Anda di halaman 1dari 25

HUKUM PIDANA KHUSUS

TINDAK PIDANA TERORISME

OLEH

KELOMPOK 6

1. PRYSCA RAHMA LORENDILA


2. ALDO SEPTIAN RADAM
3. BEPING LIAPRILLLIAN
4.PRESTY INDAH SARI
5.DIO
TINDAK PIDANA TERORISME

A. PENGERTIAN TERORISME DAN TINDAK PIDANA TERORISME

B. LATAR BELAKANG PENGATURAN TINDAK PIDANA TERORISME

C. UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA TERORISME DALAM UU


PEMBERANTASAN TERORISME

D. PENYIMPANGAN HUKUM PIDANA MATERIL DAN FORIL DALAM UU


PEMBERANTASAN TEORISME

E. PENYIDIKAN, PENUNTUTAN, DAN PEMERIKSAAN


DI SIDANG PENGADILAN

F. KELOMPOK TERORISME
A. PENGERTIAN TERORISME DAN TINDAK
PIDANA TEROTISME
1. Istilah Terorisme
Kata “Teror” pertama kali dikenal pada zaman Revolusi
Prancis. Diakhir
abad ke-19 dan awal abad ke-20 menjelang PD II,terorisme
menjadi teknik perjuangan revolusi.
Kata terorisme berasal dari bahasa Perancis “le
terreur” yang semula digunakan untuk menyebut
tindakan pemerintah hasil revolusi Prancis yang
memergunakan kekerasan secara brutal dan
berlebihan.
2. DEFINISI TERORISME
a.T.P.Thornton (dalam Terror as a Weapon of Political Agitation (1964))
terorisme sebagai penggunaan teror sebagai tindakan simbolis yang dirancang untuk mempengaruhi
kebijakan dan tingkah laku politik dengan cara-cara ekstra normal, khususnya dengan penggunaan
kekerasan dan ancaman kekerasan. Terorisme dapat dibedakan menjadi dua katagori, yaitu enforcement
terror yang dijalankan penguasa untuk menindas tantangan terhadap kekuasaan mereka, dan agitational
terror, yakni teror yang dilakukan menggangu tatanan yang mapan untuk kemudian menguasai tatanan
politik tertentu.Jadi sudah barang tentu dalam hal ini, terorisme selalu berkaitan erat dengan kondisi politik
yang tengah berlak

b. konvensi PBB tahun 1939


terorisme adalah segala bentuk tindak kejahatan yang ditujukan langsung kepada negara dengan
maksud menciptakan bentuk teror terhadap orang-orang tertentu atau kelompok orang atau masyarakat
luas.

c. ensiklopeddia Indonesia tahun 2000


terorisme adalah kekerasan atau ancaman kekerasan yang diperhitungkan sedemikian rupa untuk
menciptkan suasana ketakutan dan bahaya dengan maksud menarik perhatian nasional atau internasional
terhadap suatu aksi maupun tuntutan.

d. UU. No. 5 Tahun 2008 ttg Perubahan atas UU. no. 15 Tahun 2003 ttgPenetapan Perppu No. 1 Tahun
2002 ttg Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi UU.
Dalam pasal 1 ayat (2) disebutkan bahwa Terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan yang
menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat
massal, lingkungan hidup, fasiitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi,politik,atau
gangguan keamanan.
3. PENGERTIAN TINDAK PIDANA TERORISME

