tanggal 11 Juli 2008 atau memiliki waktu tenggang selama 9 bulan.
(Fauzan Ali Rasyid, 2009, hlm. 109). Terjadi perubahan masa kampanye dalam
pemilu 2009 dari Pemilu sebelumnya yaitu dari satu bulan menjadi 9 bulan. (Fauzan
Ali Rasyid, 2009, hlm. 111). Dalam Pemilu tahun 2009 pertama kali diterapkan
Parliementary Threshold sebesar 2,5% bagi partai peserta Pemilu untuk
mendapatkan kursi dan lolos di parlemen (DPR Pusat). (Perpustakaan Nasional RI,
2009).

Pansus RUU Pemilu beranggotakan 50 orang yang berasal dari 10 fraksi di


DPR yang dipimpin oleh Ferry Musyidan Baldan dari F-Partai Golkar, dan 4 wakil
ketua dari F-PDIP, F-PPP, F-PD dan F-PAN. Pansus ini memulai rapat pertamanya
pada tanggal 2 Juli 2007 dengan agenda Pwnyusunan Jadwal Acara dan Mekanisme
Pembahasan RUU Tentang Pemilu Anggota DPR,DPD DPRD dan RUU Tentang
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Pada tanggal 5 Juli Pansus melanjutkan rapat
internal dengan agenda melakukan inventarisasi pihak-pihak yang diundang dalam
RPP/RDPU Pansus RUU Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD. Setelah rapat
internal selesai, pada tanggal 10 Juli pansus mengawali pembahasan RUU Pemilu
dengan agenda Penyampaian Pemandangan/Penjelasan Keterangan Pemerintah
RUU Tentang Pemilu Anggota DPR,DPD DPRD dan RUU Tentang Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden. Pansus menargetkan pembahasan RUU Pemilu akan
selesai paling lambat akhir tahun 2007 atau awal tahun 2008. Pemerintah melalui
Medagri Ad Interim Widodo A.S dalam rapat kerja pertaman dengan Pansus RUU
Pemilu menyampaikan beberapa permasalahan pokok yaitu mengenai penerapan
sistem pemilu proporsional daftar terbuka yang m0asih menuia kritik karena belum
sepenuhnya demokratis, kedua mengenai penerapan electoral threshold belum
dapat mewujudkan sistem multipartai sederhana, penentuan alokasi kursi DPR yang
belum konsisten dengan one person one vote (OPOVOV). Keempat, penentuan
daerah pemilihan anggota DPR yang berpotensi mengandung problem
gerrymandering. (Khairul Fahmi, 2012, 209-211). Dalam Pemilu 2009 seharusnya
penyelenggaraan Pemilu lebih baik lagi dari Pemilu Reformasi sebelumnya karena
kondisi keamanan dalam negeri sudah lebih stabil dari Pemilu tahun 1999 dan
Pemilu tahun 2004.

4.1.4.4 Sejarah Perencanaan, Pelaksanaan dan Hasil Pemilu 2014


Pemilu 2014 merupakan pemilu ke empat yang dilaksanakan pada masa
Reformasi. Pada pemilu 2014 partai peserta pemilu mengalami penyusutan dari
Pemilu tahun 2009 menjadi hanya 12 partai. Hal tersebut disebabkan oleh syarat
yang lebih ketat bagi partai peserta pemilu yang ingin mengikuti Pemilu Legislatif
2014 (Anik Prihatin, 2014). Pemilu 2014 menjadi pemilu pertama pula yang mulai
menerapkan sistem multipartai sederhana baik dari jumlah partai maupun jarak
ideologinya. (Andi Suwarko, 2013, hlm. 286). Dalam Pemilu 2014 pula
Parlementary Threshold ditingkatkan lagi menjadi sebesar 3% dari pemilu tahun
2009 yang sebesar 2,5%. (Indra Pahlevi, 2014, hlm. 17).
Pemilu Legislatif tanggal 9 April 2014 secara umum berjalan aman dan
tertib. Pada Pemilu Legislatif 2014 terjadi penurunan partisipasi pemilih yaitu julah
suara sah sekitar 67 persen sedangkan angka suara tidak sah serta golput mencapai
33 persen. Catatan penting dalam Pemilu 2014 yaitu masalah distribusi logistik,
kedua masalah DPT, ketiga sistem pemberian surat suara yang menyulitkan
pemilih, dan keempat ketidaksinkronan penghitungan suara di tingkat KPU
provinsi dengan pemungutan suara di tingkat bawah akibat praktek jual-beli suara
dan politik uang yang melibatkan oknum panitia pemilihan tingkatan. (Leo
Agustino, 2014, hlm. 110-113). Pada pemilu 2014 terjadi perbaikan
penyelenggaraan Pemilu dibandingkan dengan penyelenggaraan Pemilu 2009
seperti tingkat partisipasi pemilih yang (dalam Pemilu legislatif) 2014 lebih tinggi
dari Pemilu 2009, persiapan anggota KPU nampak lebih siap karena sudah dilantik
sejak tahun 2012. (Parlementaria, 2014, hlm. 20).
Kontestasi dalam Pemilihan Presiden secara langsung terjadi fluktuasi. Pada
Pemilu 2004 pemilihan presiden terjadi dalam dua putaran dan memiliki pasangan
calon presiden terbanyak yaitu sebanyak 5 calon dengan kemenangan pada
pasangan SBY-JK. Pada pemilu 2009 Pemilihan Presiden berlangsung hanya 1
putaran dengan 3 calon Presiden dan kemenangan pasangan SBY-Boediono dengan
60% suara. Pada Pemilu 2014 pemilu berlangsung 1 putaran dengan 2 calon
presiden dan persaingan pemilihan presiden berlangsung dengan cukup ketat karena
pemenang pemilihan presiden hanya menang tipis dari calon presiden lawan yang
dimenangkan oleh pasangan Jokowi-JK. (Detiknews.com, 2014).

Anda mungkin juga menyukai