Anda di halaman 1dari 8

KAJIAN UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DAN HAM:

HUMAN TRAFFICKING

Oleh
MUHAMMAD RAKA EDWIRA
NPM. 182201010

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER ILMU HUKUM


UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
Hukum yang Mengatur Human Trafficking

Dinamika dan berbagai upaya yang dilakukan baik di tingkat nasional, regional

maupun internasional untuk memberantas perdagangan orang, terutama

perempuan dan anak melalui instrument intenasional sejak tahun 1904. Usaha

penghapusan tersebut ditandai dengan diselenggarakannya konferensi

internasional perdagangan manusia pertama kali, yakni konferensi mengenai

perdagangan wanitaatau ”trafficking in women” diadakan di Paris tahun 1895.

Sembilan tahun kemudian pada tahun 1904, di kota yang sama, 16 negara kembali

mengadakan pertemuan yang menghasilkan kesepakatan internasional pertama

menentang Perdagangan Budak Berkulit Putih yang dikenal dengan istilah

Intenational Agreement the Supresssion of White Slave Traffic. Kesepakatan

tersebut menentang dipindahkannya perempuan ke luar negeri dengan tujuan

pelanggaran kesusilaan. Konvensi awal ini membatasi diri pada penentangan

bentuk pemaksaan dalam perdagangan perempuan, tetapi sama sekali tidak

mempermasalahkan tiadanya bukti pemaksaan atau penyalahgunaan kekuasaan

dalam perekrutannya.

Kesepakatan tersebut dalam prakteknya tidak berjalan efektif karena gerakan anti

perdagangan manusia pada saat itu lebih didorong karena adanya ancaman

terhadap kemurnian populasi perempuan kulit putih. Pada sisi lain, kesepakatan

tersebut juga lebih banyak memfokuskan perhatian kepada perlindungan korban

daripada menghukum pelaku kejahatannya, sehingga tepat enam tahun kemudian,

yakni pada tahun 1910 disetujui Internasional Convention for the Supression of

White Slave Traffic (Konvensi Internasional tanggal 4 Mei 1910 untuk

Penghapusan Perdagangan Budak Kulit Putih, di amandemen dengan Protokol


PBB tanggal 3 Desember 1948). Konvensi tersebut kemudian mewajibkan negara

untuk menghukum siapapun, yang membujuk orang lain, baik dengan cara

menyelundupkan atau dengan menggunakan kekerasan, paksaan, penyalahgunaan

kekuasaan, atau dengan cara lain dalam memaksa, mengupah, menculik atau

membujuk perempuan dewasa untuk tujuan pelanggaran kesusilaan.

Dalam perkembangan selanjutnya dengan dibantu oleh Liga Bangsa-bangsa,

ditandatanganilah Convention on the Supression of Traffic in Women and

Children pada tahun 1921 (Konvensi Internasional tanggal 4 Mei 1910 untuk

Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak, diamandemen dengan Protokol

PBB tanggal 20 Oktober 1947) dan International Convention of the Supression of

Traffic in Women of Full Age di tahun 1933 (Konvensi Internasional tanggal 11

Oktober 1933 untuk Penghapusan Perdagangan Perempuan Dewasa,

diamandemen dengan Protokol PBB tanggal 20 Oktober 1947).

Keempat konvensi tersebut kemudian dikonsolidasikan oleh PBB pada tahun

1949 ke dalam Convention for the Supression of the Traffic in Person and of the

Exploitation of the Prostitution of Others. Konvensi ini mewajibkan negara

peserta untuk menghukum mereka yang menjerumuskan orang-orang, bahkan

korban jika menyetujuinya, demi memuaskan manusia lainnya. Dalam konvensi

ini juga disebutkan bahwa negara peserta juga terikat untuk menghukum mereka

yang mengeksploitasi pelacur. Konvensi ini juga mencakup mereka yang secara

finansial terlibat dalam pengelolaan atau pengoperasian rumah pelacur atau

siapapun yang menyewakan atau menyewa tempat-tempat untuk melacurkan

orang-orang lain.
Pada tahun 1926, lahirlah sebuah instrumen internasional yang secara tegas