UU. no. 5 Tahun 2018 ttg Perubahan atas UU. No. 15


Tahun 2003 ttg Penetapan Perppu No. 1 Tahun 2002 ttg
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi UU. pasal
1 ayat (1) menyebutkan bahwa :
Tindak Pidana terorisme adalah segala perbuatan yang
memenuhi unsur unsur tindak Pidana sesuai dengan
ketentuan dalam Undang-Undang ini.
B. LATAR BELAKANG PENGATURAN TINDAK
PIDANA TERORISME
Peristiwa pemboman yang terjadi di Bali pada tanggal 12
Oktober 2002 telah menimbulkan suasana teror atau rasa
takut terhadap orang secara meluas, mengakibatkan
hilangnya nyawa serta kerugian harta benda, sehingga
mempunyai pengaruh yang tidak menguntungkan
terhadap kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan hubungan
Indonesia dengan dunia internasional. Peristiwa
pemboman tersebut telah menimbulkan ancaman bagi
perdamaian dan keamanan nasional maupun
internasional, sehingga Perserikatan Bangsa-Bangsa
mengeluarkan Resolusi Nomor 1438 (2002) yang pada
intinya mengutuk sekeras-kerasnya peledakan bom
tersebut serta Resolusi Nomor 1373 (2001) yang
menyerukan semua negara untuk bekerja sama
mendukung dan membantu Pemerintah Indonesia untuk
mengungkap pelaku yang terkait dengan peristiwa
tersebut dan membawanya ke pengadilan.
Perppu No.2 Tahun 2002 ttg
Pemberlakuan Perppu No.1
Perppu No.1 Tahun 2002 ttg Tahun 2002 ttg
Pemberantasan Tindak Pemberantasan Tindak
Pidana Terorisme Pidana Terorisme pada
Peristiwa Peledakan Bom di
Bali tanggal 12 Oktober 2002

UU.No.15 Tahun 2003 tt UU. No. 16 Tahun 2003 ttg


Penetapan Perppu No.1 Tahun Penetapan Perppu No.2 Tahun
2002 menjadi UU 2002 menjadi UU

UU.No.5 Tahun 2018 jo. UU.No.15


tahun 2003 ttg Pemberntasan
Tndak Pidana Terorisme
C. UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA TERORISME
DALAM UU PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA
TEROISME
 PASAL 6
 Sengaja dengan kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan
suasana teror atau asa takut terhadap orang secara meluas.
 Menimbulkan korban yang bersifat massal dengan cara merampas
kemerdekaan, hilangnya nyawa,harta orang lain,mengakibatkan
kerusakan atau kehancuran obek vital,stategis lingkungan hidup,
fasilitas publik nasional dan internasonal.
 PASAL 8 HURUF A DAN B
 Menghancurkan, membuat tidak dapat dipakai, atau merusak
bangunan untuk pengamanan lalu lintas udara, menggagalkan
usaha pengamanan bangunan tersebut, atau menyebabkan terjadiya
hal tersebut.
 PASAL 8 HURUF C-J
 Menghancurkan,merusak,mengambil atau memindahkan tanda atau
alat pengaman penerbangan,atau menggagalkan bekerjanya alat
tersebut.
 Kealpaannya menyebabkan terjadinya hal tsb, mencelakakan
atau menghancurkan
 Menimbulkan
kebakaran,ledakan,kehancuran,kerusakan,membuat tidak dapat
dipakai pesawat udara yang diasuranskan.
 Merampas,menguasai pengendalian pesawat dalam
penerbangan.
 PASAL 9
 Berkaitan dengan senjata api,amunisi,bahan peledak,bahan
berbahaya spt gas beracun dsb.
 PASAL 10
 Menggunakan senjata biologis,
radilologi,mikroorganisme,radioakif,atau komponennya.
 PASAL 11
 Menyediakan, mengumpulkan dana untuk digunakan atau
diketahui untuk digunakan sebagian atau seluruhnya melakukan
tindakan terorisme.
D. PENYIMPANGAN DALAM UU PEMBERANTASAN
TERORISME DARI HUKUM PIDANA UMUM

