PEMILU
OLEH
EDI WINARNO, S.Hut
Dasar Hukum
• UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum
• Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode
Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan
Umum
• Perbawaslu Nomor 4 Tahun 2019. Tentang
Mekanisme Penanganan Pelanggaran Kode Etik
Panitia Pengawas Pemilihan Umum Kecamatan,
Panitia Pengawas Pemilihan Umum Kelurahan/Desa,
Dan Pengawas Tempat Pemungutan Suara
Dasar Pembentukan Panwascam
• UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan
Umum Pasal 103 huruf g, menyatakan bahwa
Bawaslu Kabupaten/Kota berwenang
membentuk Panwaslu Kecamatan dan
mengangkat serta meberhentikan anggota
Panwaslu Kecamatan dengan memperhatikan
masukan Bawaslu Provinsi.
KODE ETIK PENYELENGGARA PEMILU
• Kode Etik Penyelenggara Pemilu adalah suatu kesatuan asas moral, etika, dan
filosofi yang menjadi pedoman perilaku bagi Penyelenggara Pemilu berupa
kewajiban atau larangan, tindakan dan/atau ucapan yang patut atau tidak patut
dilakukan oleh Penyelenggara Pemilu.
• DKPP menyusun dan menetapkan kode etik untuk menjaga kemandirian,
integritas, dan kredibilitas anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK,
PPS, KPPS, PPLN, KPPS LN serta anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu
Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Kelurahan/Desa, Panwaslu LN,
dan Pengawas TPS. (UU 7/2017 Pasal 157 ayat 1)
• kode etik bersifat mengikat dan wajib dipatuhi oleh anggota Penyelenggara
Pemilu. (UU 7/2017 Pasal 157 ayat 3 )
• Setiap penyelenggara Pemilu wajib bekerja, bertindak, menjalankan tugas,
wewenang dan kewajiban sebagai penyelenggara Pemilu dengan berdasarkan
Kode Etik dan pedoman perilaku Penyelenggara Pemilu, serta sumpah/janji
jabatan. (Pasal 2 Per DKPP 2/2017)
SUMPAH/JANJI ANGGOTA PANWASCAM
• Bunyi sumpah/janji Sumpah/janji anggota Panwaslu Kecamatan sebagai berikut:
• “Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji: Bahwa saya akan memenuhi
tugas dan kewajiban saya sebagai anggota Panwaslu Kecamatan, dengan sebaik-
baiknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan
berpedoman pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
• Bahwa saya dalam menjalankan tugas dan wewenang akan bekerja dengan
sungguh-sungguh, jujur, adil, dan cermat demi suksesnya Pemilu Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah/Pemilu Presiden dan Wakil Presiden/pemilihan gubernur, bupati, dan wali
kota, tegaknya demokrasi dan keadilan, serta mengutamakan kepentingan
Negara Kesatuan Republik Indonesia daripada kepentingan pribadi atau
golongan”.
• Per DKPP Nomor 2 Tahun 2017 Pasal 7 ayat (3)
MAKNA PRINSIP PENYELENGGARAAN
PEMILU
• Asas Pemilu : Pemilu dilaksanakan berdasarkan asas langsung, umum,
bebas, rahasia, jujur, dan adil.