melarang praktek perbudakan. Konvensi ini kemudian ditandatangani di Jenewa

pada tanggal 25 September 1926. Konvensi ini mewajibkan negara untuk

mengambil langkah-langkah guna pengahapusan sesegera mungkin perangkat-

perangkat kelembagaan serta praktek-praktek yang meliputi perbudakan

berdasarkan hutang, perhambaan, pertunangan anak dan praktek-praktek

perkawinan dimana seorang perempuan diperlakukan sebagaiharta milik, baik

oleh keluarganya sendiri maupun keluarga suaminya, ataubisa diwariskan setelah

kematian suaminya.

Selanjutnya pada tanggal 15 Desember 2000, Majelis Umum PBB, berdasarkan

Resolusi Majelis Umum PBB 55/25 mengadopsi Konvensi tentang United

Nations Convention Against Transnational Organized Crime atau Konvensi

mengenai Kejahatan Terorganisir beserta ketigaprotokolnya, yakni:

1. Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, Especially

Women and Children, Supplementing the United Nations Convention against

Transnational Organized Crime (Protokol Pergadangan Manusia, Khususnya

Perempuan dan Anak);

2. Protocol Against the Smuggling of Migrants by Land Air and Sea,

supplementing the United Nations Convention Against Transnational

Organized Crime (Protokol Penyelundupan Migran);

3. Protocol against the Illicit Manufacturing of and Trafficking in Firearms,

Their Parts and Components and Ammunition, supplementing United Nations

Convention against Transnational Organized Crime (Protokol Perdagangan

Senjata Gelap).
Dalam Preambule Protokol, Negara Peserta (States Parties) menyatakan tindakan

efektif (effective action) untuk mencegak dan memerangi perdagangan wanita dan

anak memerlukan pendekatan internasional komprehensif di negara-negara asal,

transit, tujuan (the countries of origin, transit, and destination) termasuk upaya-

upaya untuk mencegah perdagangan, menghukum pelakunya (trafficker), dan

melindungi korbanya termasuk melindungi hak asasi mereka yang diakui secara

internasional.

Hukum Pidana Internasional Terhadap Kejahatan Human

Trafficking

Protokol untuk mencegah, menindas, menghukum pelaku perdagangan manusia,

khususnya perempuan dan anak-anak, serta tambahan konvensi PBB terhadap

kejahatan Transnasional yang terorganisasi (Protokol Perdagangan), G.A. Res,

55/25, Annex II, 55 U.N. GAOR Supp. (No.49) at 60, U.N. Doc. A/45/49 (Vol.I)

(2001), mulai berlaku 25 desember 2003 telah menentukan bahwa “Perdagangan

Manusia” (human trafficking) meliputi semua tindakan yang terkait dengan

perekrutan, pengangkutan, transfer, penjualan, atau pembelian manusia dengan

pemaksaan, penipuan, pencurangan atau taktik-taktik pemaksaan lainya yang

bertujuan menempatkan mereka dalam kondisi kerja paksa atau praktek-praktek

serupa perbudakan, dimana kerja dikuras lewat cara-cara pemaksaan jasmaniah

atau non fisik, termasuk pemerasan, penipuan, pencurangan, pengisolasian,

pengecaman atang penggunaan kekuatan fisik, atau tekanan psikologis.

Kejahatan sebagai sebuah perilaku menyimpang, keberadaannya setua usia

manusia itu sendiri. Bahkan dapat dikatakan bahwa “ crime is the oldest
social problem “ (Alper, 1973 : 85). Karena kejahatan merupakan masalah yang

selalu melekat dalam kehidupan manusia. Dimana ada masyarakat disitu akan

muncul kejahatan (Ubisocius ubi crime). Karena kejahatan adalah hasil dialektika

antara kejahatan dan masyarakat. Kejahatan adalah hasil masyarakat dan

masyarakat menghasilkan kejahatan.