Pengecualian dari tindak  Alat bukti elektronik


pidana politik Permintaan keterangan
Hearing = legal audit (3 hari), tentang kekayaan dengan
PASAL 26 mengesampingkan rahasia
Penahanan 6 bulan, bank
penangkapan 7 hari Perlindungan terhadap
Pemblokiran rekening (1 hari) pelapor, saksi, penegak
Yuridiksi teritorial, nasional hukum, dan keluarganya.
aktif. Jaminan saksi diperiksa tanpa
Sanksi pidana minimum berhadapan muka dengan
Satgas anti teror dengan terdakwa.
prinsip sunshine and sunset Kerja sama internasional
principle (transparansi degan negara.
pembatasan waktu efektif)
Perlindungan korban
(kompensasi dan restitusi)
PASAL 36
Sebagai Undang-Undang khusus, berarti Undang-Undang Nomor
15 tahun 2003 mengatur secara materiil dan formil sekaligus,
sehingga terdapat pengecualian dari asas yang secara umum
diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP)/Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
[[(lex specialis derogat lex generalis)]].
Keberlakuan lex specialis derogat lex generalis, harus memenuhi
kriteria :
1. bahwa pengecualian terhadap Undang-Undang yang bersifat
umum, dilakukan oleh peraturan yang setingkat dengan dirinya,
yaitu Undang-Undang.
2. bahwa pengecualian termaksud dinyatakan dalam Undang-
Undang khusus tersebut, sehingga pengecualiannya hanya
berlaku sebatas pengecualian yang dinyatakan dan bagian yang
tidak dikecualikan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan
dengan pelaksanaan Undang-Undang khusus tersebut.
Sedangkan kriminalisasi Tindak Pidana Terorisme sebagai bagian dari
perkembangan hukum pidana dapat dilakukan melalui banyak cara,
seperti :
1. Melalui sistem evolusi berupa amandemen terhadap pasal-pasal KUHP.
2. Melalui sistem global melalui pengaturan yang lengkap di luar KUHP
termasuk kekhususan hukum acaranya.
3. Sistem kompromi dalam bentuk memasukkan bab baru dalam KUHP
tentang kejahatan terorisme.

Akan tetapi tidak berarti bahwa dengan adanya hal yang khusus dalam
kejahatan terhadap keamanan negara berarti penegak hukum
mempunyai wewenang yang lebih atau tanpa batas semata-mata untuk
memudahkan pembuktian bahwa seseorang telah melakukan suatu
kejahatan terhadap keamanan negara, akan tetapi penyimpangan
tersebut adalah sehubungan dengan kepentingan yang lebih besar lagi
yaitu keamanan negara yang harus dilindungi.
Demikian pula susunan bab-bab yang ada dalam peraturan khusus
tersebut harus merupakan suatu tatanan yang utuh. Selain ketentuan
tersebut, pasal 103 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
menyebutkan bahwa semua aturan termasuk asas yang terdapat dalam
buku I Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) berlaku pula bagi
peraturan pidana di luar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
selama peraturan di luar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
tersebut tidak mengatur lain.
Sesuai pengaturan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana/KUHAP),
penyelesaian suatu perkara Tindak Pidana sebelum masuk dalam tahap
beracara di pengadilan, dimulai dari Penyelidikan dan Penyidikan, diikuti
dengan penyerahan berkas penuntutan kepada Jaksa Penuntut Umum.
Pasal 17 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana/KUHAP)
menyebutkan bahwa perintah Penangkapan hanya dapat dilakukan
terhadap seseorang yang diduga keras telah melakukan Tindak Pidana
berdasarkan Bukti Permulaan yang cukup. Mengenai batasan dari
pengertian Bukti Permulaan itu sendiri, hingga kini belum ada ketentuan
yang secara jelas mendefinisikannya dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menjadi dasar pelaksanaan Hukum
Pidana. Masih terdapat perbedaan pendapat di antara para penegak
hukum.
Sedangkan mengenai Bukti Permulaan dalam pengaturannya pada
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Terorisme, pasal 26 berbunyi :
1. Untuk memperoleh Bukti Permulaan yang cukup, penyidik dapat
menggunakan setiap Laporan Intelijen.
2. Penetapan bahwa sudah dapat atau diperoleh Bukti Permulaan yang
cukup sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dilakukan proses
pemeriksaan oleh Ketua dan Wakil Ketua Pengadilan Negeri.
3. Proses pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilaksanakan
secara tertutup dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari.
4. Jika dalam pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
ditetapkan adanya Bukti Permulaan yang cukup, maka Ketua Pengadilan
Negeri segera memerintahkan dilaksanakan Penyidikan.
D.PENYIDIKAN, PENUNTUTAN, DAN PEMERIKSAAN
DI SIDANG PENGADILAN