• Kode Etik Penyelenggara Pemilu harus berlandaskan pada:
a. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Nomor VI/MPR/2001tentang Etika Kehidupan Berbangsa;
c. sumpah/janji Anggota sebagai Penyelenggara Pemilu;
d. asas Pemilu; dan
e. prinsip Penyelenggara Pemilu. ( Pasal 5 ayat 1 Per DKPP 2/2017)
• Untuk menjaga integritas dan profesionalitas, Penyelenggara Pemilu wajib
menerapkan prinsip Penyelenggara Pemilu. (Pasal 6 ayat 1 Per DKPP
2/2017)
Integritas Penyelenggara Pemilu
Integritas Penyelenggara Pemilu berpedoman pada prinsip:
a) jujur maknanya dalam penyelenggaraan Pemilu, Penyelenggara Pemilu didasari
niat untuk semata-mata terselenggaranya Pemilu sesuai dengan ketentuan yang
berlaku tanpa adanya kepentingan pribadi, kelompok, atau golongan;
b) mandiri maknanya dalam penyelenggaraan Pemilu, Penyelenggara Pemilu
bebas atau menolak campur tangan dan pengaruh siapapun yang mempunyai
kepentingan atas perbuatan, tindakan, keputusan dan/atau putusan yang
diambil;
c) adil maknanya dalam penyelenggaraan Pemilu, Penyelenggara Pemilu
menempatkan segala sesuatu sesuai hak dan kewajibannya;
d) akuntabel bermakna dalam penyelenggaraan Pemilu, Penyelenggara Pemilu
melaksanakan tugas, wewenang dan kewajiban dilaksanakan dengan penuh
tanggung jawab dan hasilnya dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. (Pasal 6 ayat 2 Per DKPP 2/2017)
Profesionalitas Penyelenggara Pemilu
Profesionalitas Penyelenggara Pemilu berpedoman pada prinsip:
a) berkepastian hukum maknanya dalam penyelenggaraan Pemilu, Penyelenggara Pemilu melaksanakan tugas,
fungsi dan wewenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b) aksesibilitas bermakna kemudahan yang disediakan Penyelenggara Pemilu bagi penyandang disabilitas guna
mewujudkan kesamaan kesempatan;
c) tertib maknanya dalam penyelenggaraan Pemilu, Penyelenggara Pemilu melaksanakan tugas, fungsi dan
wewenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan, keteraturan, keserasian, dan keseimbangan;
d) terbuka maknanya dalam penyelenggaraan Pemilu, Penyelenggara Pemilu memberikan akses informasi yang
seluas-luasnya kepada masyarakat sesuai kaedah keterbukaan informasi publik;
e) proporsional maknanya dalam penyelenggaraan Pemilu, Penyelenggara Pemilu menjaga keseimbangan antara
kepentingan pribadi dan kepentingan umum untuk mewujudkan keadilan;
f) profesional maknanya dalam penyelenggaraan Pemilu, Penyelenggara Pemilu memahami tugas, wewenang
dan kewajiban dengan didukung keahlian atas dasar pengetahuan, keterampilan, dan wawasan luas;
g) efektif bermakna dalam penyelenggaraan Pemilu, Penyelenggara Pemilu penyelenggaraan Pemilu dilaksanakan
sesuai rencana tahapan dengan tepat waktu;
h) efisien bermakna dalam penyelenggaraan Pemilu, Penyelenggara Pemilu memanfaatkan sumberdaya, sarana,
dan prasarana dalam penyelenggaraan Pemilu sesuai prosedur dan tepat sasaran;
i) kepentingan umum bermakna dalam penyelenggaraan Pemilu, Penyelenggara Pemilu mendahulukan
kepentingan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif. (Pasal 6 ayat 3 Per DKPP 2/2017)
Pedoman Prilaku Prinsip Mandiri
Dalam melaksanakan prinsip mandiri, Penyelenggara Pemilu bersikap dan bertindak:
a) netral atau tidak memihak terhadap partai politik, calon, pasangan calon, dan/atau peserta Pemilu;
b) menolak segala sesuatu yang dapat menimbulkan pengaruh buruk terhadap pelaksanaan tugas dan menghindari intervensi pihak
lain;
