Oleh
MUHAMMAD RANDA EDWIRA
NPM. 182201011
0
KAJIAN UNDANG-UNDANG TERORISME
Konsepsi terorisme hingga kini masih belum menemui titik spesifikasi yang
kejahatan yang merampas kehidupan manusia dan disertai kekerasan masuk dalam
definisi terorisme. Walaupun belum ada konsepsi tunggal dari terorisme, ada
Doktrin para sarjana sebagai sumber hukum menarik berbagai unsur yang
terkandung dalam aksi teroisme, yakni; (i) perbuatan merampas hak manusia yang
bersifat non-derogable rights, (ii) disertai dengan kekerasan dengan target non-
munculnya rasa takut yang nyata dan keresahan yang luar biasa di masyarakat.
tindak pidana dapat dikatagorikan sebagai terorisme. Namun, tindak pidana yang
pemberantasan tindak pidana terorisme saja. Karena begitu luasnya cakupan dari
1
Perspektif yurudis kejahatan ini juga diatur dalam tataran global. Setidaknya
hukum nasional, bahwa tidak ada aturan yang spesifik mengikat dan
terorisme dapat berbentuk apapun dan dalam kondisi apapun; seperti pembajakan
Tragedy 2015), dan Pengeboman dengan alat peledak yang baru-baru ini terjadi di
Jika dikerucutkan semua merujuk pada situasi atau kondisi tertentu yang
menyebabkan kerugian baik materil maupun imateril termasuk pada hak-hak asasi
manusia yang tak dapat dikurangi dalam waktu dan kondisi apapun. Lebih lanjut,
efek domino kajahatan ini juga akan memberikan ancaman pada stabilitas dan
Bombings. Definisi terorisme dalam pasal tersebut berbunyi “Any person commits
an offence within the meaning of this Convention if that person unlawfully and
device in, into or against a place of public use, a State or government facility, a
cause death or serious bodily injury; or (b) With the intent to cause extensive
2
is likely to result in major economic loss. Pengertian yuridis diatas menjabarkan
tempat umum atau fasilita lainya, (v) dengan maksud menyebabkan kematian atau
cidera atau perusakan tempat atau kerugian ekonomi yang begitu hebat.
konvensi tersebut, termasuk Indonesia. Negara kita juga termasuk dari sekian
banyak Negara yang meratifikasi konvensi ini pada tahun 2006. Terbukti lahirnya
bekerja sama dengan dunia internasioal dalam mengusut tuntas tindak pidana
tersebut. Dasar hukum ini akan memberikan ruang gerak yang lebih sempit bagi
para pelaku teror yang marak terdengar dewasa ini, seperti ISIS (Islamic State of
Irak and Syria), Taliban, Abu Sayyaf hingga Al-Qaeda. Organisasi berbasi teror
Indonesia. Tak lain adalah paham radikalisme yang dibawahnya menjadi media
3
Perbedaan waktu dalam ruang lingkup terorisme membuat perbedaan pula
dalam statuta roma tentang international criminal court (icc) tidak menyebutkan
maka chapter VII United Nations charter harus dilaksanakan sebagai tanggung
dunia.
Dampak yang sistemik yang dihasilkan karena kejahatan ini membuat PBB
mengeluarkan berbagai resolusi, salah satunya Resolusi PBB nomor 1368 tahun
2001 yang Bertekad untuk memerangi dengan segala cara ancaman terhadap
Resolusi tersebut kala itu dilahirkan sebagai respon internasional akan tragedi
World Trade Center (9/11). Dasar diatas kiranya perlu bagi negara-negara di
Aksi terorisme memang tak akan lepas dari perkembangan peradaban zaman.
4
demi terciptanya stabilitas dan kemanan nasional dan internasional. Tanggung
Dalam soal terorisme, terdapat 12 konvensi termasuk aturan protokol utama yang
negara dalam menjawab problem terorisme. Jika ditelisik, tidak ada satu pun
yang memuat persoalan terorisme secara langsung menyebut situasi dan kejadian
Situasi atau insiden yang dirumuskan sebagai terorisme antara lain: kejahatan
yang dilakukan di atas pesawat terbang atau juga seringkali disebut dengan
pembajakan pesawat udara (Konvensi Hague, 1970), secara spesifik juga diatur
1971).
negatif terhadap hak atas hidup (the right to life), kebebasan (liberty) dan
keamanan dan perdamaian global. Di awal era 70-an, standar hukum internasional
yang diadopsi oleh PBB terutama berkaitan dengan kejahatan terhadap individu-
5
individu ini antara lain pejabat pemerintah senior dan para diplomat. Aturan ini
untuk sabotase (1991), Konvensi Anti Teroris yang Menggunakan Bom atau
Terorisme (1999).
Dari kerangka hukum internasional tersebut, ada beberapa prinsip dasar yang
1. Pertama, situasi dan kejadian atau insiden yang terjadi melanggar hukum
terdapat juga prinsip mesti adanya alasan pembenar yang kuat (reasonable
6
preventive measures) maupun mengatasi kejahatan dengan mengacu pada
3. Ketiga, prinsip yang penting lainnya adalah perlakuan yang benar dan adil
disetiap tahapan atau proses hukum yang dilakukan. Perlakuan yang adil ini
kejahatan hak asasi manusia, yaitu kejahatan terhadap hak hidup seseorang
atau yang lebih dikenal dengan hak-hak yang tidak bisa dilanggar (non-
derogable rights).
terhadap materi Perpu No. 1/2002 Anti Terorisme. Tidaklah ada keberatan untuk
7
Dalam konteks Indonesia, aturan main ini bisa saja dibuat dengan prasyarat untuk
Dalam soal terorisme, merujuk pada norma internasional, patut dicatat negara juga
mempunyai wajib melindungi hak-hak warga negaranya yang oleh otoritas negara
lain dituduh sebagai pelaku kejahatan. Di sisi lain, satu negara diwajibakan
suatu otoritas di negara lain yang dianggap dapat melindungi hak-hak asasi 'si
tersangka'. Kewajiban ini juga termasuk memberikan peluang 'si tersangka' untuk
dikunjungi oleh pejabat atau perwakilan negara yang dianggap mempunya otoritas
Lebih dari itu, dalam banyak perjanjian internasional atau konvensi dimuat
konsideran piagam PBB. Sebagai catatan, Indonesia sebagai anggota PBB tunduk
pada Pasal 55 yang intinya melekatkan diri pada kesadaran untuk menciptakan
8
2. Kedua, terlibat dalam merumuskan dan mengimplementasikan solusi-solusi
Dengan demikian, di satu sisi negara wajib melakukan upaya efektif dalam
keamanan kolektif.