 Penyidik diberi wewenang untuk melakukan penahanan terhadap tersangka


paling lama 6 (enam) bulan.
 Untuk memperoleh bukti permulaan yang cukup, penyidik dapat
menggunakan setiap laporan intelijen.
 Alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputi:
a. alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara Pidana;
b. alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima,
atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan
itu; dan
c. data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau
didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana,
baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas, atau yang
terekam secara elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada:
1) tulisan, suara, atau gambar;
2) peta, rancangan, foto, atau sejenisnya;
3) huruf, tanda, angka, simbol, atau perforasi yang memiliki makna atau
dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya.
 Penagkapan oleh Penyidik dalam waktu 7 X 24 jam
 Ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini dapat
diperlakukan surut untuk tindakan hukum bagi kasus tertentu sebelum mulai
berlakunya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini, yang
penerapannya ditetapkan dengan Undangundang atau Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-undang tersendiri.
PENYIDIKAN TINDAK PIDANA TERORISME
PASAL 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31 DAN 32

 Penyidikan berdasar hukum acara berlaku kecuali ditentukan


lain dalam Perpu.
 Penyidik diberi wewenang 4 (empat) bulan untuk HAN
 Bukti permulaan yang cukup dapat gunakan setiap “Laporan
Intelejen”
 Alat Bukti  Pasal 184 + 2 DE
 KAP berdasar bukti permulaan  pasal 26 ayat 2 ?, 7 x 24 Jam.
 Blokir rekening
 Keterangan Bank dan Jasa Keuangan
 Buka, riksa dan sita surat dan kiriman via pos or jasa
pengiriman
 Pasal 32 “Saksi memberikan keterangan dengan bebas
tanpa tekanan”
KEKUASAAN KEHAKIMAN :
UU RI NO.8 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas
Undang-undang No.2 Tahun 1986 Tentang Peradilan
Umum menyatakan bhw :
Peradilan umum( Pengadilan Negeri dan pengadilan
Tinggi ) merupakan peradilan di bawah Mahkamah
Agung sebagai pelaku kekuasaan kehakiman yang
merdeka ,untuk menyelenggarakan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan.
PENGADILAN MENDAHULUKAN PENYELESAIAN TERORIS

Pasal 57 UU No.8 Tentang Perubahan


Peradilan Umum menyatakan bahwa:
-perkara-perkara yang harus didahulukan
penyelesaiannya di Pengadilan adalah :
1.perkara korupsi
2.perkara terorisme
3.narkotika/psikotropika
4.pencucian uang
PENGADILAN MAMPU MENYELESAIKAN PERKARA
TERORIS TEPAT WAKTU :

1. Penyidik, Penuntut umum,Hakim dihadapkan


persoalan masalah penahanan, sidang
marathon.
2. PN. JakSel telah menyelesaikan perkara teroris
Jamah Islamiyah,bom JW Marriot,bom di depan
Kedubes Australia Kunigan.
3. Pengadilan Negeri Denpasar juga sudah
menyelesaikan perkara peledakan bom Bali I
dan bom Bali II .Juga pengadilan-pengadilan
negeri lainnya sudah menyelesaikan banyak
perkara teroris.
Proses penegakan hukum SIDANG :
PN PT MA
sidang -di hukum ok terbukti -di hukum
prk teroris -dibebaskan -dibebaskan -DI HUKUM
-lepas contoh kasus -DIBEBASKAN
-dilepaskan
PN.Medan -DILEPASKAN