c) tidak mengeluarkan pendapat atau pernyataan yang bersifat partisan atas masalah atau isu yang sedang terjadi dalam proses Pemilu;
d) tidak mempengaruhi atau melakukan komunikasi yang bersifat partisan dengan peserta Pemilu, tim kampanye dan pemilih;
e) tidak memakai, membawa, atau mengenakan simbol, lambang atau atribut yang secara jelas menunjukkan sikap partisan pada partai
politik atau peserta Pemilu tertentu;
f) tidak memberitahukan pilihan politiknya secara terbuka dan tidak menanyakan pilihan politik kepada orang lain;
g) tidak menerima pemberian dalam bentuk apapun dari peserta Pemilu, calon peserta Pemilu, perusahaan atau individu yang dapat
menimbulkan keuntungan dari keputusan lembaga Penyelenggara Pemilu;
h) menolak untuk menerima uang, barang, dan/atau jasa, janji atau pemberian lainnya dalam kegiatan tertentu secara langsung
maupun tidak langsung dari peserta Pemilu, calon anggota DPR, DPD, DPRD, dan tim kampanye kecuali dari sumber APBN/APBD
sesuai dengan ketentuan Perundang-undangan;
i) menolak untuk menerima uang, barang, dan/atau jasa atau pemberian lainnya secara langsung maupun tidak langsung dari
perseorangan atau lembaga yang bukan peserta Pemilu dan tim kampanye yang bertentangan dengan asas kepatutan dan melebihi
batas maksimum yang diperbolehkan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan;
j) tidak akan menggunakan pengaruh atau kewenangan bersangkutan untuk meminta atau menerima janji, hadiah, hibah, pemberian,
penghargaan, dan pinjaman atau bantuan apapun dari pihak yang berkepentingan dengan penyelenggaraan Pemilu;
k) menyatakan secara terbuka dalam rapat apabila memiliki hubungan keluarga atau sanak saudara dengan calon, peserta Pemilu, dan
tim kampanye;
l) menghindari pertemuan yang dapat menimbulkan kesan publik adanya pemihakan dengan peserta Pemilu tertentu.(Pasal 8 Per DKPP
2/2017)
Pedoman Prilaku Prinsip Jujur
Pasal 3
1) Penanganan dugaan pelanggaran kode etik bertujuan menjaga
integritas, kehormatan, kemandirian, dan kredibilitas anggota
Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Kelurahan/Desa, dan Pengawas TPS.
2) Penanganan dilakukan oleh Bawaslu Kabupaten/Kota terhadap
Panwaslu Kecamatan, dan Panwaslu Kelurahan/Desa termasuk
Pengawas TPS.
3) Penanganan dilakukan berdasarkan:
a. temuan Pengawas Pemilu; atau
b. aduan Penyelenggara Pemilu, Peserta Pemilu, tim kampanye,
masyarakat, dan/atau pemilih yang dilengkapi identitas yang
jelas.
MEKANISME PENANGANAN PELANGGARAN KODE ETIK ANGGOTA
PANWASCAM
(PERBAWASLU 4/2019)
1) Aduan disampaikan pada Sekretariat Bawaslu Kabupaten/Kota untuk Panwaslu Kecamatan, dan
Panwaslu Kelurahan/Desa termasuk Pengawas TPS.
2) Aduan dilakukan verifikasi administrasi paling lama 1x24 (satu kali dua puluh empat) jam sejak aduan
diterima.
3) Verifikasi administrasi dilakukan terhadap:
a. identitas dan alamat pengadu;
b. nama dan jabatan teradu;
c. uraian peristiwa; dan
d. alat bukti.
4) Dalam hal pengaduan belum memenuhi ketentuan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
pengadu diminta melengkapi dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) Hari sejak verifikasi administrasi
selesai dilakukan.
5) Dalam hal pengadu tidak melengkapi aduan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
aduan tidak diregistrasi.
6) Bawaslu Kabupaten/Kota menyampaikan surat pemberitahuan kepada pengadu mengenai aduan yang
tidak diregistrasi dan tidak dilanjutkan pada tahap pemeriksaan.