Meskipun jaman telah berubah, namun perbudakan atau eksploitasi manusia

terhadap manusia yang lain terus terjadi. Ketika terjadi kesenjangan ekonomi yang

tinggi sedangkan sumber ekonomi terbatas maka ini semua berpotensi untuk

melahirkan kejahatan.

Organisasi Internasional yang memberikan perhatian terhadap buruh migran

(IOM) memberikan definisi tentang perdagangan manusia sebagai berikut :

trafficking in human beings occurs when a migrant is illicity engaged (recruited,

kidnapped, sold, etc) and/ or moved, eithter within national or across international

borders; intermediaries (traffickers) during any part of this process obtain

economicor other profit by means of deception, coercion and/or other forms of

exploitation imder conditions that violate the fundamental human rights of

migrants. Berdasarkan penjelasan tersebut diatas, jelas bahwa trafficking

merupakan Pidana Internasional. Oleh karena itu, mengingat prinsip-prinsip

hukum Pidana Internasional, semestinya semua negara berkewajiban untuk

menanggulangi trafficking tersebut.


Kesimpulan

Perdagangan orang dapat mengambil korban dari siapapun, orang-orang dewasa

dan anak-anak, laki-laki maupun perempuan yang pada umumnya berada dalam

situsi dan kondisi yang rentan. Beberapa faktor sangat mendukung atas tindakan

kejahatan ini yang dimana kebanyakan pelaku merasa kekurangan dan mencari

jalan yang cepat untuk mendapatkan apa yang dibutuhkan, salah satunya Human

Trafficking yang dimana kebanyakan pelaku merasa inilah satu-satunya jalan

pintas untuk mendapatkan apa yang menjadi kebutuhan dengan mudah dan cepat,

apalagi mereka melihat peluang seperti itu di Indonesia sendiri masih sangat

mungkin. Padahal hal tersebut menjadikan momok yang tak patut dan merusak

generasi bangsa yang seharusnya menjadi prioritas utama dalm pemnbangunan

suatu bangsa. Kebanyakan orang hanya berpikir praktis tanpa melihat resiko dan

akibat yang menantinya.

Masalah trafficking perempuan dan anak dengan alasan dantujuan apapun tetap

merupakan suatu bentuk pelanggaran terhadap HAM.Indonesia sebagai Negara

Peserta United Nations Convention Against Transnational Organized Crime

beserta Negara Peserta lainnya mempunyai tanggung jawab secara`moral dan

hukum untuk menjamin eberadaan harkat dan martabat yang dimiliki oleh seorang

manusia. Sebagaimana menurut Deklarasi Hak Asasi Manusia serta beberapa

instrument Internasional lainnya. Pemerintah bertanggung jawab dengan

menegakkan hukum untuk memberi perlindungan kepada orang-orang yang

diperdagangan, wajib bertindak secermat-cermatnya untuk mencegah,

menginvestigasi, dan menghukum pelanggaran HAM dan memberikan

penyembuhan dan ganti rugi kepadakorban pelanggaran.


Perdagangan manusia atau Human trafficking merupakan kejahatan yang luar

biasa. Ia merupakan kejahatan perbudakan modern atau modern slavery crime.

Human Trafficking ini merupakan kejahatan transnasional atau paling tidak

melibatkan beberapa negara. Sehingga Human Trafficking menjadi Pidana

Internasional. Oleh karena itu dibutuhkan komitmen semua negara untuk

menanggulangi human trafficking tersebut. Komitmen tersebut harus diwujudkan

dalam berbagai bentuk antara lain: perjanjian internasional, protokol, dan lain-

lain, tentang pencegahan human trafficking.

Anda mungkin juga menyukai