Pengerahan
MASSA

Intervensi :
- Politisi ,LSM,NGO
- mengomentari sidang
- polisi disebutkan tdk
profesional utk melemahkan
- melanggar HAM
- dukungan ormas tertentu
AKSI BOM DI INDONESIA
 1.Pada tanggal 01 AGUSTUS 2000.Terjadi serangan bom dirumah kediaman
Duta Besar Filipina di Jakarta.
 2.Pada tanggal 27 Agustus 2000 ledakan di depan kantor Kedubes Malysia .
 3.Pada tanggal 13 September 2000 .Terjadi ledakan bom di Gedung Bursa Efek .
 4. Pada tanggal 24 Desember 2000. ledakan Bom pada malam hari Natal.
 5.Pada tanggal 23 September 2001Terjadi ledakan bom di Plaza Atrium Senen.
 6.Pada tanggal 12 Oktober 2001.Terjadi ledakan bom di Restoran KFC,
Makassar.
 7.Pada tanggal 6 November 2001.Terjadi ledakan bom di Sekolah Australia,di
Jakarta. Bom rakitan meledak di halaman Australian International School (AIS
).
 8.Pada tanggal 01Januari2002Terjadi ledakan bom pada malam Tahun Baru.
 9.Pada tanggal 12 Oktober 2002 Terjadi peledakan Bom bunuh diri yang sangat
dahsyat di Kuta, Bali.
 10.Pada tanggal 5 Desember2002 bom di Restoran McDonald's, Makassar.
 11.Pada tanggal 3 Februari 2003 Terjadi ledakan bom di Kompleks Mabes Polri.
 12.Pada tanggal 27 April 2003 Terjadi ledakan bom di Bandara Cengkareng.
 13.Pada tanggal 5 Agustus 2003 Terjadi peledakan bom bunuh diri dengan
kekuatan besar di Hotel JW Marriott, Jakarta.
 14.Pada tanggal 9 September 2004 Terjadi peledakan bom bunuh diri di depan
Kedubes Australia, Jakarta.
 15.Pada tanggal 8Juni2005Terjadi ledakan di Pamulang, Tangerang.
 16.Pada tanggal 1 Oktober 2005 Kuta, Bali.(BOM BALI II).
F.DAERAH OPERASI ORGANISASI TERORIS

Sumut
Kalimant
an
Sumsel

Cirebo
Tj.Karan n
Pamekas
g- an-
Lampun
Cipinang Madura Makasar- Abepura
g Sulsel -Papua
-Jkt
Bandung
Nusakamb Denpasa
angan Madiunr-Bali
17.KELOMPOK TERORIS YANG
MENGGUNAKAN BOM BUNUH DIRI
1. Organisasi Jihad Islam Hezbollah
2. Brigade Al-Qassam dari HAMAS
3. Jihad Islam Palestina
4. Babbar Khaisa (Kelompok Sikh)
5. Partai Buruh Kurdistan atau PKK
6. Al-Jihad Mesir
7. Harimau Pembebasan dari Tamil Eelam atau
LTTE
8. DHKP/C di Turki
9. Al-Qaeda
10. Laskar l-Taiba (Kashmir)
11. Brigade Syahid Al-Quds dari FATAH
12. Pemberontak Chechen
13. Front Populer untuk Kebebasan dari Palestina
14. Jamaah Islamiyah Asia Tenggara dan
Indonesia
JARINGAN TERORIS JAMAAH ISLAMIYAH

 Jamaah Islamiyah adalah sebuah jaringan


teroris berbasis di Asia Tenggara yang
memiliki hubungan dengan Organisasi
teroris Internasional Al Qaeda. Jaringan ini
merekrut dan melatih para ekstremis pada
akhir 1990an, tujuannya menciptakan
sebuah negara Islam yang meliputi Brunei,
Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina
Selatan, dan Thailand Selatan.
JAMAAH ISLAMIYAH DI INDONESIA

 Al-jamaah Al-Islamiyah adalah sebuah organisasi


/jamaah yang terdiri dari orang-orang muslim yang
memiliki seorang pemimpin yang disebut Amir
Jamaah .Jamaah ini bukanlah Jama’atul Muslimin
tetapi merupakan Jama’atun minal-Muslimin,
maksud dari minal-Muslimin adalah kelompok atau
organisasi ini terdiri dari sebagian orang-orang
muslim saja ,yaitu bukan bermaksud umumnya
semua umat Muslim di seluruh dunia .
 . Al-Jamaah Al-Islamiyah adalah sebuah JAMAAH
atau organisasi dengan alasan bahwa Al-Jamaah Al-
Islamiyah memiliki pimpinan jamaah yang ditaati
,anggota jamaah dan struktural kepemimpinan (jalur
komando ) .

Anda mungkin juga menyukai