7) Aduan yang telah dinyatakan lengkap, dicatat dan diberikan nomor registrasi aduan dalam buku
registrasi pelanggaran kode etik pada Hari yang sama. (Pasal 5)
MEKANISME PENANGANAN PELANGGARAN KODE ETIK ANGGOTA
PANWASCAM
(PERBAWASLU 4/2019)
(1) Temuan/Aduan diajukan dengan disertai paling sedikit 2 (dua) alat bukti.
(2) Alat bukti dapat berupa:
a. keterangan saksi;
b. keterangan ahli;
c. surat atau tulisan;
d. petunjuk;
e. keterangan para pihak; dan/atau
f. data atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar yang
dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang
tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas, maupun yang
terekam secara elektronik atau optik yang berupa tulisan, suara, gambar,
peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka, atau perforasi yang memiliki
makna.(Pasal 6 )
MEKANISME PENANGANAN PELANGGARAN KODE ETIK ANGGOTA
PANWASCAM
(PERBAWASLU 4/2019)
(1) Penanganan dugaan pelanggaran kode etik dilaksanakan paling lama 14 (empat belas) Hari
sejak temuan/aduan diregistrasi.
(2) Pemanggilan terhadap para pihak dilakukan paling lama 1 (satu) Hari sejak temuan/aduan
diregistrasi.
(3) Bawaslu Kabupaten/Kota membuat surat undangan klarifikasi yang ditujukan kepada
pengadu, teradu, saksi dan/atau ahli yang memuat jadwal klarifikasi dan undangan untuk
menghadiri klarifikasi.
(4) Surat undangan disampaikan kepada pengadu, teradu, saksi, dan/atau ahli melalui surat
tercatat, kurir, surat elektronik, atau faksimile.
(5) Bawaslu Kabupaten/Kota dapat memberitahukan adanya surat undangan dengan komunikasi
melalui telepon sebelum surat pemberitahuan diterima oleh pengadu, teradu, saksi dan/atau
ahli.
(6) Dalam hal pengadu, teradu, saksi dan/atau ahli tidak hadir pada klarifikasi pertama, Bawaslu
Kabupaten/Kota pada Hari yang sama menerbitkan surat undangan klarifikasi kedua
sekaligus memanggil pengadu, teradu, saksi, dan/atau ahli.
(7) Dalam hal pengadu, teradu, saksi dan/atau ahli tidak hadir pada klarifikasi kedua, Bawaslu
Kabupaten/Kota melakukan kajian berdasarkan bukti yang ada.(Pasal 7 )
MEKANISME PENANGANAN PELANGGARAN KODE ETIK ANGGOTA
PANWASCAM
(PERBAWASLU 4/2019)
(1) Bawaslu Kabupaten/Kota melakukan klarifikasi atas temuan/aduan terhadap dugaan
pelanggaran kode etik.
(2) Klarifikasi dilakukan dengan cara:
a. memeriksa kedudukan hukum pengadu dan teradu;
b. mendengarkan keterangan pengadu;
c. mendengarkan keterangan teradu;
d. mendengarkan keterangan saksi/ahli; dan/atau e. memeriksa dan mengesahkan alat
bukti dan barang bukti.
(3) Keterangan yang disampaikan oleh pengadu, teradu, saksi, dan/atau ahli dituangkan
dalam berita acara klarifikasi.
(4) Pihak yang dimintai klarifikasi, sebelumnya diambil sumpah/janji sesuai dengan agama
dan keyakinan oleh petugas yang ditunjuk serta menandatangani berita acara di bawah
sumpah/janji.
(5) Berita acara klarifikasi dan/atau berita acara di bawah sumpah/janji dibuat 2 (dua)
rangkap masing-masing 1 (satu) rangkap untuk tim klarifikasi dan 1 (satu) rangkap untuk
pihak yang diklarifikasi. (Pasal 8)
MEKANISME PENANGANAN PELANGGARAN KODE ETIK ANGGOTA
PANWASCAM
(PERBAWASLU 4/2019)